NGO: Komnas HAM

  • Komnas HAM Terima Aduan Tim Hukum Tom Lembong soal Kasus Impor Gula – Page 3

    Komnas HAM Terima Aduan Tim Hukum Tom Lembong soal Kasus Impor Gula – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku telah memeriksa 30 orang saksi terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015–2016 yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    “Sedang diperiksa saksi-saksi dan ahli. Ini kan baru sekitar 30 orang (saksi),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

    Sementara itu, lanjut dia, ahli yang telah diperiksa terkait kasus tersebut berjumlah tiga orang.

    Adapun pada Selasa ini, tim jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung memeriksa tujuh saksi dalam kasus dugaan korupsi Tom Lembong.

    Saksi-saksi yang diperiksa tersebut berasal dari sejumlah kementerian, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Persero, dan Sucofindo, serta pihak swasta.

    Dari kementerian, saksi yang diperiksa berinisial YW selaku anggota Tim Kerja Pengembangan Kawasan Tanaman Tebu dan Pemanis Lain Kementerian Pertanian (Kementan) dan MM selaku Deputi Koordinasi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.

    Selanjutnya, penyidik memeriksa saksi berinisial SYL selaku Sekretaris Perusahaan PT PPI tahun 2016–2021 dan IRS selaku Senior Manager Pengembangan Komoditi PT PPI tahun 2016-2017. Sementara itu, saksi dari PT Sucofindo adalah ARA selaku karyawan PT Sucofindo pada jabatan Kabag Fasilitasi Perdagangan.

    Terakhir, dari pihak swasta, penyidik memeriksa EC selaku Manajer Impor PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, dan PT Andalan Furnindo, serta LM selaku Manajer Accounting PT Andalan Furnindo.

    Dijelaskan Harli bahwa ketujuh saksi tersebut diperiksa untuk tersangka atas nama Tom Lembong dan kawan-kawan. “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ucapnya.

  • Tembak Mati Pelajar Semarang di Luar Tugas, Aipda Robig Zaenudin Terbukti Langgar Hak Asasi Manusia

    Tembak Mati Pelajar Semarang di Luar Tugas, Aipda Robig Zaenudin Terbukti Langgar Hak Asasi Manusia

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang Aipda Robig Zaenudin (38) melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas perbuatannya menembak tiga pelajar SMK N 4 Semarang, GRO (17) atau Gamma, SA dan AD.

    Hal itu disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selepas melakukan pemantauan lapangan dan meminta keterangan sejumlah pihak atas peristiwa penembakan tersebut.

    “Tindakan RZ (Robig Zaenudin) telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Koordinator Subkomisi Pemantauan, Uli Parulian Sihombing dalam keterangan tertulis, Jumat (6/11/2024).

    Uli merinci, pelanggaran HAM yang dimaksud yakni pembunuhan di luar proses hukum (extra judicial killing).

    Adapun unsur-unsur extra judicial killing yakni adanya pembunuhan dan penembakan yang dilakukan Robig yang mengakibatkan hilangnya nyawa GRO, dan luka-luka yang dialami S dan A. 

    Penembakan ini dilakukan di depan minimarket Candi Penataran Kota Semarang Kota,  24 November 2024,  sekitar pukul 00.19 WIB.

    Sosok Gamma Rizkynata Oktafandy, pelajar SMKN 4 Semarang yang tewas diduga karena tembakan oknum polisi mendapat ucapan duka dari teman-teman paskibra korban. (Tribunjateng / Iwan Arifianto.)

    Pembunuhan dilakukan oleh aparat negara karena Robig tercatat sebagai anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, dan aparat penegak hukum.

    Selain itu, tidak dalam pembelaan diri (self-defense), Robig juga sedang tidak sedang menjalankan tugas dan tidak dalam posisi terancam atas lewatnya sepeda motor yang dikendarai oleh tiga korban tersebut.

    “Tidak dalam menjalankan perintah undang-undang, RZ tidak sedang menjalankan perintah undang-undang untuk menembak tiga korban
    tersebut,” bebernya.

    Uli melanjutkan, tiga korban yaitu  GRO, S, dan A statusnya adalah anak dengan usia di bawah 18 tahun. 

    Sedangkan RZ sebagai anggota Polri.

    Menurutnya, seharusnya tidak melakukan penembakan terhadap anak-anak tersebut dan kepolisian dilarang untuk menggunakan senjata api ketika berhadapan dengan anak-anak.

    “Kemudian RZ menghilangkan hak hidup dari korban GRO,” katanya.

    Berdasarkan hal tersebut, Kata Uli, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kapolda Jawa Tengah untuk melakukan penegakan hukum secara adil, transparan, dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana kepada  RZ. 

    Melakukan evaluasi secara berkala atas penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk assessment psikologi secara berkala.

    Memberikan evaluasi pemahaman dan atau pengetahuan anggota polisi di lingkup Polda Jawa Tengah mengenai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, khususnya untuk polisi tingkat Bintara.

    “Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan perlindungan saksi dan korban, termasuk pemulihan bagi keluarga korban atas peristiwa tersebut,” bebernya.

    Tribun telah berupaya mengkonfirmasi ke Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto.

    Namun, hingga berita ini ditulis belum ada respon. (Iwn)

  • Komnas HAM Terima Aduan Tom Lembong, Bakal Di-review dalam Sepekan ke Depan

    Komnas HAM Terima Aduan Tom Lembong, Bakal Di-review dalam Sepekan ke Depan

    Komnas HAM Terima Aduan Tom Lembong, Bakal Di-review dalam Sepekan ke Depan
    Tim Redaksi
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisioner
    Komnas HAM
    Hari Kurniawan mengatakan, pihaknya baru menerima pengaduan dari tim kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    , terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi impor gula.
    “Jadi kami menerima tim kuasa hukum dari Pak Tom Lembong, terkait dengan penetapan dia sebagai tersangka impor gula,” kata Hari di kantornya, Jumat (6/12/2024).
    Dia mengatakan, pihaknya perlu mempelajari kasus ini terlebih dulu karena baru mendapatkan permohonan audiensi dua hari yang lalu.
    “Karena kami baru mendapatkannya dua hari yang lalu, jadi belum sempat mempelajari. Termasuk misalnya ada regulasi terkait impor gula dan sebagainya ini perlu kita pelajari lebih lanjut,” jelasnya.
    Dia menjelaskan, sesuai dengan ketentuan yang ada, layanan pengaduan di Komnas HAM akan masuk dan ditangani selama 7 hingga 10 hari kerja. Hal itu setelah ada analisis dari dan kelengkapan bukti yang cukup yang sudah diberikan keluarga.
    “Pengaduan yang masuk itu akan kita tangani atau akan ada tindak lanjutnya dalam 7 hari kerja ya, artinya 10 hari karena Sabtu-Minggu kan nggak dihitung,” ujarnya.
    “Kalau ketentuannya 7 hari kerja, di mana 10 hari itu sudah naik ke pemantauan atau ke mediasi, karena memang metodenya seperti itu kalau di Komnas HAM sebagai tindak lanjut aduan,” tambahnya.
    Hari mengatakan bahwa permohonan dari tim kuasa hukum Tom Lembong adalah terkait dengan tidakan kesewenang-wenangan Kejaksaan Agung pada saat pemeriksaan.
    “Keluarga tadi menyatakan sudah diperiksa 4 kali dari tanggal 8 dan terakhir tanggal 29 Oktober 2024. Yang kemudian tidak ada misalnya, sprindik, sprinhan, kemudian tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan,” lanjut Hari.
    “Sehingga mereka berkesimpulan ini adalah tindak kesewenang-wenangan dan diskriminasi dalam konteks akses mencari keadilan. Ini tentu kami terima pengaduan tersebut,” lanjutnya.
    Hari mengatakan bahwa tim kuasa hukum Tom Lembong meminta agar Komnas HAM memberikan perlindungan bagi Tom Lembong dan juga keluarganya.
    “Mereka minta perlindungan kepada Komnas HAM terkait kasus ini untuk mencari keadilan bagi Pak Lembong dan keluarganya,” jelasnya.
    Dia menegaskan, pihaknya belum dapat memutuskan apapun terkait aduan dari pihak kuasa hukum Tom Lembong. Dirinya bersama tim harus menindaklanjuti melalui pengawasan dan pemantauan terkait kasusnya.
    “Tentu ini akan kita pikirkan bersama seperti apa kasus ini. Karena kalau di kami itu kan ada kebiasaan bedah kasus,” jelasnya.
    “Jadi akan dihadiri oleh tiga komisioner dan pimpinan Komnas HAM yang nantinya akan memutuskan kasus ini akan seperti apa, termasuk pemberian
    amicus curiae 
    (sahabat pengadilan),” jelasnya.
    Amicus curiae
    adalah pihak ketiga yang tidak terlibat dalam suatu perkara, tetapi memiliki kepentingan atau kepedulian terhadap hasil putusan pengadilan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polsi Tembak Siswa SMK di Semarang Dianggap Langgar Hak Anak

    Polsi Tembak Siswa SMK di Semarang Dianggap Langgar Hak Anak

    Polsi Tembak Siswa SMK di Semarang Dianggap Langgar Hak Anak
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (
    Komnas HAM
    ) menegaskan penembakan Aipda Robig (RZ) terharap Gamma (17), siswa SMK Negeri 4 Semarang, melanggar hak anak.
    Robig yang melakukan penembakan, dinilai mengabaikan ketentuan perlindungan terhadap anak dalam peristiwa di Simongan, Semarang Barat, Minggu (1/12/2024) dini hari.
    Koordinator Subkomisi Pemantauan, Uli Parulian Sihombing, mengatakan, penggunaan senjata api oleh polisi saat berhadapan dengan anak-anak melanggar Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia.
    Menurut Uli, penembakan tersebut tidak dalam konteks pembelaan diri dan tidak sesuai prinsip legalitas, proporsionalitas, serta kewajiban umum seperti tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009.
    “Saudara RZ sebagai aparatur negara, anggota Polri, seharusnya tidak melakukan penembakan terhadap anak-anak tersebut dan kepolisian dilarang menggunakan senjata api ketika berhadapan dengan anak-anak,” kata Uli dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/12/2024), seperti dikutip dari
    Antara
    .

    Uli menjelaskan, Gamma dan dua korban lain yang terkena tembakan masih berusia di bawah 18 tahun sehingga berstatus anak.
    Dari temuan Komnas HAM, kata Uli, tindakan Robig diduga telah memenuhi unsur-unsur
    pelanggaran HAM
    , mengacu kepada Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
    Uli juga menyoroti pentingnya perlindungan khusus terhadap anak dalam setiap tindakan aparat negara.
    Komnas HAM menilai hak hidup korban juga terlanggar akibat tindakan yang dilakukan RZ. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang HAM menyebut hak hidup sebagai hak dasar yang tidak boleh dirampas dalam kondisi apa pun.
    Kejadian ini telah dipantau Komnas HAM dari 28–30 November 2024 di Kota Semarang. Tim memeriksa keterangan dari Polda Jawa Tengah, Polrestabes Semarang, Bidpropam, keluarga korban, serta para saksi mata. Tim juga meninjau lokasi tempat kejadian perkara.
    Sampai saat ini, Robig telah ditahan. Namun, status tersangka belum ditetapkan.
    Polda Jawa Tengah berjanji menggelar sidang etik secepatnya. Komnas HAM meminta penegakan hukum dilakukan sesuai prinsip keadilan dan perlindungan hak anak.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5 Rekomendasi Komnas HAM ke Kapolda Jateng soal Kasus Penembakan Siswa SMK oleh Aipda RZ – Halaman all

    5 Rekomendasi Komnas HAM ke Kapolda Jateng soal Kasus Penembakan Siswa SMK oleh Aipda RZ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Subkomisi Pemantauan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menyatakan pihaknya telah melakukan pemantauan atas peristiwa tewasnya seorang pelajar di Kota Semarang berinisial GRO karena ditembak  polisi Aipda RZ pada 24 November 2024 lalu.

    Komnas HAM, ungkap Uli, telah melakukan proses pemantauan sejak 28 sampai 30 November 2024 di Kota Semarang.

    Dia mengungkapkan dalam pemantauan tersebut Komnas HAM telah menggali keterangan sejumlah pihak dan melakukan sejumlah hal.

    Pertama, Komnas HAM telah meminta keterangan Polda Jawa Tengah, Polrestabes Semarang, dan Bidpropam Polda Jawa Tengah.

    Kedua, lanjutnya, pihaknya juga meminta keterangan keluarga korban dan para saksi.

    Ketiga, pihaknya juga meninjau lokasi tempat terjadinya peristiwa penembakan di sekitar Jalan Candi Penataran Raya Kalipancur Ngaliyan, dan Jalan Simongan Semarang Kota.

    Keempat, kata Uli, Komnas HAM telah meminta keterangan dari kedokteran forensik.

    Kelima, pihaknya juga telah meminta keterangan dari digital forensik.

    “Berdasarkan pemantauan tersebut, Komnas HAM menyatakan tindakan RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Uli dalam keterangan resmi Humas Komnas HAM RI Kamis (5/12/2024).

    Dalam kesimpulannya terdapat tiga pelanggaran HAM yang dilakukan RZ yakni hak untuk hidup, untuk bebas dari perlakukan yang kejam, dan hak atas perlindungan anak.

    Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM merekomendasikan sejumlah point kepada dua pihak yakni Kapolda Jawa Tengah (Jateng) dan Ketua LPSK.

    Komnas HAM merekomendasikan lima hal yang harus dilakukan Kapolda Jawa Tengah.

    “Pertama, Melakukan penegakan hukum secara adil, tranparan, dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana kepada oknum RZ,” kata Uli.
     
    Kedua, melakukan evaluasi secara berkala atas penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian di lingkungan Polda Jawa Tengah, termasuk assesment psikologi secara berkala. 

    Ketiga, memberikan evaluasi pemahaman dan atau pengetahuan anggota polisi di lingkup Polda Jawa Tengah mengenai Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, khususnya untuk polisi tingkat Bintara. 

    Keempat, melakukan penegakan hukum terhadap kasus tawuran secara humanis. 

    “Kelima, melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga negara lain di tingkat provinsi untuk mengatasi permasalahan tawuran di wilayah hukum Polda Jawa Tengah,” lanjutnya.

    Selain itu, Komnas HAM juga memberikan rekomendasi kepada Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Komnas HAM meminta agar LPSK juga memberikan pemulihan bagi keluarga korban.

    “Untuk memberikan perlindungan saksi dan korban, termasuk pemulihan bagi keluarga korban atas peristiwa tersebut,” kata Uli.
     

  • 70 persen korban TPPO merupakan pekerja migran nonprosedural

    70 persen korban TPPO merupakan pekerja migran nonprosedural

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    KP2MI: 70 persen korban TPPO merupakan pekerja migran nonprosedural
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 05 Desember 2024 – 23:33 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa 70 persen korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan pekerja migran yang bekerja ke luar negeri melalui jalur nonprosedural.

    “Salah satu faktor krusial dari tingginya jumlah korban TPPO adalah keberangkatan pekerja migran secara nonprosedural. Hal ini membuka peluang besar bagi para pelaku kejahatan untuk mengeksploitasi mereka,” kata Menteri Karding dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan di Komnas HAM, di Jakarta, Kamis (5/12).

    Dalam diskusi bertajuk “Mendorong Penyusunan Road Map Pencegahan dan Penanganan TPPO Berbasis HAM” tersebut, Menteri Karding mengatakan bahwa mayoritas korban TPPO merupakan perempuan dan tenaga kerja dengan keterampilan (skill) rendah.

    Kelompok tersebut, kata dia, rentan terhadap eksploitasi, baik secara fisik, psikologis, maupun ekonomi.

    Menteri Karding juga menyoroti pemberangkatan nonprosedural sebagai penyebab utama meningkatnya kasus TPPO. Oleh karena itu, dia mendorong penguatan sistem pelindungan bagi pekerja migran melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang prosedur keberangkatan yang aman.

    Penguatan juga dapat dilakukan melalui penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengiriman pekerja migran secara ilegal.

    Dalam memberikan pandangan dan usulan untuk mengatasi TPPO terhadap PMI, Karding berencana memperkuat regulasi pemberangkatan dengan menggunakan sistem sertifikasi.

    “Skill itu paling utama, terutama skill berbahasa. Kemampuan ini menjadi bekal penting agar pekerja migran tidak hanya mampu beradaptasi di negara tujuan, tetapi juga lebih percaya diri dalam menghadapi situasi sulit dan menghindari eksploitasi,” kata dia.

    Selain itu, Menteri Karding juga menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan pelindungan bagi pekerja migran melalui kerja sama yang lebih erat dengan aparat desa di seluruh daerah.

    “Kami akan memperkuat relasi dengan pejabat desa karena mereka adalah garda terdepan dalam mengawasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait keberangkatan pekerja migran yang aman dan prosedural,” kata dia lebih lanjut.

    Sementara itu, dalam upayanya mencegah TPPO, Menteri Karding juga menekankan pentingnya penguatan sistem keamanan siber.

    “Untuk mengatasi TPPO, pemerintah harus memperkuat sistem siber karena modus operandi para pelaku kejahatan TPPO saat ini banyak menggunakan media sosial untuk merekrut korbannya,” demikian kata Karding.

    Sumber : Antara

  • Komnas HAM Putuskan Polisi Tembak Siswa SMAN 4 Semarang Penuhi Unsur Pelanggaran HAM

    Komnas HAM Putuskan Polisi Tembak Siswa SMAN 4 Semarang Penuhi Unsur Pelanggaran HAM

    loading…

    Koordinator Subkomisi Pemantauan Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing menyatakan, penembakan Aipda Robig Zaenudin hingga menyebabkan tewasnya pelajar Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) memenuhi unsur pelanggaran HAM. FOTO/DOK.SINDOnews

    JAKARTA Komnas HAM menyatakan tindakan penembakan Aipda Robig Zaenudin hingga menyebabkan tewasnya pelajar Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO) memenuhi unsur pelanggaran HAM. Hal itu berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM yang dilakukan 28-30 November 2024.

    Komnas HAM menilai Aipda Robig memenuhi unsur Pasal 1 angka (3) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Adapun jenis pelanggarannya yaitu pelanggaran hak hidup dan pembunuhan di luar proses hukum.

    “Memenuhi unsur adanya pelanggaran HAM, dengan jenis pelanggaran hak hidup dan pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing,” kata Koordinator Subkomisi Pemantauan Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya, Jumat (6/12/2024).

    Dari pemantauan Komnas HAM, Aipda Robig dinilai tidak sedang melakukan pembelaan diri. Aipda Robig juga tidak sedang menajlankan tugas dan tidak dalam posisi terancam atas lewatnya sepeda motor yang dikendaran oleh GRO dan dua temannya.

    “Aipda RZ tidak sedang menjalankan perintang undang-undang untuk menembak tiga korban itu,” sambungnya.

    Komnas HAM juga menilai Aipda Robig memenuhi unsur pelanggaran HAM yaitu hak untuk bebas dari perlakuan kejam, tidak manusiasi dan merendahkan martabat manusia. Robig dinilai memenuhi unsur pelanggaran Ham Pasal 33 ayat 1 UU Nomor 39/99.

    “Tindakan penembakan Aipda Robig secara sengaja dan tidak mempunyai kapasitas berdasarkan undang-undang telah mengakibatkan hilangnya nyawa GRO serta luka yang dialami dua korban lainnya adalah bentuk perlakuan kejam, tidak manusiaswi dan merendahkan martabat manusia,” jelas Uli.

    (abd)

  • Keterbukaan informasi penting untuk menjamin hak asasi manusia

    Keterbukaan informasi penting untuk menjamin hak asasi manusia

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Informasi (KI) DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat menyoroti pentingnya keterbukaan informasi dalam konteks hak asasi manusia serta peran aktif berbagai pihak dalam menjamin akses informasi yang adil dan merata.

    Hal itu dia sampaikan saat menerima audiensi Ketua Senat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sekaligus Guru Besar, Prof. Hafid Abbas di kantor KI DKI Jakarta, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu.

    “Kami merasa bahwa kami tidak sendiri. Masih ada ‘stakeholder’ yang mendukung, termasuk guru besar dan mantan Komisioner Komnas HAM RI yang berkunjung ke tempat ini,” ujar Harry di Jakarta.

    Harry juga menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik saat ini tidak hanya menjadi hak akses strategis, tetapi telah menjadi bagian dari hak asasi manusia (HAM).

    “Ke depan keterbukaan informasi tidak hanya menjadi hak untuk akses strategis, tetapi juga bagian dari hak asasi manusia,” katanya.

    Hal ini penting, terutama bagi mereka yang sebelumnya belum memahami pentingnya informasi publik. “Kami pun terus-menerus melakukan sosialisasi meskipun dengan berbagai keterbatasan, tetapi semangat kami tetap tinggi,” kata Harry.

    Menurut Harry, hal ini menunjukkan bahwa akses informasi dianggap vital untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan hak-hak mereka.

    Dengan memberikan akses informasi yang memadai, kata Harry, masyarakat dapat lebih memahami situasi yang dihadapi dan berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

    Sementara itu, Hafid Abbas menyampaikan pandangannya mengenai peran strategis Komisi Informasi dalam pengelolaan informasi. Menurutnya, Komisi Informasi tidak hanya berfungsi sebagai pengelola data, tetapi juga memiliki fungsi kuasi-yudisial.

    Hafid juga membahas tantangan dalam pengelolaan hak asasi manusia yang ditemui di 11 negara, dengan Uni Eropa dan Australia sebagai contoh yang berhasil.

    “Dan kondisi ekonomi tentang situasi ekonomi yang buruk, seperti pertumbuhan ekonomi negatif, yang dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari pengelolaan hak asasi manusia,” katanya.

    Diskusi tersebut menekankan pentingnya akses informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia.

    Selain itu, pertemuan ini juga membahas kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia, termasuk tantangan yang dihadapi masyarakat dan perlunya perhatian serius terhadap isu-isu tersebut.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Di Hadapan Komisi III, Kapolrestabes Semarang Mengaku Siap Dievaluasi Terkait Kasus Polisi Tembak Siswa – Page 3

    Di Hadapan Komisi III, Kapolrestabes Semarang Mengaku Siap Dievaluasi Terkait Kasus Polisi Tembak Siswa – Page 3

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan dua insiden penembakan polisi di Semarang dan Bangka Barat ini mempertegas pola kekerasan polisi yang mengkhawatirkan.

     “Apalagi publik baru saja diguncang oleh kasus penembakan polisi senior terhadap polisi junior di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat,” ujar Usman Hamid dalam keterangannya, Rabu, (27/11/2024).

    “Rentetan peristiwa ini, yang terjadi dalam waktu berdekatan, menimbulkan pertanyaan besar: Apa yang salah dengan kepolisian kita? Mengapa penggunaan senjata api oleh polisi, yang seharusnya menjadi langkah terakhir, justru terkesan menjadi senjata utama dan menyebabkan hilangnya nyawa manusia?,” lanjutnya.

    Di Kota Semarang, klaim pihak berwenang bahwa penembakan mati atas seorang remaja dilakukan dalam rangka menangani tawuran bukan hanya tidak legal, tidak perlu, tidak proporsional, dan tidak akuntabilitas, tetapi juga melanggar prinsip perlindungan hak asasi manusia.

    Kejadian ini berujung pada hilangnya nyawa seorang remaja, korban dari kebijakan represif yang mengutamakan kekerasan dan senjata mematikan daripada solusi pengayoman dan pengamanan yang manusiawi.

    Di Kabupaten Bangka Barat, polisi juga menembak mati seorang warga sipil yang diduga mencuri buah kelapa sawit. Tindakan ini adalah bentuk penghukuman di luar proses hukum (extra-judicial execution) yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional dan internasional.

    “Kejadian-kejadian ini tidak dapat dianggap sebagai insiden terisolasi, tapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api dan pola pikir aparat yang cenderung represif,” ujarnya.

    Untuk itu, Amnesty International mendesak DPR RI dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk segera melakukan evaluasi kinerja Polri dan kepemimpinan Polri.

    “Tujuannya adalah untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum yang tuntas atas kasus-kasus penembakan ini. Tidak hanya terhadap petugas lapangan, tetapi juga pejabat komando yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengambilan keputusan terkait penggunaan senjata api,” kata dia.

    Komnas HAM juga perlu melakukan penyelidikan independen untuk memastikan bahwa pelanggaran oleh aparat kepolisian diproses hukum dengan adil.

    Negara juga harus merevisi aturan penggunaan senjata api, memastikan penggunaannya hanya sebagai upaya terakhir sesuai prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas dan akuntabilitas agar tetap melindungi HAM.

  • Pegiat HAM: Polisi jangan ‘ringan tangan’ pakai senpi

    Pegiat HAM: Polisi jangan ‘ringan tangan’ pakai senpi

    “Publik sering kali memakluminya, sehingga hanya dengan pernyataan tindakan tegas dan terukur atau pelaku melawan saat ditangkap, polisi sering kali melupakan asas-asas legalitas, proporsionalitas dan prinsip nesesitas yang harusnya jadi pondasi utam

    Jakarta (ANTARA) – Pegiat hak asasi manusia (HAM) Muhammad Amin Multazam Lubis mengatakan bahwa personel polisi tidak boleh “ringan tangan’” atau dengan mudahnya menggunakan senjata api (senpi) dalam bertugas, hanya karena atas nama penegakan hukum.

    Selain karena terlalu mudahnya aparat menggunakan senpi, menurut dia, pemakluman publik terhadap tindakan penyalahgunaan alat tersebut juga sering terjadi, sehingga secara tidak langsung mendorong kesalahan serupa dilakukan berulang kali.

    “Publik sering kali memakluminya, sehingga hanya dengan pernyataan tindakan tegas dan terukur atau pelaku melawan saat ditangkap, polisi sering kali melupakan asas-asas legalitas, proporsionalitas dan prinsip nesesitas yang harusnya jadi pondasi utama penggunaan kekuatan seperti senjata api,” kata Amin kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

    Ia membeberkan, penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh kepolisian sudah menjadi bahaya laten atau terpendam dalam penegakan hukum, sehingga berpotensi untuk disalahgunakan.

    Bahkan, lanjut dia, penyalahgunaan senjata api semakin banyak terjadi bila pelaku yang ditembak polisi adalah mereka para residivis dan musuh publik seperti pelaku begal, maling, teroris, pelaku asusila, dan lainnya.

    Pembiaran serta pemakluman itu, secara terselubung, tanpa disadari membentuk perilaku personel kepolisian yang semakin ‘ringan tangan’ menggunakan senpi.

    Pada akhirnya, tambah Amin, persoalan pidana remeh-temeh masyarakat yang belum tentu bersalah pun berpotensi menjadi korban tembakan oknum polisi.

    “Cukup dengan alasan sederhana tanpa perlu pertanggungjawaban berlebihan, penggunaan senjata api jadi semacam bahaya laten,” ujar aktivis KontraS Sumatera Utara itu.

    Kasus penyalahgunaan senjata api dalam dua pekan terakhir telah menjadi sorotan berbagai pihak.

    Kasus polisi tembak polisi yang terjadi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat telah menewaskan satu orang bernama Ryanto Ulil Anshar yang berpangkat Kompol, merupakan salah satu contoh penyalahgunaan senjata api.

    Penembakan dilakukan oleh AKP Dadang Iskandar sebagai anggota aktif Polri, sehingga berujung dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

    Selain kasus tersebut, kasus penembakan atau penyalahgunaan senjata api juga dilakukan oleh oknum polisi berinisial R berpangkat Aipda, kepada seorang siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, berinisial GRO yang dikenal sebagai anggota paskibraka berprestasi.

    Wakapolda Jawa Tengah Brigjen Pol Agus Suryonugroho mengatakan Aipda R, masih berstatus terperiksa.

    “Terperiksa, dalam waktu dekat akan segera menjalani sidang etik,” kata Agus Suryonugroho di Semarang, Senin.

    Ia memastikan Polda Jawa Tengah tidak akan menutup-nutupi proses hukum terhadap oknum anggota Satuan Narkoba Polrestabes Semarang itu.

    Ia mengatakan penanganan perkara tersebut dalam pengawasan dari Komnas HAM, Kompolnas, hingga Mabes Polri.

    Pewarta: Donny Aditra
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2024