Bukti Baru OCI: Ada Anak yang Diserahkan Sukarela oleh Orangtuanya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kuasa hukum
Oriental Circus Indonesia
(OCI),
Hamdan Zoelva
, mengungkap bukti baru bahwa ada mantan
pemain sirkus OCI
yang diserahkan secara sukarela kepada pendiri OCI, Hadi Manangsang.
Ia menegaskan, berdasarkan hasil verifikasi bersama
Komnas HAM
, mayoritas anak-anak yang tumbuh dan besar di OCI diserahkan secara sukarela oleh orang tua atau yayasan.
“Ternyata kita temukan bukti bahwa sebagian besar anak-anak ini diserahkan oleh orangtuanya sendiri,” ujar Hamdan di kantornya, Selasa (7/5/2025).
Menurut Hamdan, para orangtua menyerahkan anak-anak mereka dengan iktikad baik karena alasan ekonomi.
Mereka berharap anak-anak itu dapat diasuh dan dididik oleh OCI.
“Di surat keterangan para orang tua, mereka meminta anaknya untuk dipelihara, dididik, dan dibesarkan karena tidak mampu secara ekonomi. Semua dokumen lengkap, dan itu hasil penyelidikan bersama Komnas HAM,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengakui ada beberapa anak yang asal-usulnya belum dapat dilacak hingga kini.
“Memang ada beberapa anak yang kami cari, tapi tidak ditemukan orang tuanya. Namun sebagian besar sudah jelas,” tambah Hamdan.
Terkait tuduhan bahwa anak-anak OCI tidak mendapatkan pendidikan layak, Hamdan menjelaskan bahwa sejak awal OCI telah memberikan pendidikan dasar yang disesuaikan dengan kondisi keliling (nomaden) kelompok sirkus.
“Pendidikan yang diberikan memang standar, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Tapi yang paling ditekankan adalah pendidikan keterampilan. Setelah ada rekomendasi dari Komnas HAM, beberapa anak kemudian disekolahkan secara formal. Seperti Debora, ada ijazahnya,” jelasnya.
Hamdan juga menceritakan pengalamannya saat ikut mencari data dan jejak anak-anak OCI pada masa itu, termasuk masuk ke wilayah-wilayah kumuh di Jakarta Barat dan sekitarnya.
“Saya masuk ke gang-gang kecil, ke tempat-tempat kumuh, menemukan anak-anak yang awalnya tidak terdata menjadi jelas identitasnya,” jelas dia.
“Semua itu kami lakukan dalam rangka menjalankan rekomendasi Komnas HAM, yang meliputi asal-usul, pendidikan, serta tidak adanya tindakan melanggar HAM,” ungkapnya.
Ia menambahkan, tidak pernah ada tindakan penculikan atau penyembunyian anak seperti yang dituduhkan.
“Pak Hadi (pendiri OCI) tidak pernah mengambil anak orang. Semua diserahkan secara resmi oleh orang tua atau yayasan,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: Komnas HAM
-
/data/photo/2025/05/07/681afc5e83b02.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bukti Baru OCI: Ada Anak yang Diserahkan Sukarela oleh Orangtuanya
-

Jaksa KPK Hadirkan Riezky Aprilia dan Saeful Bahri di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persidangan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kembali bergulir hari ini, Rabu (7/5/2025)
Dalam sidang beragendakan pemeriksaan saksi kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan dua pihak.
“Saksi untuk sidang terdakwa Hasto Kristiyanto, Rabu, eks anggota DPR dari Fraksi PDIP Riezky Aprilia dan kader PDIP Saeful Bahri,” kata Jaksa Budi Sarumpaet dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).
Terungkap sebelumnya bahwa Hasto berjanji akan merekomendasikan Riezky Aprilia untuk posisi Komisioner Komnas HAM atau komisaris BUMN, bila bersedia menyerahkan kursi DPR kepada Harun Masiku.
Riezky dan Harun merupakan kader PDIP yang bersaing untuk memperebutkan kursi di Dapil I Sumatera Selatan pada pemilihan legislatif 2019.
Riezky berhasil meraih suara terbanyak kedua, berhak menggantikan posisi Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia, sementara Harun meraih suara terbanyak keenam tetapi mendapat dukungan dari Hasto untuk menggantikan Nazaruddin.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tim Biro Hukum KPK saat membacakan tanggapan atas dalil dan permohonan Hasto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (6/2/2025).
“Pada tanggal 31 Agustus 2019, KPU menetapkan bahwa untuk Dapil DPR Sumsel I, DPP PDI Perjuangan memperoleh 1 kursi dengan calon terpilih atas nama Riezky Aprilia,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Pada 23 September 2019, pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah menghubungi Riezky untuk bertemu di kantor DPP PDIP. Namun, Riezky sedang berada di Singapura.
Hasto kemudian mengutus kader PDIP, Saeful Bahri, untuk menemui Riezky di Shangri-La Orchard Hotel Singapore pada 25 September 2019.
Saeful menyampaikan pesan dari Hasto kepada Riezky.
“Diutus dan diperintah oleh pemohon [Hasto] dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberikan rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM atau Komisaris BUMN,” ujat Tim Biro Hukum KPK.
Dr. Riezky Aprilia, S.H., M.H. (Kolase Tribunnews/Wikipedia)
Pengunduran diri Riezky dimaksudkan agar Harun dapat menjadi caleg terpilih dari Dapil I Sumsel, namun Riezky menolak dan menyatakan akan melawan.
“Mengetahui hal tersebut, pemohon selaku Sekjen PDI Perjuangan tetap mengupayakan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumatera Selatan,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Hasto Kristiyanto didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai caleg pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019–2024.
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menyebut, Hasto secara bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, menyuap Wahyu Setiawan.
Dalam pembacaan dakwaan, jaksa membeberkan nominal suap ini berjumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta.
Selain pasal penyuapan, jaksa juga mendakwa Hasto menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi Harun Masiku sebagai tersangka.
Perintangan penyidikan ini dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah Wahyu Setiawan ditangkap KPK.
“Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” kata Jaksa Wawan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
-

Dewan Pers perkuat perlindungan pers lewat MoU dengan LPSK
Bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI.
Jakarta (ANTARA) – Dewan Pers memperkuat komitmen perlindungan terhadap jurnalis dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan perlindungan kerja pers sebagai saksi dan atau korban tindak pidana di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Senin.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan apresiasinya atas terwujudnya kerja sama tersebut.
Ninik Rahayu mengatakan bahwa MoU ini sebagai langkah penting yang lebih maju dari sebelumnya, mengingat perjanjian sebelumnya telah berakhir sejak September 2024.
“Memang sempat ada keterlambatan, tetapi kami bersyukur di akhir masa jabatan periode 2022—2025 ini, kerja sama ini bisa disegerakan,” kata Ninik.
Dikatakan pula bahwa masih ada sejumlah perjanjian kerja sama (PKS) lanjutan yang ingin difinalisasi, bahkan dengan penambahan mitra dari lembaga-lembaga yang selama ini sudah terjalin baik.
Menurut dia, lembaga pers terdiri atas dua entitas, yaitu media dan jurnalis, yang keduanya rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam menjalankan profesinya.
Ia menegaskan bahwa jurnalis merupakan pembela hak konstitusional warga negara atas informasi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD NRI Tahun 1945.
Dalam konteks ini, lanjut dia, insan pers memerlukan dukungan penuh, baik dalam mencari, mengolah, menyimpan, memproduksi, maupun menyebarkan informasi.
“Terlebih saat ini bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI,” ujarnya.
Ninik menyoroti bahwa banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak ditangani dengan tuntas. Beberapa kasus berhenti di tahap penyelidikan, sementara lainnya bahkan tak sempat diproses karena korban belum berani melapor.
Ketua Dewan Pers ini mencatat peningkatan jumlah kekerasan yang tak tertangani, termasuk kasus doxing dan perusakan alat kerja, seperti yang dialami oleh jurnalis Tempo beberapa waktu lalu.
“Kami berharap LPSK juga dapat memperluas perlindungan, termasuk terhadap alat kerja jurnalis, website, hingga percakapan digital seperti WhatsApp yang sering kali menjadi sasaran serangan,” tambah Ninik.
Lebih lanjut dia mendorong pembentukan Satuan Tugas Nasional Perlindungan Jurnalis yang melibatkan LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga independen lainnya. Perlindungan ini harus secara sistematis dan terintegrasi, mencakup pencegahan dan percepatan penanganan.
“Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti di penandatanganan saja, tetapi ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang lebih perinci siapa melakukan apa, dengan cara apa, kapan, dan bagaimana evaluasinya,” tegasnya.
Ia juga menitipkan perhatian khusus pada jurnalis kampus yang kerap menghadapi tekanan saat menyampaikan kebenaran.
“Upaya pemulihan terhadap mereka sering kali belum maksimal. Mereka membutuhkan dukungan agar hak untuk mendapatkan keadilan, pengungkapan kebenaran, dan pemulihan benar-benar terpenuhi,” ucap Ninik.
Sementara itu, Ketua LPSK Brigjen Pol. Purn. Achmadi menyambut baik kerja sama ini dan menilai MoU tersebut penting untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers.
Brigjen Pol. Purn. Achmadi berharap pembahasan lanjutan dapat segera dilakukan untuk menindaklanjuti poin-poin teknis dalam kerja sama tersebut.
“Kami juga menyambut baik upaya-upaya perlindungan terhadap pers dalam rangka jaminan pelaksanaan kemerdekaan pers itu sendiri,” pungkas Brigjen Pol. Purn. Achmadi.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025 -

Eks Karyawan PT Timah Tagih Janji Pesangon Rp 35 M
Jakarta –
Forum Komunikasi Keluarga Besar Mantan Karyawan PT Timah Tbk (FKKB MKT) pertanyakan janji pemerintah terkait pesangon kepada 17.243 karyawan Timah yang terdampak restrukturisasi tahun 1995 sebesar Rp 35 miliar. Adapun janji tersebut sebelumnya telah disetujui pemerintah dan DPR pada tahun 2007.
Kasus ini kembali disuarakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) FKKB MKT dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Juru Bicara FKKB MKT Suryadi Saman menuturkan, janji tertulis tersebut belum juga dibayarkan setelah pemerintah dan DPR berganti periode. Hingga saat ini, ia menyebut persoalan berlarut-larut hingga 18 tahun.
“Kenapa setelah 18 tahun, sampai dengan hari ini, sudah beberapa periode, sudah 18 tahun, itu tidak bisa diselesaikan yang Rp 35 miliar ini,” kata Suryadi dalam RDPU bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Ia menjelaskan, perjuangan pihaknya dimulai sejak 27 November 1997, dengan melakukan gugatan atas dugaan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Pangkal Pinang.
Dalam pengadilan, PN memutuskan tidak berwenang untuk mengadili lebih lanjut kasus tersebut. Sedangkan gugatan yang dilayangkan ke Mahkamah Agung dinyatakan tidak lengkap.
Pada 4 Agustus 1999, FKKB MKT mencapai kesepakatan bersama yang tertuang dalam NKB PT Timah, di mana kewajiban tersebut akan dituntaskan. Kemudian pada 12 Seprember 2007, pemerintah dan DPR menyetujui pemberian pesangon FKKB MKT sebesar Rp 35 miliar melalui APBN-P.
Akan tetapi, ketetapan tersebut dibatalkan Kementerian BUMN pada tanggal 24 Januari 2008 untuk melalukan kajian hukum lantaran kasus tersebut belum pernah terjadi di Indonesia.
Suryadi menjelaskan, persoalan yang terjadi dalam kasusnya ada dua. Pertama, adanya pembohongan publik, lantaran dalam sebuah rapat Kementerian BUMM, manajamen PT Timah menyatakan tidak ada lagi persoalan dengan para karyawan.
“Dikatakan juga di sini, berdasarkan laporan PT Timah Tbk, dikatakan sudah tidak ada permasalahan menyangkut ketenagakerjaan mengingat PT Timah Tbk telah memenangkan di tingkat Mahkamah Agung,” ungkapnya.
Padahal, Suryadi mengaku tidak pernah digunakan dan tidak pernah menerima kekalahan di persidangan hingga saat ini. Ia menyebut, hal tersebut yang disampaikan kala itu agar hak para karyawan PT Timah tidak diberikan oleh negara.
“Itu masalah kebohongan yang dilakukan oleh Direksi atau manajemen PT Timah pada tahun 2008,” ungkapnya.
Persoalan kedua, terang Suryadi, Komnas HAM sempat mengeluarkan surat rekomendasi pada tahun 2011 agar karyawan dan manajemen PT Timah melakukan audiensi. Akan tetapi, audiensi kedua pihak tersebut belum terselenggara hingga saat ini.
“Jadi kemunafikan ini menyebabkan masalah ini berlarut-larut,” tegasnya.
Ia juga mengaku sempat menyurati Direktur PT Timah sebelum ada keputusan perubahan direksi berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) beberapa waktu lalu. Namun begitu, FKKB MKT tidak mendapat hasil yang memuaskan.
“Ini bukan lagi bicara masalah nilai, kalau hanya dikalikan dengan nilai hanya Rp 2 juta rupiah saja satu orang itu. Kami mohon pengertian, kami bicara memperjuangkan harga diri,” tutupnya
(rrd/rrd)
-
/data/photo/2025/03/19/67da9ddc07ecf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…
Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dalam beberapa waktu terakhir, Wakil Presiden (Wapres)
Gibran Rakabuming Raka
terus menunjukkan komitmen yang kuat agar kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kian berkembang di Indonesia.
Dalam sejumlah kesempatan, Gibran bahkan kerap mendatangi kegiatan di sekolah maupun universitas yang tengah menyelenggarakan kegiatan bertemakan AI. Seperti pada Jumat (2/5/2025) kemarin, putra Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu menyambangi Binus University, BSD, Tangerang Selatan untuk berbicara tentang AI di depan mahasiswa.
Dalam kesempatan itu, Gibran mengatakan pelajaran AI akan masuk ke SD, SMP, SMA, dan SMK mulai tahun ajaran baru nanti.
“Beberapa hari lalu kita ratas, dengan Pak
Menteri Pendidikan
juga. Nanti di tahun ajaran baru kita mulai memasukkan
kurikulum AI
, pelajaran AI di SD, SMP, SMA, SMK juga,” ujar Gibran.
Pada 12 Maret lalu, saat menyambangi SMA 66 Jakarta, Gibran memang sempat mendorong agar AI masuk dalam kurikulum di sekolah. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah kemudian menyambut hal ini dan menyatakan bahwa pelajaran coding serta AI akan mulai diajarkan di Kelas 5 SD hingga SMA.
Menurut Gibran, AI tidak akan menggantikan tugas manusia, tetapi justru membantu meningkatkan produktivitas yang ada.
“(Bisa) bikin video lucu, grafis-grafis gitu ya. Tapi, intinya bukan itu ya, kita intinya ingin mempermudah tugas-tugas sehari-hari kalian, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kreativitas,” ujar Gibran, saat menjadi juri dalam seminar di sekolah tersebut.
Gibran menilai, adaptasi penggunaan AI perlu segera dilakukan agar anak muda Indonesia tidak tertinggal dengan anak muda dari negara lain, yang telah lebih dulu memanfaatkannya.
“Di negara-negara lain, pemerintahnya sudah mendorong anak-anak muda untuk menggunakan AI. Kita enggak boleh ketinggalan,” ujar Gibran saat menghadiri acara Talkshow & Showcase Inovasi AI bertajuk Artificial Intelligence: Shaping Indonesia’s Future di Universitas Pelita Harapan (UPH) Kampus Lippo Village, Karawaci, Tangerang, Banten, pada 20 Maret lalu.
Meski Gibran terus mendorong penggunaan AI di Tanah Air, bukan berarti keberadaannya tidak menghadapi tantangan.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar khawatir, kemudahan yang ditawarkan AI dalam memproduksi sesuatu, justru akan menjadi sebuah kemunduran dan krisis.
“Kita juga menghadapi tantangan kemunduran dan krisis akibat kemajuan teknologi. Kita menjadi malas berpikir,” kata Muhaimin dalam acara Waisak Nasional PKB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2025).
Ia menilai, kehadiran AI membuat budaya semakin ditinggalkan. Meskipun, ia tak memungkiri bahwa keberadaannya memudahkan kinerja manusia.
“Kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat. Bahkan kita berkedip saja, teknologi baru sudah muncul di depan mata kita. Adanya artificial intelligence ini salah satu kebutuhan nyata memudahkan cara kerja dan pola hidup kita,” ucap Muhaimin.
Karena memiliki kelebihan dan kekurangan, Ketua Umum PKB ini meminta masyarakat lebih bijak dalam menggunakan AI.
“Sangat rentan jika nilai-nilai agama yang menjadi fondasi kehidupan kita akan terus tergerus dan tidak memiliki relevansi dengan zamannya,” tandasnya.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menilai, AI sulit dikuasai pekerja Indonesia. Sebab, mayoritas pekerja di RI belum menjalani pendidikan hingga perguruan tinggi.
Sebanyak 52 persen pekerja RI lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, 36 persen lainnya yang merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
“Kami diamanahkan juga untuk mempersiapkan pekerja, untuk bekerja. Makanya kita punya
vocational training center
, balai-balai latihan kerja tersebar di Indonesia. Kita latih, ada program yang namanya
skilling, reskilling, upskilling
,” ujar Menaker di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
“Tapi Bapak dan Ibu bisa bayangkan, negara lain
skilling, upskilling, reskilling
menyiapkan untuk tema-temanya itu adalah siap dengan AI, siap dengan
green economy
(ekonomi hijau). Tapi potret pekerja kita 88 persen lulusan SMA dan SMK. Tidak mudah kita kemudian
reskilling
mereka,
upskilling
mereka untuk menghadapi itu semua,” jelasnya.
Di sisi lain, untuk lulusan perguruan tinggi ternyata masih banyak yang menganggur.
Pemerintah tengah menyiapkan regulasi setingkat Peraturan Presiden (Perpres) guna mengatur perkembangan teknologi AI secara lintas sektor.
Langkah ini diambil sebagai respons atas pesatnya perkembangan AI dan meningkatnya kekhawatiran global terhadap potensi dampaknya.
“Mungkin akan dibuat satu peraturan setingkat Perpres yang mungkin agar bisa mengatur lintas sektor perkembangan AI ini,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia (Wamenkomdigi) Nezar Patria di Kemenko PMK, Selasa (29/4/2025).
Selain itu, sejumlah regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), serta aturan tentang perlindungan anak di ruang digital sudah tersedia.
“Kita coba melakukan assessment, kita berada di mana di tengah perkembangan global itu, sehingga dibutuhkan regulasi-regulasi yang tepat,” ujar Nezar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5211428/original/040244400_1746578313-IMG-20250506-WA0065.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



