NGO: Komnas HAM

  • Bukti Baru OCI: Ada Anak yang Diserahkan Sukarela oleh Orangtuanya

    Bukti Baru OCI: Ada Anak yang Diserahkan Sukarela oleh Orangtuanya

    Bukti Baru OCI: Ada Anak yang Diserahkan Sukarela oleh Orangtuanya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kuasa hukum
    Oriental Circus Indonesia
    (OCI),
    Hamdan Zoelva
    , mengungkap bukti baru bahwa ada mantan
    pemain sirkus OCI
    yang diserahkan secara sukarela kepada pendiri OCI, Hadi Manangsang.
    Ia menegaskan, berdasarkan hasil verifikasi bersama
    Komnas HAM
    , mayoritas anak-anak yang tumbuh dan besar di OCI diserahkan secara sukarela oleh orang tua atau yayasan.
    “Ternyata kita temukan bukti bahwa sebagian besar anak-anak ini diserahkan oleh orangtuanya sendiri,” ujar Hamdan di kantornya, Selasa (7/5/2025).
    Menurut Hamdan, para orangtua menyerahkan anak-anak mereka dengan iktikad baik karena alasan ekonomi.
    Mereka berharap anak-anak itu dapat diasuh dan dididik oleh OCI.
    “Di surat keterangan para orang tua, mereka meminta anaknya untuk dipelihara, dididik, dan dibesarkan karena tidak mampu secara ekonomi. Semua dokumen lengkap, dan itu hasil penyelidikan bersama Komnas HAM,” ujarnya.
    Meski demikian, ia mengakui ada beberapa anak yang asal-usulnya belum dapat dilacak hingga kini.
    “Memang ada beberapa anak yang kami cari, tapi tidak ditemukan orang tuanya. Namun sebagian besar sudah jelas,” tambah Hamdan.
    Terkait tuduhan bahwa anak-anak OCI tidak mendapatkan pendidikan layak, Hamdan menjelaskan bahwa sejak awal OCI telah memberikan pendidikan dasar yang disesuaikan dengan kondisi keliling (nomaden) kelompok sirkus.
    “Pendidikan yang diberikan memang standar, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Tapi yang paling ditekankan adalah pendidikan keterampilan. Setelah ada rekomendasi dari Komnas HAM, beberapa anak kemudian disekolahkan secara formal. Seperti Debora, ada ijazahnya,” jelasnya.
    Hamdan juga menceritakan pengalamannya saat ikut mencari data dan jejak anak-anak OCI pada masa itu, termasuk masuk ke wilayah-wilayah kumuh di Jakarta Barat dan sekitarnya.
    “Saya masuk ke gang-gang kecil, ke tempat-tempat kumuh, menemukan anak-anak yang awalnya tidak terdata menjadi jelas identitasnya,” jelas dia.
    “Semua itu kami lakukan dalam rangka menjalankan rekomendasi Komnas HAM, yang meliputi asal-usul, pendidikan, serta tidak adanya tindakan melanggar HAM,” ungkapnya.
    Ia menambahkan, tidak pernah ada tindakan penculikan atau penyembunyian anak seperti yang dituduhkan.
    “Pak Hadi (pendiri OCI) tidak pernah mengambil anak orang. Semua diserahkan secara resmi oleh orang tua atau yayasan,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Pemain Sirkus OCI Minta Kapolri Buka Kembali Kasus yang Sudah SP3 Sejak 1999 – Page 3

    Eks Pemain Sirkus OCI Minta Kapolri Buka Kembali Kasus yang Sudah SP3 Sejak 1999 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang pernah tampil di Taman Safari Indonesia, mendatangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (6/5/2025).

    Kedatangan mereka untuk menyerahkan surat permintaan resmi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar membuka kembali kasus yang sempat dihentikan pada 1999.

    Kasus ini awalnya dilaporkan oleh salah satu korban bernama Vivi Nurhidayah ke Bareskrim Polri pada 6 Juni 1997, dengan nomor laporan polisi: LP/60/V/1997/Satgas. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Komnas HAM, penyidikan kasus tersebut telah dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dua tahun kemudian.

    “Padahal, dugaan pelanggaran yang dilaporkan sangat jelas, yaitu Pasal 277 KUHP tentang penghilangan identitas seseorang. Dalam kasus ini, bukan hanya Vivi, tapi puluhan korban lain juga tidak mengetahui siapa orang tua kandung mereka,” ujar kuasa hukum para korban, M. Soleh di Bareskrim Polri.

    Soleh menegaskan, pihaknya tidak ingin membuat laporan baru karena terbentur masa kedaluwarsa kasus yang sudah lebih dari 20 tahun. Sebaliknya, ia meminta Bareskrim mencabut SP3 dan melanjutkan proses hukum.

    Jika tidak ada tanggapan dari kepolisian, Soleh menyatakan pihaknya siap menempuh jalur praperadilan.

    “Kami minta kasus ini dibuka kembali. Jika tidak, kami akan mengajukan praperadilan karena ada indikasi pelanggaran prosedur dalam penghentian perkara,” tegasnya.

    Lebih lanjut, ia juga menyoroti dugaan kekerasan yang dialami para korban sejak usia anak-anak hingga dewasa oleh pihak OCI. Bahkan, menurutnya, sebanyak 60 anak balita diduga dipisahkan dari orang tuanya dan tidak pernah diakui oleh pihak sirkus maupun pengelola Taman Safari.

  • Jaksa KPK Hadirkan Riezky Aprilia dan Saeful Bahri di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    Jaksa KPK Hadirkan Riezky Aprilia dan Saeful Bahri di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persidangan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kembali bergulir hari ini, Rabu (7/5/2025)

    Dalam sidang beragendakan pemeriksaan saksi kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan dua pihak.

    “Saksi untuk sidang terdakwa Hasto Kristiyanto, Rabu, eks anggota DPR dari Fraksi PDIP Riezky Aprilia dan kader PDIP Saeful Bahri,” kata Jaksa Budi Sarumpaet dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).

    Terungkap sebelumnya bahwa Hasto berjanji akan merekomendasikan Riezky Aprilia untuk posisi Komisioner Komnas HAM atau komisaris BUMN, bila bersedia menyerahkan kursi DPR kepada Harun Masiku. 

    Riezky dan Harun merupakan kader PDIP yang bersaing untuk memperebutkan kursi di Dapil I Sumatera Selatan pada pemilihan legislatif 2019.

    Riezky berhasil meraih suara terbanyak kedua, berhak menggantikan posisi Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia, sementara Harun meraih suara terbanyak keenam tetapi mendapat dukungan dari Hasto untuk menggantikan Nazaruddin.

    Pernyataan ini disampaikan oleh Tim Biro Hukum KPK saat membacakan tanggapan atas dalil dan permohonan Hasto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (6/2/2025).

    “Pada tanggal 31 Agustus 2019, KPU menetapkan bahwa untuk Dapil DPR Sumsel I, DPP PDI Perjuangan memperoleh 1 kursi dengan calon terpilih atas nama Riezky Aprilia,” kata Tim Biro Hukum KPK.

    Pada 23 September 2019, pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah menghubungi Riezky untuk bertemu di kantor DPP PDIP. Namun, Riezky sedang berada di Singapura.

    Hasto kemudian mengutus kader PDIP, Saeful Bahri, untuk menemui Riezky di Shangri-La Orchard Hotel Singapore pada 25 September 2019.

    Saeful menyampaikan pesan dari Hasto kepada Riezky.

    “Diutus dan diperintah oleh pemohon [Hasto] dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberikan rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM atau Komisaris BUMN,” ujat Tim Biro Hukum KPK.

    Dr. Riezky Aprilia, S.H., M.H. (Kolase Tribunnews/Wikipedia)

    Pengunduran diri Riezky dimaksudkan agar Harun dapat menjadi caleg terpilih dari Dapil I Sumsel, namun Riezky menolak dan menyatakan akan melawan.

    “Mengetahui hal tersebut, pemohon selaku Sekjen PDI Perjuangan tetap mengupayakan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumatera Selatan,” kata Tim Biro Hukum KPK.

    Hasto Kristiyanto didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai caleg pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019–2024. 

    Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menyebut, Hasto secara bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, menyuap Wahyu Setiawan.

    Dalam pembacaan dakwaan, jaksa membeberkan nominal suap ini berjumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta. 

    Selain pasal penyuapan, jaksa juga mendakwa Hasto menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi Harun Masiku sebagai tersangka.

    Perintangan penyidikan ini dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah Wahyu Setiawan ditangkap KPK. 

    “Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” kata Jaksa Wawan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. 

  • Mantan Pemain Sirkus OCI Datangi Bareskrim, Tagih Kejelasan Kasus Eksploitasi

    Mantan Pemain Sirkus OCI Datangi Bareskrim, Tagih Kejelasan Kasus Eksploitasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan pemain sirkus pada kelompok Oriental Circus Indonesia (OCI) mendatangi Bareskrim Mabes Polri pada Selasa (6/5/2025).

    Kuasa Hukum Pelapor, Muhammad Sholeh menyampaikan kedatangan pihaknya itu dilakukan untuk meminta kejelasan soal SP3 perkara dugaan eksploitasi sejak 1997.

    “Hari ini kita datang ke Mabes Polri terkait mempertanyakan surat SP3 terhadap laporan Saudara Vivi tahun 1997. Yang mana menurut informasi dari Komnas HAM tahun 1999 sudah dikeluarkan SP3,” ujarnya di Mabes Polri, Selasa (6/5/2025).

    Dia menyayangkan bahwa informasi itu justru diperoleh dari Komnas HAM, bukan dari kepolisian. Oleh karena itu, pihak pelapor ingin mengetahui terkait alasan kepolisian menetapkan SP3 terkait kasus tersebut.

    Oleh karena itu, kubu pelapor mendesak agar Mabes Polri bisa menjelaskan soal keputusan SP3 terkait laporan yang teregister nomor LP/60/V/1997/Satgas tertanggal 6 Juni 1997.

    “Terkait dengan yang di Mabes Polri harapan kita mestinya Mabes Polri harus membuka kembali SP3 itu,” imbuhnya.

    Sholeh menekankan, pihaknya tidak akan membuat laporan baru terkait dengan perkara ini. Sebab, apabila dibuatkan laporan baru maka akan muncul persoalan lain terkait pasal kadaluarsa.

    “Sebab, kalau kita laporan hari ini tentu akan tersangkut dengan pasal kadaluarsa, sebab kasus ini sudah lebih dari 20 tahun,” pungkasnya.

  • BPS Rilis Kondisi Ketenagakerjaan di Jakarta 2025, Pengangguran Bertambah per Februari 2025

    BPS Rilis Kondisi Ketenagakerjaan di Jakarta 2025, Pengangguran Bertambah per Februari 2025

    TRIBUNJAKARTA.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis kondisi terbaru ketenagakerjaan di Jakarta tahun 2025.

    Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2025, jumlah angkatan kerja di Jakarta yakni sebanyak 5,47 juta orang.

    Jumlah tersebut bertambah 41,62 ribu orang dibanding Februari 2024.

    Penambahan jumlah angkatan kerja ini terjadi karena Penduduk Usia Kerja (PUK) yang cenderung meningkat setiap tahun. Faktornya karena adanya pertambahan penduduk di wilayah DKI Jakarta.

    Meski demikian, penambahan jumlah angkatan kerja tersebut faktanya juga dibarengi dengan jumlah pengangguran di Jakarta.

    Menurut data Sakernas, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jakarta pada Februari 2025 yakni sebesar  6,18 persen. Hal ini berarti dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar 6 orang penganggur.

    Jumlah tingkat pengangguran terbuka ini, alami peningkatan sebesar 0,15 persen jika dibandingkan dengan Februari 2024.

    Sementara jika diurutkan berdasar jenis kelamin, jumlah tingkat pengangguran terbuka laki-laki per Februari 2025 sebesar 6,77 persen, lebih tinggi dibanding tingkat pengangguran terbuka perempuan
    yang sebesar 5,29 persen.

    TPT laki-laki mengalami peningkatan sebesar 0,64 persen poin, sementara TPT perempuan turun 0,58 persen poin dibandingkan pada Februari 2024.

    Adapun dari keseluruhan jumlah keseluruhan, TPT terbanyak dialami oleh tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan jumlah 9,07 persen.

    Sementara TPT yang paling rendah berasal dari pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu 3.00 persen.

    Banyak orang di PHK

    Sementara itu, tenaga kerja di Indonesia kini semakin dihantui oleh bayang-bayang PHK.

    Dikutip dari situs resmi Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), ada sebanyak 18.610 orang dilaporkan kena PHK dalam kurun waktu dua bulan.

    Data tersebut diambil pada periode bulan Januari-Februari 2025.

    Berdasar data tersebut, DKI Jakarta jadi provinsi kedua dengan gelombang PHK terbanyak setelah Jawa Barat.

    Adapun di Provinsi Jawa Barat, tercatat ada 10.677 orang dilaporkan kena PHK pada Januari-Februari 2025.

    Sementara di DKI Jakarta, jumlah pekerja yang kena PHK pada periode waktu tersebut berjumlah 2.650 orang.

    Alih-alih memberikan perlindungan kepada kaum buruh, Presiden RI Prabowo Subianto menyebut bakal membentuk satgas atau satuan tugas khusus sebagai respons terhadap maraknya fenomena PHK di Indonesia.

    Hal ini dumumkan secara langsung oleh Prabowo saat menghadiri peringatan Hari Buruh di Monas, Jakarta Pusat, pada 1 Mei 2025.

    Menurut Prabowo, pembengtukan Satgas ini diharapkan dapat mencegah terjadinya PHK secara tidak bertanggung jawab atau sewenang-wenang oleh pihak perusahaan.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli pun memastikan bahwa Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bakal segera diluncurkan.

    Ia menjelaskan, pemerintah kini masih menyiapkan regulasi serta tugas-tugas dari satgas tersebut.

    Selain melibatkan serikat pekerja, pengusaha juga akan masuk jadi bagian dari tim satgas.

    Nantinya satgas ini juga akan memiliki tugas untuk mengkoordinasikan penciptaan lapangan kerja.

    Jika terjadi PHK, satgas diharapkan mampu memberikan informasi juga soal peluang kerja.

    “Aturan (soal satgas) sedang disiapkan. Segera. Kami terlibat. Pak Presiden mintanya segera,” ujar Yassierli di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

    (TRIBUNJAKARTA/KOMPAS.COM)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.

  • Banyak Kritik, Kanwil Kemenham Dukung Pendidikan Militer Ala Dedi Mulyadi

    Banyak Kritik, Kanwil Kemenham Dukung Pendidikan Militer Ala Dedi Mulyadi

    JABAREKSPRES.COM, BANDUNG – Kebijakan pendidikan militer ala Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menuai beragam kritik. Tapi di sisi lain juga ada pihak yang mendukung.

    Salah satunya dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat, Hasbullah. Ia menilai program tersebut masih belum ada indikasi pelanggaran HAM.

    Hasbullah menjelaskan, kebijakan yang sudah berjalan itu memang masih banyak perdebatan. Karena memang belum ada kajian mendalam.

    Potensi pelanggaran itu tergantung dari mana melihat. Misalnya masyarakat khawatir saat pendidikan berjalan lalu jika ada siswa yang berbuat salah maka pelajar akan mendapat pukulan. “Tapi apa yang dipublikasi oleh beliau (Dedi Mulyadi.red) saya lihat di Youtube-nya, itu tidak terjadi,” jelasnya.

    Apalagi, lanjut Hasbullah, peserta yang menjalani pendidikan militer itu juga atas persetujuan orang tua. Artinya ada kesanggupan dan keihlasan dari orang tua sebagai wali dari anak tersebut. “Orang tuanya kan ikhlas juga,” tuturnya.

    Hasbullah berpendapat, masalah kenakalan remaja itu memang sudah cukup akut. Peristiwa kekerasan, tawuran hingga aksi kriminal yang dilakukan anak – anak atau remaja adalah fenomena yang memprihatinkan. Namun di sisi lain, belum banyak solusi atau kebijakan jitu.

    “Beliau (Dedi Mulyadi.red) karakternya lebih ke orang yang pragmatis ya. Jadi mungkin sudah jenuh dengan penyelesaian diskusi atau seminar. Jadi ambil kebijakan,” jelasnya.

    Hasbullah malah berharap pihaknya bisa dilibatkan dalam berbagai program Pemprov. Karena tentu banyak juga program yang bersentuhan dengan HAM.

    Sebelumnya, kritik terkait program itu juga mengalir dari berbagai pihak. Misalnya, Guru Besar UPI, Prof. Cecep Darmawan, menyarankan agar kebijakan ini dikaji lebih matang, karena TNI bukan solusi tunggal untuk semua persoalan.

    Lalu Ketua Fraksi PPP Jabar, Zaini Shofari, juga menyarankan optimalisasi peran Guru BK serta opsi pendidikan berbasis pesantren. Termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), turut memberikan kritikan terhadap kebijakan orang nomor 1 di Jawa Barat tersebut. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang.(son)

  • Dewan Pers perkuat perlindungan pers lewat MoU dengan LPSK

    Dewan Pers perkuat perlindungan pers lewat MoU dengan LPSK

    Bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI.

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Pers memperkuat komitmen perlindungan terhadap jurnalis dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan perlindungan kerja pers sebagai saksi dan atau korban tindak pidana di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Senin.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan apresiasinya atas terwujudnya kerja sama tersebut.

    Ninik Rahayu mengatakan bahwa MoU ini sebagai langkah penting yang lebih maju dari sebelumnya, mengingat perjanjian sebelumnya telah berakhir sejak September 2024.

    “Memang sempat ada keterlambatan, tetapi kami bersyukur di akhir masa jabatan periode 2022—2025 ini, kerja sama ini bisa disegerakan,” kata Ninik.

    Dikatakan pula bahwa masih ada sejumlah perjanjian kerja sama (PKS) lanjutan yang ingin difinalisasi, bahkan dengan penambahan mitra dari lembaga-lembaga yang selama ini sudah terjalin baik.

    Menurut dia, lembaga pers terdiri atas dua entitas, yaitu media dan jurnalis, yang keduanya rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam menjalankan profesinya.

    Ia menegaskan bahwa jurnalis merupakan pembela hak konstitusional warga negara atas informasi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD NRI Tahun 1945.

    Dalam konteks ini, lanjut dia, insan pers memerlukan dukungan penuh, baik dalam mencari, mengolah, menyimpan, memproduksi, maupun menyebarkan informasi.

    “Terlebih saat ini bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI,” ujarnya.

    Ninik menyoroti bahwa banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak ditangani dengan tuntas. Beberapa kasus berhenti di tahap penyelidikan, sementara lainnya bahkan tak sempat diproses karena korban belum berani melapor.

    Ketua Dewan Pers ini mencatat peningkatan jumlah kekerasan yang tak tertangani, termasuk kasus doxing dan perusakan alat kerja, seperti yang dialami oleh jurnalis Tempo beberapa waktu lalu.

    “Kami berharap LPSK juga dapat memperluas perlindungan, termasuk terhadap alat kerja jurnalis, website, hingga percakapan digital seperti WhatsApp yang sering kali menjadi sasaran serangan,” tambah Ninik.

    Lebih lanjut dia mendorong pembentukan Satuan Tugas Nasional Perlindungan Jurnalis yang melibatkan LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga independen lainnya. Perlindungan ini harus secara sistematis dan terintegrasi, mencakup pencegahan dan percepatan penanganan.

    “Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti di penandatanganan saja, tetapi ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang lebih perinci siapa melakukan apa, dengan cara apa, kapan, dan bagaimana evaluasinya,” tegasnya.

    Ia juga menitipkan perhatian khusus pada jurnalis kampus yang kerap menghadapi tekanan saat menyampaikan kebenaran.

    “Upaya pemulihan terhadap mereka sering kali belum maksimal. Mereka membutuhkan dukungan agar hak untuk mendapatkan keadilan, pengungkapan kebenaran, dan pemulihan benar-benar terpenuhi,” ucap Ninik.

    Sementara itu, Ketua LPSK Brigjen Pol. Purn. Achmadi menyambut baik kerja sama ini dan menilai MoU tersebut penting untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers.

    Brigjen Pol. Purn. Achmadi berharap pembahasan lanjutan dapat segera dilakukan untuk menindaklanjuti poin-poin teknis dalam kerja sama tersebut.

    “Kami juga menyambut baik upaya-upaya perlindungan terhadap pers dalam rangka jaminan pelaksanaan kemerdekaan pers itu sendiri,” pungkas Brigjen Pol. Purn. Achmadi.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Eks Karyawan PT Timah Tagih Janji Pesangon Rp 35 M

    Eks Karyawan PT Timah Tagih Janji Pesangon Rp 35 M

    Jakarta

    Forum Komunikasi Keluarga Besar Mantan Karyawan PT Timah Tbk (FKKB MKT) pertanyakan janji pemerintah terkait pesangon kepada 17.243 karyawan Timah yang terdampak restrukturisasi tahun 1995 sebesar Rp 35 miliar. Adapun janji tersebut sebelumnya telah disetujui pemerintah dan DPR pada tahun 2007.

    Kasus ini kembali disuarakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) FKKB MKT dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

    Juru Bicara FKKB MKT Suryadi Saman menuturkan, janji tertulis tersebut belum juga dibayarkan setelah pemerintah dan DPR berganti periode. Hingga saat ini, ia menyebut persoalan berlarut-larut hingga 18 tahun.

    “Kenapa setelah 18 tahun, sampai dengan hari ini, sudah beberapa periode, sudah 18 tahun, itu tidak bisa diselesaikan yang Rp 35 miliar ini,” kata Suryadi dalam RDPU bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

    Ia menjelaskan, perjuangan pihaknya dimulai sejak 27 November 1997, dengan melakukan gugatan atas dugaan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Pangkal Pinang.

    Dalam pengadilan, PN memutuskan tidak berwenang untuk mengadili lebih lanjut kasus tersebut. Sedangkan gugatan yang dilayangkan ke Mahkamah Agung dinyatakan tidak lengkap.

    Pada 4 Agustus 1999, FKKB MKT mencapai kesepakatan bersama yang tertuang dalam NKB PT Timah, di mana kewajiban tersebut akan dituntaskan. Kemudian pada 12 Seprember 2007, pemerintah dan DPR menyetujui pemberian pesangon FKKB MKT sebesar Rp 35 miliar melalui APBN-P.

    Akan tetapi, ketetapan tersebut dibatalkan Kementerian BUMN pada tanggal 24 Januari 2008 untuk melalukan kajian hukum lantaran kasus tersebut belum pernah terjadi di Indonesia.

    Suryadi menjelaskan, persoalan yang terjadi dalam kasusnya ada dua. Pertama, adanya pembohongan publik, lantaran dalam sebuah rapat Kementerian BUMM, manajamen PT Timah menyatakan tidak ada lagi persoalan dengan para karyawan.

    “Dikatakan juga di sini, berdasarkan laporan PT Timah Tbk, dikatakan sudah tidak ada permasalahan menyangkut ketenagakerjaan mengingat PT Timah Tbk telah memenangkan di tingkat Mahkamah Agung,” ungkapnya.

    Padahal, Suryadi mengaku tidak pernah digunakan dan tidak pernah menerima kekalahan di persidangan hingga saat ini. Ia menyebut, hal tersebut yang disampaikan kala itu agar hak para karyawan PT Timah tidak diberikan oleh negara.

    “Itu masalah kebohongan yang dilakukan oleh Direksi atau manajemen PT Timah pada tahun 2008,” ungkapnya.

    Persoalan kedua, terang Suryadi, Komnas HAM sempat mengeluarkan surat rekomendasi pada tahun 2011 agar karyawan dan manajemen PT Timah melakukan audiensi. Akan tetapi, audiensi kedua pihak tersebut belum terselenggara hingga saat ini.

    “Jadi kemunafikan ini menyebabkan masalah ini berlarut-larut,” tegasnya.

    Ia juga mengaku sempat menyurati Direktur PT Timah sebelum ada keputusan perubahan direksi berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) beberapa waktu lalu. Namun begitu, FKKB MKT tidak mendapat hasil yang memuaskan.

    “Ini bukan lagi bicara masalah nilai, kalau hanya dikalikan dengan nilai hanya Rp 2 juta rupiah saja satu orang itu. Kami mohon pengertian, kami bicara memperjuangkan harga diri,” tutupnya

    (rrd/rrd)

  • Warga Jakarta Minta Pramono Tiru Dedi Mulyadi yang Kirim Siswa Nakal ke Barak: Tak Bahaya – Halaman all

    Warga Jakarta Minta Pramono Tiru Dedi Mulyadi yang Kirim Siswa Nakal ke Barak: Tak Bahaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah warga di Jakarta Timur (Jaktim) menyarankan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung agar meniru Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang membawa siswa bermasalah ke barak TNI guna dibina.

    Djana, salah satu warga Jaktim, menganggap pembinaan oleh militer selama setengah hingga satu tahun bisa memperbaiki perilaku para siswa nakal

    Djana (63) mendukung kebijakan karena menilai pembinaan militer yang dilakukan selama enam bulan hingga satu tahun tersebut dapat mengubah perilaku anak-anak menjadi lebih baik.

    “Itu memang bagus dilakukan, apalagi untuk anak yang suka tawuran, suka berantem itu wajib dididik sama TNI,” ujar Djana di Jatinegara, Jaktim, Sabtu, (3/5/2025), dikutip dari Tribun Jakarta.

    Dia mengatakan pembinaan itu tidak akan membahayakan para siswa karena programnya berbeda dengan pelatihan untuk tentara.

    Djana mengaku sudah bosan melihatnya banyak kasus tawuran yang melibatkan siswa

    “Harusnya ya kalau mau membina anak menjadi lebih baik Jakarta meniru program Dedi Mulyadi. Karena memang program itu bagus, kan enggak ada salahnya meniru hal yang bagus,” ujar Djana.

    Sepertin Djana, Ucok Siahaan (55), ingin program yang diluncurkan Dedi Mulyadi itu ditiru oleh Pramono Anung.

    “Kalau saya sangat setuju, itu untuk mengurangi kasus tawuran siswa dan pemuda. Walaupun mungkin ada yang enggak setuju tapi saya lihat lebih banyak sisi positifnya,” kata Siahaan.

    Dia menyebut anak-anak perlu dididik disiplin supaya tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

    Menurut dia, pembinaan secara militer bisa menjadi cara mengubah perilaku dan pola pikir anak, tanpa menghilangkan kewajiban anak sekolah untuk belajar.

    Herfianto (30), warga Jaktim lainnya, turut mendukung Pramono agar meniru kebijakan Dedi.

    Kata dia,  sanksi yang dijatuhkan oleh Pemprov DKI Jakarta belum mampu membuat jera para siswa nakal. Sanksi itu misalnya pencabutan KJP.

    “Kadang saya kasihan melihat orang tua dan guru yang dipanggil ke kantor polisi untuk mengurus anak-anak mereka yang tertangkap tawuran, tapi anaknya malah enggak jera,” kata Herfianto.

    “Kalau saya sih mengapresiasi program Pak Dedi Mulyadi. Mungkin bisa dijadikan contoh di Jakarta, maupun Gubernur di daerah lainnya. Karena sekarang tawuran ada di mana-mana,” katanya.

    Penolakan Pramono dan Kritik dari Komnas HAM

    Di sisi lain, Pramono menolak kebijakan pengiriman siswa nakal ke barak militer diterapkan di Jakarta.

    Dia tidak menjelaskannya dengan rinci. Menurut Pramono, dia dan Jakarta punya cara tersendiri.

    “Jakarta punya kebijakan tersendiri, terima kasih,” kata dia ketika ditemui di Balai Kota Jakarta, Jumat, (2/5/2025).

    Sementara itu, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) tidak sapakat dengan kebijakan Dedi Mulyadi.

    Menurut Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro, pengiriman siswa nakal akan melanggar hak anak.

    Atnike pun memperingatkan bahwa mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah, terlebih, jika dilakukan kepada anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.

    “Oh iya dong (keliru). Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur,” katanya saat ditemui di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).

    Selain itu, TNI juga tidak mempunyai kewenangan untuk mendidik pelajar dalam bentuk ‘wajib militer’.

    “Itu bukan kewenangan TNI melakukan edukasi-edukasi civic education,” ujar Atnike. 

    Pelibatan TNI dalam kegiatan pendidikan hanya dapat dibenarkan jika bersifat mengenalkan profesi, seperti melalui kunjungan ke markas TNI atau lembaga publik lain.

    Namun, jika dilakukan dalam bentuk pendidikan militer, apalagi sebagai bentuk hukuman, hal itu keliru dan melanggar prinsip hak anak.

    “Pendidikan karier ke markas TNI, rumah sakit, atau tempat kerja itu boleh saja. Tapi kalau dalam bentuk pendidikan militer, itu mungkin tidak tepat,” katanya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Warga Minta Gubernur Pramono Tiru Dedi Mulyadi Kirim Siswa Bermasalah ke Barak TNI: Gak Ada Salahnya
    Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir

    (Tribunnews/Febri/Rifqoh/Fersianus Waku/Tribun Jakarta/Bima Putra

  • Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…

    Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…

    Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dalam beberapa waktu terakhir, Wakil Presiden (Wapres)
    Gibran Rakabuming Raka
    terus menunjukkan komitmen yang kuat agar kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kian berkembang di Indonesia.
    Dalam sejumlah kesempatan, Gibran bahkan kerap mendatangi kegiatan di sekolah maupun universitas yang tengah menyelenggarakan kegiatan bertemakan AI. Seperti pada Jumat (2/5/2025) kemarin, putra Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu menyambangi Binus University, BSD, Tangerang Selatan untuk berbicara tentang AI di depan mahasiswa.
    Dalam kesempatan itu, Gibran mengatakan pelajaran AI akan masuk ke SD, SMP, SMA, dan SMK mulai tahun ajaran baru nanti.
    “Beberapa hari lalu kita ratas, dengan Pak
    Menteri Pendidikan
    juga. Nanti di tahun ajaran baru kita mulai memasukkan
    kurikulum AI
    , pelajaran AI di SD, SMP, SMA, SMK juga,” ujar Gibran.
    Pada 12 Maret lalu, saat menyambangi SMA 66 Jakarta, Gibran memang sempat mendorong agar AI masuk dalam kurikulum di sekolah. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah kemudian menyambut hal ini dan menyatakan bahwa pelajaran coding serta AI akan mulai diajarkan di Kelas 5 SD hingga SMA.
    Menurut Gibran, AI tidak akan menggantikan tugas manusia, tetapi justru membantu meningkatkan produktivitas yang ada.
    “(Bisa) bikin video lucu, grafis-grafis gitu ya. Tapi, intinya bukan itu ya, kita intinya ingin mempermudah tugas-tugas sehari-hari kalian, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kreativitas,” ujar Gibran, saat menjadi juri dalam seminar di sekolah tersebut.
    Gibran menilai, adaptasi penggunaan AI perlu segera dilakukan agar anak muda Indonesia tidak tertinggal dengan anak muda dari negara lain, yang telah lebih dulu memanfaatkannya.
    “Di negara-negara lain, pemerintahnya sudah mendorong anak-anak muda untuk menggunakan AI. Kita enggak boleh ketinggalan,” ujar Gibran saat menghadiri acara Talkshow & Showcase Inovasi AI bertajuk Artificial Intelligence: Shaping Indonesia’s Future di Universitas Pelita Harapan (UPH) Kampus Lippo Village, Karawaci, Tangerang, Banten, pada 20 Maret lalu.
    Meski Gibran terus mendorong penggunaan AI di Tanah Air, bukan berarti keberadaannya tidak menghadapi tantangan.
    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar khawatir, kemudahan yang ditawarkan AI dalam memproduksi sesuatu, justru akan menjadi sebuah kemunduran dan krisis.
    “Kita juga menghadapi tantangan kemunduran dan krisis akibat kemajuan teknologi. Kita menjadi malas berpikir,” kata Muhaimin dalam acara Waisak Nasional PKB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2025).
    Ia menilai, kehadiran AI membuat budaya semakin ditinggalkan. Meskipun, ia tak memungkiri bahwa keberadaannya memudahkan kinerja manusia.
    “Kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat. Bahkan kita berkedip saja, teknologi baru sudah muncul di depan mata kita. Adanya artificial intelligence ini salah satu kebutuhan nyata memudahkan cara kerja dan pola hidup kita,” ucap Muhaimin.
    Karena memiliki kelebihan dan kekurangan, Ketua Umum PKB ini meminta masyarakat lebih bijak dalam menggunakan AI.
    “Sangat rentan jika nilai-nilai agama yang menjadi fondasi kehidupan kita akan terus tergerus dan tidak memiliki relevansi dengan zamannya,” tandasnya.
    Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menilai, AI sulit dikuasai pekerja Indonesia. Sebab, mayoritas pekerja di RI belum menjalani pendidikan hingga perguruan tinggi.
    Sebanyak 52 persen pekerja RI lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, 36 persen lainnya yang merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
    “Kami diamanahkan juga untuk mempersiapkan pekerja, untuk bekerja. Makanya kita punya
    vocational training center
    , balai-balai latihan kerja tersebar di Indonesia. Kita latih, ada program yang namanya
    skilling, reskilling, upskilling
    ,” ujar Menaker di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
    “Tapi Bapak dan Ibu bisa bayangkan, negara lain
    skilling, upskilling, reskilling
    menyiapkan untuk tema-temanya itu adalah siap dengan AI, siap dengan
    green economy
    (ekonomi hijau). Tapi potret pekerja kita 88 persen lulusan SMA dan SMK. Tidak mudah kita kemudian
    reskilling
    mereka,
    upskilling
    mereka untuk menghadapi itu semua,” jelasnya.
    Di sisi lain, untuk lulusan perguruan tinggi ternyata masih banyak yang menganggur.
    Pemerintah tengah menyiapkan regulasi setingkat Peraturan Presiden (Perpres) guna mengatur perkembangan teknologi AI secara lintas sektor.
    Langkah ini diambil sebagai respons atas pesatnya perkembangan AI dan meningkatnya kekhawatiran global terhadap potensi dampaknya.
    “Mungkin akan dibuat satu peraturan setingkat Perpres yang mungkin agar bisa mengatur lintas sektor perkembangan AI ini,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia (Wamenkomdigi) Nezar Patria di Kemenko PMK, Selasa (29/4/2025).
    Selain itu, sejumlah regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), serta aturan tentang perlindungan anak di ruang digital sudah tersedia.
    “Kita coba melakukan assessment, kita berada di mana di tengah perkembangan global itu, sehingga dibutuhkan regulasi-regulasi yang tepat,” ujar Nezar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.