NGO: IPW

  • Agar Publik Percaya Hukum Berlaku Sama

    Agar Publik Percaya Hukum Berlaku Sama

    PIKIRAN RAKYAT – Indonesia Police Watch (IPW) mendukung agar proses kode etik terhadap mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dan kawan-kawan dilanjutkan dengan langkah pidana demi menegakkan prinsip keadilan. Sebelumnya, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi terhadap Bintoro berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan sebagai anggota Polri pada Jumat, 7 Februari 2025.

    Bintoro dipecat lantaran terlibat kasus pemerasan dalam penanganan perkara penghilangan nyawa dengan tersangka anak bos jaringan klinik laboratorium Prodia yakni Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto.

    “Ditindak lanjut dengan proses pidana, agar kepercayaan publik bahwa hukum berlaku pada semua pihak tanpa terkecuali,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Sabtu, 8 Februari 2025.

    Sejalan dengan desakan untuk ditindaklanjuti ke proses hukum pidana, Sugeng menyebut sanksi etik terhadap AKBP Bintoro dan kawan-kawan merupakan bentuk ketegasan Polri terutama Bidpropam Polda Metro Jaya dalam melakukan penanganan yang cepat.

    “Putusan yang dijatuhkan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat yang menginginkan Polri melakukan fungsi penegakan hukum secara profesional, proporsional dan akuntabel,” tutur Sugeng.

    Putusan dari KKEP itu, kata Sugeng, juga sebagai efek jera bagi anggota Polri sekaligus menjadi pengingat bagi 450 ribu personel di Indonesia untuk tidak melakukan pelanggaran yang sama.

    “Karenanya, IPW menghormati putusan KKEP sebagai kewenangannya, yang juga memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk banding atas putusan yang dijatuhkan,” ucap Sugeng.

    Selain AKBP Bintoro, PTDH juga dijatuhkan untuk mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Jaksel AKP Zakaria dan mantan Kanit PPA Satreskrim Polres Jaksel AKP Mariana. Sedangkan eks Kasatreskrim Polres Jaksel AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Jaksel Ipda Novian Dimas didemosi delapan tahun, ditugaskan di luar penegakan hukum, dan dipatsus selama 20 hari.

    “Kelima anggota Polri itu terlibat dalam kasus pemerasan terhadap tersangka pembunuhan dan pemerkosaan oleh anak bos Prodia, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo,” ucap Sugeng.

    AKBP Bintoro Ajukan Banding 

    Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam yang memantau jalannya sidang etik mengatakan, AKBP Bintoro tidak terima dipecat dan mengajukan banding.

    “Sudah diputuskan AKBP GG sama IPDA ND itu demosi delapan tahun terus patsus 20 hari. Demosi dengan tidak boleh ditaruh di tempat penegakkan hukum serse. Yang satu AKP Z PTDH,” kata Anam dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 8 Februari 2025.

    Kenapa sanksi Bintoro lebih berat dari putusan Gogo Galesung? Anam menjelaskan, penjatuhan sanksi bukan hanya melihat dari uang yang diterima melainkan juga mempertimbangkan dampak terhadap proses hukum atas kasus yang ditangani kedua pihak tersebut.

    Lebih lanjut Anam menuturkan, saat Gogo Galesung menjabat Kasat Reskrim proses penanganan perkara dua tersangka telah mencapai tahap P-19 bahkan dikabarkan sudah rampung atau P-21. Sebagaimana diketahui, dalam pengusutan kasus penghilangan nyawa itu Gogo menjadi Kasat Reskrim menggantikan Bintoro yang dimutasi ke Polda Metro Jaya karena lamban menangani kasus tersebut.

    “Mungkin itu juga jadi pertimbangan. Jadi sebagai kewajiban penegakan hukum itu berjalan, berbeda dengan mungkin yang sebelumnya, pejabat sebelumnya yang engga jalan-jalan ini kasus,” tutur Anam.

    AKBP Bintoro Diduga Terima Uang Lebih dari Rp100 Juta 

    Bintoro diduga menerima uang lebih dari Rp100 juta saat menangani kasus dugaan penghilangan nyawa dan kekerasan seksual yang melibatkan Anak Bos Prodia, Arif Nugroho. Jumlah uang diterima Bintoro itu lebih kecil dari angka yang sebelumnya sempat beredar di masyarakat.

    “Kurang lebih tidak jauh dari angka yang beredar terakhir di publik. Bukan (angka) yang awal Rp20 miliar Rp5 miliar Rp17 milliar. Rp100 juta lebih,” ucap Anam.

    Meskipun demikian, kata Anam, jumlah uang yang diterima Bintoro harus diklarifikasi lebih lanjut. Akan tetapi, pihak yang memberikan uang tidak hadir dalam sidang etik sehingga tidak bisa langsung dikonfirmasi.

    Anam menyebut, di dalam sidang etik terungkap bahwa pemberian uang kepada AKBP Bintoro dan terduga pelanggar lainnya dilakukan dalam bentuk tunai, melalui transfer bank, dan berupa barang. Meskipun para terduga penerima uang sempat sempat membuat alibi terkait peruntukkan duit tersebut tetapi majelis hakim tetap berkeyakinan perbuatan mereka melanggar kode etik.

    “Mau digunakan untuk pribadi atau untuk yang lain dalam konteks sidang etik itu menerima uang ya itu salah. Dan yang menarik memang diurai tadi diproses pemeriksaan duitnya untuk apa, orang boleh beralibi tapi diuji alibinya oleh majelis sidang etik,” kata Anam.

    Harus Diproses Secara Pidana 

    Anam mengatakan, kasus ini tidak boleh berhenti pada putusan etik, mereka yang terbukti melanggar etik harus juga diproses secara pidana. Menurutnya, proses hukum pidana penting untuk mengungkap struktur peristiwa secara jelas.

    “Kalau model pemidanaan pasti akan mudah dikroscek struktur peristiwa dan validitas angka. Kami harap pidana segera diproses agar terang peristiwa dan keadilan bagi siapapun terhadap kasus ini segera terwujud,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • IPW Dorong Lima Anggota Polri yang Terlibat Kasus AKBP Bintoro Diproses Pidana – Halaman all

    IPW Dorong Lima Anggota Polri yang Terlibat Kasus AKBP Bintoro Diproses Pidana – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Metro Jaya menjatuhkan sanksi PTDH dan demosi kepada anggota yang terjerat kasus pemerasan anak pengusaha.

    Mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro, Mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Jaksel AKP Zakaria dan mantan Kanit PPA Satreskrim Polres Jaksel AKP Mariana dijatuhi sanksi pemecatan.

    Sedangkan Mantan Kasatreskrim Polres Jaksel AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Jaksel Ipda Novian Dimas hanya diputus demosi delapan tahun dan bertugas di luar penegakan hukum serta dipatsus selama 20 hari.

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menghormati putusan sidang majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang diketok pada Jumat (7/2/2025) malam.

    “Putusan KKEP itu sebagai kewenangannya, yang juga memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk banding atas putusan yang dijatuhkan,” tuturnya kepada wartawan, Sabtu (8/2/2025).

    Bagaimana pun juga, putusan dari KKEP itu, bertujuan sebagai efek jera bagi anggota dan juga cermin bagi 450 ribu anggota Polri di Indonesia untuk tidak melakukan pelanggaran yang sama. 

    Pastinya, putusan terhadap pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro dan kawan-kawan tersebut merupakan ketegasan Polri terutama Bidpropam Polda Metro Jaya dalam melakukan penanganan yang cepat. 

    “Bahkan, putusan yang dijatuhkannya telah memenuhi rasa keadilan masyarakat yang menginginkan Polri melakukan fungsi penegakan hukum secara profesional, proporsional dan akuntabel,” tambah Sugeng.

    IPW mendorong agar proses kode etik atas para pelanggar tersebut ditindak lanjut dengan proses pidana agar kepercayaan publik bahwa hukum berlaku pada semua pihak tanpa terkecuali. 

    Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengungkap lima personel Polri sudah diputus sidang majelis KKEP terkait kasus pemerasan.

    Anam menyebut bahwa perkara yang dihadapi lima anggota ini lebih kepada penyuapan.

    “Jadi, dalam konteks kasus ini, secara keseluruhan, dari 5 ini yang sudah PTDH tiga dan duanya demosi 8 tahun,” ujar Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (7/2/2025).

    Selain diberi sanksi, sejumlah terduga pelanggar di juga diminta menyampaikan permintaan maaf kepada institusi kepolisian, Kapolri, serta masyarakat.  

    “Putusan yang diberikan, selain pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan penempatan dalam tempat khusus (patsus), adalah perintah untuk meminta maaf kepada pimpinan institusi kepolisian serta pihak yang dirugikan,” ucap Anam.

    Atas putusan itu, lima orang pelanggar mengajukan banding.

    Fakta Baru

    Dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) AKBP Bintoro terungkap fakta baru adanya laporan polisi (LP) tipe A terkait senjata api milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo yang saat ini masih diselidiki Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

    LP senpi itu memiliki keterkaitan dengan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur.

    Kasus tersebut kemudian berujung pada dugaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan empat polisi lain.

    LP tipe A kepemilikan senpi tak dibahas dalam sidang etik Bintoro.

    Hanya saja dalam sidang etik Bintoro hanya menyangkut soal penanganan perkara di Polres Metro Jakarta Selatan yang di sidang 2 LP (pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur) yakni LP 1179 sama 1181,” kata Anam.  

    Sebagai informasi, LP tipe A merupakan laporan yang dibuat langsung oleh anggota kepolisian karena mengetahui, menemukan, atau menangani suatu tindak pidana. 

    LP tipe A sering digunakan dalam kasus yang terungkap dari hasil patroli, penyelidikan, atau operasi kepolisian tanpa adanya laporan dari pihak luar.

     

     

  • IPW apresiasi putusan sidang KKEP terhadap kasus AKBP Bintoro

    IPW apresiasi putusan sidang KKEP terhadap kasus AKBP Bintoro

    putusan dari KKEP itu bertujuan memberikan efek jera bagi anggota dan juga cermin bagi 450 ribu anggota Polri di Indonesia untuk tidak melakukan pelanggaran serupa

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi putusan sidang Majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap kasus pemerasan yang dilakukan Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Bintoro bersama empat personel lainnya dengan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) hingga demosi.

    “Putusan Sidang Majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) sendiri diketok pada Jumat (7/2) malam bukan saja kepada AKBP Bintoro tetapi juga terhadap AKBP Gogo Galesung yang juga eks Kasatreskrim Polres Jaksel. Namun Gogo hanya diputus demosi delapan tahun dan bertugas di luar penegakan hukum serta dikenakan sanksi penempatan khusus (patsus) selama 20 hari, ” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya yang diterima, Sabtu.

    Sementara putusan pemecatan selain dilakukan terhadap AKBP Bintoro, juga diputus terhadap mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Jaksel AKP Zakaria dan mantan Kanit PPA Satreskrim Polres Jaksel AKP Mariana.

    “Sedangkan Ipda Novian Dimas selaku Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Jaksel hanya didemosi delapan tahun, tidak boleh bertugas di penegakan hukum, dan dikenakan patsus 20 hari, ” kata Sugeng.

    Sugeng menjelaskan kelima anggota Polri itu terlibat dalam kasus pemerasan terhadap tersangka pembunuhan dan pemerkosaan oleh anak bos Prodia Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    “Karenanya, IPW menghormati putusan KKEP sebagai kewenangannya, yang juga memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk banding atas putusan yang dijatuhkan, ” ucapnya.

    Sugeng menilai bagaimanapun juga, putusan dari KKEP itu bertujuan memberikan efek jera bagi anggota dan juga cermin bagi 450 ribu anggota Polri di Indonesia untuk tidak melakukan pelanggaran serupa.

    “Pastinya, putusan terhadap pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro dan kawan-kawan tersebut merupakan ketegasan Polri terutama Bidpropam Polda Metro Jaya dalam melakukan penanganan yang cepat, ” katanya.

    Bahkan menurut Sugeng putusan yang dijatuhkannya telah memenuhi rasa keadilan masyarakat yang menginginkan Polri melakukan fungsi penegakan hukum secara profesional, proporsional, dan akuntabel.

    “IPW juga mendorong agar proses kode etik atas para pelanggar tersebut ditindak lanjut dengan proses pidana agar meningkatkan kepercayaan publik terhadap Kepolisian bahwasanya hukum berlaku pada semua pihak tanpa terkecuali, ” tegasnya.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • AKBP Bintoro Akui Terima Uang Rp 100 Juta Lebih Tapi Ajukan Banding Usai Dipecat

    AKBP Bintoro Akui Terima Uang Rp 100 Juta Lebih Tapi Ajukan Banding Usai Dipecat

    GELORA.CO  – Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro disebut mengakui menerima uang Rp100 juta lebih kasus pemerasan terhadap anak bos Prodia.

    Uang tersebut dia terima dari tersangka Arif Nugroho.

    Diketahui, AKBP Bintoro dipecat dari Polri melalui sidang kode etik di Bidang Propam Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2024).

    “Sampai malam ini tambah satu lagi yang sudah diputuskan yaitu AKBP B, PTDH dia,” kata anggota Kompolnas Choirul Anam di Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).

    Di depan Majelis Etik, Bintoro mengakui telah menerima uang lebih dari Rp100 juta dari tersangka Arif Nugroho.

    “Pengakuannya Rp100 juta lebih lah,” ungkap Anam.

    Sebelumnya membantah

    Adapun sebelumnya AKBP Bintoro sempat membantah tuduhan pemerasan tersebut. 

    Ia menyebut pemerasan yang dituduhkan itu adalah fitnah.

    “Faktanya semua ini fitnah. Tuduhan saya menerima uang Rp20 miliar, sangat mengada ngada,” kata Bintoro.

    Bintoro mengungkapkan, kedua tersangka tidak terima setelah penyidik Polres Metro Jakarta Selatan melanjutkan perkara ini hingga Kejaksaan.

    Berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P21. Kedua tersangka dan barang bukti juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.

    “Karena kami tidak menghentikan perkara yang dilaporkan, selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita-berita bohong tentang saya melakukan pemerasan terhadap yang bersangkutan,” ucap dia.

    Sanksi lain ke polisi

    Dalam sidang etik hari ini, Bidpropam Polda Metro Jaya juga menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada mantan Kanit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria.

    Sementara itu, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria menerima sanksi lebih rendah.

    Keduanya dijatuhi sanksi demosi delapan tahun dan penempatan khusus (patsus) selama 20 hari.

    Ajukan banding

    AKBP Bintoro mengajukan banding setelah dipecat sebagai anggota Polri berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus dugaan penyuapan.

    Bukan hanya AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria, dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Ipda ND yang terlibat kasus ini juga mengajukan banding.

    “Semuanya banding,” ujar Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).

    Kendati demikian, eks Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Mariana yang terseret kasus sama masih menjalani sidang etik di Polda Metro Jaya hingga Jumat malam.

    Dalam sidang ini, AKBP Bintoro dan AKP Ahmad Zakaria diberhentikan dari kepolisian. Sementara itu, Ipda ND dan AKBP Gogo Galesung dijatuhi sanksi demosi selama 8 tahun serta dilarang bertugas kembali di satuan Reserse.

    Sebagai informasi, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus dugaan penyuapan AKBP Bintoro dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.

    Sejak 25 Januari 2025, empat polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus) atau ditahan di Bidang Propam Polda Metro Jaya. Namun, AKP Mariana tidak menjalani penahanan.

    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.

    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.

    AKBP Bintoro disebut menerima sejumlah uang dari keluarga Arif Nugroho dengan perjanjian menghentikan kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang wanita berinisial FA (16).

    Perkara yang menjerat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo mempunyai dua berkas perkara yang berbeda, yakni pembunuhan dan pemerkosaan.

    Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel. Kasus pembunuhan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terhadap FA baru dinyatakan lengkap pada Jumat (7/2/2025).

    Berkas perkara kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo telah dilimpahkan dari Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

    Bahkan, jaksa penuntut umum (JPU) telah menyatakan lengkap atau P-21 berkas perkara Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terkait kasus pemerkosaan terhadap FA

  • Kompolnas: AKBP Bintoro Akui Terima Uang Rp 100 Juta Lebih Tapi Ajukan Banding Usai Dipecat – Halaman all

    Kompolnas: AKBP Bintoro Akui Terima Uang Rp 100 Juta Lebih Tapi Ajukan Banding Usai Dipecat – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro disebut mengakui menerima uang Rp100 juta lebih kasus pemerasan terhadap anak bos Prodia.

    Uang tersebut dia terima dari tersangka Arif Nugroho.

    Diketahui, AKBP Bintoro dipecat dari Polri melalui sidang kode etik di Bidang Propam Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2024).

    “Sampai malam ini tambah satu lagi yang sudah diputuskan yaitu AKBP B, PTDH dia,” kata anggota Kompolnas Choirul Anam di Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).

    Di depan Majelis Etik, Bintoro mengakui telah menerima uang lebih dari Rp100 juta dari tersangka Arif Nugroho.

    “Pengakuannya Rp100 juta lebih lah,” ungkap Anam.

    Sebelumnya membantah

    Adapun sebelumnya AKBP Bintoro sempat membantah tuduhan pemerasan tersebut. 

    Ia menyebut pemerasan yang dituduhkan itu adalah fitnah.

    “Faktanya semua ini fitnah. Tuduhan saya menerima uang Rp20 miliar, sangat mengada ngada,” kata Bintoro.

    Bintoro mengungkapkan, kedua tersangka tidak terima setelah penyidik Polres Metro Jakarta Selatan melanjutkan perkara ini hingga Kejaksaan.

    Berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P21. Kedua tersangka dan barang bukti juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.

    “Karena kami tidak menghentikan perkara yang dilaporkan, selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita-berita bohong tentang saya melakukan pemerasan terhadap yang bersangkutan,” ucap dia.

    Sanksi lain ke polisi

    Dalam sidang etik hari ini, Bidpropam Polda Metro Jaya juga menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada mantan Kanit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria.

    Sementara itu, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria menerima sanksi lebih rendah.

    Keduanya dijatuhi sanksi demosi delapan tahun dan penempatan khusus (patsus) selama 20 hari.

    Ajukan banding

    AKBP Bintoro mengajukan banding setelah dipecat sebagai anggota Polri berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus dugaan penyuapan.

    Bukan hanya AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Ahmad Zakaria, dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Ipda ND yang terlibat kasus ini juga mengajukan banding.

    “Semuanya banding,” ujar Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).

    Kendati demikian, eks Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Mariana yang terseret kasus sama masih menjalani sidang etik di Polda Metro Jaya hingga Jumat malam.

    Dalam sidang ini, AKBP Bintoro dan AKP Ahmad Zakaria diberhentikan dari kepolisian. Sementara itu, Ipda ND dan AKBP Gogo Galesung dijatuhi sanksi demosi selama 8 tahun serta dilarang bertugas kembali di satuan Reserse.

    Sebagai informasi, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus dugaan penyuapan AKBP Bintoro dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.

    Sejak 25 Januari 2025, empat polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus) atau ditahan di Bidang Propam Polda Metro Jaya. Namun, AKP Mariana tidak menjalani penahanan.

    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.

    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.

    AKBP Bintoro disebut menerima sejumlah uang dari keluarga Arif Nugroho dengan perjanjian menghentikan kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang wanita berinisial FA (16).

    Perkara yang menjerat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo mempunyai dua berkas perkara yang berbeda, yakni pembunuhan dan pemerkosaan.

    Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel. Kasus pembunuhan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terhadap FA baru dinyatakan lengkap pada Jumat (7/2/2025).

    Berkas perkara kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo telah dilimpahkan dari Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

    Bahkan, jaksa penuntut umum (JPU) telah menyatakan lengkap atau P-21 berkas perkara Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terkait kasus pemerkosaan terhadap FA. (TribunJakarta/Kompas.com/Tribunnews) 

     

  • Terungkap Penyuap AKBP Bintoro Punya Senjata Api, Kompolnas: Ada Indikasi Perbuatan Tercela
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Februari 2025

    Terungkap Penyuap AKBP Bintoro Punya Senjata Api, Kompolnas: Ada Indikasi Perbuatan Tercela Megapolitan 8 Februari 2025

    Terungkap Penyuap AKBP Bintoro Punya Senjata Api, Kompolnas: Ada Indikasi Perbuatan Tercela
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Laporan Polisi (LP) tipe A tentang kepemilikan senjata api (senpi) yang sempat disinggung dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) kasus dugaan
    penyuapan AKBP Bintoro
    dan kawan-kawan terindikasi sebagai perbuatan tercela oleh pihak kepolisian.
    Hal tersebut diketahui Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam saat dia dan tim mendengar langsung isi sidang KKEP AKBP Bintoro dan rekan-rekannya yang berlangsung di Mapolda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).
    “Kan sudah dibilang, ini satu peristiwa (dugaan penyuapan ada) tiga LP. Dua LP sudah terbukti sebagai perbuatan tercela. Kalau pertanyaan, apakah LP yang satunya ini juga ada indikasi itu? Pasti ada indikasi perbuatan tercela,” ungkap Anam, Jumat.
    Hanya saja, Anam tidak menjelaskan perbuatan tercela yang dia maksud.
    Dia meminta awak media menunggu pengusutan seperti KKEP kasus dugaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan kawan-kawan.
    Adapun sidang KKEP dalam kasus dugaan suap AKBP Bintoro dan rekan-rekannya turut menyinggung LP terkait kepemilikan senpi milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo yang saat ini masih diselidiki.
    Anam mengungkapkan bahwa LP senpi itu memiliki keterkaitan dengan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur, yang melibatkan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
    Kasus ini kemudian berkembang hingga berujung pada dugaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan rekan-rekannya.
    Namun, sidang KKEP yang digelar di Gedung Promoter Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2/2025) hanya berfokus pada kasus dugaan suap AKBP Bintoro dan kawan-kawan dalam upaya menghentikan penyidikan perkara pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur.
    Hal ini disebabkan perkara pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur tersebut ditangani oleh Unit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan dan Unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, di mana AKBP Bintoro dan rekan-rekannya sebagai pihak yang menangani kedua kasus tersebut.
    “Konstruksi peristiwa besarnya (kasus dugaan suap) ada tiga LP,” ungkap Anam.
    Anam tidak menjelaskan secara detail mengenai duduk perkara kasus kepemilikan senjata api milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
    Akan tetapi, Anam mengungkapkan bahwa LP tentang kepemilikan senpi itu merupakan tipe A.
    “Kalau yang LP satunya, yang enggak diperiksa di sini, itu terkait benda, bisa senpi
    gitu
    , yang masuk dalam struktur cerita pokok perkara di awal, (iya) senpi,” ucap Anam.
    Sebagai informasi, LP tipe A adalah laporan yang dibuat langsung oleh anggota kepolisian karena mengetahui, menemukan, atau menangani suatu tindak pidana.
    LP tipe A sering digunakan dalam kasus yang terungkap dari hasil patroli, penyelidikan, atau operasi kepolisian tanpa adanya laporan dari pihak luar.
    Sementara itu, LP tipe B merupakan laporan yang dibuat berdasarkan pengaduan atau laporan dari masyarakat.
    Sedangkan LP tipe C adalah laporan yang berasal dari institusi atau instansi tertentu di luar kepolisian.
    Untuk diketahui, majelis sidang KKEP memutuskan AKBP Bintoro, AKP Ahmad Zakaria, dan AKP Mariana dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota kepolisian.
    Sementara itu, AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian Dimas dijatuhi sanksi demosi selama delapan tahun serta diperintahkan untuk tidak lagi berdinas di satuan Reserse.
    Walau begitu, kelima pelanggar tersebut mengajukan banding.
    Diberitakan sebelumnya, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya menyelidiki kasus dugaan penyuapan AKBP Bintoro dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Novian Dimas, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.
    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.
    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.
    AKBP Bintoro diduga menerima sejumlah uang dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo untuk menghentikan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur dengan korban seorang wanita berinisial FA (16).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akhir Jalan Polisi Penerima Suap…
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Februari 2025

    Akhir Jalan Polisi Penerima Suap… Megapolitan 8 Februari 2025

    Akhir Jalan Polisi Penerima Suap…
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di balik seragam kebanggaan yang semestinya menjadi simbol keadilan, justru tersembunyi praktik yang mencoreng institusi.
    Karier yang dibangun bertahun-tahun akhirnya runtuh dalam hitungan hari. Jumat (7/2/2025) menjadi titik akhir bagi AKBP Bintoro dan eks dua anak buahnya di kepolisian.
    Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi terberat, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
    Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu terbukti menerima suap untuk menghentikan kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang menyeret tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    “AKBP B, PTDH,” tegas Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam di Gedung Promoter Polda Metro Jaya.
    Nasib serupa juga dialami AKP Ahmad Zakaria dan
    AKP Mariana
    yang ikut terseret dalam kasus yang sama.
    Keduanya merupakan eks Kanit Resmob dan Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan.
    Sedangkan Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan eks Kasubdit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda ND disanksi demosi 8 tahun.
    Praktik kotor ini mulai terkuak saat sidang KKEP membongkar aliran dana yang diterima AKBP Bintoro.
    Jumlahnya mencapai lebih dari Rp 100 juta, jauh lebih kecil dari spekulasi awal yang menyebut angka miliaran rupiah.
    “Kurang lebih, ya tidak jauh dari angka yang beredar terakhir di publik. Bukan yang awal, Rp 20 miliar, Rp 5 miliar, Rp 17 miliar, dan macam-macam. Kurang lebih Rp 100 juta lebih,” ungkap Choirul Anam.
    Namun, mengenai untuk apa uang itu digunakan, Choirul tidak menjelaskan secara rinci.
    Tetapi yang pasti, menerima suap dalam kasus apapun, terlebih pembunuhan dan pemerkosaan, adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi.
    “Mau itu digunakan untuk pribadi, atau untuk yang lain, dalam konteks sidang etik, itu menerima uang, ya itu salah,” tegasnya.
    Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis terkait dugaan penyuapan dalam penanganan kasus Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Dalam gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025, disebutkan bahwa keluarga Arif Nugroho memberikan sejumlah uang kepada AKBP Bintoro dengan imbalan penghentian kasus.
    Perkara tersebut terbagi dalam dua berkas, yakni pembunuhan dan pemerkosaan.
    Kasus ini pun akhirnya diusut oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.
    Sejak 25 Januari 2025, empat polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus) atau ditahan di Bidang Propam.
    Namun, hanya AKP Mariana tidak termasuk dalam daftar yang ditahan.
    Sidang kode etik memang telah usai, tetapi bukan berarti ini akhir dari segalanya.
    Dengan terungkapnya suap dalam kasus ini, kemungkinan adanya proses hukum pidana masih terbuka lebar.
    “Lalu, terkait dengan perkembangan kasus ini, ya soal pidananya, kan ada LP (laporan polisi) pidana yang juga masuk ke polisi, itu sedang berproses,” kata Anam.
    Kasus ini menjadi pelajaran pahit bahwa hukum tak pandang bulu. Seragam polisi bukan tameng untuk kebal dari konsekuensi.
    Mereka yang seharusnya menegakkan keadilan, kini justru merasakan bagaimana hukuman ditegakkan atas perbuatannya sendiri.
    (Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Fitria Chusna Farisa, Abdul Haris Maulana)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Laporan soal Kepemilikan Senjata Disinggung dalam Sidang Etik Kasus Suap AKBP Bintoro, Milik Siapa?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Februari 2025

    Laporan soal Kepemilikan Senjata Disinggung dalam Sidang Etik Kasus Suap AKBP Bintoro, Milik Siapa? Megapolitan 8 Februari 2025

    Laporan soal Kepemilikan Senjata Disinggung dalam Sidang Etik Kasus Suap AKBP Bintoro, Milik Siapa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dalam kasus dugaan suap AKBP Bintoro dan rekan-rekannya turut menyinggung laporan polisi (LP) terkait kepemilikan senjata api (senpi) milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo yang saat ini masih diselidiki.
    Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, mengungkapkan bahwa LP senpi itu memiliki keterkaitan dengan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur, yang melibatkan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
    Kasus ini kemudian berkembang hingga berujung pada dugaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan rekan-rekannya.
    Namun, sidang KKEP yang digelar di Gedung Promoter Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2/2025) hanya berfokus pada kasus dugaan suap AKBP Bintoro dan kawan-kawan dalam upaya menghentikan penyelidikan perkara pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur.
    Hal ini disebabkan perkara pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur tersebut ditangani oleh Unit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan dan Unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, di mana AKBP Bintoro dan rekan-rekannya turut menangani kedua kasus tersebut.
    “Konstruksi peristiwa besarnya (kasus dugaan suap) ada 3 LP,” ungkap Anam saat ditemui di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jumat (8/2/2025).
    “Cuma, yang di sidang di sini, hanya menyangkut (penanganan perkara) di Polres Metro Jakarta Selatan, yang di sidang 2 LP (pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur). (LP) 1179 sama 1181,” kata Anam melanjutkan.
    Anam tidak menjelaskan secara detail mengenai duduk perkara kasus kepemilikan senjata api milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
    Tetapi, Anam mengungkapkan bahwa LP tentang kepemilikan senpi itu merupakan tipe A.
    “Kalau yang LP satunya, yang enggak diperiksa di sini, itu terkait benda, bisa senpi gitu, yang masuk dalam struktur cerita pokok perkara di awal, (iya) senpi,” ucap Anam.
    Sebagai informasi, LP tipe A adalah laporan yang dibuat langsung oleh anggota kepolisian karena mengetahui, menemukan, atau menangani suatu tindak pidana.
    LP tipe A sering digunakan dalam kasus yang terungkap dari hasil patroli, penyelidikan, atau operasi kepolisian tanpa adanya laporan dari pihak luar.
    Sementara itu, LP tipe B merupakan laporan yang dibuat berdasarkan pengaduan atau laporan dari masyarakat.
    Sedangkan, LP tipe C adalah laporan yang berasal dari institusi atau instansi tertentu di luar kepolisian.
    “Kan sudah dibilang, ini satu peristiwa (dugaan penyuapan ada) 3 LP. 2 LP sudah terbukti sebagai perbuatan tercela. Kalau pertanyaan, apakah LP yang satunya ini juga ada indikasi itu? Pasti ada indikasi perbuatan tercela,” tutur Anam.
    “Apa perbuatan tercelanya? Ya biarkan nanti diurai seperti diproses ini. Kan macam-macam penguraiannya itu. Ada soal barang, soal uang, soal aktor,” imbuh dia lagi.
    Untuk diketahui, majelis sidang KKEP memutuskan AKBP Bintoro, AKP Ahmad Zakaria, dan AKP Mariana dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota kepolisian.
    Sementara itu, AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian Dimas dijatuhi sanksi demosi selama 8 tahun serta diperintahkan untuk tidak lagi berdinas di satuan Reserse.
    Walau begitu, kelima pelanggar itu mengajukan banding.
    Diberitakan sebelumnya, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya menyelidiki kasus dugaan
    penyuapan AKBP Bintoro
    dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Novian Dimas, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.
    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.
    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.
    AKBP Bintoro diduga menerima sejumlah uang dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo untuk menghentikan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur dengan korban seorang wanita berinisial FA (16).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terungkap Penyuap AKBP Bintoro Punya Senjata Api, Kompolnas: Ada Indikasi Perbuatan Tercela
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Februari 2025

    4 AKP Ahmad Zakaria Dipecat dari Polri Atas Dugaan Suap yang Libatkan AKBP Bintoro Megapolitan

    AKP Ahmad Zakaria Dipecat dari Polri Atas Dugaan Suap yang Libatkan AKBP Bintoro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan
    AKP Ahmad Zakaria
    dipecat sebagai anggota Polri, Jumat (7/2/2025).
    Zakaria dipecat melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait dugaan penyuapan untuk menghentikan perkara pembunuhan dan pemerkosaan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo yang melibatkan AKBP Bintoro.
    “AKP Z itu PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat),” kata Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam saat ditemui di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).
    Tak hanya AKP Ahmad Zakaria, hasil sidang KKEP juga menetapkan nasib mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung, serta mantan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda ND yang turut terlibat dalam kasus ini.
    “AKBP GG sama Ipda ND itu demosi 8 tahun, terus penempatan khusus (patsus) 20 hari dan demosi dengan tidak boleh ditaruh (bertugas) di tempat penegakkan hukum serse,” ungkap Anam.
    Sementara itu, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro dan eks Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta AKP Mariana masih menjalani sidang etik di Polda Metro Jaya.
    Sebagai informasi, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus dugaan
    penyuapan AKBP Bintoro
    dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.
    Sejak 25 Januari 2025, empat polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus) atau ditahan di Bidang Propam Polda Metro Jaya. Namun, AKP Mariana tidak menjalani penahanan.
    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.
    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.
    AKBP Bintoro disebut menerima sejumlah uang dari keluarga Arif Nugroho dengan perjanjian menghentikan kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang wanita berinisial FA (16).
    Perkara yang menjerat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo mempunyai dua berkas perkara yang berbeda, yakni pembunuhan dan pemerkosaan.
    Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
    Kasus pembunuhan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terhadap FA baru dinyatakan lengkap pada Jumat (7/2/2025).
    Berkas perkara kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo telah dilimpahkan dari Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
    Bahkan, jaksa penuntut umum (JPU) telah menyatakan lengkap atau P-21 berkas perkara Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terkait kasus pemerkosaan terhadap FA.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sempat Mandek gara-gara AKBP Bintoro, Berkas Kasus Pembunuhan ABG di Jaksel Akhirnya Lengkap
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Februari 2025

    Sempat Mandek gara-gara AKBP Bintoro, Berkas Kasus Pembunuhan ABG di Jaksel Akhirnya Lengkap Megapolitan 7 Februari 2025

    Sempat Mandek gara-gara AKBP Bintoro, Berkas Kasus Pembunuhan ABG di Jaksel Akhirnya Lengkap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Berkas perkara kasus pembunuhan remaja perempuan berinisial FA (16), dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu, telah dinyatakan lengkap atau P-21 pada Jumat (7/2/2025).
    Perlengkapan berkas perkara ini dilakukan di tengah-tengah pengusutan kasus dugaan penyuapan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan
    AKBP Bintoro
    dan kawan-kawan dari keluarga Arif dan Bayu.
    “Penyidik Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah menerima surat pemberitahuan hasil penyidikan atau yang dikenal P-21,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi di Polda Metro Jaya, Jumat.
    Setelah ini, penyidik Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan akan menyerahkan kedua tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
    “Selanjutnya penyidik akan melaksanakan tahap dua, penyerahan tersangka dan barang bukti,” ujar dia.
    Sebagai informasi, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus dugaan
    penyuapan AKBP Bintoro
    dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.
    Sejak 25 Januari 2025, mereka telah menjalani penempatan khusus (patsus) atau ditahan di Bidang Propam Polda Metro Jaya. Namun, AKP Mariana tidak menjalani penahanan.
    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.
    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.
    AKBP Bintoro disebut menerima sejumlah uang dari keluarga Arif Nugroho dengan perjanjian menghentikan kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang wanita berinisial FA (16).
    Perkara yang menjerat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo mempunyai dua berkas perkara yang berbeda, yakni pembunuhan dan pemerkosaan.
    Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
    Kasus pembunuhan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terhadap FA masih ditangani oleh Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
    Berkas perkara kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo telah dilimpahkan dari Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
    Bahkan, jaksa penuntut umum (JPU) telah menyatakan lengkap atau P-21 berkas perkara Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo terkait kasus pemerkosaan terhadap FA.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.