Perjuangan Nani Nurani Puluhan Tahun Bebaskan Diri dari Stigma PKI
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Perjuangan Nani Nurani (84), membebaskan dirinya dari stigma Partai Komunis Indonesia (PKI) bukan hal yang mudah.
Padahal Nani merupakan korban salah tangkap pemerintah karena dituding terlibat dalam Gerakan 30 September (G30S) PKI.
Perempuan asal Cianjur, Jawa Barat ini dituding terlibat karena pernah mengisi acara di ulangtahun PKI pada Juni 1965, ketika organisasi itu belum dilarang pemerintah.
Meski tak ada bukti yang kuat, Nani tetap ditahan di Penjara Perempuan Bukit Duri, Jakarta Utara, sejak 29 Januari 1969 hingga 19 November 1975.
Setelah bebas penuh di tahun 1976, Nani mengaku pernah diminta bersumpah untuk tidak menutut pemerintah atas peristiwa salah tangkap yang dialami dirinya.
“Terus karena penasaran saya nanya kepala bagian umumnya Pak Situmeang ‘Pak, saya ini gimana?’ Dia bilang ‘kau mau ke ujung dunia juga boleh’ ternyata bohong. Boro-boro ke ujung dunia, KTP ditandai tahun 1978 ditandai ET. Terus tahu-tahu wajib lapor lagi,” ujar Nani.
Wajib lapor Nani dimulai tahun 1984 ketika peristiwa Tanjung Priok tersebut terjadi. Ia diwajibkan lapor ke kecamatan satu bulan sekali dan ke keluarahan tiga bulan sekali.
Hal itu sempat membuat Nani menutup diri selama 17 tahun karena stigma negatif terhadap para eks tapol masih sangat kuat.
Ia baru berani membuka diri dengan dunia luar sekitar tahun 1999 ketika terjadi reformasi dan Abdurahman Wahid atau Gusdur resmi menjadi presiden.
Kemudian, di tahun 2000 perjuangan Nani untuk merehabilitasi namanya sebagai eks tapol G30S dimulai.
“Saya ke Komnas HAM bagus sekali responnya langsung kirim ke Sekertaris Negara, tapi enggak dibalas,” ucap Nani.
Perjuangan Nani memperbaiki nama baiknya di tahun 2000 berlanjut ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
“Di tahun 2000 itu ngurus lah ke LBH waktu itu. Langsung diurus ke kecamatan yang dampingi Pak Suma Miharja sama Taufik Basari, jawabannya (dari kelurahan) tidak ada dasar hukumnya wajib lapor,” ujar Nani.
Mendengar hal itu, Suma Miharja kesal dan langsung mengirim surat resmi ke kelurahan dan kecamatan. Sejak itu, Nani sudah tidak lagi wajib lapor.
Diskriminasi yang Nani alami tidak hanya sampai KTP-nya diberi tanda ET dan wajib lapor puluhan tahun. Namun, dia juga dipersulit mendapatkan KTP seumur hidup.
Akhirnya, Nani kembali didampingi Taufik Basari mengajukan banding ke pengadilan dan menang pada tahun 2003. Kini, perempuan tersebut sudah memiliki KTP seumur hidup.
Tak hanya sampai situ, di tahun 2008, Nani juga dinyatakan menang oleh Mahkamah Agung dengan putusan dirinya tidak terlibat G30S dan bukan bagian dari organisasi terlarang.
“Dengan modal itu maju lah saya ke pengadilan untuk rehabilitasi nama mulai 28 Otktober 2011, membawa saksi dan saksi ahli delapan, bukti 52 berkas, pemerintah tidak punya bukti, tidak punya saksi, tapi keputusannya tidak berwenang,” ucap Nani.
Kini, upaya Nani merehabilitasi namanya dari stigma PKI sudah mentok. Ia tak mau lagi berjuang dan memilih menikmati sisa hidupnya di rumah sederhana di Jakarta Utara sambil tekun beribadah.
Nani dikenal sebagai seniman lokal Cianjur, Jawa Barat. Pada masa mudanya, ia kerap diundang Presiden pertama RI, Soekarno untuk menari dan menyanyi di Istana Cipanas dalam acara resmi.
Ketenaran itulah yang membuat Nani kemudian diundang Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengisi acara ulang tahun partai ini pada tahun 1965.
Setahun kemudian, PKI ditetapkan sebagai organisasi terlarang karena diduga menjadi dalang peristiwa G30S yang menewaskan tujuh jenderal TNI.
Sejumlah simpatisan dan orang-orang yang terafiliasi dengan PKI lantas ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah.
Nani termasuk salah satu yang ditangkap pemerintah pada tahun 1968 serta ditahan tanpa melalui proses pengadilan.
Pada tahun 1975, Nani dibebaskan. Status sosialnya pun dibatasi karena kartu tanda penduduknya (KTP) dilabeli “ET” atau eks tahanan politik (eks-tapol).
Karena kekhawatirannya, Nani bahkan memilih untuk tidak menikah karena takut stigma eks tapol akan menurun kepada anaknya kelak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: Komnas HAM
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5368063/original/066099000_1759334436-Untitled.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perjumpaan Terakhir di Mako Brimob Kwitang, Menanti Kabar 2 Orang yang Masih Hilang
KontraS melalui surat resminya yang diterima Liputan6.com, mendesak dengan segera dan tegas kepada seluruh lembaga negara yang memiliki mandat perlindungan HAM dan pengawasan terhadap aparat keamanan, untuk segera:
1. Melakukan pencarian intensif dan menyeluruh terhadap Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syachputra Dewo.
2. Membuka akses atas data dan proses investigasi di seluruh lokasi penahanan resmi maupun non-resmi yang berada di bawah kewenangan Polri dan TNI.
3. Menindak secara tegas dan transparan seluruh pihak yang bertanggung jawab atas praktik penghilangan paksa, baik pelaku langsung maupun atasan dalam rantai komando, sesuai prinsip akuntabilitas hukum dan HAM.
4. Melibatkan lembaga independen seperti Komnas HAM dan LPSK dalam proses investigasi, pencarian, serta perlindungan terhadap korban dan keluarga, guna menjamin independensi dan transparansi.
5. Menjamin keterbukaan informasi secara berkala kepada publik dan keluarga korban, serta memastikan seluruh proses pencarian dan penegakan hukum dilakukan dengan prinsip transparansi dan partisipasi.
6. Memastikan pemulihan hak-hak korban dan keluarga, termasuk hak atas keadilan, kebenaran, dan reparasi menyeluruh sesuai dengan standar HAM internasional.
7. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan prosedur pengamanan aksi massa oleh aparat keamanan, guna mencegah terulangnya penggunaan kekuatan berlebihan, penangkapan sewenang-wenang, dan pelanggaran terhadap kebebasan sipil.
8. Menghentikan segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap Pembela HAM, pendamping hukum, dan masyarakat sipil, serta menjamin ruang aman bagi mereka yang menjalankan mandat konstitusional dalam memperjuangkan HAM.
-
/data/photo/2025/10/01/68dd14f54c89a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keluarga Korban Minta Komnas HAM Tetapkan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM Berat Megapolitan 1 Oktober 2025
Keluarga Korban Minta Komnas HAM Tetapkan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Keluarga korban meminta agar Komnas HAM menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan massa aksi Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan usai bertemu perwakilan Komnas HAM pada Rabu (1/10/2025).
“Sekarang kan kita menuntut terhadap Komnas HAM agar segera menetapkan status tragedi Kanjuruhan,” ucap Sanuar, salah satu keluarga korban di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Rabu.
Sementara Dermawan selaku pendamping hukum keluarga korban mengaku kecewa tidak ada komisioner Komnas HAM yang hadir dalam audiensi tersebut.
“Entah alasannya apa, komisionernya pada hari ini tidak ada gitu. Jadi pada intinya hari ini tidak ada komisionernya,” jelasnya.
Menurut dia, hasil audiensi tidak ada jawaban dari Komnas HAM. Namun ia meminta Komnas HAM segera menuntaskan Tragedi Kanjuruhan.
“Jadi pada intinya belum-belum ada jawaban konkret gitu ya soal apakah akan dilakukan pro yustisia gitu. Hanya komitmen saja secara lisan dan itu juga masih perlu dipertanyakan apalagi yang kita temui tadi ini ya bukan komisionernya hanya perwakilan saja,” tambah Dermawan.
Dermawan mengatakan bahwa pendamping hukum dan keluarga korban masih berusaha agar Komnas HAM menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM Berat dan melakukan penyelidikan pro yustisia.
“Tentu langkah yang akan kita lakukan tetap mendorong Komnas HAM agar menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat dan melakukan proses penyelidikan pro yustisia,” kata dia.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya.
Kericuhan pecah setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun, sehingga penonton panik dan berdesak-desakan keluar stadion.
Akibatnya, setidaknya 135 orang meninggal dunia, sebagian besar karena sesak napas dan terinjak dalam kepanikan massal. Ratusan lainnya mengalami luka fisik maupun trauma psikologis.
Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka berasal dari unsur penyelenggara pertandingan maupun kepolisian, termasuk Direktur Utama PT LIB, Ketua Panpel Arema, hingga pejabat kepolisian Polres Malang dan Brimob Polda Jawa Timur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/01/68dd14f54c89a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Cari Keadilan: Melempem dan Bobrok Megapolitan 1 Oktober 2025
Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Cari Keadilan: Melempem dan Bobrok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS com
– Keluarga korban tragedi Kanjuruhan mendatangi Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025), dalam rangka memperingati tiga tahun peristiwa itu.
Mereka berdiri berjejer sambil memegang poster bergambar wajah-wajah korban, lengkap dengan nama dan keterangan meninggalnya.
Lutfi, seorang ibu yang keluarganya meninggal pada tragedi tersebut, menyampaikan kekecewaannya karena hingga saat ini suami dan anaknya belum mendapatkan keadilan.
“Saya ke sini mencari keadilan tetapi keadilannya di Indonesia ini. Maaf seribu maaf, melempem dan bobrok. Saya kehilangan suami dan kedua anak saya. Di mana keadilan ini?” ucap dia.
Lutfi mengatakan, suami dan anaknya menonton pertandingan sepak bola sebagai harapan tetapi mereka justru menjadi korban pada tragedi Kanjuruhan.
“Suami dan anak saya melihat sepakbola membawa harapan tetapi mereka membunuh anak saya dan suami saya. Apa mereka tidak punya hati?” tutur dia.
Iswandi, yang kedua anaknya menjadi korban juga menyampaikan kekecewaannya terhadap keadilan yang belum ia dapatkan hingga sekarang.
“Apa yang dikatakan Pancasila sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mana? Kami orangtua sudah tiga tahun ke sana ke mari belum mendapatkan keadilan yang sebenar-benarnya,” kata dia saat berorasi.
Sebelumnya, massa aksi yang terdiri dari keluarga korban dan aktivis HAM memadati area depan kantor Komnas HAM.
Mereka memperingati tiga tahun Tragedi Kanjuruhan yang merenggut setidaknya 135 nyawa pada 1 Oktober 2022.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/01/68dd2d4d2de21.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Massa Aksi Tragedi Kanjuruhan Nyala Lilin di Komnas HAM Sebelum Bubarkan Diri Megapolitan 1 Oktober 2025
Massa Aksi Tragedi Kanjuruhan Nyala Lilin di Komnas HAM Sebelum Bubarkan Diri
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Massa aksi Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan menyalakan lilin sebelum membubarkan diri di depan kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM RI), Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Pantauan Kompas.com di lokasi pukul 20.45 WIB, massa aksi melanjutkan dengan membaca zine mengenai tragedi Kanjuruhan secara bergiliran.
Sebelum membubarkan diri, massa aksi melakukan foto bersama sambil menyalakan flare dengan meneriakan “135 bukan hanya angka”.
Kemudian massa aksi membereskan spanduk, poster dan bunga sisa aksi simbolik.
Lalu lintas di depan Komnas HAM terpantau sudah sepi saat massa aksi membubarkan diri.
Sanuar, salah satu keluarga korban tragedi Kanjuruhan menyampaikan bahwa aksi simbolis tersebut dilakukan sebagai penanda masih berjuangnya para keluarga korban mencari keadilan.
“Penting sekali sebagai pengingat tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober tahun 2022. Jadi bisa dilihat semangat berbagai pihak seperti Kontras dan mahasiswa untuk mendoakan bagi keluarga korban,” tutur Sanuar di lokasi.
Dermawan, selaku pendamping hukum para keluarga korban, menyatakan bahwa dari aksi simbolis tersebut sebagai pesan terhadap masyarakat bahwa kasus Kanjuruhan belum tuntas.
“Dari aksi simbolis ini harapan yang ingin disampaikan tentu adalah menyampaikan ke masyarakat bahwa tragedi Kanjuruhan belum usai dan belum mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Dermawan menambahkan bahwa hingga kini para pendamping hukum dan keluarga korban masih berusaha agar Komnas HAM menetapkan tragedi tersebut sebagai pelanggaran HAM.
“Tentu langkah yang akan kita lakukan tetap mendorong Komnas HAM agar menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat dan melakukan proses penyelidikan Pro Yustisia. Tentu pendamping dan keluarga korban tetap akan mengupayakan itu,” ucap dia.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya.
Kericuhan pecah setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun, sehingga penonton panik dan berdesak-desakan keluar stadion.
Akibatnya, setidaknya 135 orang meninggal dunia, sebagian besar karena sesak napas dan terinjak dalam kepanikan massal. Ratusan lainnya mengalami luka fisik maupun trauma psikologis.
Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka berasal dari unsur penyelenggara pertandingan maupun kepolisian, termasuk Direktur Utama PT LIB, Ketua Panpel Arema, hingga pejabat kepolisian Polres Malang dan Brimob Polda Jawa Timur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sikap Komnas HAM Terkait Kasus Keracunan MBG
Anis Hidayah selaku Ketua Komnas HAM menyatakan bahwa mereka akan segera ambil sikap terkait masalah keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG). Anis pastikan bahwa Komnas HAM menaruh atensi pada kasus ini. Komnas HAM juga akan menyampaikan dugaan potensi pelanggaran dan berikan saran mereka ke pemerintah.
Isu utama yang menjadi perhatian terhadap MBG adalah tingginya kasus keracunan makanan di berbagai daerah. Pengelolaan serta penyimpanan makanan diduga menjadi penyebab keracunan tersebut.
Tonton video lainnya di sini ya!
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2922167/original/079158800_1569432752-Pejompongan-Ricuh2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komnas HAM Targetkan Penyelidikan Demo Rusuh 28 Agustus Rampung Desember, Lalu Dilaporkan ke Presiden – Page 3
Komnas HAM melakukan penyelidikan bersama enam LNHAM yang membentuk Tim Independen Pencari Fakta. Tim ini bertugas mengumpulkan data lapangan, memverifikasi dugaan pelanggaran, serta merumuskan rekomendasi bagi pemerintah dan DPR.
Anis mengatakan temuan awal menunjukkan adanya dugaan kesalahan prosedur aparat, penangkapan sewenang-wenang, hingga dugaan 10 orang menjadi korban jiwa.
“Perkembangan kami masih mengidentifikasi terkait dengan temuan awal. Termasuk kami melakukan penyelidikan terhadap 10 orang yang diduga menjadi korban jiwa selama kerusuhan Agustus-September,” katanya.
-
/data/photo/2025/09/29/68d9e27b8328b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
LBH Surabaya Ungkap Kronologi Penangkapan Aktivis Yogyakarta Paul Surabaya 29 September 2025
LBH Surabaya Ungkap Kronologi Penangkapan Aktivis Yogyakarta Paul
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengungkap kronologi penangkapan aktivis sosial asal Yogyakarta, Muhammad Fatkhurrozi atau Paul, oleh Polda Jatim.
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin mengatakan bahwa Paul ditangkap di rumahnya, Yogyakarta, pada Sabtu (27/9/2025) sekitar pukul 14.30 WIB.
“Diketahui polisi juga melakukan penyitaan terhadap puluhan buku hingga perangkat elektronik,” kata Habibus, Minggu (28/9/2025).
Setelah ditangkap di rumahnya, Paul langsung dibawa ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk menjalani pemeriksaan.
Sekitar tiga jam berselang, ia diboyong ke Polda Jatim, Surabaya.
“Tanda ada pendampingan baik dari pihak keluarga maupun pendampingan hukum. Penangkapan ini jelas tidak sesuai dengan Pasal 17 KUHP,” ucap dia.
Paul kemudian tiba di Markas Polda Jatim sekitar pukul 22.10 WIB di hari yang sama penangkapan.
Ia menunggu pendampingan hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
“Tim LBH Surabaya bersama keluarga Paul kemudian tiba di Polda Jatim sekitar pukul 23.05 WIB. Setiba di Polda Jatim, Paul tidak langsung diperiksa,” ujar Habibus.
Namun, LBH Surabaya mendapat informasi awal dari penyidik bahwa Paul ditangkap atas pengembangan kasus penangkapan sejumlah aktivis yang ada di Kediri.
Hal itu sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/A/17/IX/2025/SPKT.SATRESKRIM/Polres Kediri Kota/Polda Jawa Timur, tanggal 1 September 2025.
Ia dijerat Pasal 160 KUHP juncto Pasal 187 KUHP juncto Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
Paul baru diperiksa tim penyidik pada Minggu (28/9/2025) pukul 00.30 WIB dipimpin oleh Kanit IV Subdit I Ditreskrimum Polda Jatim.
“Di akhir pemeriksaan, penahanan terhadap Paul langsung dilakukan,” ucap dia.
LBH Surabaya menilai, penangkapan terhadap Paul tak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sebagaimana tertera dalam KUHP dan disempurnakan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 2/PUU-XII/2014.
“Di mana putusan tersebut menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya,” ujar dia.
Oleh sebab itu, Tim Hukum LBH Surabaya mendesak agar Polda Jatim membebaskan Paul atas dugaan penangkapan sewenang-wenang.
“Kemudian mendorong Komnas HAM untuk melakukan pengawasan dan investigasi atas kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis pro-demokrasi,” kata dia.
Lalu, mendorong Ombudsman RI untuk melakukan pengawasan terhadap dugaan malaadministrasi dan penangkapan sewenang-wenang yang diduga dilakukan oleh Polda Jatim.
“Terakhir, kami mendesak Kompolnas melakukan pengawasan terhadap Polda Jatim,” katanya.
LBH Surabaya juga mengunggah pesan yang disampaikan Paul melalui tulisan tangannya usai ditangkap.
“Dear TemanTaman Seperjuangan, penangkapan & penetapan terhadap saya telah direncanakan sejak 1 September 2025. Ironi dan sedih sebab skenario ini disusun dengan cermat oleh rezim agar rakyat tak lagi berani menyuarakan keresahannya,”
tulisnya.
“Tetapi ini juga membuktikan kita ada di jalan yang benar, mereka takut melihat anak muda berani menyuarakan kebenaran. Saya harap kita tak surut dalam bersuara, mempertebal solidaritas serta memperkuat keyakinan atas apa yang telah kita pilih. Waktunya gerakan rakyat bersatu dan membangun garis batas terhadap mereka yang kompromi dengan rezim hari ini. Terima kasih,”
tulis Paul.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/10/02/68de1e6fd2b2d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2022/10/02/6339aaf761cca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/09/27/68d71a8fc1973.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)