NGO: Komnas HAM

  • Petisi Dukungan vs Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Petisi Dukungan vs Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Petisi Dukungan vs Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jelang penetapan gelar pahlawan pada 10 November 2025 mendatang, ramai petisi yang ditandatangani untuk menolak gelar tersebut diberikan kepada mantan Presiden RI ke-II Soeharto.
    Namun ternyata, ada juga petisi yang mendukung pemberian gelar, meski jumlahnya jauh lebih sedikit.
    Di situs
    change.org
    , penolakan gelar pahlawan untuk
    Soeharto
    ditandatangani oleh belasan ribu masyarakat. Adapun petisi tersebut dibuat oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto pada 8 April 2025 lalu mendapatkan dukungan sebanyak 12.849 tanda tangan.
    Selain itu, petisi lain yang menolak Soeharto memperoleh gelar pahlawan juga dibuat pada 25 Oktober 2025, dan memperoleh 909 tanda tangan.
    Ada juga petisi pada 22 Oktober 2016 dengan perolehan dukungan sebanyak 1.806 tanda tangan.
    Di sisi lain, dukungan juga muncul dalam petisi yang dibuat pada 27 Oktober 2022 dengan jumlah dukungan sebanyak 143 tanda tangan.
    Lalu, petisi dukungan gelar pahlawan untuk Soeharto juga dibuat pada 2 Mei 2025 dengan jumlah dukungan hanya 9 tanda tangan.
    Kemudian, pada 14 April 2025 dukungan gelar pahlawan juga ditandatangani oleh 13 tanda tangan.
    Akademisi dan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Romo Franz Magnis-Suseno, SJ, menegaskan bahwa meskipun mendiang Presiden Soeharto memiliki sejumlah jasa besar bagi bangsa, hal tersebut tidak cukup untuk menjadikannya sebagai pahlawan nasional.
    Magnis mengakui, Soeharto merupakan sosok yang berperan penting membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi pada akhir masa Demokrasi Terpimpin serta berhasil menstabilkan kondisi politik dan ekonomi di awal pemerintahan Orde Baru.?
    “Tidak disangkal sama sekali bahwa Soeharto adalah seorang presiden yang hebat. Soeharto yang membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi setelah tahun-tahun terakhir Demokrasi Terpimpin,” ujar Romo Magnis di Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Ia juga mengakui, di masa Soeharto, Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan internasional dan memainkan peran penting di kawasan Asia Tenggara.
    “Saya kira sangat penting bahwa beliau sejak semula menolak konfrontasi dengan Malaysia, dan sebaliknya menjadikan Indonesia bagian dari ASEAN yang bersahabat, bukan menakutkan,” kata Magnis.
    Dalam petisi yang dibuat oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto pada 8 April 2025, disebutkan bahwa Soeharto melakukan tindakan pelanggaran berat diantaranya Peristiwa Pulau Buru (1965-1966), Peristiwa ‘Petrus’ 1981-1983, Peristiwa Tanjung Priok 1984-1987, Kebijakan DOM (Aceh 1989-1998 dan Papua 1963-2003), dan Peristiwa 27 Juli 1996.
    Hal ini berdasarkan temuan Tim Kajian Pelanggaran HAM Berat Soeharto yang dibentuk oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
    Tim Kajian, Komnas HAM juga telah melakukan penyelidikan pro-yustisia sesuai dengan Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
    Penyelidikan pro-yustisia telah dilakukan atas berbagai peristiwa yang di antaranya turut mencakup peristiwa yang dikaji oleh Tim Kajian dan telah ditemukan adanya pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
    Di sisi lain, Mahkamah Agung menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto melakukan perbuatan melawan hukum melalui putusan No. 140 PK/Pdt/2015 dan diwajibkan membayar uang sebesar 315 juta dollar AS dan Rp 139,4 miliar kepada Negara.
    Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kriminal (UN Office on Drugs and Crime/UNODC) bersama Bank Dunia juga telah mengeluarkan laporan Stolen Asset Recovery (StAR) pada 2007 yang menyebutkan Soeharto sebagai pemimpin dunia paling korup di dunia di abad ke-20.
    Soeharto menduduki peringkat pertama dengan jumlah aset yang dikorupsinya sebesar 15-35 Miliar Dollar AS.
    Meskipun Soeharto tidak pernah dipidana, hal ini tidak berarti bahwa Soeharto tidak bersalah. Pasalnya, proses hukum tersebut dihentikan pada 2006 akibat kondisi kesehatan Soeharto yang memburuk.
    Romo Magnis menilai, rekam jejak kelam Soeharto di bidang hak asasi manusia dan korupsi sistematis membuatnya tidak pantas dianugerahi
    gelar pahlawan nasional
    .
    “Dari seorang pahlawan nasional dituntut lebih. Dituntut bahwa ia tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika dan mungkin juga jahat,” tegasnya.
    Magnis menyoroti tanggung jawab Soeharto atas pembunuhan massal 1965–1966, yang disebut sebagai salah satu tragedi genosida terbesar di dunia pada abad ke-20.
    “Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto paling bertanggung jawab atas genosida setelah 1965–1966. Antara 800.000 sampai 3 juta orang menjadi korban. Itu mengerikan sekali,” ujarnya.
    Selain pelanggaran HAM, Romo Magnis juga menilai Soeharto telah melakukan korupsi besar-besaran selama 32 tahun berkuasa.
    “Dia memperkaya keluarga, memperkaya orang-orang dekatnya, dan dirinya sendiri. Dari seorang pahlawan nasional diharapkan ia tanpa pamrih memajukan bangsa, bukan mengambil keuntungan pribadi,” katanya menegaskan.
    Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan GTK, Fadli Zon, mengonfirmasi bahwa seluruh nama tokoh yang diusulkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) telah memenuhi kriteria dasar untuk menerima gelar Pahlawan Nasional.
    “Semua yang diusulkan dari Kementerian Sosial itu secara kriteria sudah memenuhi syarat semua, secara kriteria,” kata Fadli di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
    Dari total 40 nama yang diajukan, terdapat sejumlah tokoh besar seperti Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, Jenderal (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan, serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta.
    Fadli menjelaskan bahwa daftar nama tersebut akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapat keputusan akhir.
    “Kurang lebih, karena ini dalam rangka Hari Pahlawan,” tutur politikus Partai Gerindra itu.

    Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa penentuan calon pahlawan nasional telah melalui proses panjang dan berlapis.
    Sebanyak 40 nama yang diusulkan Kemensos berasal dari usulan masyarakat di berbagai daerah, mulai dari tingkat kabupaten/kota.
    “Setelah itu, nama-nama tersebut dibahas di tingkat provinsi, kemudian diproses di Kementerian Sosial sebelum diajukan ke Dewan GTK,” ujar Fadli.
    Ia menambahkan, proses penetapan juga melibatkan diskusi publik dan seminar akademik untuk menilai kiprah dan kontribusi para tokoh sebelum nama mereka diserahkan kepada Presiden.
    “Ada diskusi dengan publik, dengan akademisi, ada seminar-seminarnya, baru kemudian ke TP2GP, tim peneliti yang ada di Kementerian Sosial, baru dikirimkan kepada Dewan GTK,” tegas dia.
    Presiden pelajari usulan 40 tokoh yang dapat gelar pahlawan
    Di sisi lain, Presiden RI Prabowo Subianto yang juga sempat menjadi menantu Soeharto, disebut telah mendapat daftar 40 nama tokoh yang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.
    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut, nama-nama tersebut sedang dipelajari oleh Presiden RI.
    “Nama pahlawan kami sudah menerima ya secara resmi dari Kemensos hasil dari Dewan Gelar dan Tanda Jasa. Sedang dipelajari oleh Bapak Presiden karena memang cukup banyak nama-nama yang diajukan,” ujar Prasetyo di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
    “Jadi mohon waktu nanti kalau sudah waktunya dan Bapak Presiden sudah mengambil keputusan, nanti akan kami umumkan,” lanjut Prasetyo.
    Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa pemerintah perlu mencermati secara menyeluruh rekam jejak Presiden ke-2 RI Soeharto sebelum memutuskan pemberian gelar Pahlawan Nasional.
    “Terkait rencana pemberian gelar pahlawan, kita hormati prosesnya. Namun, karena ini penting, ya harus dicermati rekam jejaknya dari masa lalu sampai sekarang,” ujar Puan usai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Puan menekankan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghargaan simbolis, melainkan memiliki makna historis dan moral yang besar bagi bangsa.
    “Karena juga penting bagaimana kemudian apakah hal tersebut memang sudah waktunya dan sudah perlu diberikan dan lain-lain sebagainya. Namun, hal itu tentu saja harus dikaji dengan baik dan cermat,” kata Puan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Petisi Dukungan vs Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Petisi Dukungan vs Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Petisi Dukungan vs Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jelang penetapan gelar pahlawan pada 10 November 2025 mendatang, ramai petisi yang ditandatangani untuk menolak gelar tersebut diberikan kepada mantan Presiden RI ke-II Soeharto.
    Namun ternyata, ada juga petisi yang mendukung pemberian gelar, meski jumlahnya jauh lebih sedikit.
    Di situs
    change.org
    , penolakan gelar pahlawan untuk
    Soeharto
    ditandatangani oleh belasan ribu masyarakat. Adapun petisi tersebut dibuat oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto pada 8 April 2025 lalu mendapatkan dukungan sebanyak 12.849 tanda tangan.
    Selain itu, petisi lain yang menolak Soeharto memperoleh gelar pahlawan juga dibuat pada 25 Oktober 2025, dan memperoleh 909 tanda tangan.
    Ada juga petisi pada 22 Oktober 2016 dengan perolehan dukungan sebanyak 1.806 tanda tangan.
    Di sisi lain, dukungan juga muncul dalam petisi yang dibuat pada 27 Oktober 2022 dengan jumlah dukungan sebanyak 143 tanda tangan.
    Lalu, petisi dukungan gelar pahlawan untuk Soeharto juga dibuat pada 2 Mei 2025 dengan jumlah dukungan hanya 9 tanda tangan.
    Kemudian, pada 14 April 2025 dukungan gelar pahlawan juga ditandatangani oleh 13 tanda tangan.
    Akademisi dan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Romo Franz Magnis-Suseno, SJ, menegaskan bahwa meskipun mendiang Presiden Soeharto memiliki sejumlah jasa besar bagi bangsa, hal tersebut tidak cukup untuk menjadikannya sebagai pahlawan nasional.
    Magnis mengakui, Soeharto merupakan sosok yang berperan penting membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi pada akhir masa Demokrasi Terpimpin serta berhasil menstabilkan kondisi politik dan ekonomi di awal pemerintahan Orde Baru.?
    “Tidak disangkal sama sekali bahwa Soeharto adalah seorang presiden yang hebat. Soeharto yang membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi setelah tahun-tahun terakhir Demokrasi Terpimpin,” ujar Romo Magnis di Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Ia juga mengakui, di masa Soeharto, Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan internasional dan memainkan peran penting di kawasan Asia Tenggara.
    “Saya kira sangat penting bahwa beliau sejak semula menolak konfrontasi dengan Malaysia, dan sebaliknya menjadikan Indonesia bagian dari ASEAN yang bersahabat, bukan menakutkan,” kata Magnis.
    Dalam petisi yang dibuat oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto pada 8 April 2025, disebutkan bahwa Soeharto melakukan tindakan pelanggaran berat diantaranya Peristiwa Pulau Buru (1965-1966), Peristiwa ‘Petrus’ 1981-1983, Peristiwa Tanjung Priok 1984-1987, Kebijakan DOM (Aceh 1989-1998 dan Papua 1963-2003), dan Peristiwa 27 Juli 1996.
    Hal ini berdasarkan temuan Tim Kajian Pelanggaran HAM Berat Soeharto yang dibentuk oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
    Tim Kajian, Komnas HAM juga telah melakukan penyelidikan pro-yustisia sesuai dengan Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
    Penyelidikan pro-yustisia telah dilakukan atas berbagai peristiwa yang di antaranya turut mencakup peristiwa yang dikaji oleh Tim Kajian dan telah ditemukan adanya pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
    Di sisi lain, Mahkamah Agung menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto melakukan perbuatan melawan hukum melalui putusan No. 140 PK/Pdt/2015 dan diwajibkan membayar uang sebesar 315 juta dollar AS dan Rp 139,4 miliar kepada Negara.
    Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kriminal (UN Office on Drugs and Crime/UNODC) bersama Bank Dunia juga telah mengeluarkan laporan Stolen Asset Recovery (StAR) pada 2007 yang menyebutkan Soeharto sebagai pemimpin dunia paling korup di dunia di abad ke-20.
    Soeharto menduduki peringkat pertama dengan jumlah aset yang dikorupsinya sebesar 15-35 Miliar Dollar AS.
    Meskipun Soeharto tidak pernah dipidana, hal ini tidak berarti bahwa Soeharto tidak bersalah. Pasalnya, proses hukum tersebut dihentikan pada 2006 akibat kondisi kesehatan Soeharto yang memburuk.
    Romo Magnis menilai, rekam jejak kelam Soeharto di bidang hak asasi manusia dan korupsi sistematis membuatnya tidak pantas dianugerahi
    gelar pahlawan nasional
    .
    “Dari seorang pahlawan nasional dituntut lebih. Dituntut bahwa ia tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika dan mungkin juga jahat,” tegasnya.
    Magnis menyoroti tanggung jawab Soeharto atas pembunuhan massal 1965–1966, yang disebut sebagai salah satu tragedi genosida terbesar di dunia pada abad ke-20.
    “Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto paling bertanggung jawab atas genosida setelah 1965–1966. Antara 800.000 sampai 3 juta orang menjadi korban. Itu mengerikan sekali,” ujarnya.
    Selain pelanggaran HAM, Romo Magnis juga menilai Soeharto telah melakukan korupsi besar-besaran selama 32 tahun berkuasa.
    “Dia memperkaya keluarga, memperkaya orang-orang dekatnya, dan dirinya sendiri. Dari seorang pahlawan nasional diharapkan ia tanpa pamrih memajukan bangsa, bukan mengambil keuntungan pribadi,” katanya menegaskan.
    Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan GTK, Fadli Zon, mengonfirmasi bahwa seluruh nama tokoh yang diusulkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) telah memenuhi kriteria dasar untuk menerima gelar Pahlawan Nasional.
    “Semua yang diusulkan dari Kementerian Sosial itu secara kriteria sudah memenuhi syarat semua, secara kriteria,” kata Fadli di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
    Dari total 40 nama yang diajukan, terdapat sejumlah tokoh besar seperti Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, Jenderal (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan, serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta.
    Fadli menjelaskan bahwa daftar nama tersebut akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapat keputusan akhir.
    “Kurang lebih, karena ini dalam rangka Hari Pahlawan,” tutur politikus Partai Gerindra itu.

    Lebih lanjut, Fadli menegaskan bahwa penentuan calon pahlawan nasional telah melalui proses panjang dan berlapis.
    Sebanyak 40 nama yang diusulkan Kemensos berasal dari usulan masyarakat di berbagai daerah, mulai dari tingkat kabupaten/kota.
    “Setelah itu, nama-nama tersebut dibahas di tingkat provinsi, kemudian diproses di Kementerian Sosial sebelum diajukan ke Dewan GTK,” ujar Fadli.
    Ia menambahkan, proses penetapan juga melibatkan diskusi publik dan seminar akademik untuk menilai kiprah dan kontribusi para tokoh sebelum nama mereka diserahkan kepada Presiden.
    “Ada diskusi dengan publik, dengan akademisi, ada seminar-seminarnya, baru kemudian ke TP2GP, tim peneliti yang ada di Kementerian Sosial, baru dikirimkan kepada Dewan GTK,” tegas dia.
    Presiden pelajari usulan 40 tokoh yang dapat gelar pahlawan
    Di sisi lain, Presiden RI Prabowo Subianto yang juga sempat menjadi menantu Soeharto, disebut telah mendapat daftar 40 nama tokoh yang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.
    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut, nama-nama tersebut sedang dipelajari oleh Presiden RI.
    “Nama pahlawan kami sudah menerima ya secara resmi dari Kemensos hasil dari Dewan Gelar dan Tanda Jasa. Sedang dipelajari oleh Bapak Presiden karena memang cukup banyak nama-nama yang diajukan,” ujar Prasetyo di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
    “Jadi mohon waktu nanti kalau sudah waktunya dan Bapak Presiden sudah mengambil keputusan, nanti akan kami umumkan,” lanjut Prasetyo.
    Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa pemerintah perlu mencermati secara menyeluruh rekam jejak Presiden ke-2 RI Soeharto sebelum memutuskan pemberian gelar Pahlawan Nasional.
    “Terkait rencana pemberian gelar pahlawan, kita hormati prosesnya. Namun, karena ini penting, ya harus dicermati rekam jejaknya dari masa lalu sampai sekarang,” ujar Puan usai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Puan menekankan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghargaan simbolis, melainkan memiliki makna historis dan moral yang besar bagi bangsa.
    “Karena juga penting bagaimana kemudian apakah hal tersebut memang sudah waktunya dan sudah perlu diberikan dan lain-lain sebagainya. Namun, hal itu tentu saja harus dikaji dengan baik dan cermat,” kata Puan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan

    Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan

    Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) menyatakan bahwa ada hal yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah dibanding menyematkan gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
    Misalnya, memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang merupakan dampak dari keputusan dan kebijakan Soeharto.
    “Saya rasa, lebih penting untuk mengedepankan keadilan bagi korban ketimbang memberikan secara simbolis gelar pahlawan untuk Soeharto,” ujar Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sekaligus anggota GEMAS, Andrie Yunus, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Andrie mengatakan, sejak awal,
    koalisi masyarakat sipil
    telah memberikan catatan dan menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
    “Sebelumnya, kami telah mengirimkan surat terbuka kepada Kementerian Kebudayaan dan kepada Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Tanda Gelar dan Jasa. Termasuk juga, bahkan sejak namanya muncul di Kementerian Sosial, kami sudah tekankan bahwa Soeharto tidak layak diberikan gelar pahlawan,” tegas Andrie.
    Ia menjelaskan, berdasarkan catatan Komnas HAM, terdapat sembilan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kategori berat yang hingga kini tidak jelas kasusnya.
    Para korban dalam peristiwa tersebut belum mendapatkan keadilan.
    Selain itu, koalisi sipil juga menyoroti periode kepemimpinan Soeharto yang membuat militer masuk ke ranah-ranah di luar dinasnya, baik politik, bisnis, hingga jabatan-jabatan di sektor sipil.
    “Soeharto telah merusak profesionalisme tentara, dan hingga kini bahkan sempat terasa pasca undang-undang baru disahkan. Karena itu, kami menilai Soeharto telah merusak profesionalisme tentara dan tidak layak menjadi pahlawan,” kata Andrie lagi.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10/2025).
    Dari 40 nama tersebut, terdapat tiga tokoh yang menarik perhatian publik, yakni Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Masuknya nama Soeharto dalam daftar usulan memunculkan perdebatan di masyarakat.
    Sejumlah pihak menilai bahwa pemerintah perlu berhati-hati menimbang usulan itu karena masih ada persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan dari masa pemerintahannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 322 Anak Terlibat Demo Ricuh, Kebanyakan Karena Ikut-Ikutan dan Tak Paham Hukum

    322 Anak Terlibat Demo Ricuh, Kebanyakan Karena Ikut-Ikutan dan Tak Paham Hukum

    Liputan6.com, Jakarta – Polri mencatat sebanyak 332 anak terlibat kasus demo ricuh beberapa waktu lalu. Data anak-anak terlibat kerusuhan saat emo itu dihimpun dari 11 polda di seluruh Indonesia.

    “Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri hingga tanggal 3 November 2025 mencatat terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan pada aksi unjuk rasa di 11 polda di seluruh Indonesia,” kataWakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Nunung Syaifuddin membacakan sambutan dari Kabareskrim menyampaikan hal itu dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sinergi Antar Lembaga untuk Perlindungan Hak Anak-Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, pada Selasa (4/11/2025).

    Acara ini dihadiri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Komnas HAM, KPAI, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.

    Nunung menyebut, Polda Jawa Timur menempati posisi tertinggi dengan total 144 anak, disusul Jawa Tengah 77 anak, kemudian Jawa Barat 34 anak, dan Polda Metro Jaya 36 anak, serta sisanya tersebar di DIY, NTB, Lampung, Kalbar, Sulsel, Bali, dan Sumsel.

    “Dari total 332 anak tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restoratif justice, 28 anak berada pada tahap 1, berkas tahap 1, kemudian 73 anak berada pada tahap 2, sementara 34 anak sudah P21,” ujar dia.

    Dia membeberkan, lebih dari 90 persen anak yang terlibat merupakan pelajar SMP hingga SMK, bahkan ada yang masih mengikuti program kejar paket.

  • Soal Revisi UU HAM, Begini Kata Sekjen KemenHAM

    Soal Revisi UU HAM, Begini Kata Sekjen KemenHAM

    Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bukan untuk melemahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melainkan memperkuat peran dan fungsi lembaga tersebut.

    Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan, substansi perubahan UU HAM akan diarahkan untuk memperjelas pembagian kewenangan antara pemerintah sebagai penanggung jawab P5HAM, dan Komnas HAM sebagai lembaga independen yang melakukan Pengawasan pelaksanaannya.

    Sekretaris Jenderal KemenHAM, Novita Ilmaris, menegaskan bahwa revisi ini merupakan bagian dari upaya memperkuat Lembaga HAM termasuk Komnas HAM. 

    “Pada prinsipnya, komitmen untuk memperkuat peran Komnas HAM sudah disampaikan langsung oleh Bapak Menteri. Pembahasan revisi ini justru diarahkan agar Lembaga HAM termasuk Komnas HAM HAM lebih efektif dalam menjalankan mandatnya,” ujar Novita kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/11/2025).

    Ia menambahkan, penyusunan revisi dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk para pakar HAM, akademisi, masyarakat sipil, Lembaga HAM , jajaran Kementerian terkait serta mantan pimpinan Komnas HAM.
     

    “Selain jajaran Kementerian HAM, kita juga melibatkan banyak pihak , silahkan bisa dicek jejak digitalnya , beberapa pembahasan yang kita lakukan dengan melibatkan semua unsur termasuk Komnas HAM pun hadir saat pembahasan , sekali lg rancangan RUU ini masih bergerak atau dinamis,” katanya.

    Sebelumnya, Komnas HAM mengkritisi setidaknya ada 21 pasal dalam draf rancangan revisi UU HAM yang disusun pemerintah. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan, pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan masalah dari sisi norma hingga kelembagaan.

    Anis juga menyoroti pelemahan terhadap kewenangan Komnas HAM dalam melakukan penanganan pelanggaran HAM. Fungsi ini bahkan diberikan kepada Kementerian HAM sehingga berpotensi konflik kepentingan.

    Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa saja terjadi karena pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM. Bahkan, independensi Komnas HAM sebagai lembaga negara ini dipertaruhkan karena proses seleksi anggotanya melibatkan kekuasaan Presiden.

    Dalam Pasal 100 Ayat (2) draf RUU HAM ini diatur bahwa panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan presiden. Padahal, dalam ketentuan UU HAM saat ini, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM. 

    Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bukan untuk melemahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melainkan memperkuat peran dan fungsi lembaga tersebut.
     
    Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan, substansi perubahan UU HAM akan diarahkan untuk memperjelas pembagian kewenangan antara pemerintah sebagai penanggung jawab P5HAM, dan Komnas HAM sebagai lembaga independen yang melakukan Pengawasan pelaksanaannya.
     
    Sekretaris Jenderal KemenHAM, Novita Ilmaris, menegaskan bahwa revisi ini merupakan bagian dari upaya memperkuat Lembaga HAM termasuk Komnas HAM. 

    “Pada prinsipnya, komitmen untuk memperkuat peran Komnas HAM sudah disampaikan langsung oleh Bapak Menteri. Pembahasan revisi ini justru diarahkan agar Lembaga HAM termasuk Komnas HAM HAM lebih efektif dalam menjalankan mandatnya,” ujar Novita kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/11/2025).
     
    Ia menambahkan, penyusunan revisi dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk para pakar HAM, akademisi, masyarakat sipil, Lembaga HAM , jajaran Kementerian terkait serta mantan pimpinan Komnas HAM.
     

     
    “Selain jajaran Kementerian HAM, kita juga melibatkan banyak pihak , silahkan bisa dicek jejak digitalnya , beberapa pembahasan yang kita lakukan dengan melibatkan semua unsur termasuk Komnas HAM pun hadir saat pembahasan , sekali lg rancangan RUU ini masih bergerak atau dinamis,” katanya.
     
    Sebelumnya, Komnas HAM mengkritisi setidaknya ada 21 pasal dalam draf rancangan revisi UU HAM yang disusun pemerintah. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan, pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan masalah dari sisi norma hingga kelembagaan.
     
    Anis juga menyoroti pelemahan terhadap kewenangan Komnas HAM dalam melakukan penanganan pelanggaran HAM. Fungsi ini bahkan diberikan kepada Kementerian HAM sehingga berpotensi konflik kepentingan.
     
    Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa saja terjadi karena pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM. Bahkan, independensi Komnas HAM sebagai lembaga negara ini dipertaruhkan karena proses seleksi anggotanya melibatkan kekuasaan Presiden.
     
    Dalam Pasal 100 Ayat (2) draf RUU HAM ini diatur bahwa panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan presiden. Padahal, dalam ketentuan UU HAM saat ini, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati

    Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati

    Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Hukum mengungkapkan setidaknya ada 500 orang narapidana di Indonesia yang menunggu eksekusi hukuman mati.
    Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum Dhahana Putra mengatakan para napi tersebut masih menunggu eksekusi pidana mati lantaran belum adanya aturan kejelasan waktu pelaksanaan hukuman mati.
    “Bisa dibayangkan orang terpidana mati yang tidak ada waktu kapan (eksekusinya) ya, ini penantian yang luar biasa dan menjadi suatu masalah besar,” ucap Dhahana dalam Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Jakarta, Jumat (31/10/2025), melansir
    Antara
    .
    Maka dari itu, kata dia, pemerintah saat ini sedang memproses RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yang dalam waktu dekat akan disampaikan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani.
    Dalam RUU tersebut, Dhahana menyampaikan, diatur bahwa pelaksanaan pidana mati tidak lebih dari 30 hari sejak penetapan pelaksanaan putusan.
    Adapun eksekusi akan akan dilaksanakan di tempat tertutup dan terbatas, serta diutamakan di daerah tempat terpidana mati menjalani pembinaan.
    Saat pelaksanaan putusan hukuman mati, pemberitahuan disampaikan kepada terpidana mati dan keluarga, presiden, advokat, Mahkamah Agung, menteri luar negeri, menteri hukum, menteri imigrasi dan pemasyarakatan, kepolisian, serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
    Pemberitahuan itu disertai informasi upaya hukum, hasil pemeriksaan dan penilaian terpidana mati, dan keputusan penolakan permohonan grasi.
    Ia menuturkan presiden dapat memberikan pertimbangan pelaksanaan pidana mati dan harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    “Apabila dalam 90 hari sejak keputusan pelaksanaan pidana mati diterima oleh presiden telah lewat dan presiden tidak menetapkan keputusan perubahan pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup, usulan perubahan pidana mati dianggap dikabulkan secara hukum,” jelasnya.
    Dengan demikian, tambah Dhahana, RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati akan memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan hukuman mati.
    Meski begitu, Dhahana menekankan dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026, pidana mati ke depannya akan menjadi upaya terakhir dalam pemberian hukuman oleh pengadilan.
    Dalam KUHP Nasional, diatur bahwa pidana mati bukan lagi pidana pokok yang diberikan kepada narapidana, melainkan pidana alternatif yang disepadankan dengan hukuman penjara seumur hidup maupun 20 tahun.
    “Inilah politik hukum, sejatinya pidana mati itu kita terapkan asas
    ultimum remedium
    . Bahkan ada kecenderungan tidak dilaksanakan,” imbuh Dhahana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Tiga Titik Demo di Jakarta Pusat Hari Ini, Hampir Seribu Personel Disiagakan
                        Megapolitan

    7 Tiga Titik Demo di Jakarta Pusat Hari Ini, Hampir Seribu Personel Disiagakan Megapolitan

    Tiga Titik Demo di Jakarta Pusat Hari Ini, Hampir Seribu Personel Disiagakan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tiga demonstrasi digelar di sejumlah titik wilayah Jakarta Pusat pada Jumat (24/10/2025).
    Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Pusat Iptu Ruslan Basuki mengatakan, aksi tersebut berasal dari kelompok mahasiswa, organisasi masyarakat, dan elemen massa lain yang menyampaikan aspirasi mereka di beberapa lokasi berbeda.
    Untuk mengamankan seluruh rangkaian kegiatan, sebanyak 987 personel gabungan dari Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, dan unsur terkait diterjunkan ke lapangan.
    “Kuat Pam wilayah Jakarta Pusat 987 personel,” kata Ruslan saat dikonfirmasi, Jumat.
    Ruslan menjelaskan, aksi pertama dilakukan oleh Poros Pergerakan Mahasiswa Papua Front Lawan Militerisme dan Investasi bersama beberapa elemen massa lainnya. Aksi ini digelar di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, dengan titik kumpul di Pospol Merdeka Barat.
    Sementara itu, aksi kedua berasal dari Dewan Pimpinan Daerah Front Persaudaraan Islam (FPI) yang dijadwalkan menggelar demonstrasi di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.
    Kelompok FPI juga dijadwalkan melanjutkan aksinya di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat.
    Polisi juga mengimbau masyarakat agar menghindari kawasan yang menjadi lokasi aksi apabila tidak memiliki kepentingan mendesak, serta mengikuti arahan petugas demi menjaga ketertiban dan keamanan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bikin Ketar-ketir Koruptor, Natalius Pigai Usul Korupsi Dimasukkan sebagai Pelanggaran HAM

    Bikin Ketar-ketir Koruptor, Natalius Pigai Usul Korupsi Dimasukkan sebagai Pelanggaran HAM

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, kembali membuat terobosan hukum yang dianggap bakal jadi perhatian dunia.

    Ia mengusulkan agar tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

    Dikatakan Natalius, rancangan usulan tersebut telah rampung dan siap diserahkan ke DPR RI untuk dibahas lebih lanjut.

    “Pasalnya sudah ada, tinggal kami serahkan ke DPR. Mudah-mudahan ada doa supaya DPR mengesahkan,” ujar Natalius di kantor Kementerian HAM, Jakarta.

    Natalius menilai, langkah ini bisa menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang secara tegas menghubungkan korupsi dengan pelanggaran HAM.

    “Kami kan di seluruh dunia tidak ada loh, dalam induk undang-undang hak asasi manusia itu ada korupsi dan HAM,” Natalius menuturkan.

    “Induk undang-undangnya ya, instrumen undang-undang sebuah negara itu belum ada. Kami baru pertama yang mengkaitkan antara korupsi dan HAM,” tambahnya.

    Dijelaskan mantan Komisioner Komnas HAM itu, korupsi dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM apabila dilakukan dalam situasi darurat dan berdampak langsung terhadap keselamatan warga negara.

    “Misalnya dalam suasana COVID atau satu pulau kena dan dia dinyatakan oleh para ahli bahwa kalau dalam satu minggu tidak ditangani pemerintah, tidak dikasih makan, maka orang mati semua,” imbuhnya.

    “Ini contoh ya, orang mati semua. Lalu ada pemerintah punya anggaran besar, wajib ngasih, kan gitu,” sambung dia.

    Ia menggambarkan bila tiba-tiba anggaran diembat oknum sehingga suplai makanannya terhenti.

  • Mahfud MD Kebut Undang-Undang KKR Masuk Prolegnas

    Mahfud MD Kebut Undang-Undang KKR Masuk Prolegnas

    JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD berupaya untuk menghidupkan kembali Undang-undang terkait Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR). Pembentukan komisi ini, disebut Mahfud akan mengusut kembali kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang belum terselesaikan.

    Kendati sempat dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2006. Upaya Mahfud kini berlanjut dengan memasukkan UU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ke DPR pada tahun 2020. 

    “Harus masuk prolegnas dulu dong. Ini prolegnas belum jadi sudah bicara materi, gimana sih? Kan prolegnas masih akan disahkan tanggal 18 Desember berlaku tahun 2020,” kata Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 25 November.

    Setelah masuk ke Prolegnas 2020, barulah proses pembahasan soal undang-undang tersebut akan segera dilaksanakan. “Setelah itu masuk prolegnas, urusan pembahasan,” tegasnya.

    Dalam melakukan perumusan komisi ini, Mahfud mengatakan pihaknya bakal mengajak keluarga korban dan koalisi masyarakat sipil. Tujuannya, agar pelanggaran HAM di masa lalu bisa segera diselesaikan. 

    “Semua akan kita dengar akan tetapi semua harus fair. Fair artinya harus terbuka. Jangan ngotot-ngotot, sudah tidak bisa masih aja ngotot gitu,” ungkapnya.

    Komnas HAM yang sempat melakukan pertemuan pada sore ini, juga mengatakan sempat membahas soal komisi tersebut. Ketua Komnas HAM Andi Taufan Damanik mengatakan, pihaknya telah memberikan masukan kepada Mahfud MD dalam pertemuan yang berjalan selama 1,5 jam tersebut.

    “Misalnya korban, keluarga korban harus diajak bicara. Itu penting. Kemudian nanti harus dipilih formulanya seperti apa,” kata Taufan kepada wartawan.

    Selain soal mengajak pihak keluarga dan korban penyintas pelanggaran HAM, dia menilai, Mahfud harus memilih formula yang tepat untuk kinerja KKR ke depan. Termasuk soal kasus seperti apa yang nantinya bisa diproses secara yudisial di pengadilan.

    Sebelumnya, KKR ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2004. Namun, pada tahun 2006 yang lalu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie membatalkan perundangan tersebut. Sebab, undang-undang ini dianggap tak memiliki konsistensi sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. 

    Namun tak hanya melakukan pembatalan, MK sebenarnya meminta agar UU KKR baru yang sejalan dengan UUD 1945 dan menjunjung tinggi prinsip hukum humaniter dan hukum HAM kembali dibentuk.

    Berdasarkan laman dpr.go.id, usulan UU KKR sebenarnya sempat masuk pada pembahasan tingkat II pada Prolegnas tertanggal 2 Februari 2015. Hanya saja pembahasan RUU itu, entah bagaimana tidak mendapat persetujuan dalam rapat Paripurna dan menguap begitu saja hingga sekarang.

  • Survei Itu Alat Kejahatan, Ndak Usah Percaya!

    Survei Itu Alat Kejahatan, Ndak Usah Percaya!

    GELORA.CO –  Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan respons keras terhadap laporan evaluasi 1 tahun kerja kabinet yang dirilis oleh survei Center of Economic and Law Studies (Celios).

    Dalam laporan tersebut, Pigai masuk dalam daftar menteri dengan kinerja terburuk, sebuah penilaian yang langsung dibantahnya dengan pernyataan kontroversial.

    Celios Rilis “Rapor Merah” Kinerja Menteri

    Laporan Celios yang berjudul “Rapor 1 tahun Prabowo-Gibran” menyoroti sejumlah kementerian dan menteri yang dinilai belum menunjukkan hasil kerja yang signifikan atau bahkan mendapat kritik publik.

    Kementerian HAM yang dipimpin Natalius Pigai menjadi salah satu yang disorot tajam karena mendapat nilai 3 terbawah yakni dengan skor -79, disusul oleh Kepala BGN Dadan Hindayana dan Menteri ESDM, Bahlil Lahadahlia.

    Penilaian Celios didasarkan pada berbagai indikator, termasuk respons terhadap isu publik, kejelasan program kerja, dan inisiatif kebijakan yang diambil dalam periode awal menjabat.

    Pigai: “Survei Itu Alat Kejahatan”

    Menanggapi laporan tersebut, Natalius Pigai tidak hanya membantah, tetapi juga menyerang balik instrumen penilaian survei itu sendiri.

    Dalam keterangannya kepada media, Pigai dengan tegas menyebut bahwa survei, termasuk yang dilakukan oleh Celios, seringkali menjadi “alat kejahatan” yang digunakan untuk membunuh karakter atau memanipulasi opini publik.

    “Survei itu alat justifikasi kejahatan. Survei itu alat payung kejahatan, pelindung kejahatan, pembenaran kejahatan kriminal,” ujar Natalius Pigai saat ditemui di kantor Kementerian HAM, Selasa 21 Oktober 2025.

    “Kok mereka ngajarin saya korban HAM, pembela aktivis HAM, pembela HAM, kerja di NGO, kerja di pemerintah, Komnas HAM, Menteri HAM. Kok ngajarin saya? Mereka lebih hebat? surveinya dilakukan oleh survei yang ahli-ahli ekonomi lagi. Waduh,” sambungnya.

    Pigai mengklaim bahwa dalam 1 tahun pertama, Kementerian HAM justru paling cepat dalam menyusun struktur organisasi dan telah menyiapkan program-program kerja yang ambisius.

    “Kita rangking 3, kalau rangking 3 dalam konteks mendukung kebijakan Presiden kan ini program prioritas ini ABCDE dari Presiden, kita dapat rangking 3 dalam rangka mendorong percepatan penyelesaian program-program prioritas pemerintah,” tutur Pigai.

    Kritik Balik terhadap Celios

    Natalius Pigai mengaku bahwa lembaga survei yang dirilis tidak dipercayai juga oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia hanya fokus dengan bekerja untuk mendorong percepataan program pemerintah saja.

    “Dan presiden juga tidak percaya survei. Kami kerja aja kerja. Kerja-kerja-kerja. Lo mau nilai kami survei bagus, gapapa. Tidak bagus juga tidak apa-apa,” pungkasnya.