NGO: Komnas HAM

  • Kapolri: Sidang Etik 7 Anggota Brimob yang Lindas Ojol Digelar Pekan Depan

    Kapolri: Sidang Etik 7 Anggota Brimob yang Lindas Ojol Digelar Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA – Kapolri Listyo Sigit Prabowo memastikan 7 anggota Brimob yang melindas driver ojol saat demonstrasi beberapa hari lalu.

    Dia juga menegaskan bahwa proses penanganan kasus tersebut dilakukan secara cepat dan transparan.

    “Seperti diketahui oleh rekan-rekan bahwa proses penanganan oleh Propam kemarin sudah berlangsung dan saya sudah perintahkan untuk dilaksanakan secara cepat, maraton, sehingga kemudian bisa segera diinformasikan kepada masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (30/8/2025).

    Lebih lanjut, Kapolri juga telah menerima laporan dari Kadiv Propam bahwa dalam waktu satu minggu sidang etik akan digelar. Selain itu, Listyo tidak menutup kemungkinan terkait pelanggaran pidana dalam kasus tersebut.

    Diberitakan sebelumnya, Divisi Propam Mabes Polri juga melibatkan pihak eksternal dalam mengusut kasus Affan Kurniawan (21) yang dilindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob pada aksi kemarin, Kamis (28/8/2025).

    Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Abdul Karim menerangkan, dua institusi eksternal Polri yang diikutsertakan dalam pengusutan kasus ini antara lain Kompolnas dan Komnas HAM.

    “Saya selaku Kadiv Propam Polri tetap senantiasa bekerja secara transparan dengan melibatkan pihak eksternal,” katanya singkat dalam konferensi pers, Jumat (29/8/2025).

    Adapun dengan mengikutsertakan kedua badan dan kementerian tersebut, Propam Polri akhirnya memutuskan bahwa ketujuh terduga pelaku telah melanggar kode etik profesi. Alhasil, ketujuh anggota kepolisian itu dikenakan penempatan khusus (Patsus).

    Patsus terhadap ketujuh anggota itu akan dilakukan di Propam Mabes Polri, dengan durasi 20 hari, dari 29 Agustus–17 September 2025. Selama periode itu, pihak kepolisian akan meminta keterangan secara rinci terhadap ketujuh anggota tersebut.

    “Apabila 20 hari ini dirasa kurang, ini masih bisa kita lakukan kembali untuk penempatan khusus,” katanya.

  • Abu Hitam Berserakan, Pos Polisi Surabaya Hangus Imbas Kematian Ojol di Jakarta

    Abu Hitam Berserakan, Pos Polisi Surabaya Hangus Imbas Kematian Ojol di Jakarta

    Surabaya (beritajatim.com) – Abu hitam berserakan di sejumlah pos polisi di Surabaya setelah dibakar massa. Kekacauan yang terjadi Jumat malam (29/8/2025) ini disebut sebagai respon atas tewasnya seorang pengemudi ojek online di Jakarta sehari sebelumnya.

    Data yang dihimpun beritajatim.com, demonstrasi ini tak bisa dilepaskan dari insiden di Jakarta saat seorang pengemudi ojek online bernama Afan Kurniawan tewas terlindas mobil Barracuda Brimob saat demo di depan gedung DPR.

    Peristiwa itu memicu kemarahan luas di kalangan pengemudi ojek online dan menjalar ke beberapa kota, termasuk Surabaya.

    Di Surabaya, massa membakar setidaknya hampir 10 pos polisi, termasuk di Jalan Basuki Rahmat, Taman Bungkul, Kebun Binatang Surabaya, hingga Bunderan Cito.

    Saat peristiwa pembakaran itu, aparat kepolisian merespon dengan menembakkan gas air mata yang berdampak pada masyarakat umum dan pengendara di sekitar lokasi.

    Pandangan Akademisi: Aksi Aparat Dinilai Berlebihan

    Dua akademisi dari Surabaya menyampaikan pandangan kritis terkait penanganan aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan, baik di Jakarta, Surabaya, maupun daerah lainnya.

    Pakar Hukum dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana menilai tindakan aparat menunjukkan abuse of power. “Penggunaan kekuasaannya eksesif di dalam penanganan aksi massa. Itu adalah bagian dari abuse of power yang dilakukan oleh kepolisian,” tegasnya.

    Satria menambahkan bahwa Polri seharusnya berpegang pada aturan internal dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Ia juga mendorong keterlibatan tim independen seperti Komnas HAM untuk mengusut kasus ini. Satria memperingatkan, jika tidak ada perbaikan, ketidakstabilan politik dan sosial bisa meningkat.

    Sedangkan, Sosiolog Unesa, Agus Machfud Fauzi melihat aksi massa ini sebagai akumulasi kekecewaan masyarakat. Ia menegaskan bahwa demonstrasi adalah instrumen sah untuk menyampaikan aspirasi dan bukan sebuah kejahatan.

    “Ini isu yang satu demi satu bertumpuk, kemudian mengakumulasi sehingga apakah ketidakpuasan itu kecil atau besar, kemudian menyatu,” katanya.

    Sampai Sabtu dini hari (30/8/2025), sejumlah kelompok massa masih terlihat berkeliling di sepanjang jalan protokol Surabaya. ​Ketegangan pun sempat terjadi saat mereka tiba di Jalan Wonokromo, dekat Jembatan Sawunggaling.

    Polisi yang sudah bersiap dengan tameng memaksa mereka untuk mundur. ​”Jangan terprovokasi,” kata salah satu polisi.

    Rentetan peristiwa yang dimulai dari demo di DPR, berlanjut pada kematian seorang pengemudi ojek online di Jakarta hingga berujung pada pembakaran pos polisi di Surabaya ini menjadi alarm.

    Bahwa besarnya potensi kekecewaan masyarakat yang terakumulasi dapat meledak menjadi kekacauan. Memulihkan kepercayaan publik adalah langkah krusial, dan itu hanya bisa dimulai dengan kehadiran negara yang adil dan bertanggung jawab. [ipl/suf]

  • Usut Mobil Brimob Lindas Ojol, Propam Polri Libatkan Pihak Eksternal

    Usut Mobil Brimob Lindas Ojol, Propam Polri Libatkan Pihak Eksternal

    Bisnis.com, JAKARTA – Divisi Propam Mabes Polri melibatkan pihak eksternal dalam mengusut kasus Affan Kurniawan (21) yang dilindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob pada aksi kemarin, Kamis (28/8/2025).

    Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Abdul Karim menerangkan, dua institusi eksternal Polri yang diikutsertakan dalam pengusutan kasus ini antara lain Kompolnas dan Komnas HAM.

    “Saya selaku Kadiv Propam Polri tetap senantiasa bekerja secara transparan dengan melibatkan pihak eksternal,” katanya singkat dalam konferensi pers, Jumat (29/8/2025).

    Adapun dengan mengikutsertakan kedua badan dan kementerian tersebut, Propam Polri akhirnya memutuskan bahwa ketujuh terduga pelaku telah melanggar kode etik profesi. Alhasil, ketujuh anggota kepolisian itu dikenakan penempatan khusus (Patsus).

    Patsus terhadap ketujuh anggota itu akan dilakukan di Propam Mabes Polri, dengan durasi 20 hari, dari 29 Agustus–17 September 2025. Selama periode itu, pihak kepolisian akan meminta keterangan secara rinci terhadap ketujuh anggota tersebut.

    “Apabila 20 hari ini dirasa kurang, ini masih bisa kita lakukan kembali untuk penempatan khusus,” katanya.

    Senada, anggota Kompolnas Choirul Anam menerangkan, pihaknya telah melakukan komunikasi dengan keluarga korban mengenai tuntutan mereka terhadap kasus yang dialami anaknya.

    Choirul Anam menyebut, keluarga korban hanya meminta proses peradilan yang dijalankan terhadap pelaku adil dan transparan.

    “Ya dengan melibatkan kami, dengan melibatkan instansi eksternal yang lain itu menunjukkan soal transparansi dan akuntabilitasnya, dan kami mengajak semua pihak juga terlibat dalam akuntabilitas itu,” kata dia.

    Sebelumnya, Affan merupakan driver ojol Gojek dan menjadi korban dari kekerasan aparat. Dia dilindas secara brutal menggunakan mobil rantis oleh Brimob saat aksi demo di DPR pada Kamis (28/8/2025).

    Nyawa Affan tak terselamatkan usai aksi keji tersebut. Dalam hal ini, pengemudi ojol sempat menggeruduk markas Brimob Polda Metro Jaya pada malam hingga dini hari.

    Adapun, Divpropam Mabes Polri telah terjun langsung dalam peristiwa ini dan mengamankan tujuh pelaku untuk di periksa di Mako Brimob Kwitang. Inisial tujuh pelaku tersebut antara lain Kompol C, Aipda M, Bripka R, Briptu D, Bripda M, Baraka Y, dan Baraka J.

  • Kapolda Metro Ungkap Nama 7 Anggota Brimob Pelindas Ojol Affan Kurniawan

    Kapolda Metro Ungkap Nama 7 Anggota Brimob Pelindas Ojol Affan Kurniawan

    Jakarta

    Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengungkap nama tujuh anggota Brimob yang terlibat kasus kematian Affan Kurniawan, driver ojek online yang tewas dilindas rantis. Ini daftar nama tujuh anggota Brimob tersebut.

    Nama-nama tersebut disampaikan Irjen Asep di hadapan massa yang menggelar aksi unjuk rasa di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Massa meminta Irjen Asep menyebut gamblang nama para terduga pelaku tanpa inisial.

    “Minta disebutkan siapa saja nama lengkapnya, bukan inisial. Segera diproses, siapa nama orang tersebut,” ujar salah satu perwakilan mahasiswa.

    Irjen Asep lantas mengamini permintaan para pendemo. Ia membacakan nama 7 anggota Brimob yang saat ini sudah dipatsus oleh Div Propam Polri karena melanggar kode etik kepolisian.

    Berikut nama para anggota Brimob tersebut:

    1. Aipda M. Rohyani
    2. Briptu Danang
    3. Briptu Mardin
    4. Baraka Jana Edi
    5. Baraka Yohanes David
    6. Bripka Rohmat
    7. Kompol Cosmas K Gae

    Irjen Asep memastikan akan mengusut tuntas kasus kematian Affan Kurniawan. Irjen Asep menjelaskan kepada massa bahwa tujuh anggota Brimob sudah diproses. Dia meminta publik sama-sama mengawasi pengusutan kasus.

    “Tentunya, bapak Kapolri jajaran dengan Divpropam dan juga Komnas HAM, kompolnas untuk memproses kasus ini secara terang benderang,” kata Irjen Asep di lokasi.

    Sebagai informasi, Affan tewas usai dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8) malam. Rantis Brimob itu awalnya menabrak Affan.

    Mobil sempat berhenti sejenak, lalu melaju lagi sambil melindas Affan yang sudah tergeletak di jalan. Massa dari pengemudi ojol dan warga langsung mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat (Jakpus).

    Massa yang mengamuk sempat membakar pos polisi (pospol) di kolong flyover Senen. Saat ini, massa sudah membubarkan diri.

    Halaman 2 dari 2

    (maa/imk)

  • Warga Kebayoran Lama Ungkap Sejarah Rumah yang Diklaim Kostrad sebagai Rumah Dinas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 Agustus 2025

    Warga Kebayoran Lama Ungkap Sejarah Rumah yang Diklaim Kostrad sebagai Rumah Dinas Megapolitan 28 Agustus 2025

    Warga Kebayoran Lama Ungkap Sejarah Rumah yang Diklaim Kostrad sebagai Rumah Dinas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Warga RW 007 Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan, yang terdampak penertiban rumah dinas oleh Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mengungkapkan sejarah mereka menempati lahan tersebut.
    Mereka menyebutkan, rumah itu awalnya diberikan kepada prajurit untuk dibangun secara mandiri berdasarkan Surat Perintah dari seorang prajurit Kostrad bernama Amien Iljas pada Juli 1969.
    “Tertulis di situ, dibangun secara berdikari. Jadi warga di sini tinggal awalnya itu dari surat perintah, baru setelahnya keluar surat izin penempatan,” jelas salah seorang warga bernama Agus, saat ditemui
    Kompas.com
    di lokasi, Kamis (28/8/2025).
    Menurut warga, surat perintah maupun Surat Izin Penempatan tidak mencantumkan batas waktu berlakunya. Hal itu menjadi dasar warga untuk tetap tinggal di rumah tersebut hingga kini.
    Sebelum itu, lahan yang dulunya merupakan perkebunan karet diberikan kepada sejumlah prajurit lajang yang terlibat dalam operasi Trikora. Saat itu, tempat tinggal mereka hanya berupa barak sederhana.
    “Perumahan kami ini dibangun pada 1961 secara swadaya dari barak penampungan sementara persiapan operasi Trikora,” kata Agus.
    Adapun prajurit yang sudah berkeluarga kala itu mendapat fasilitas berupa hotel atau Asrama Lagoa di Tanjung Priok.
    Dua tahun kemudian, prajurit lain yang kembali dari Operasi Trikora juga ikut membangun rumah di lokasi tersebut.
    Seiring waktu, barak itu berkembang menjadi perumahan lengkap dengan kamar mandi, dapur, pompa, hingga ruang kamar.
    Semua pembangunan dilakukan secara swadaya tanpa bantuan dana dari pihak komando.
    “Dan pembangunan selanjutnya sampai keadaan fisik bangunan yang kita lihat sekarang dan fasilitasnya di kompleks ini hampir sepenuhnya dari warga atas inisiatif dana sendiri,” ujar Agus.
    Warga menolak klaim Kostrad yang menyatakan rumah mereka berdiri di atas tanah negara dengan hak milik TNI AD.
    Mereka merujuk pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria tertanggal 8 Agustus 1968 nomor SK.41/HGU/68, yang mencabut hak guna usaha TNI AD.
    “Bahwa hak guna usaha tersebut telah dicabut haknya dan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara,” bunyi surat tersebut.
    Sementara itu, Kostrad bersikukuh bahwa lahan tersebut memang milik negara yang dikuasai TNI AD sejak 1961.
    “Pada 1961 berdasarkan surat keputusan Pangdam Jaya nomor 162, diambil menjadi milik negara untuk kepentingan angkatan darat,” jelas Kepala Zeni Kostrad, Czi Harry Pratomo, dalam sosialisasi Penertiban Rumah Dinas Kostrad di Markas Kostrad, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).
    Sengketa ini juga mendapat perhatian Komnas HAM. Lembaga itu mengirimkan surat kepada Kostrad pada 11 Agustus 2025, menindaklanjuti laporan 13 warga Kebayoran Lama yang mengaku akan digusur.
    Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, meminta agar penggusuran ditunda.
    “Nah, dalam surat kami menyampaikan agar penggusuran itu ditunda, dan kami meminta keterangan dari Pangkostrad atau yang mewakili untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan,” ujar Anis saat dikonfirmasi, Jumat (15/8/2025).
    Sebagai bentuk perlawanan, warga menggelar aksi di sekitar tempat tinggal mereka di Jalan Kompleks Kostrad pada Kamis (14/8/2025), sehari sebelum menerima Surat Peringatan (SP) ke-3. Aksi ini digelar setelah masa tenggat SP-2 berakhir.
    Dalam laporan ke Komnas HAM, warga juga menegaskan rumah yang mereka tempati bukanlah rumah negara.
    Pasalnya, mereka sudah membangun dan merenovasi rumah secara mandiri sejak lama tanpa adanya dana dari APBN.
    “Bahwa rumah yang saat ini ditempati bukan merupakan rumah negara di lingkungan Kementerian Pertahanan maupun TNI,” ungkap salah satu warga, Deni.
    Mereka menilai, bila Kostrad ingin menggusur, maka langkah itu seharusnya ditempuh melalui jalur hukum, bukan hanya dengan penertiban sepihak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korea Selatan Segera Larang Ponsel di Ruang Kelas

    Korea Selatan Segera Larang Ponsel di Ruang Kelas

    Jakarta

    Korea Selatan (Korsel) telah mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan ponsel di ruang kelas sekolah di seluruh negeri. Korsel bergabung dengan negara-negara lain dalam upaya untuk membatasi penggunaan media sosial di kalangan anak-anak di bawah umur.

    Sebagai salah satu negara dengan akses internet tercepat di dunia, Korea Selatan baru-baru ini berupaya memperketat aturan tentang perangkat elektronik di sekolah, dengan alasan kekhawatiran akan kecanduan ponsel pintar di kalangan siswa.

    Undang-undang tersebut, yang akan berlaku efektif pada Maret tahun depan, melarang perangkat pintar termasuk ponsel di ruang kelas. UU ini disahkan pada hari Rabu (27/8), kata seorang juru bicara Majelis Nasional kepada AFP, Kamis (28/8/2025).

    Langkah ini menjadikan Korea Selatan negara terbaru yang membatasi penggunaan media sosial di kalangan anak sekolah, mengikuti langkah serupa di negara-negara lain termasuk Australia dan Belanda.

    Kementerian Pendidikan Seoul menyatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa UU tersebut melarang penggunaan ponsel pintar di ruang kelas, kecuali jika diperlukan sebagai alat bantu bagi siswa penyandang disabilitas atau kebutuhan pendidikan khusus, atau untuk tujuan pendidikan.

    Kementerian menyatakan UU ini juga menetapkan dasar hukum untuk “membatasi kepemilikan dan penggunaan perangkat tersebut guna melindungi hak siswa untuk belajar dan mendukung kegiatan guru”.

    Para anggota parlemen, termasuk anggota Partai Kekuatan Rakyat dari partai oposisi, Cho Jung-hun, yang mengajukan RUU tersebut, mengatakan bahwa isu tersebut telah lama “menjadi perdebatan di tengah kekhawatiran atas pelanggaran hak asasi manusia”.

    Namun, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia negara tersebut baru-baru ini mengubah pendiriannya. Komisi tersebut mengatakan bahwa pembatasan penggunaan ponsel untuk tujuan pendidikan tidak melanggar hak, mengingat dampak negatifnya terhadap pembelajaran dan kesejahteraan emosional siswa.

    Dengan latar belakang ini, UU tersebut diperlukan untuk meredakan konflik sosial “dengan mendefinisikan aturan yang jelas tentang penggunaan perangkat pintar di sekolah”, kata para anggota parlemen dalam sebuah dokumen yang memperkenalkan RUU tersebut.

    Namun, UU ini menuai reaksi keras dari berbagai kelompok, termasuk Partai Jinbo yang berhaluan kiri, yang mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan “melanggar hak digital siswa dan hak atas pendidikan”.

    “Langkah tersebut mencegah remaja belajar membuat keputusan sendiri yang bertanggung jawab dan menghilangkan kesempatan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan digital”, kata partai tersebut dalam sebuah pernyataan.

    Tonton juga Video: Guru Sita HP Murid

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • 2
                    
                        Kostrad Minta Warga Segera Kosongkan Rumah Dinas di Kebayoran Lama
                        Megapolitan

    2 Kostrad Minta Warga Segera Kosongkan Rumah Dinas di Kebayoran Lama Megapolitan

    Kostrad Minta Warga Segera Kosongkan Rumah Dinas di Kebayoran Lama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komandan Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) meminta warga segera mengosongkan rumah dinas di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
    Wakil Kepala Tim Penertiban Rumah Dinas Kostrad, Kolonel Inf Daniel Lumbanraja Nainggolan menjelaskan alasan pengosongan rumah tersebut karena prajuritnya belum memiliki rumah dinas.
    “Sebenarnya di masa saat ini, untuk anggota kami, ini lebih dari ratusan orang yang belum memiliki rumah dinas,” ungkap Daniel Lumbanraja Nainggolan di Markas Kostrad, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).
    Daniel mengatakan rumah dinas itu diperuntukan 3 anggota Kostrad berpangkat Kolonel, 17 anggota berpangkat Letkol, dan 92 anggota berpangkat Mayor.
    Mereka memiliki hak mendapatkan tempat tinggal yang disediakan oleh negara. 
    “Perlu ditekankan bahwa di sini hak asasi untuk mempunyai tempat tinggal itu bukan hanya kepada masyarakat sipil, tetapi juga dari kami prajurit,” kata Daniel.
    Menurut dia, 13 warga tidak berhak menempati rumah dinas itu karena orangtua mereka prajurit ataupun warakawuri (istri prajurit) sudah meninggal dunia. 
    “Karena mereka ini orang tuanya sudah tidak ada, ibunya juga yang warakawuri juga sudah tidak ada, mereka kan berarti sudah bukan yang berhak,” jelas Daniel.
    Sebelumnya diberitakan, sejumlah warga RW 007 merasa keberatan atas rencana pengosongan rumah di lingkungan RW 007, Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. 
    Mereka menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjadi dasar Surat Peringatan (SP) 1 bukan merupakan putusan yang condemnatoir, sehingga tidak dapat dieksekusi. 
    Sebanyak 15 keluarga kemudian mengadukan rencana penggusuran itu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 
    Lembaga ini kemudian turun tangan dan meminta Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) menunda pengosongan rumah yang diklaim warga bukan aset negara. 
    “Komnas HAM sudah mengirimkan surat ke Pangkostrad terkait dengan kasus aduan penggusuran terhadap warga,” kata Anis saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
    Dalam laporan yang diterima Komnas HAM, warga mengaku penggusuran dilakukan karena pihak Kostrad mengeklaim rumah mereka sebagai rumah dinas.
    “Pada pokoknya pengadu menyampaikan keberatan atas rencana pengosongan rumah negara sebagaimana surat dari Asisten Logistik Kostrad pada 14 Juli 2025,” demikian isi pernyataan pelapor yang diwakilkan warga bernama Deni.
    Deni menambahkan, keberatan tersebut diajukan karena rumah yang mereka tempati tidak tercatat sebagai aset milik negara.
    Atas dasar itu, warga menilai Kostrad tidak memiliki hak untuk menggusur. Meski surat permintaan penundaan dari Komnas HAM telah dikirim pada 11 Agustus 2025, warga mengaku tetap menerima surat perintah ketiga (SP-3) untuk mengosongkan rumah.
    “Padahal kan sudah disurat Komnas HAM, tapi tadi pagi kami dapat SP-3,” ungkap salah satu warga terdampak, Dewi, saat ditemui di lokasi, Jumat.
    Warga pertama kali menerima SP-1 pada 14 Juli 2025, dengan tenggat waktu dua minggu untuk mengosongkan rumah. Penolakan warga berlanjut dengan diterimanya SP-2 pada 28 Juli 2025.
    Sebagai bentuk perlawanan, warga menggelar aksi di sekitar tempat tinggal mereka di Jalan Kompleks Kostrad pada Kamis (14/8/2025), sehari sebelum mereka menerima SP-3. Aksi tersebut dilakukan karena masa tenggat SP-2 telah berakhir.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keluarga Arya Daru Terima Amplop Misterius Berisi 3 Simbol Aneh: Pesan Apa?

    Keluarga Arya Daru Terima Amplop Misterius Berisi 3 Simbol Aneh: Pesan Apa?

    GELORA.CO –  Pihak keluarga diplomat muda Kemlu  RI, almarhum Arya Daru Pangayunan alias ADP (39) kembali menyinggung soal amplop cokelat yang misterius.

    Pasalnya belakangan ini, isu amplop misterius diterima keluarga Arya Daru Pangayunan di Yogyakarta menggemparkan publik.

    Keluarga Arya Daru Pangayunan mengungkapkan amplop cokelat yang misterius tersebut berisi tiga simbol aneh.

    Sontak, misteri amplop tersebut kembali menjadi pembahasan keluarga Arya Daru dalam konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu (23/8/2025).

    Nicholay Aprilindo, kuasa hukum keluarga Arya Daru menjelaskan, ada sosok misterius memberikan amplop cokelat kepada keluarga almarhum.

    “Amplop ini diberikan oleh seorang misterius pada H+1 (setelah pemakaman), tepatnya pada saat pengajian,” kata Nicho di Yogyakarta dikutip, Minggu (24/8/2025).

    Praktisi Hukum dan HAM itu membeberkan, dari pihak keluarga yang pertama kali menerima amplop tersebut adalah pembantu rumah tangga.

    Hal ini selaras dengan penjelasan dari Meta Ayu Thereskova, kakak kandung Pita sekaligus kakak ipar Arya Daru Pangayunan.

    Meta menjelaskan, tiga simbol pada gabus diterima keluarga, yakni berbentuk love, bintang, dan bunga.

    Nicholay mendukung pernyataan Meta terkait pihak keluarga menerima tiga gabus berbentuk tiga simbol yang dikirim oleh orang misterius.

    “Setelah dibuka ternyata isinya berupa gabus putih bentuknya bintang, gambar hati, serta bunga kamboja. Amplop cokelat itu juga dalam kondisi dilem dengan dua stiker putih,” jelas dia.

    Ia menyampaikan, keluarga besar istri almarhum telah memberikan amplop misterius hingga gabus berbentuk tiga simbol itu kepada polisi.

    Pihak keluarga hingga kini belum mampu menafsirkan apa makna yang tersirat ditunjukkan tiga simbol aneh tersebut.

    “Nah ini jadi tanda tanya besar bagi keluarga, pesan apa yang diberikan orang misterius tersebut,” papar kuasa hukum keluarga Arya Daru itu.

    Nicholay mengharapkan proses penyelidikan terkait amplop dan tiga simbol itu dilanjutkan tim penyelidik.

    Amplop dan gabus putih tersebut dapat mengungkap fakta terbaru untuk mengetahui motif kematian Arya.

    Meta Ayu Thereskova sebelumnya mengatakan, sidik jari di amplop cokelat tersebut guna membantu proses penyelidikan.

    Pihak keluarga tidak dapat keterangan akibat polisi tak menindaklanjuti penyelidikan sidik jari di amplop cokelat tersebut.

    “Kami hanya meminta bukti-bukti itu diperdalam lagi agar semakin transparan. Kami minta diperdalam apa makna simbol-simbol itu, pesan apa juga yang terkandung di dalamnya,” pesan Nicholay.

    Isu amplop cokelat tersebut mencuat setelah dibahas oleh mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.

    Bambang Widjojanto mendapat kabar isu amplop misterius ini dari hasil penelusuran di media sosial.

    tvonenews

    Menariknya, kata BW sapaan akrabnya, dugaan amplop itu dari Komnas HAM yang sempat berkunjung ke kediaman keluarga almarhum.

    “Yang menarik adalah katanya ini perlu diklarifikasi dan konfirmasi lagi, keluarganya mendapatkan surat katanya seolah-olah itu dari Komnas HAM tapi isinya kosong,” kata BW dikutip dari podcast YouTube Bambang Widjojanto, Minggu.

    Melalui amplop ini, menurut BW, Arya Daru diduga terindikasi menjadi korban pembunuhan atau tindak pidana.

    “Saya kaitkan dengan tesis mengenai adanya pembunuh yang sangat profesional, itu menjadi menarik,” imbuhnya.

    Sementara, Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra dalam keterangan konferensi pers mengatakan, indikasi Arya korban pembunuhan tidak kuat.

    Namun, polisi masih membuka peluang melanjutkan proses penyelidikan Arya Daru, apabila ada informasi diplomat muda itu tewas akibat perbuatan pidana.

  • Kementerian HAM Pantau Kasus Kematian Prada Lucky, 20 Prajurit TNI Tersangka

    Kementerian HAM Pantau Kasus Kematian Prada Lucky, 20 Prajurit TNI Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM (PDK HAM) Kementerian Hukum dan HAM RI Munafrizal Manan menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang diduga akibat kekerasan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).

    Penyidik Polisi Militer Kodam (Pomdam) Udayana telah menetapkan 20 prajurit sebagai tersangka, termasuk seorang perwira pertama. Munafrizal menilai peristiwa tragis yang merenggut nyawa prajurit muda ini sebagai sinyal serius perlunya reformasi internal di tubuh TNI.

    “Kementerian HAM mengapresiasi komitmen dan kerja TNI AD dalam mengusut kasus ini. Penegakan hukum harus berjalan transparan, sungguh-sungguh, dan adil. Itu merupakan bagian dari prinsip hak asasi manusia,” ujarnya dalam rilisnya, Selasa (19/8/2025).

    Munafrizal mendukung desakan Komisi I DPR RI agar TNI melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola pembinaan prajurit, khususnya menghapus budaya senior-junior yang kerap menjadi akar kekerasan.

    “Kematian Prada Lucky harus menjadi momentum TNI untuk mengevaluasi sistem pembinaan prajurit muda secara kritis dan menyeluruh. Evaluasi ini harus mencakup budaya organisasi dan praktik senior-junior,” tegasnya.

    Lebih lanjut, dia mendorong TNI melibatkan Komnas HAM, lembaga independen, serta pakar HAM dalam proses evaluasi untuk memastikan transparansi dan keberlanjutan reformasi.

    Hasil evaluasi tersebut, katanya, wajib dijadikan dasar perbaikan, seperti revisi kurikulum pelatihan, penguatan mekanisme pengawasan internal yang independen, serta pembentukan tim pemantau eksternal.

    Munafrizal menegaskan bahwa pola pembinaan disiplin TNI tidak boleh mengandung unsur penyiksaan. Dia mengingatkan Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture/CAT) melalui UU No. 5 Tahun 1998, yang mewajibkan negara mencegah, menyelidiki, dan menghukum setiap bentuk penyiksaan.

    “Dalam keadaan apapun, baik perang, ancaman perang, instabilitas politik, maupun perintah atasan, tidak boleh ada pembenaran untuk penyiksaan. Jika terbukti, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM serius,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Munafrizal mengutip UUD 1945 Pasal 28G ayat (2) dan Pasal 28I ayat (1) yang secara tegas melarang penyiksaan dan menyatakan hak untuk tidak disiksa adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun.

    “Penyiksaan terhadap prajurit muda tidak bisa disebut pembinaan. Kasus ini harus menjadi momentum TNI untuk membenahi sistem pembinaan agar selaras dengan HAM dan mencegah tragedi serupa terulang,” pungkasnya.

  • Warga Kebayoran Lama Selatan Tolak Penggusuran, Komnas HAM Surati Kostrad Megapolitan 15 Agustus 2025

    Warga Kebayoran Lama Selatan Tolak Penggusuran, Komnas HAM Surati Kostrad
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah warga RW 007 merasa keberatan atas rencana pengosongan rumah di lingkungan RW 007, Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
    Mereka menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjadi dasar Surat Peringatan (SP) 1 bukan merupakan putusan yang
    condemnatoir
    , sehingga tidak dapat dieksekusi.
    Sebanyak 15 keluarga kemudian mengadukan rencana penggusuran itu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
    Lembaga ini kemudian turun tangan dan meminta Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) menunda pengosongan rumah yang diklaim warga bukan aset negara.
    Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan telah menindaklanjuti laporan tersebut, lalu mengirim surat kepada Pangkostrad, yang disebut warga sebagai pihak yang memerintahkan pengosongan.
    “Komnas HAM sudah mengirimkan surat ke Pangkostrad terkait dengan kasus aduan penggusuran terhadap warga,” kata Anis saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Jumat (15/8/2025).
    Melalui surat bernomor 625/PM.00/SPK.02/VIII/2025 tertanggal 11 Agustus 2025, Komnas HAM meminta agar penggusuran tersebut ditunda sementara.
    Anis menegaskan, Pangkostrad juga diminta memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan terkait rencana penggusuran.
    “Nah, dalam surat kami menyampaikan agar penggusuran itu ditunda, dan kami meminta keterangan dari Pangkoestrad atau yang mewakili untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan,” jelasnya.
    Anis menekankan, setiap warga negara memiliki hak untuk hidup dengan rasa aman di tempat tinggalnya, termasuk kepastian hukum.
    “Kami meng-
    highlight
    bahwa setiap warga negara itu berhak atas rasa aman, berhak atas kepastian hukum, dan berhak atas tempat tinggal yang aman dan nyaman,” ujarnya.
    Dalam laporan yang diterima Komnas HAM, warga mengaku penggusuran dilakukan karena pihak Kostrad mengeklaim rumah mereka sebagai rumah dinas.
    “Pada pokoknya pengadu menyampaikan keberatan atas rencana pengosongan rumah negara sebagaimana surat dari Asisten Logistik Kostrad pada 14 Juli 2025,” demikian isi pernyataan pelapor yang diwakilkan warga bernama Deni.
    Deni menambahkan, keberatan tersebut diajukan karena rumah yang mereka tempati tidak tercatat sebagai aset milik negara. Atas dasar itu, warga menilai Kostrad tidak memiliki hak untuk menggusur.
    Meski surat permintaan penundaan dari Komnas HAM telah dikirim pada 11 Agustus 2025, warga mengaku tetap menerima surat perintah ketiga (SP-3) untuk mengosongkan rumah.
    “Padahal kan sudah disurat Komnas HAM, tapi tadi pagi kami dapat SP-3,” ungkap salah satu warga terdampak, Dewi, saat ditemui di lokasi, Jumat.
    Warga pertama kali menerima SP-1 pada 14 Juli 2025, dengan tenggat waktu dua minggu untuk mengosongkan rumah. Penolakan warga berlanjut dengan diterimanya SP-2 pada 28 Juli 2025.
    Sebagai bentuk perlawanan, warga menggelar aksi di sekitar tempat tinggal mereka di Jalan Kompleks Kostrad pada Kamis (14/8/2025), sehari sebelum mereka menerima SP-3. Aksi tersebut dilakukan karena masa tenggat SP-2 telah berakhir.
    Kompas.com
    sudah berupaya menghubungi Kepala Penerangan Kostrad Kolonel Inf Choiril Anwar untuk mengonfirmasi surat pemanggilan dari Komnas HAM, tetapi belum ada jawaban hingga berita ini ditayangkan. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.