NGO: Komnas HAM

  • Komnas HAM Awasi Kasus Pembunuhan Juwita di Banjarbaru – Halaman all

    Komnas HAM Awasi Kasus Pembunuhan Juwita di Banjarbaru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan perhatian serius terhadap kasus pembunuhan Juwita, seorang jurnalis yang ditemukan tewas di Banjarbaru.

    Uli Parulian, Komisioner Komnas HAM RI, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan pemantauan dan pengumpulan informasi terkait kasus tersebut.

    Komnas HAM telah meminta keterangan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kalimantan Selatan, pengacara keluarga korban, serta Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ).

    Rekomendasi untuk Penegakan Hukum

    Uli juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan dalam kasus ini.

    “Kami telah merekomendasikan kepada pihak yang menangani kasus ini agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan transparan,” ujarnya.

    Ia menambahkan bahwa metode ilmiah dalam penyelidikan, perlindungan saksi dan korban, serta pemulihan hak-hak korban dan keluarganya harus menjadi fokus utama.

    Pazri, kuasa hukum keluarga Juwita, mengungkapkan bahwa mereka telah mengirimkan sejumlah data dan temuan kepada Komnas HAM.

    “Data-data dan temuan yang kami dapat sudah kami sampaikan kepada Wakil Ketua Komnas HAM beserta tim investigasi,” jelas Pazri.

    Ia juga menekankan bahwa Komnas HAM memberikan perhatian yang besar terhadap kasus ini, dan berharap dapat mengungkap berbagai kejanggalan yang ada, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain.

    Dengan perhatian dari Komnas HAM, diharapkan kasus pembunuhan Juwita dapat diungkap secara tuntas dan transparan, demi keadilan bagi korban dan keluarganya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Pembunuhan Juwita Jurnalis di Banjarbaru dalam Pantauan Serius Komnas HAM RI, Ini Rekomendasinya

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(BanjarmasinPost.co.id, Stanislaus Sene/Rizki Fadillah/Frans Rumbon)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Pria India Menyamar Jadi Dokter Spesialis Jantung, Berakhir Tewaskan 7 Pasien

    Pria India Menyamar Jadi Dokter Spesialis Jantung, Berakhir Tewaskan 7 Pasien

    Jakarta

    Polisi di India telah menangkap seorang pria yang menyamar menjadi dokter spesialis jantung dan diduga menewaskan 7 pasien.

    Media lokal India menyebut pria itu, Narendra Vikramaditya Yadav, menyamar sebagai seorang ahli jantung sungguhan di Inggris bernama Dr John Camm, seorang profesor emeritus kardiologi klinis di Universitas St George di London.

    Dilaporkan Strait Times, penangkapan Yadav terjadi beberapa hari setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meluncurkan penyelidikan atas kematian tujuh pasien di Rumah Sakit Mission pada tahun 2025.

    “Dokumen-dokumennya terbukti palsu… Dokter yang dituduh telah ditangkap oleh tim kami,” kata Supt. Somvanshi.

    Ketujuh pasien tersebut telah menjalani operasi angioplasti yang dilakukan oleh pria yang ditangkap.

    Rajendra Shukla, wakil kepala menteri Madhya Pradesh, mengatakan tindakan keras akan diambil terhadap tahanan tersebut jika terbukti bersalah. Skandal tersebut mencuat setelah keluarga salah satu pasien yang meninggal mengajukan pengaduan.

    “Begitu ibu saya meninggal, dokter itu menghilang,” kata putranya, Nabi Qureshi, kepada NDTV.

    Ini bukan pertama kalinya pertanyaan diajukan tentang identitas Yadav. Dalam sebuah postingan di blog tahun 2019, Yadav mengklaim sempat belajar di Inggris di bawah bimbingan Prof A John Camm dan bergabung dengan rumah sakit St George pada tahun 2002 sebagai “Ahli Jantung Intervensional”.

    Ia mengklaim bahwa dirinya pertama kali kembali ke India pada tahun 2003 untuk bekerja di sebuah rumah sakit jantung terkemuka di Delhi dan telah bekerja di AS, Jerman, dan Spanyol sejak saat itu.

    Tetapi catatan publik menunjukkan bahwa ia mendaftarkan empat perusahaan di Inggris pada tahun 2018 dengan nama Dr Narendra Vikramaditya Yadav, yang kemudian diubah menjadi Dr Narendra John Camm.

    (kna/kna)

  • Komnas HAM Sebut Ada 3 TKP Penembakan Polisi di Lampung

    Komnas HAM Sebut Ada 3 TKP Penembakan Polisi di Lampung

    Way Kanan, Beritasatu.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada tiga lokasi penembakan dalam peristiwa tewasnya tiga polisi di Kabupaten Way Kanan, Lampung. Fakta tersebut terkonfirmasi saat Komnas HAM mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) di kawasan Register 44, Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin Way Kanan.

    Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing melakukan investigasi langsung ke TKP penembakan tiga anggota polisi saat membubarkan arena sabung ayam di  Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Way Kanan, Kamis (10/4/2025).

    “Kami menggali fakta-fakta di lokasi dengan koordinasi bersama Polda Lampung, Polres Way Kanan dan Polsek Negara Batin, didampingi kuasa hukum para korban,” kata Uli Parulian kepada awak media di Bandar Lampung, Jumat (11/4/2025).

    Selain itu, Parulian Sihombing bersama tim kuasa hukum keluarga korban memeriksa letak korban ditemukan atau lokasi penembakan yang menewaskan AKP Anumerta Lusiyanto, Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, dan Briptu Anumerta M Ghalib Surya Ganta.

    Di TKP penembakan, tim Komnas HAM mengumpulkan bukti-bukti mulai dari mengecek lokasi, melakukan konfirmasi beberapa fakta termasuk lokasi korban ditembak di lokasi gelanggang sabung ayam dan juga beberapa tempat turut ditelusuri.

    “Kami juga melakukan pendalaman informasi bersama pihak keluarga korban mengenai kronologi peristiwa. Komnas HAM ingin memastikan terkait dengan proses penegakan hukumnya berjalan dengan baik,” jelas Uli Parulian.

    Uli Parulian mengungkapkan, pihaknya meminta adanya penindakan hukum yang adil dan transparan untuk kasus penembakan tiga polisi tersebut. Selain itu, pihaknya ingin memastikan juga adanya kompensasi dan restitusi karena keluarga korban juga mengalami trauma.

    “Kami memastikan adanya pemulihan untuk keluarga korban, baik untuk anggota keluarga dan pemulihan lainnya terkait dengan ada bantuan psikologi,” ungkap Uli Parulian.

    Setelah melakukan investigasi di TKP penembakan bersama tim kuasa hukum keluarga korban, Komnas HAM akan koordinasi juga dengan berbagai kementerian/lembaga untuk pemulihan korban, juga mengawal penegakan hukumnya agar adil dan transparan.

    Diketahui, peristiwa tragis penembakan tiga polisi anggota Polres Way Kanan tersebut terjadi saat ketiga korban melakukan penggerebekan arena judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada Senin (17/3/2025) lalu.

    Kasus tersebut saat ini masih dalam penyidikan. Satu dari dua oknum TNI yakini Kopda Basaryah telah ditetapkan sebagai tersangka penembakan dan Peltu Lubis ditetapkan tersangka kasus perjudian. Kedua tersangka dalam kasus penembakan polisi di arena sambung ayam tersebut kini ditahan di Denpom Lampung.

  • Komnas HAM Soroti Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS, Dosen UGM, dan Kapolres Ngada: Sanksi Diperberat

    Komnas HAM Soroti Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS, Dosen UGM, dan Kapolres Ngada: Sanksi Diperberat

    PIKIRANR AKYAT – Komnas HAM menanggapi pelaku kekerasan seksual dokter PPDS Unpad Priguna Anugerah Pratama, dosen UGM Edi Meiyanto hingga mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar.

    Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah, posisi mereka di Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai pihak yang seharusnya memberi perlindungan dan pelayanan.

    Anis menilai hukuman pelaku dari kalangan mereka harus diperberat karena seharusnya melindungi masyarakat, bukan yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual.

    “Posisi mereka itu, kalau di dalam Undang-Undang TPKS disebut sebagai pihak yang seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan, yaitu dokter, guru besar, kemudian ini kepolisian,” ucap Anis di Jakarta pada Kamis, 10 April 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Kawal Kasus Kekerasan Seksual

    Anis mengatakannya usai menerima audiensi dari Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur, dengan agenda pembahasan seputar kasus kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar.

    “Jadi mereka mesti diberikan pemberatan hukuman karena status pelaku yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat,” lanjutnya.

    Ia mengajak semua pihak mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter, dosen hingga aparat agar penegak hukum benar-benar memperberat hukuman bagi mereka.

    “Kita berkepentingan untuk mengawal agar nantinya aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya,” lanjut Anis.

    Update Kasus Dokter PPDS dan Dosen UGM

    Polda Jawa Barat (Jabar) sudah menahan Priguna Anugerah Pratama, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Ia diduga sebagai pelaku kekerasan seksual pada anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Sedangkan pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menjatuhkan sanksi pemecatan Edi Meiyanto, seorang guru besar di Fakultas Farmasi usao terbukti melakukan kekerasan seksual pada belasan mahasiswa.

    Dugaan kekerasan seksual ini terjadi sepanjang 2023 sampai 2024. Kasus itu terungkap usai muncul laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sidang Praperadilan Staf Hasto, Kuasa Hukum Sebut Penggeledahan KPK Tidak Sesuai Prosedur 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 April 2025

    Sidang Praperadilan Staf Hasto, Kuasa Hukum Sebut Penggeledahan KPK Tidak Sesuai Prosedur Nasional 8 April 2025

    Sidang Praperadilan Staf Hasto, Kuasa Hukum Sebut Penggeledahan KPK Tidak Sesuai Prosedur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto,
    Kusnadi
    , Johannes Oberlin Tobing mengatakan, proses
    penggeledahan
    yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) terhadap Kusnadi tidak sesuai prosedur.
    Hal tersebut disampaikan Johannes dalam sidang perdana praperadilan Kusnadi melawan KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
    “Proses penggeledahan oleh termohon (KPK) terhadap pemohon (Kusnadi) tidak sesuai prosedur,” kata Johannes.
    Johannes mengatakan, Kusnadi yang bekerja sebagai staf Hasto ikut menemani Sekjen PDIP tersebut ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa sebagai saksi pada 10 Juni 2024.
    Ia mengatakan, saat menunggu Hasto, Kusnadi didatangi seseorang yang menyamar dengan mengenakan baju putih, topi, dan masker.
    Dia mengatakan, orang tersebut terkesan memanipulasi Kusnadi agar menemui Hasto yang berada di lantai 2 Gedung KPK karena meminta handphone.
    Saat itu, kata dia, Kusnadi langsung merespons dengan menemui Hasto.
    Belakangan, sosok tersebut diketahui adalah penyidik KPK Rossa Purbo Bekti. Johannes mengatakan, Kusnadi turut diperiksa, digeledah, dan barang-barangnya ikut disita tanpa disertai surat panggilan resmi.
    “Barang-barang yang dikuasai oleh pemohon (Kusnadi) disita tanpa disertai dengan adanya surat panggilan resmi yang menyatakan status pemohon sebagai saksi atau tersangka oleh termohon (KPK),” ujarnya.
    Johannes juga mengatakan, penyitaan barang-barang Kusnadi oleh KPK melanggar Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 terkait hak setiap orang atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
    Ia mengatakan, pemeriksaan terhadap Kusnadi tanpa adanya Berita Acara bertentangan dengan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
    “Dengan demikian, penggeledahan oleh termohon (KPK) terhadap pemohon (Kusnadi) tidak sesuai prosedur KUHAPidana dan melanggar prinsip-prinsip
    Hak Asasi Manusia
    ,” ucap dia.
    Sebelumnya, gugatan praperadilan Kusnadi terkait sah atau tidaknya penyitaan yang teregister dengan nomor perkara 39/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.
    Sidang praperadilan ini sedianya digelar pada Senin, 24 Maret 2025 lalu itu ditunda lantaran Komisi Antirasuah tidak hadir dalam sidang perdana.
    Gugatan ini merupakan rangkaian upaya hukum yang dilakukan pasca terjadinya penggeledahan terhadap staf Hasto di Gedung KPK pada Senin 10 Juni 2024.
    Saat itu, Kusnadi digeledah ketika menemani Hasto menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku.
    Dari penggeledahan ini, penyidik menyita tiga buah handphone, kartu ATM, hingga buku catatan Hasto.
    Penyitaan barang-barang milik Hasto dan Kusnadi ini pun berbuntut panjang.
    Tim hukum langsung melaporkan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas (Dewas) pada 11 Juni.
    Keesokan harinya, Rabu 12 Juni 2024, Kusnadi didampingi tim hukumnya melaporkan KPK ke Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
    Laporan ini dilayangkan lantaran Kusnadi merasa lembaga antirasuah itu telah melanggar HAM ketika menyita ponsel dan buku catatan Hasto.
    Tidak berhenti sampai di situ, staf Hasto bersama tim hukumnya juga menyambangi Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta pada Kamis 13 Juni 2024 untuk membuat laporan terhadap penyidik KPK.
    Lebih lanjut, Rossa Purbo Bekti kembali dilaporkan ke Dewas KPK pada 20 Juni.
    Kali ini, penyidik KPK itu dilaporkan atas tuduhan pemalsuan surat atau dokumen penyitaan ketika penyidik menyita sejumlah barang dari tangan Kusnadi saat Hasto diperiksa sebagai saksi.
    Tidak berhenti sampai di situ, staf Hasto Kristiyanto itu juga telah meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jumat 28 Juni 2024.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • SOSOK Permadi Arya dan Sederet Kasusnya yang Dikabarkan Jadi Komisaris JMTO, tapi Dibantah BUMN

    SOSOK Permadi Arya dan Sederet Kasusnya yang Dikabarkan Jadi Komisaris JMTO, tapi Dibantah BUMN

    TRIBUNJAKARTA.COM – Influencer media sosial, Permadi Arya alias Abu Janda dikabarkan ditunjuk menjadi komisaris PT Jasamarga Toll Road Operation.

    Abu Janda juga mengunggah postingan di akun Instagram resminya terkait ucapan selamat penunjukkan dirinya sebagai komisaris tersebut. 

    “Selamat dan sukses. Permadi Arya. Sebagai Komisaris PT Jasamarga Toll Road Operation,” demikian ucapan di postingan itu pada Senin (7/4/2025). 

    “Nemu berita @metrotv alhamdulilah rezeki anak sholeh. Tolong jangan pada minta kartu E-Tol saldo unlimited ya. Apalagi minta diskon tol, Astagfirullah haram,” respons Abu Janda dalam keterangan postingan tersebut. 

    Saat dikonfirmasi terpisah, Abu Janda hanya memohon doa agar dirinya tetap amanah.

    “Insya Allah. Doakan semoga amanah,” ujar Abu Janda kepada Kompas.com, Senin (7/4/2025).

    Meski begitu, saat ditanya terkait kapan dirinya diangkat menjadi komisaris, Abu Janda meminta agar publik menunggu pengumuman resmi.

    “Nanti ada pengumuman resminya,” imbuhnya.

    Dibantah BUMN

    Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buka suara terkait kabar penunjukkan Abu Janda sebagai komisaris PT Jasamarga Toll Road Operation (JMTO).

    Dengan tegas, BUMN membantah kabar tersebut.

    Informasi ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla kepada awak media pada Senin (7/4/2025).

    “Kabar tersebut tidak benar. Tidak ada pengangkatan atas nama Permadi Arya sebagai komisaris JMTO,” kata Putri Violla seperti dikutip dari Wartakota.

    Senada dengan Violla, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga juga membantah isu penunjukan Abu Janda selaku komisaris JMTO.

    Dia mengatakan kabar itu hoax alias informasi palsu.

    “Hoax” ungkap Arya kepada MNC Portal.

    Sebelumnya, beredar sebuah poster dengan keterangan bahwa Permadi Arya dipercaya menjabat sebagai Komisaris JMTO.

    Bahkan, pria kelahiran Cianjur, Jawa Barat, itu memberi sinyal positif soal informasi yang beredar.

    Untuk diketahui, JMTO merupakan kelompok usaha Jasa Marga dengan komposisi saham 99,9 persen dimiliki oleh perseroan dan 0,1 persen dimiliki oleh Induk Koperasi Karyawan Jasa Marga.

    Kegiatan Usaha JMTO meliputi layanan pengoperasian, ETC, dan layanan IT.

    Sosok Abu Janda

    Permadi Arya diketahui memiliki nama lengkap Heddy Setya Permadi. 

    Ia dikenal dengan nama Abu Janda Al-Boliwudi.

    Pria kelahiran 14 Desember 1973 ini adalah seorang pegiat dan pemengaruh media sosial berkebangsaan Indonesia. 

    Permadi menempuh pendidikan Diploma Ilmu Komputer Informatic It School Singapura pada April 1997 dan menjadi Sarjana Business & Finance University of Wolverhampton Inggris pada tahun 1999. 

    Ia bergabung menjadi pegiat media sosial dan influencer tim sukses Joko Widodo di Pilpres 2019.

    Sebelum menjadi pegiat media sosial, Abu Janda bekerja sebagai karyawan di berbagai perusahaan.

    Mulai dari perusahaan sekuritas, bank swasta hingga tambang batu bara dalam rentang waktu 1999 hingga 2015. 

    Sederet kasus 

    Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri memeriksa Abu Janda atas cuitan ‘Islam adalah agama arogan’ yang ia unggah di Twitter pada 1 Februari 2021. 

    Dia juga sempat akan dimintai keterangan atas dugaan ujaran rasisme yang ditujukan kepada eks Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. 

    Selanjutnya, ia pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh anggota Majelis Taklim Al-Minawwir Bekasi, Alwi Muhammad Alatas karena kasus penghinaan bendera tauhid. 

    Ia mengunggah postingan di akun Facebook-nya soal bendera teroris bukan panji nabi.

    Menurut Alwi, unggahan Abu Janda termasuk ke dalam penghinaan syariat Islam dan menyinggung perasaan umat muslim.

    Abu Janda juga pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh guru asal Jakarta bernama Mintaredja karena diduga menyebut Aksi Bela Tauhid sebagai aksi politik terselubung melalui media sosial.

    Ustaz Maaher At-Thuwailibi atau yang dikenal dengan nama Soni Eranata juga melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik.

    Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri terkait ujaran kebencian terhadap Natalius Pigai. 

    Abu Janda juga pernah berseteru dengan Maaher At-Thuwailibi. 

    Kala itu, Maaher pernah mengatakan bahwa Abu Janda dan Sukmawati Soekarnoputri layak dibunuh karena dianggap telah melakukan penistaan agama. 

    Maaher dituduh telah melakukan ancaman pembunuhan melalui media sosial. 

    Ia pun disebut telah melanggar pasal 28 dan 29 UU ITE. 

    Tak terima dengan tuduhan tersebut, Maaher melaporkan balik Abu Janda atas dugaan pencemaran nama baik. 

    Sebab, Abu Janda sempat menyampaikan ke awak media bahwa terorisme mempunyai agama, yaitu Islam dan gurunya adalah Maaher. 

    Selain itu, Abu Janda juga pernah berseteru dengan Wasekjen MUI Pusat, Tengku Zulkarnain atau Tengku Zul di media sosial. 

    Mereka saling beradu komentar untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. 

    Awalnya, Abu Janda beropini bahwa Islam merupakan agama arogan. 

    Pasalnya, kehadirannya di Indonesia disebut telah ‘menginjak-injak’ budaya lokal.

    Hal tersebut yang kemudian memantik amarah Tengku Zul hingga membuat pesan balasan. (TribunJakarta.com, Wartakota, Kompas.com, Wikipedia).

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Komnas HAM Kecam Ajudan Kapolri Pukul Jurnalis di Semarang

    Komnas HAM Kecam Ajudan Kapolri Pukul Jurnalis di Semarang

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam Ipda Endri Purwa Sefa, ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memukul jurnalis foto LKBN Antara Makna Zaezar saat meliput di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (5/4/2025).

    Komnas HAM menegaskan kekerasan terhadap jurnalis tidak dibenarkan karena kebebasan pers telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

    “Komnas HAM mengecam kekerasan terhadap jurnalis dan ini terjadi keberulangan yang kesekian kali,” kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah, Senin (7/4/2025).

    Selain konstitusi, lanjut Anis, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers juga menjamin kebebasan pers sebagai bagian dari hak asasi, sekaligus kontribusi dalam menjaga demokrasi di Indonesia.

    Untuk itu, Komnas HAM mendorong agar penegakan hukum dilakukan terhadap kasus dugaan kekerasan kepada jurnalis dan meminta pemerintah memastikan peristiwa serupa tidak terjadi kembali di masa yang akan datang.

    “Kami mendorong agar semua pihak termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah (untuk) menghormati, menjamin, dan melindungi kebebasan pers di Indonesia dalam menjalankan kerja-kerja jurnalismenya,” ujar Anis dikutip dari Antara.

    Sepanjang awal 2025, kekerasan terhadap jurnalis beberapa kali terjadi di Indonesia. Teranyar, pewarta foto Antara Makna Zaezar dipukul oleh ajudan kapolri, Ipda Endri saat meliput di Stasiun Tawang.

    Setelah kasus kekerasan kepada jurnalis itu viral dan menuai kecaman, Ipda Endri sang ajudan kapolri kemudian meminta maaf kepada Makna Zaezar di kantor LKBN Antara Biro Jawa Tengah, Semarang, Minggu (6/4/2025) malam.

    Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto, Direktur Pemberitaan Antara Irfan Junaidi, Makna Zaesar, dan Ipda Endri.

    “Saya menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media atas kejadian di Stasiun Tawang,” kata Endri dalam. Ia berharap ke depan dapat menjalankan tugas dengan lebih humanis dan profesional.

    Makna Zaesar menerima permintaan maaf tersebut. Namun, ia berharap tetap ada tindak lanjut secara institusional dari kepolisian atas insiden ajudan kapolri pukul jurnalis itu.

    Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menyatakan Polri menyesalkan insiden pemukulan jurnalis tersebut. Dalam prosedur pengamanan, lanjut dia tindakan emosional seharusnya dihindari.

  • Diisukan Sebagai Komisaris PT Jasa Marga, Ini Profil, Karier hingga Kontroversi Permadi Arya atau Abu Janda

    Diisukan Sebagai Komisaris PT Jasa Marga, Ini Profil, Karier hingga Kontroversi Permadi Arya atau Abu Janda

    PIKIRAN RAKYAT – Nama Permadi Arya sedang sedang trending di media sosial, pasalnya nama yang akrab disapa Abu Janda ini, dikabarkan menjadi komisaris PT Jasa Marga Tollroad Operator (JMTO).

    Munculnya nama Permadi Arya alias Abu Janda setelah ramainya ucapan selamat atas terpilihnya menjadi komisaris PT Jasa Marga Tollroad Operator.

    Permadi Arya dikenal sebagai penggiat di media sosial setelah mengunggah tulisan yang kerap kontroversi. Sejak saat itu namanya dikenal khalayak dan terus eksis dengan nama Abu Janda.

    Lantas, bagaimana sosok Permadi Arya? Dan apa latar belakang pendidikannya? Simak terus ulasannya!

    Siapa Permadi Arya?

    Dilansir dari sumber terpercaya, sosok bernama lengkap Heddy Permadi Arya pernah menjadi lawan debat Ustadz Felix Siauw di sebuah acara televisi swasta.

    Pria berasal dari Cianjur, Jawa Barat ini lahir pada 14 Desember 1973 dan berusia 52 tahun merupakan anak dari H.M. Sudjana dan Lina Herlina. Saat ini ia lebih dikenal sebagai pegiat dan pemengaruh (influencer) di media sosial dengan nama Abu Janda Al Boliwudi.

    Pendidikan

    Permadi Arya merupakan lulusan dari diploma di Informatic IT School Singapura (1997) dan menjadi Sarjana Business and Finance University of Wolverhampton Inggris (1999).

    Karier

    Permadi Arya pernah bergabung menjadi pegiat media sosial dan influencer tim sukses Joko Widodo di Pilpres 2019.

    Sebelumnya Permadi Arya alias Abu Janda pernah bekerja sebagai karyawan di berbagai perusahaan, dari perusahaan sekuritas, bank swasta hingga tambang batu bara (1999-2015).

    Kontroversi

    Berikut berbagai kontroversi Permadi Arya:

    · Kasus Hukum

    Cuitan Permadi Arya alias Abu Janda atas ‘Islam adalah agama arogan’ yang ia unggah di Twitter pada 1 Februari 2021, membuatnya terjerat kasus hukum ujaran rasisme kepada eks Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

    · Bendera Tauhid

    Permadi Arya dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh anggota Majelis Taklim Al-Minawwir Bekasi, Alwi Muhammad Alatas.

    Hal tersebut karena postingannya di akun Facebook mengenai bendera teroris bukan panji nabi, hal tersebut termasuk penghinaan syariat Islam dan menyinggung perasaan umat muslim.

    · Aksi Bela Tauhid

    Permadi Arya atau Abu Janda dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh guru asal Jakarta bernama Mintaredja karena menyebut Aksi Bela Tauhid sebagai aksi politik yang terselubung.

    · Pencemaran Nama Baik

    Ustaz Maaher At-Thuwailibi atau yang dikenal dengan nama Soni Eranata juga melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri atas pencemaran nama baik.

    Serta perseteruan dengan Ustaz Tengku Zulkarnain mantan Wasekjen MUI Pusat, ramai di media sosial, keduanya saling beradu komentar.

    Permadi Arya sendiri belum mengklarifikasi terkait isu dirinya menjadi komisaris PT Jasa Marga Tollroad Operator (JMTO). Meski sering bikin gaduh di media sosial, ia juga merupakan Wakil Sekretariat Bersama Koordinator Nasional relawan Prabowo Gibran di Pilpres.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Profil Permadi Arya Diduga Calon Komisaris di PT Jasamarga Tollroad Operator, Netizen Sindir 6 Kontroversinya

    Profil Permadi Arya Diduga Calon Komisaris di PT Jasamarga Tollroad Operator, Netizen Sindir 6 Kontroversinya

    PIKIRAN RAKYAT – Permadi Arya dikenal dengan nama Abu Janda masuk trending topik media sosial X karena kabar yang beredar luas soal penunjukannya sebagai Komisaris di PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO) hari ini Senin, 7 April 2025.

    Kabar ini membuat heboh netizen, banyak yang memberi ucapan selamat tapi sejumlah di antaranya terkesan sarkastis hingga komentar bernada sindiran, meramaikan linimasa dan meningkatkan popularitas topik ini.

    Ia dikenal sebagai pegiat media sosial yang seringkali menyampaikan pandangan-pandangan kontroversial, sehingga setiap berita yang melibatkan dirinya cenderung menarik perhatian publik.

    Profil Permadi Arya

    Ia memiliki nama asli Heddy Setya Permadi. Lahir di Cianjur, Jawa Barat pada 14 Desember 1973. Diploma Ilmu Komputer, Informatic IT School, Singapura (1997) dan Sarjana Business & Finance, University of Wolverhampton, Inggris (1999).

    Sebelum aktif di media sosial, Ia bekerja di berbagai perusahaan termasuk perusahaan sekuritas, bank swasta, dan tambang batu bara (1999-2015).

    Permadi Arya mulai aktif sebagai pegiat media sosial dan influencer sejak sekitar tahun 2016. Ia dikenal sebagai salah satu buzzer pendukung Jokowi, terutama pada Pilpres 2019.

    Pihaknya sring tampil di berbagai platform media sosial, terutama X dengan tagline “Melawan Teror dengan Humor”. Ia dikenal sebagai figur yang seringkali menyampaikan pandangan kontroversial dan menuai berbagai reaksi dari masyarakat.

    Kontroversi Permadi Arya

    1. Dugaan Ujaran Rasisme terhadap Natalius Pigai (2021)

    Ia dilaporkan ke polisi oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) soal cuitannya di X yang dianggap rasis pada mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. Cuitan ini mempertanyakan kapasitas Pigai dan menyinggung soal “evolusi”.

    2. Pernyataan Kontroversial tentang Agama Islam (2021)

    Cuitan Permadi Arya yang menyebut “Islam adalah agama arogan” juga menuai kecaman luas dan dilaporkan ke polisi atas dugaan penistaan agama. Ia mengklarifikasi, yang ia maksud adalah oknum atau kelompok tertentu yang membawa paham Wahabi dan Salafi dengan mudah mengharamkan tradisi lokal.

    3. Menghina Bendera Tauhid (2018)

    Pihaknya dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh anggota Majelis Taklim Al-Minawwir Bekasi karena postingannya di Facebook yang menyebut bendera tauhid sebagai “bendera teroris”. Hal ini dianggap sebagai penghinaan pada syariat Islam dan menyinggung perasaan umat Muslim.

    4. Menyebut Aksi Bela Tauhid sebagai Aksi Politik Terselubung (2018)

    Ia dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh seorang guru karena diduga menyebut Aksi Bela Tauhid sebagai aksi politik terselubung lewat media sosial.

    5. Dugaan Pencemaran Nama Baik Ustaz Maaher At-Thuwailibi (2019)

    Ustaz Maaher melaporkan Permadi Arya ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik karena menyebut “teroris punya agama, dan agamanya adalah Islam serta gurunya adalah Ustad Maaher”.

    6. Kritik Terhadap Kelompok Tertentu

    Dirinya dikenal sering melontarkan kritik keras pada kelompok-kelompok Islam konservatif dan gerakan seperti PA 212.

    Tanggapan Jasa Marga

    PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO) sudah memberi tanggapan resmi soal kabar penunjukan Permadi Arya sebagai komisaris perusahaan.

    Melalui akun Instagram resminya @jasamargatollroadoperator, JMTO menyatakan informasi tersebut tidak benar. Masyarakat diimbau selalu memverifikasi informasi lewat kanal resmi perusahaan.

    Namun, komentar bantahan akun Instagram JMTO ini sempat menghilang, menimbulkan pertanyaan dan spekulasi di kalangan netizen. Hingga saat ini, pernyataan resmi JMTO tetap menyatakan bahwa kabar tersebut tidak benar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jejak Digital Stefani di Balik Kasus Eks Kapolres Ngada Viral di Medsos, Kini Diburu Netizen

    Jejak Digital Stefani di Balik Kasus Eks Kapolres Ngada Viral di Medsos, Kini Diburu Netizen

    GELORA.CO –  Sebuah foto yang diduga menampilkan sosok perempuan berinisial SHDR alias Fani alias Stefani (20) viral di media sosial. Foto tersebut diunggah oleh akun Facebook @Viral Kupang – NTT pada Jumat, 28 Maret 2025, dan langsung menjadi perbincangan hangat di dunia maya.

    Fani sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menyeret mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Kasus ini berkaitan dengan dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang saat ini tengah ditangani oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Dalam unggahannya, akun @Viral Kupang – NTT mengungkap informasi mengejutkan, bahwa salah satu korban dalam kasus ini dikabarkan mengidap penyakit menular seksual.

    “Melalui edaran yang tercatat, setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap seorang korban, ditemukan adanya indikasi penyakit menular seksual,” tulis akun tersebut, dilansir dari Suara Flores Pikiran Rakyat, Sabtu, 29 Maret 2025.

    Tak hanya itu, akun tersebut juga mengklaim adanya dugaan bahwa mantan Kapolres Ngada turut mengidap penyakit serupa, berdasarkan laporan yang disebut telah disampaikan ke Komnas HAM.

    “Hal itu tergambar jelas pada edaran yang dilaporkan ke Komnas HAM. Dugaan kuat eks Kapolres Ngada tersebut mengidap penyakit menular seksual,” lanjut unggahan itu.

    Peran Fani dalam Kasus Kekerasan Seksual

    Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT sebelumnya telah menetapkan Fani sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan AKBP Fajar Widyadharma.

    Direskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, mengungkapkan bahwa Fani berperan sebagai pihak yang memasok seorang anak berusia enam tahun kepada AKBP Fajar di salah satu hotel di Kota Kupang.

    “Fajar mengenal Fani pada 10 Juni 2024 melalui aplikasi media sosial. Setelah saling mengenal, pada 11 Juni 2024 Fajar meminta Fani untuk mencarikan seorang anak di bawah umur,” ujar Kombes Pol Patar Silalahi dalam keterangannya pada 25 Maret 2025 belum lama ini.

    Fani, yang dijanjikan imbalan sebesar Rp3 juta, kemudian mengajak seorang anak yang dikenalnya. Saat itu, anak tersebut masih berusia lima tahun. Anak itu dibawa berjalan-jalan di Kota Kupang, lalu diajak makan bersama sebelum akhirnya dibawa ke hotel tempat Fajar menginap.

    Sekitar pukul 20.00 WITA, anak tersebut dibawa masuk ke kamar yang telah ditempati oleh Fajar. Ketika anak itu tertidur, Fajar diduga melakukan aksi bejatnya serta merekam perbuatannya.

    “Fani kemudian meninggalkan korban yang tengah tertidur di kamar tersebut. Sekitar pukul 01.00 WITA, korban terbangun dan Fajar meminta Fani untuk mengantarnya kembali ke rumah,” lanjut Patar.

    Dalam perjalanan pulang, Fani diduga meminta korban agar tidak menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orangtuanya. Sebagai imbalan, korban diberikan uang sebesar Rp100 ribu.

    Fani Terancam Hukuman Berat

    Dengan penetapan Fani sebagai tersangka, kini terdapat dua orang tersangka dalam kasus ini. Fani dijerat dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Pasal 17 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

    Kasus ini terus bergulir dan menjadi perhatian publik, terutama masyarakat NTT. Polda NTT memastikan akan terus melakukan penyelidikan mendalam guna mengungkap semua fakta terkait kasus ini.

    Sementara itu, warganet terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan penuh perhatian, terutama setelah foto Fani beredar luas di media sosial.***