NGO: Komnas HAM

  • Nono Sampono: PIK 2 Bisa Jadi Pusat Ekonomi Baru Indonesia

    Nono Sampono: PIK 2 Bisa Jadi Pusat Ekonomi Baru Indonesia

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota DPD RI sekaligus Presiden Direktur ASG, Nono Sampono, menilai bahwa proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi baru di Indonesia.

    Ia optimistis kawasan ini dapat bersaing dengan kota-kota besar dunia dan membawa dampak positif bagi perekonomian nasional.

    “PIK 2 sangat strategis. Ke depan, kita tidak perlu lagi ke Singapura atau Hong Kong untuk mencari hiburan, bisnis, atau berbelanja, karena semua bisa didapatkan di sini,” kata Nono.

    Namun, proyek pengembangan lanjutan dari Jakarta Waterfront City ini tengah menghadapi berbagai polemik. Sejumlah pihak, termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), camat, lurah, kepala desa, serta pemerintah setempat, telah dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait berbagai persoalan yang muncul.

    Nono mengungkapkan bahwa dirinya juga telah memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan. Ia menegaskan bahwa seluruh proses hukum harus berjalan transparan dan adil.

    “Masalah ini sudah ditangani pihak berwenang. Saya percaya mereka akan menyelesaikannya dengan baik,” ujarnya.

    Menurut Nono, proyek berskala besar seperti PIK 2 tentu memiliki tantangan dan hambatan. Namun, ia menekankan bahwa adanya kendala bukan berarti proyek ini sejak awal salah atau bermasalah.

    “Setiap proyek besar pasti menghadapi tantangan. Tapi itu bukan alasan untuk menghentikan pengembangannya. Yang terpenting adalah bagaimana semua masalah bisa diselesaikan dengan adil dan transparan,” jelasnya.

  • RUU Polri Lebih Bahaya dari RUU TNI? Ini Deretan Pasal Kontroversial yang Dipermasalahkan

    RUU Polri Lebih Bahaya dari RUU TNI? Ini Deretan Pasal Kontroversial yang Dipermasalahkan

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah pengesahan RUU TNI 2025, kini Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri) menjadi sorotan publik. RUU ini mengusulkan revisi terhadap UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Akan tetapi, beberapa pasal dalam draf tersebut menuai polemik karena dianggap memberikan kewenangan berlebihan kepada Polri. Berikut penjelasan lengkapnya.

    DPR Belum Jadwalkan Pembahasan RUU Polri

    Komisi III DPR menyatakan siap membahas revisi UU Polri jika dinilai mendesak, meski saat ini masih memprioritaskan RUU KUHAP. Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa belum ada Surat Presiden (Surpres) yang diterima untuk memulai pembahasan.

    “DPR belum berencana melakukan revisi UU Polri,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Senin, 24 Maret 2025.

    Meski begitu, revisi ini sudah masuk dalam daftar rancangan undang-undang inisiatif DPR sejak 2024.

    Isi RUU Polri Terbaru

    Berdasarkan dokumen di laman resmi DPR, revisi UU Polri mencakup perubahan pada pasal-pasal berikut:

    Pasal 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 6 tentang Peran dan Fungsi Polri Pasal 7 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pasal 14 tentang Tugas Pokok Anggota Polri Pasal 16 tentang Penyelenggaraan Tugas Polri Pasal 30 tentang Usia Pensiun Maksimum Anggota Polri Pasal 35 tentang Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Dan lainnya…

    Namun, beberapa pasal memicu penolakan dari publik karena dinilai berpotensi mengekang kebebasan sipil dan memperluas kewenangan Polri tanpa pengawasan ketat.

    Deretan Pasal Kontroversial

    Pasal 16 Ayat 1 Huruf Q

    Pasal ini memberikan kewenangan Polri untuk melakukan penindakan, pemblokiran, pemutusan, hingga perlambatan akses ruang siber demi keamanan dalam negeri.

    Koalisi Masyarakat Sipil menilai ketentuan ini berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan berisiko tumpang tindih dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

    Pasal 16A dan 16B (Sisipan Baru)

    Pasal 16A menyebutkan bahwa Intelkam Polri bisa melakukan pengawasan intelijen. Ini memicu kekhawatiran soal kewenangan Polri untuk meminta data intelijen dari BIN, BSSN, hingga BAIS.

    Pasal 16B juga mengandung istilah “Kepentingan Nasional” yang tidak didefinisikan secara jelas. Istilah ini dikhawatirkan bisa digunakan Polri untuk mengawasi kegiatan masyarakat dengan alasan menjaga kepentingan nasional.

    Pasal 14 Ayat 1 Huruf G dan O

    Huruf G memberi Polri wewenang melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik PNS, serta bentuk pengamanan swakarsa. Ini dikhawatirkan membuka peluang “bisnis keamanan” dan pelanggaran HAM melalui pengamanan swakarsa.

    Huruf O mengizinkan Polri melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian. PSHK menyoroti bahwa Polri tidak memerlukan izin, berbeda dengan KPK yang harus mendapat persetujuan Dewan Pengawas.

    Pasal 30 Ayat 2

    Pasal ini mengatur usia pensiun:

    58 tahun bagi bintara dan tamtama. 60 tahun bagi perwira. 65 tahun bagi pejabat fungsional.

    Usulan ini dianggap menghambat regenerasi dalam tubuh Polri dan mempertahankan personel yang seharusnya sudah pensiun.

    Reaksi Masyarakat dan Lembaga Sipil

    Ketua YLBHI Muhammad Isnur menegaskan, pihaknya menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR tersebut.

    “Kami menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR ini!” ucapnya.

    Muhammad Isnur mendesak DPR dan pemerintah memprioritaskan pembahasan RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU KUHAP, RUU Penyadapan, hingga RUU Masyarakat Adat.

    Menurut laporan KontraS, dalam periode 2020–2024 tercatat ratusan kasus kekerasan melibatkan anggota Polri. Komnas HAM pun mencatat Polri sebagai lembaga negara dengan laporan pelanggaran HAM tertinggi pada 2023.

    Polri Menuju “Superbody”?

    Revisi UU Polri menuai kritik karena berpotensi menjadikan Polri sebagai lembaga “superbody” dengan kekuasaan luas tanpa pengawasan memadai. Beberapa pasal memperlihatkan kecenderungan ke arah otoritarianisme baru dengan pembatasan kebebasan sipil dan penguatan fungsi intelijen kepolisian.

    Jika RUU ini disahkan tanpa revisi signifikan, Indonesia terancam mundur dari semangat reformasi dan demokrasi. Polri seharusnya berfungsi sebagai alat negara yang profesional dan akuntabel, bukan menjadi lembaga dengan kekuasaan absolut.

    Publik kini menanti apakah DPR akan mendengarkan suara rakyat atau tetap melanjutkan pembahasan RUU ini secara diam-diam. Apakah RUU Polri ini memperbaiki institusi kepolisian atau justru membuka jalan bagi lahirnya negara dalam negara?***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPAI Cek Anak Penderita ISPA Akibat Bau Tak Sedap RDF Rorotan

    KPAI Cek Anak Penderita ISPA Akibat Bau Tak Sedap RDF Rorotan

    Jakarta

    Sejumlah anak dilaporkan mengalami infeksi mata dan saluran pernapasan saat uji coba Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecek kondisi terkini anak yang kena infeksi mata dan saluran pernapasan.

    Jasra Putra selaku Wakil Ketua KPAI melaporkan ia langsung mencium bau menyengat begitu mendekati area terdampak. Yakni Komplek JGC di kluster Shinano, Cakung, Jakarta Timur dan Kampung Karang Tengah, Cilincing, Jakarta Utara. Jasra bergegas memakai masker.

    “Pengaduan warga pada KPAI, anak-anak mengalami batuk, pilek, mata perih dan demam yang berkepanjangan,” kata Jasra dalam keterangannya, Selasa (25/3/2025).

    Pasangan suami istri berinisal A dan S membawa anaknya yang berusia 2 tahun. Mereka sambil memperlihatkan kondisi anak dan hasil rekam medis rumah sakit. Hasil laboratorium rumah sakit menyatakan anak mereka mengalami pneumonia yang disertai panas.

    Cerita lain datang dari ibu berinisial P. P yang memiliki 3 anak kecil melaporkan kondisi buah hatinya yang mengalami ISPA. P juga sedang menjaga mertuanya yang lansia, dan terganggu pernafasannya akibat bau tak sedap tersebut.

    Bau dari uji coba RDF Rorotan ini tetap tercium meski P dan keluarganya berada di dalam rumah. P sebetulnya sudah mengakali dengan menutup semua celah di dalam rumah. Namun hal ini justru berdampak pada kulit anak-anaknya karena sirkulasi udara yang lembab.

    Kondisi anak terkena gangguan pernafasan juga dialami ibu berinisial E. Selama 2 bulan uji coba RDF Rorotan, anaknya sudah 4 kali bolak-balik ke rumah sakit. Dalam lubuk hatinya, ia berharap pemberhentian uji coba RDF bisa mengembalikan kondisi anaknya seperti semula.

    Jasra juga sempat berbincang dengan ibu berinisial I. Anak dari I sampai sekarang masih batuk. Meski anaknya sudah didatangi petugas puskesmas, namun ia kecewa dirinya diminta mengambil obat di puskesmas yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya.

    Di belakang masjid, Jasra menjumpai 4 anak perempuan dan 1 laki laki yang sedang bermain. Mereka mengeluh kerap mencium bau tak sedap baik di sekolah maupun di rumah.

    KPAI menerima 3 video dari Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Rorotan. Pada video pertama, ada anak-anak yang menutup hidungnya saat tengah belajar di sekolah. Video selanjutnya ada testimoni dari pelajar yang menyatakan tak nyaman karena bau. Kemudian, juga ada pernyataan tiga pasutri yang mengeluhkan bau tidak sedap meski sedang berada di perkarangan rumah.

    “KPAI cukup prihatin apa yang dialami warga, terutama bayi, balita dan anak-anak. Para orang tua sambil membawa anak menyampaikan apa yang mereka rasakan. Tak hanya menyampaikan kondisi, mereka juga melengkapinya dengan bukti rekam medis, untuk meyakinkan,” ujar Jasra.

    Salah satu warga yang berprofesi sebagai dokter, kata Jasra, mengatakan saat membuka duren di teras rumah, debu-debu langsung menempel di buah duren. Sehingga tampak jelas abu yang diduga bekas pembakaran sampah yang menimbulkan bau tersebut.

    Ia meminta agar alat ukur kualitas udara yang dimiliki warga, yang menunjukkan indikator warna orange dan ungu dapat dibandingkan dengan alat ukur kualitas udara yang dimiliki RDF. Agar petugas benar-benar mau memperhatikan gejala ISPA yang terjadi.

    “Memang kalau dengar cerita dari para ibu yang tadi berkumpul di JGC, dampak bau sangat menyengat, meski semua ditutup, masih masuk rumah. Akhirnya semua celah pintu dan jendela yang masih bisa masuk bau (ditutup) warga. Namun mereka khawatir anak anak mengalami alergi,” sambungnya.

    Warga turut memohon kapada KPAI untuk menyampaikan kondisi yang mereka alami kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan. KPAI juga menyampaikan kondisi anak-anak yang terkena penyakit akibat bau tak sedap sudah berangsur pulih semenjak uji coba RDF Rorotan dihentikan.

    “Terakhir warga memiliki harapan besar, agar RDF berubah fungsi, atau solusi permanen,” ucap Jasra.

    Sebelumnya diberitakan, uji coba RDF Rorotan, Jakarta Utara, dihentikan sementara. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menargetkan RDF Rorotan beroperasi kembali akhir Juli 2025.

    “Kami berharap sekitar bulan Juli sudah siap, sudah rapih diharapkan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Asep Kuswanto di RDF Rorotan, Jakarta Utara, Selasa (25/3/2025).

    Pasalnya, untuk mengoperasikan kembali RDF Rorotan, Dinas LH akan menambah beberapa fasilitas terlebih dahulu. Salah satunya adalah penambahan deodorizer yang merupakan alat atau zat penghilang bau.

    (isa/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Komnas HAM RI: Vonis Pengadilan Militer di Kasus Pembunuhan Bos Rental Mobil Sesuai Rekomendasi – Halaman all

    Komnas HAM RI: Vonis Pengadilan Militer di Kasus Pembunuhan Bos Rental Mobil Sesuai Rekomendasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komnas HAM RI angkat bicara terkait sidang putusan kasus penembakan hingga tewas bos rental mobil Ilyas Abdurahman di rest area KM 45, Tol Tangerang-Merak, Banten, oleh tiga oknum prajurit TNI yang digelar di Pengadilan Militer II-08 Jakarta pada hari ini Selasa (25/3/2025).

    Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing mengatakan putusan tersebut sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM.

    “Meskipun tuntutan restitusinya ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08, Putusan Pengadilan Militer II-08 tersebut sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM yaitu meminta penegakan hukum yang adil dan transparan terkait adanya peristiwa pembunuhan di luar proses hukum,” kata Uli saat dikonfirmasi pada Selasa (25/3/2025).

    “Proses penegakan hukum atas pembunuhan bos rental di rest area KM 45 Tangerang telah berjalan dengan baik,” sambung Uli.

    Untuk itu, kata dia, Komnas HAM Rzi menyatakan dua hal.

    Pertama, Komnas HAM RI mengapresiasi Putusan Pengadilan Militer II-08 tersebut, dan Oditur Militer yang telah menuntut para terdakwa.

    “Kedua, perlu mempertimbangkan restitusi untuk korban di masa depan,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya dalam sidang di Pengadilan Militer II-08 Jakarta pada Selasa (25/3/2025) hari ini, Majelis Hakim memutuskan dua terdakwa Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Aidil terbukti melakukan pembunuhan berencana dari tewasnya bos rental mobil Ilyas Abdurrahman. 

    Atas hal itu keduanya divonis hukuman pidana penjara seumur hidup serta diberhentikan dari TNI. 

    Sementara itu untuk terdakwa Sersan Satu Rafsin Hermawan dihukum 4 tahun penjara dikurangi waktu terdakwa berada dalam tahanan serta diberhentikan dari TNI. 

    Namun, majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan restitusi yang diajukan Oditur Militer.

    Merespons vonis tersebut ketiga terdakwa lewat kuasa hukumnya mengajukan pikir-pikir terhadap putusan hakim tersebut. 

    Begitu juga dengan Oditur Militer yang juga mengajukan pikir-pikir. 

    Sementara itu anak dari almarhum bos rental mobil Ilyas Abdurrahman, Rizky Agam, mengaku puas dengan putusan hakim tersebut. 

    Sebelumnya pada sidang tuntutan Senin, (10/3/2025) oditur militer atau penuntut umum menuntut ketiga terdakwa Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Aidil dan Sersan Satu Rafsin Hermawan dengan pasal penadahan.

    Selain itu, oditur juga menuntut terdakwa Bambang dan Akbar dengan pasal pembunuhan berencana. 

    Oditur menuntut terdakwa Bambang dan Akbar dengan pidana penjara seumur hidup dan pidana tambahan dipecat dari TNI AL. 

    Sementara itu, untuk terdakwa Rafsin Hermawan, oditur menuntut pidana empat tahun penjara dan pidana tambahan dipecat dari TNI AL. 

    Ketiga terdakwa juga dituntut untuk membayar biaya restitusi dari tewasnya Ilyas Abdurrahman dan korban luka tembak Ramli. 

    Terdakwa Bambang Apri Atmojo dituntut memberikan restitusi kepada keluarga Alm Ilyas Abdulrahman sebesar Rp 209.633.500 dan kepada korban Ramli sebesar Rp 146.354.200.

    Terdakwa Akbar Aidil dituntut memberikan restitusi kepada keluarga Alm Ilyas Abdulrahman sebesar Rp147.133.500 dan kepada korban Ramli Rp 73.177.100.

    Sedangkan terdakwa Rafsin Hermawan dituntut memberikan restitusi kepada keluarga Alm Ilyas Abdulrahman sebesar Rp 147.133.500 dan kepada korban Ramli Rp 73.177.100.

     

     

  • LPSK Desak Negara Lindungi Jurnalis Buntut Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus ke Tempo
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Maret 2025

    LPSK Desak Negara Lindungi Jurnalis Buntut Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus ke Tempo Megapolitan 23 Maret 2025

    LPSK Desak Negara Lindungi Jurnalis Buntut Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus ke Tempo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta aparat penegak hukum segera menyelidiki teror yang menimpa kantor redaksi Tempo.
    Teror berupa pengiriman paket berisi kepala babi pada Kamis (20/3/2025) dan bangkai tikus pada Sabtu (22/3/2025) itu dinilai sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia.
    “Saya berharap aparat penegak hukum dapat melakukan penyelidikan atas teror tersebut, agar supaya aksi-aksi sejenis tidak terulang kembali. Langkah tersebut juga bagian dari komitmen negara dalam menjamin keamanan para pembela HAM,” ujar Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati dalam keterangannya, Minggu (23/3/2025).
    Sri menegaskan, kasus ini tidak hanya menargetkan jurnalis Tempo, tetapi juga mengancam kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) secara umum.
    Ia meminta negara menjamin perlindungan bagi jurnalis dari segala bentuk intimidasi.
    “Perlindungan terhadap jurnalis dan para pembela HAM merupakan tanggung jawab bersama demi terwujudnya kebebasan pers yang sehat dan demokrasi yang kuat di Indonesia,” kata dia.
    LPSK mencatat sejumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam beberapa tahun terakhir.
    Mulai dari pemukulan jurnalis Tempo di Surabaya; pembunuhan wartawan di Karo, Sumatera Utara; hingga pelemparan bom molotov ke kantor redaksi Jubi di Papua.
    Teror terbaru terhadap Tempo disebut memperkuat urgensi perlindungan bagi jurnalis.
    “Jurnalis sebagai salah satu garda terdepan dalam mengungkap kebenaran dan menyuarakan aspirasi publik, rentan terhadap kekerasan yang mengancam keselamatan. Teror terhadap jurnalis juga ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia,” ujar Sri.
    LPSK menyatakan siap memberikan perlindungan kepada jurnalis yang menghadapi ancaman. Dalam kondisi tertentu, perlindungan bisa diberikan segera setelah permohonan diajukan.
    “Terdapat mekanisme respons cepat pembela HAM yang telah dirancang bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan, dengan dilakukan langkah-langkah preventif yang mencakup pengamanan fisik, pemenuhan hak prosedural, hingga relokasi guna menjamin keselamatan jurnalis,” katanya.
    Selain itu, Sri mendorong sinergi antara LPSK dan Dewan Pers dalam memetakan serta mengidentifikasi potensi ancaman terhadap jurnalis.
    Hal ini penting agar tindakan intimidasi dapat segera direspons dengan strategi perlindungan yang tepat dan terukur.
    “Kerja sama ini penting untuk merancang strategi perlindungan yang komprehensif, sehingga setiap tindakan intimidasi atau serangan dapat segera direspons dengan langkah-langkah yang tepat dan terukur,” ungkap Sri.
    Sebelumnya, kantor Tempo mendapatkan kirim paket berisikan kepala babi, Kamis (20/3/2025) sore.
    Wakil Pemimpin Redaksi Tempo Bagja Hidayat menjelaskan, kepala babi itu diterima oleh wartawan Tempo Francisca Christy alias Cica dengan terbungkus kardus,
    styrofoam
    , hingga plastik.
    “Diterimanya kemarin (Rabu) jam 16.15 WIB, dibukanya jam 16.00 WIB hari ini. Jadi kardus, di dalamnya itu ada
    styrofoam
    di dalamnya dibungkus plastik lagi kepalanya (babi),” kata Bagja saat dihubungi, Kamis (20/3/2025).
    Bagja mengatakan, paket itu diterima oleh sekuriti kantor dengan nama Cica sebagai penerima, tertulis di kardus itu. Ketika menerima paket tersebut, Cica segera membawa paket itu ke lantai atas kantor untuk dibuka.
    Namun, karena berbau busuk, paket itu segera dibawa turun kembali oleh rekan kantornya.
    Ketika dibuka, Bagja mengatakan, tidak ada surat ancaman yang ditujukan kepada Cica. Hanya saja, kondisi kedua telinga babi itu tampak terpotong.
    “Enggak ada sih (kalimat ancaman). Jadi telinganya terpotong, tulisan sih nama Cica aja,” kata dia.
    Lalu, pada Sabtu (22/3/2025) pagi, kantor redaksi Tempo kembali menerima paket berisi enam bangkai tikus dengan kepala terpisah. 
    Paket berbentuk kardus itu dibungkus kertas kado bermotif bunga mawar merah dan ditemukan dalam kondisi sedikit penyok.
    Petugas kebersihan yang menemukan paket tersebut langsung melapor kepada petugas keamanan.
    Berdasarkan pemeriksaan sementara dari manajemen gedung, paket bangkai tikus itu dilempar oleh orang tak dikenal pada pukul 02.11 WIB dari luar pagar kompleks kantor Tempo.
    Petugas keamanan menduga bahwa kotak tersebut sempat mengenai sebuah mobil yang terparkir sebelum jatuh ke aspal. Akibatnya, mobil tersebut mengalami baret.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus Tempo Ancaman bagi Pembela HAM

    Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus Tempo Ancaman bagi Pembela HAM

    Jakarta, Beritasatu.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan teror kepala babi dan bangkai tikus terpenggal ke kantor redaksi Tempo sebagai ancaman kebebasan pers dan menekankan pentingnya mekanisme perlindungan pada jurnalis.

    Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati menekankan kasus teror pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi Tempo tidak hanya menjadi teror terhadap jurnalis yang bersangkutan, tetapi juga ancaman bagi kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) secara umum. 

    Pembela HAM adalah individu, kelompok, atau organisasi yang berperan dalam upaya penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM. Keberadaan pembela HAM berkontribusi dalam memajukan dan menegakkan HAM di Indonesia, antara lain lewat peningkatan kesadaran publik dan kampanye, peliputan dan pemantauan.

    Berdasarkan sejumlah permohonan perlindungan dari jurnalis ke LPSK, terdapat beberapa bentuk seperti kekerasan pada jurnalis Tempo NH di Surabaya, pembunuhan wartawan di Karo, Sumatera Utara, pelemparan bom molotov di kantor redaksi Jubi Papua, hingga terbaru pengiriman teror kepala babi dan bangkai tikus ke jurnalis Tempo. 

    “Jurnalis sebagai salah satu garda terdepan dalam mengungkap kebenaran dan menyuarakan aspirasi publik, rentan terhadap kekerasan yang mengancam keselamatan. Teror terhadap jurnalis juga ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia,” ujar Sri Suparyati dalam keterangannya, Minggu (23/3/2025). 

    Sri Suparyati menegaskan teror kepala babi dan bangkai tikus ke Tempo merupakan gambaran betapa rentannya posisi para pembela HAM dalam menghadapi berbagai bentuk intimidasi. Untuk itu, dalam keadaan tertentu, perlindungan dapat diberikan sesaat setelah permohonan diajukan kepada LPSK.

    Sebagai acuan, terdapat mekanisme respons cepat pembala HAM yang telah dirancang bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan, dengan dilakukan langkah-langkah preventif yang mencakup pengamanan fisik, pemenuhan hak prosedural, hingga relokasi guna menjamin keselamatan jurnalis.

    Ia menekankan pentingnya sinergi antara LPSK dengan Dewan Pers dalam memetakan dan mengidentifikasi potensi ancaman. Kerja sama ini penting untuk merancang strategi perlindungan yang komprehensif, sehingga setiap tindakan intimidasi atau serangan dapat segera direspons dengan langkah-langkah yang tepat dan terukur. 

    Sri suparyati berharap aparat penegak hukum dapat mengusut tuntas kasus teror kepala babi dan bangkai tikus ke Tempo, agar aksi sejenis tidak terulang kembali. Langkah tersebut juga bagian dari komitmen negara dalam menjamin keamanan para pembela HAM.

    Dalam memberikan perlindungan terhadap jurnalis, LPSK siap mengimplementasikan langkah-langkah secara menyeluruh guna mengantisipasi setiap bentuk ancaman, sehingga jurnalis dapat bekerja dengan aman tanpa tekanan yang dapat menghambat tugas penting mereka dalam mengawal kebenaran dan keadilan.

    Sri Suparyati menyerukan agar seluruh elemen, baik lembaga negara, aparat penegak hukum, maupun komunitas pers, bersinergi untuk memperkuat sistem perlindungan. Perlindungan terhadap jurnalis dan para pembela HAM merupakan tanggung jawab bersama demi terwujudnya kebebasan pers yang sehat dan demokrasi yang kuat di Indonesia.

    Diketahui, paket teror kepala babi dikirim ke redaksi Tempo di Palmerah, Jakarta Barat pada Rabu (19/3/2025). Tiga hari berikutnya, Tempo mendapat kiriman enam bangkai tikus yang kepalanya sudah dipenggal pada Sabtu (22/3/2025). Pengiriman paket bangkai hewan itu diyakini banyak kalangan sebagai bentuk teror atas sikap kritis Tempo dalam pemberitaan.

  • Berkas Kasus Pencabulan Eks Kapolres Ngada Dilimpahkan ke Jaksa

    Berkas Kasus Pencabulan Eks Kapolres Ngada Dilimpahkan ke Jaksa

    Kupang, Beritasatu.com – Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah melimpahkan tahap satu berkas kasus kekerasan seksual dengan tersangka eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ke kejaksaan.

    “Berkas perkara untuk kasus kekerasan seksual dan pencabulan anak sudah tahap satu. Prosesnya terus berjalan saat ini,” Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Tahi Monang kepada wartawan di Kupang, Sabtu (22/3/2025).

    Hal ini disampaikannya berkaitan dengan perkembangan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh eks kapolres Ngada yang saat ini sudah dipecat oleh Mabes Polri.

    Daniel mengatakan penyidik Polda NTT sudah memeriksa 19 saksi berkaitan dengan kasus tersebut. 

    Daniel mengatakan proses pemeriksaan dan pengungkapan kasus eks kapolres Ngada dilakukan secara terbuka. “Kita kan diawasi semuanya. Kemarin itu ada dari LPSK mengawasi saya, ada dari Komnas HAM, ada dari koalisi masyarakat, jadi sekarang memang terbuka,” ujar dia dikutip dari Antara.

    Daniel menambahkan Fajar diberhentikan secara tidak terhormat dari anggota Polri, maka penanganan kasusnya kini ditangani Polda NTT.

    Daniel mengajak semua pihak tidak hanya menyorot tersangka, tetapi juga memerhatikan juga para korban

    “Jangan hanya tersangka saja yang diawasi, tetapi perlu korbannya juga harus sama-sama kita perhatikan karena korbannya juga perlu dapat perhatian dari semua pihak,” uja dia terkait kasus eks kapolres Ngada.

  • Penjelasan Hasan Nasbi soal Respons Teror Kepala Babi Jurnalis Tempo yang Tuai Kritik – Halaman all

    Penjelasan Hasan Nasbi soal Respons Teror Kepala Babi Jurnalis Tempo yang Tuai Kritik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi memberikan penjelasan terkait responsnya terhadap teror kepala babi yang diterima jurnalis media Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica).

    Pernyataan Hasan Nasbi yang menyarankan agar kepala babi itu dimasak saja menuai kritikan Koalisi Masyarakat Sipil.

    Hasan Nasbi mengaku apa yang dia sampaikan selaras dengan cara Cica memberikan tanggapan untuk mengecilkan si peneror.

    Diketahui, pascateror pengiriman kepala babi yang diterimanya, Cica memberikan tanggapan melalui unggahan X pribadi miliknya, @chichafrancisca.

    “Lain kali ngirim jangan kepala babi, daging babi gitu lho yg enak. Mana telinganya udah ga ada,” tulis Cica, Kamis (20/3/2025).

    Hasan mengaku justru mendukung cara jurnalis Tempo tersebut merespons.

    “Justru teror harus direspons dengan cara seperti Fransisca merespons teror itu. Biar KPI (target, red) si peneror enggak kesampaian,” ungkap Hasan saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (22/3/2025).

    “Saya hanya menyempurnakan cara untuk mengecilkan si peneror,” imbuhnya.

    Hasan juga memberi tanggapan terkait penilaian sejumlah pihak yang menganggap pernyataannya tidak pantas.

    “Saya enggak khawatir sama sekali dengan penilaian itu,” ungkapnya.

    Dikritik Koalisi Masyarakat Sipil

    Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam respons Hasan Nasbi terkait teror pengiriman kepala babi yang diterima Cica.

    Hasan Nasbi memberi tanggapan supaya kepala babi itu dimasak saja.

    Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, respons Hasan Nasbi tidak menunjukkan empati dan dukungan bagi kebebasan pers.

    Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Centra Initiative, Imparsial, PBHI, ELSAM, Walhi, HRWG, DeJuRe, dan Setara Institute.

    “Pernyataan Hasan Nasbi yang seolah menyuruh ‘memasak kepala babi’ yang tergeletak di jalan itu, selain tidak berempati, juga melanggar prinsip kebebasan pers,” ungkap pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima dari Ketua Pehimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Sabtu (22/3/2025).

    “Pernyataan tersebut cenderung merendahkan, tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Presiden,” imbuhnya.

    Pernyataan Hasan Nasbi disampaikan pada Jumat (21/3/2025) di Kompleks Istana Kepresidenan.

    “Udah dimasak aja,” ujar Hasan.

    Awak media sempat mengonfirmasi kembali mengenai pernyataannya.

    Tetapi, Hasan tetap dengan pernyataannya awal.

    “Udah dimasak aja,” tegas Hasan.

    Hasan menilai kasus ini bukan menjadi ancaman bagi Cica lantaran melihat sikap Cica di media sosial tampak santai.

    “Saya lihat ya saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo itu, itu dia justru minta dikirimin daging babi,” ungkap Hasan.

    Komnas HAM: Ancaman Kerja Jurnalistik

    Wakil Ketua Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai angkat bicara soal teror kepala babi kepada wartawan Tempo. 

    Menurutnya hal itu sebagai ancaman dari kerja jurnalistik. 

    “Mengirim kepala babi kepada seseorang simbolnya bisa ditafsirkan macam-macam. Selama ini seringkali disimbolkan sebagai salah satu bentuk ancaman,” kata Dawai, sapaannya kepada awak media di Jakarta, Jumat (21/3/2025) malam. 

    Ancaman itu menurut Dawai ditafsirkan lagi karena ditujukan kepada seseorang yang berprofesi jurnalis.

    “Bisa jadi sebagai ancaman karena dia melahirkan sejumlah karya-karya jurnalistik yang mungkin tidak disukai oleh orang tertentu,” terangnya. 

    Sehingga kata Dawai, kemudian seseorang mengirimkan kepala babi itu sebagai salah satu bentuk ancaman agar yang bersangkutan tidak lagi melakukan kerja jurnalistik. 

    “Kalau memang seperti itu tentunya kita sangat menyesalkan. Karena bagaimanapun setiap orang punya hak untuk bebas menyampaikan pendapat dan berekspresi,” imbuhnya. 

    Menurutnya sebagai jurnalis dilindungi dan diberikan hak untuk mencari informasi. 

    “Kalau seorang jurnalis dibatasi ruang geraknya, diancam-ancam itu akan berimplikasi pada tertutupnya informasi kepada publik. Ini berbahaya akhirnya publik hanya dapat informasi yang tertentu saja,” tegasnya. 

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto, Rahmat F Nugraha)

  • Komnas Perempuan: Teror Kepala Babi kepada Wartawan Tempo Bentuk Intimidasi terhadap Kerja Jurnalis – Halaman all

    Komnas Perempuan: Teror Kepala Babi kepada Wartawan Tempo Bentuk Intimidasi terhadap Kerja Jurnalis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengecam teror kepala babi untuk wartawan Tempo. 

    “Tentunya Komnas Perempuan mengecam pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo. Ini intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalis,” kata Ami, sapaannya kepada awak media di Jakarta, Jumat (21/3/2025) malam. 

    Teror kepala babi ini menambah daftar intimidasi terhadap perempuan pembela HAM yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia, melalui misalnya profesi jurnalis.

    “Jadi memang di dalam pemantauan Komnas Perempuan, jurnalis perempuan menjadi salah satu mendapatkan serangan intimidasi, ancaman maupun misalnya dalam bentuk serangan siber,” terangnya. 

    Ami juga menilai penggunaan kepala babi sebagai cara dalam intimidasi mengindikasikan unsur merendahkan martabat manusia khususnya perempuan.

    “Karena seperti kita ketahui babi itu kerap disimbolkan sebagai hal yang menjijikkan atau rakus. Mengingat juga babi menjadi pembeda kelompok dalam masyarakat,” imbuhnya.

    Wakil Ketua Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai juga ikut angkat bicara soal pengiriman kepala babi kepada wartawan Tempo. 

    Menurutnya hal itu sebagai ancaman dari kerja jurnalistik. 

    “Mengirim kepala babi kepada seseorang simbolnya bisa ditafsirkan macam-macam. Selama ini seringkali disimbolkan sebagai salah satu bentuk ancaman,” kata Dawai. 

    Ancaman itu lanjutnya ditafsirkan lagi karena ditujukan kepada seseorang yang berprofesi jurnalis.

    “Bisa jadi sebagai ancaman karena dia melahirkan sejumlah karya-karya jurnalistik yang mungkin tidak disukai oleh orang tertentu,” terangnya. 

    Sehingga kata Dawai, kemudian seseorang mengirimkan kepala babi itu sebagai salah satu bentuk ancaman agar yang bersangkutan tidak lagi melakukan kerja jurnalistik. 

    “Kalau memang seperti itu tentunya kita sangat menyesalkan. Karena bagaimanapun setiap orang punya hak untuk bebas menyampaikan pendapat dan berekspresi,” imbuhnya. 

    Menurutnya sebagai jurnalis dilindungi dan diberikan hak untuk mencari informasi. 

    “Kalau seorang jurnalis dibatasi ruang geraknya, diancam-ancam itu akan berimplikasi pada tertutupnya informasi kepada publik. Ini berbahaya akhirnya publik hanya dapat informasi yang tertentu saja,” tegasnya. 

  • ICJR Minta Revisi KUHAP Fokus Pengawasan Antar Lembaga, Bukan Hanya soal Dominus Litis

    ICJR Minta Revisi KUHAP Fokus Pengawasan Antar Lembaga, Bukan Hanya soal Dominus Litis

    loading…

    Diskusi bertajuk RUU KUHP Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). Foto: Ist

    JAKARTA – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyikapi pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang saat ini tengah dibahas. Hal itu disampaikan peneliti ICJR Iftitahsari saat mengisi diskusi bertajuk RUU KUHP Memperkuat Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Diskusi tersebut turut dihadiri sejumlah narasumber ahli di bidang hukum yakni Wakil Ketua Komnas HAM AH Semendawai, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Ketua DPN Peradi Luhut MP Pangaribuan, dan Pakar Hukum Margarito Kamis.

    Iftitahsari meminta pembahasan mengenai Revisi KUHAP tak hanya berkutat pada narasi polarisasi tentang diferensiasi fungsional dan asas dominus litis.

    Sebab, publik harus waspada terhadap adanya kepentingan terselubung dari para lembaga penegak hukum yang ingin memperluas kewenangannya khususnya melalui Revisi KUHAP dengan melemparkan narasi tentang penguatan asas dominus litis bagi pihak tertentu.

    “Kita jangan sampai terjebak di narasi yang itu sebetulnya kepentingan-kepentingan lembaga tertentu yang tujuannya ingin memperbesar kewenangan,” ujar Iftitahsari.

    Terpenting dalam Revisi KUHAP tak boleh ada kewenangan powerfull yang dimiliki satu lembaga. Karenanya, dia menyebut pengawasan antarlembaga mutlak diperlukan.

    Ketua DPN Peradi Luhut MP Pangaribuan menuturkan bagaimana para lembaga penegak hukum saling berlomba untuk memperkuat kewenangan mereka melalui Revisi KUHAP.

    “Mereka berlomba-lomba menambah kewenangannya masing-masing. Namun poin yang harus disepakati adalah Polri sebagai penyidik utama tidak bisa diganggu, demikian Jaksa adalah penuntut tidak bisa diganggu,” kata Luhut.

    Artinya, dengan kata lain ada benturan antara diferensiasi fungsional yang dipertahankan Polri dan asas dominus litis yang diperjuangkan Kejaksaan.