NGO: IPW

  • Kasus Tom Lembong, Masalah Hukum atau Politik?

    Kasus Tom Lembong, Masalah Hukum atau Politik?

    Jakarta: Kasus yang menimpa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih (Tom) Lembong masih berkutat pada dua pertanyaan: Masalah hukum atau politik? 

    Dua pertanyaan ini coba dijawab dalam diskusi publik yang digagas Strategi Institute. Tom saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015 hingga 2016.

    Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Prof Anthony Budiawan, yang menjadi salah satu pembicara diskusi menilai masalah hukum yang dihadapi Tom Lembong bisa saja diartikan sebagai masalah politik. Menurut dia, komoditas gula di Indonesia bisa dibilang tidak pernah surplus.

    “Pernyataan Kejaksaan Agung yang menyebut pada 2015 terjadi surplus gula, diyakini tidak sesuai data,” kata dia, Sabtu, 16 November 2024.

    Mengutip Data National Sugar Summit Indonesia, produksi gula dalam negeri pada 2015 sebesar 2,49 juta ton. Sementara, konsumsi gula nasional sebesar 2,86 juta ton. 

    “Artinya, produksi gula dalam negeri lebih rendah dari kebutuhan alias tidak surplus,” kata dia.

    Anthony menambahkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan negara mengimpor 3,3 juta ton gula pada Mei 2015. Tujuan impor itu adalah untuk menstabilkan harga gula. 

    “Jadi, penetapan tersangka Tom Lembong itu terkesan dipaksakan,” ujar dia.
     

    Selain itu, lanjut Anthony, tudingan terhadap Tom Lembong dianggap tidak masuk akal. Pasalnya, sudah sejak lama Indonesia terkenal sebagai negara net-impor gula.

    Dia mencatat, izin impor gula kristal mentah saat itu hanya 105.000 ton untuk keperluan industri. Ini artinya hanya sekitar 3,1 persen dari total impor gula pada 2015.

    Anthony juga menyoroti izin yang diberikan kepada swasta. Menurut dia, hal itu tidak menyalahi aturan.

    “Izin impor yang diberikan Tom Lembong sudah mempunyai izin impor gula atau gula kristal mentah, yakni bahan baku hilirisasi untuk diproses menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal putih,” kata dia.
     
    Apakah ada pemberian imbalan?
    Pembicara lain, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, mengatakan penanganan kasus yang menimpa Tom Lembong harus mempertimbangkan konteks kewenangan seorang menteri. Hal ini untuk mempertegas apakah kasus tersebut benar-benar masalah hukum atau politik.

    “Kebijakan impor gula yang ambil Tom Lembong seharusnya tak serta-merta dipandang sebagai tindak pidana, kecuali ditemukan indikasi jelas adanya suap atau pemberian imbalan dalam proses perizinan,” kata Sugeng.

    Selanjutnya, lihat dari persoalan hukum, Sugeng mengatakan penegakan hukum dalam kasus Tom Lembong sudah terlambat. Mengingat, kebijakan impor gula ini diterapkan sejak 2015.

    Sugeng juga melihat tak ada uang negara yang digunakan dalam kebijakan impor tersebut. Artinya, fokus penyelidikan seharusnya diarahkan pada pelaku usaha yang mungkin mendapat keuntungan besar dari kebijakan itu.
     
    Dukung pemanggilan Jampidsus oleh DPR
    Sugeng mendukung kasus yang menimpa Tom Lembong ini dibahas Komisi III DPR. DPR berencana memanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjelaskan kasus ini.

    Dikutip dari Antara, Anggota Komisi III DPR Abdullah mengatakan Komisi III DPR bakal memanggil Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Pasalnya, kasus impor gula ini ditangani oleh Jampidsus Kejagung.

    Kejagung menyatakan menghormati rencana Komisi III DPR memanggil Jampidsus. “Kami menghormati rencana pemanggilan tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar.

    Sementara itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Tom Lembong pada Senin, 18 November 2024.
     

    Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan praperadilan bisa menjadi penegas apakah perkara yang menimpa Tom Lembong ini bernuansa politis atau murni hukum. Majelis tunggal nantinya bisa menilai kecukupan bukti yang dibawa Kejagung.

    “Karena tidak mustahil seorang ditersangkakan karena faktor politik dan faktor kepentingan lain selain yuridis. Hakim praperadilan harus menggalinya,” kata Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar melalui keterangan tertulis, Sabtu, 16 November 2024.

    Jakarta: Kasus yang menimpa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih (Tom) Lembong masih berkutat pada dua pertanyaan: Masalah hukum atau politik? 
     
    Dua pertanyaan ini coba dijawab dalam diskusi publik yang digagas Strategi Institute. Tom saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015 hingga 2016.
     
    Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Prof Anthony Budiawan, yang menjadi salah satu pembicara diskusi menilai masalah hukum yang dihadapi Tom Lembong bisa saja diartikan sebagai masalah politik. Menurut dia, komoditas gula di Indonesia bisa dibilang tidak pernah surplus.
    “Pernyataan Kejaksaan Agung yang menyebut pada 2015 terjadi surplus gula, diyakini tidak sesuai data,” kata dia, Sabtu, 16 November 2024.
     
    Mengutip Data National Sugar Summit Indonesia, produksi gula dalam negeri pada 2015 sebesar 2,49 juta ton. Sementara, konsumsi gula nasional sebesar 2,86 juta ton. 
     
    “Artinya, produksi gula dalam negeri lebih rendah dari kebutuhan alias tidak surplus,” kata dia.
     
    Anthony menambahkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan negara mengimpor 3,3 juta ton gula pada Mei 2015. Tujuan impor itu adalah untuk menstabilkan harga gula. 
     
    “Jadi, penetapan tersangka Tom Lembong itu terkesan dipaksakan,” ujar dia.
     

    Selain itu, lanjut Anthony, tudingan terhadap Tom Lembong dianggap tidak masuk akal. Pasalnya, sudah sejak lama Indonesia terkenal sebagai negara net-impor gula.
     
    Dia mencatat, izin impor gula kristal mentah saat itu hanya 105.000 ton untuk keperluan industri. Ini artinya hanya sekitar 3,1 persen dari total impor gula pada 2015.
     
    Anthony juga menyoroti izin yang diberikan kepada swasta. Menurut dia, hal itu tidak menyalahi aturan.
     
    “Izin impor yang diberikan Tom Lembong sudah mempunyai izin impor gula atau gula kristal mentah, yakni bahan baku hilirisasi untuk diproses menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal putih,” kata dia.
     
    Apakah ada pemberian imbalan?
    Pembicara lain, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, mengatakan penanganan kasus yang menimpa Tom Lembong harus mempertimbangkan konteks kewenangan seorang menteri. Hal ini untuk mempertegas apakah kasus tersebut benar-benar masalah hukum atau politik.
     
    “Kebijakan impor gula yang ambil Tom Lembong seharusnya tak serta-merta dipandang sebagai tindak pidana, kecuali ditemukan indikasi jelas adanya suap atau pemberian imbalan dalam proses perizinan,” kata Sugeng.
     
    Selanjutnya, lihat dari persoalan hukum, Sugeng mengatakan penegakan hukum dalam kasus Tom Lembong sudah terlambat. Mengingat, kebijakan impor gula ini diterapkan sejak 2015.
     
    Sugeng juga melihat tak ada uang negara yang digunakan dalam kebijakan impor tersebut. Artinya, fokus penyelidikan seharusnya diarahkan pada pelaku usaha yang mungkin mendapat keuntungan besar dari kebijakan itu.
     
    Dukung pemanggilan Jampidsus oleh DPR
    Sugeng mendukung kasus yang menimpa Tom Lembong ini dibahas Komisi III DPR. DPR berencana memanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjelaskan kasus ini.
     
    Dikutip dari Antara, Anggota Komisi III DPR Abdullah mengatakan Komisi III DPR bakal memanggil Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Pasalnya, kasus impor gula ini ditangani oleh Jampidsus Kejagung.
     
    Kejagung menyatakan menghormati rencana Komisi III DPR memanggil Jampidsus. “Kami menghormati rencana pemanggilan tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar.
     
    Sementara itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Tom Lembong pada Senin, 18 November 2024.
     

    Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan praperadilan bisa menjadi penegas apakah perkara yang menimpa Tom Lembong ini bernuansa politis atau murni hukum. Majelis tunggal nantinya bisa menilai kecukupan bukti yang dibawa Kejagung.
     
    “Karena tidak mustahil seorang ditersangkakan karena faktor politik dan faktor kepentingan lain selain yuridis. Hakim praperadilan harus menggalinya,” kata Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar melalui keterangan tertulis, Sabtu, 16 November 2024.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (UWA)

  • Di Mana Satuan Tugas Judi "Online" Era Jokowi? 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 November 2024

    Di Mana Satuan Tugas Judi "Online" Era Jokowi? Megapolitan 8 November 2024

    Di Mana Satuan Tugas Judi “Online” Era Jokowi?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kasus belasan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melindungi ribuan situs judi
    online
    (judol) sedikit demi sedikit mulai terungkap meski identitas para tersangka belum diketahui.
    Dalam perkembangan kasus berstatus penyidikan ini, polisi telah menyita uang tunai senilai Rp 73 miliar lebih dari ke-15 tersangka.
    Uang itu diduga merupakan hasil kejahatan karena melindungi situs judol agar tidak terblokir.
    Bukan hanya uang, 4 unit bangunan, 16 unit mobil, 1 unit sepeda motor, 11 jam tangan mewah, 215,5 logam mulia, dan lain-lain turut disita mengingat polisi juga akan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
    Seiring kepolisian mengumumkan perkembangan kasus, Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso mulai bertanya-tanya di mana peran Satuan Tugas (Satgas) Judi Online era Presiden ke-7 Joko Widodo.
    Dia juga menyoroti pernyataan Budi Arie yang saat itu menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sekaligus Ketua Harian Pencegahan
    Satgas Judi Online
    .
    “Budie Are pernah melansir tentang empat nama bandar judi online yang tidak dipublikasikan. Padahal, sebagai pejabat publik, dia harus menyampaikan itu kepada penegak hukum,” kata Sugeng saat dihubungi
    Kompas.com,
    Kamis (7/11/2024).
    “Dalam kaitannya pemberantasan judi
    online,
    ada Keppres 21 Tahun 2024 tentang Satgas Judi Online yang tidak terdengar kinerjanya dan pertanggungjawaban kinerjanya,” tambah dia.
    Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Satgas Judi Online terkait proses pengungkapan kasus yang melibatkan
    pegawai Kementerian Komdigi
    .
    Berdasarkan pemberitaan, Jokowi membentuk Satgas Judi Online yang sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) pada 4 Juni 2024.
    Satgas ini dibentuk untuk mendukung percepatan pemberantasan perjudian online secara terpadu yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Kepala Negara.
    Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ditunjuk sebagai Ketua Satgas Judi Online.
    Dikutip dari laman resmi Kementerian Komdigi yang terbit pada Kamis (10/10/2024), pihaknya telah melakukan pemutusan akses judi online sebanyak 3.796.902 atau hampir 3,8 juta konten bermuatan judi online sejak periode 17 Juli 2023 hingga 9 Oktober 2024.
    Lembaga negara itu juga mengeklaim telah memblokir 31.751 sisipan halaman judi pada situs lembaga pendidikan dan lebih dari 31.812 sisipan halaman judi pada lembaga pemerintahan.
    Bukan hanya itu, Kementerian Komdigi disebut memberantas pengajuan 573 akun e-wallet terkait judol ke bank indonesia dan permohonan pemblokiran lebih dari 7.599 rekening bank terkait judol ke otoritas jasa keuangan (OJK).
    Pengungkapan kasus ini merupakan salah satu Asta Cita dari Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan jajarannya untuk memberantas judi online (judol).
    Dengan perintah Prabowo itu, Polri bergerak cepat menindaklanjuti apa yang menjadi atensi Kepala Negara.
    “Ini Presiden Prabowo tidak membuat satu Keppres. Tapi, perintah lisan, sudah dijalankan oleh kepolisian, marak semuanya, polisi sudah bekerja,” ucap Sugeng.
    “Artinya pengungkapan judi online adalah
    political will
    dari pemerintah, dalam hal ini presiden,
    political will
    presiden,” tegas Sugeng melanjutkan.
    Lagi-lagi, Sugeng mempertanyakan keberadaan Satgas Judi Online.
    Apakah sejauh ini berjalan optimal dan sesuai dengan koridornya?
    “Pertanyaannya, waktu masa Presiden Jokowi, ada Keppres tertulis, tapi kinerjanya tidak dipublikasikan. Bagaimana? Nah, ini menjadi pertanyaan” imbuh Sugeng.
    Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam menegaskan, pihaknya mendukung penuh proses penyidikan atas kasus belasan pegawai Kementerian Komdigi melindungi ribuan situs judol.
    “Ini tidak hanya soal kejahatan, tidak hanya soal pelanggaran hukum, tapi ini juga merusak banyak hal, kehidupan masyarakat, dan sebagainya,” kata Anam saat dihubungi Kompas.com, Kamis.
    Dengan adanya proses hukum ini, Anam menilai, masyarakat sangat bergantung dengan profesionalisme penyidik Polda Metro Jaya.
    “Tidak boleh ada sekat-sekat, tidak boleh ada
    ewuh pakewuh
    (sungkan), tidak boleh ada
    gap,”
    ujar dia.
    Anam menggarisbawahi, siapa pun yang terlibat dalam kejahatan ini, penyidik harus memeriksa yang bersangkutan.
    “Saya kira profesionalitas ini ditunggu oleh masyarakat. Oleh karenanya, tindakan profesional harus juga disertai oleh tindakan yang transparan,” kata Anam.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Bandar Besar Tak Pernah Terungkap, IPW Minta Kasus Judi Online Komdigi Ditelusuri Sampai ke Atas

    4 Bandar Besar Tak Pernah Terungkap, IPW Minta Kasus Judi Online Komdigi Ditelusuri Sampai ke Atas

    GELORA.CO  – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menuturkan pihaknya sudah mencermati lama soal kasus perjudian online.

    Tepatnya sejak terbitnya Kepres nomor 21 tahun 2024 tentang pembentukan satgas judi online yang dibentuk pada 14 Juni.

    Terkait satgas ini sudah disebut oleh eks Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi waktu itu ada 4 nama bandar besar.

    “Kan sudah ada 4 bandar besar judi online katanya, tetapi tidak pernah terungkap,” kata Sugeng saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (2/11/2024).

    Setelah Polri gencar pasca Presiden Prabowo Subianto menyampaikan serius untuk melakukan pemberantasan narkoba, korupsi dan judi online di beberapa wilayah di Indonesia barulah kasus oknum Kementerian Komdigi tertangkap.

    Menurutnya di tingkat Mabes Polri, Bareskrim, Dir Cyber juga di wilayah-wilayah terjadi penangkapan pengungkapan kasus judi online besar-besaran.

    “Ya sekarang terungkap bahwa dari Kementerian Kominfo sekarang Kom-Digi, ternyata ada orang dalam yang main. Nah ini harus diperiksa nih sampai level mana permainan ini, apa modus permainan mereka. Apakah melindungi situs judi online dengan membabat situs-situs tertentu yang tidak kooperatif dengan mereka dan membiarkan situs-situs lain yang kooperatif atau modusnya seperti apa,” paparnya.

    IPW meminta agar kasus penangkapan oknum Kementerian Komdigi harus ditelusuri sampai ke atas siapa yang memerintahkan.

    Sugeng mendesak empat bandar besar yang pernah disampaikan Budi Arie agar dibongkar ke publik.

    “Sudah 4 bandar disebut ternyata tidak muncul juga nama itu sekarang kan penangkapan-penangkapan itu konten kreator, operator kecil ya, ini tidak akan pernah selesai nih soal judi online,” pungkasnya.

    11 Tersangka Judi Online

    Sebelumnya Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berkaitan kasus tindak pidana perjudian online pada Jumat (1/11/2024).

    Penggeledahan berlangsung lebih kurang satu jam.

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi mengatakan polisi menyita beberapa dokumen, laptop milik tersangka yang diketahui merupakan pegawai dan staf ahli Komdigi.

    “Penyitaan beberapa laptop pribadi dari para tersangka, termasuk pendalaman proses bagaimana tersangka memfilter seluruh web pada hari tersebut. Kemudian diverifikasi, kemudian diblokir,” katanya dikonfirmasi.

    Adapun penggeledahan dilakukan di lantai dua, tiga, dan delapan kantor Kementeria Komdigi. 

    Para tersangka yang mengenakan baju tahanan juga turut dibawa saat proses penggeledahan.

    “Ada beberapa dokumen juga, komputer juga disita,” katanya.

    Diketahui, Polda Metro Jaya menangkap 11 orang terkait judi online yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komdigi.

    Dari 11 oknum seluruhnya sudah ditetapkan sebagai tersangka atas penyalahgunaan kewenangan blokir situs judi online.

    Mereka ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya

  • Kasus Alexander Marwata, IPW: Jangan kriminalisasi pimpinan KPK

    Kasus Alexander Marwata, IPW: Jangan kriminalisasi pimpinan KPK

    Jakarta (ANTARA) –

    Indonesia Police Watch (IPW) mengingatkan Polda Metro Jaya tidak terpengaruh desakan pihak tertentu untuk ​​​​​​mengkriminalisasi 
    pimpinan KPK dalam kasus Alexander Marwata.

     

    “Kecuali ada terdapat bukti lain adanya janji atau pemberian sesuatu yang diterima oleh pimpinan KPK Alexander Marwata,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, bila tidak ada bukti lain terkait pemberian janji atau pemberian sesuatu terkait jabatan sebagai pimpinan KPK perkara ini lemah.

     

    Teguh juga menyebutkan perkara Alexander 
    Marwata ini berbeda dengan perkara Firli Bahuri pada beberapa hal.

     

     

    Kemudian pertemuan di gedung KPK bukan dalam kapasitas pribadi Alexander Marwata tetapi sebagai pimpinan KPK.

     

    “Selanjutnya pertemuan tersebut sudah dilaporkan pada pimpinan lain dan dihadiri oleh dua staf pengaduan,” kata Sugeng.

     

    Sugeng juga menambahkan saat pertemuan terjadi, Eko Darmanto belum dalam status tersangka dan masih dalam klarifikasi oleh KPK terkait “flexing’.

     

     

    Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dicecar sebanyak 24 pertanyaan oleh penyelidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya dalam pemeriksaan selama 10 jam pada Selasa (15/10).

     

    “Lebih kurangnya terkait dengan kronologis pertemuan saya dengan Eko Darmanto, apakah saya kenal dengan yang bersangkutan? Saya bilang, saya nggak kenal, sebelum yang bersangkutan datang ke KPK,” katanya saat ditemui di Polda Metro Jaya usai pemeriksaan tersebut.

     

    Alex juga menjelaskan penyelidik menanyakan soal alasan pertemuan dengan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto.

     

    “Jadi sebetulnya pertemuan saya dengan Eko itu diketahui oleh pimpinan KPK yang lain, bukan hanya pimpinan pejabat struktural pun tahu kegiatan itu,” katanya.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Fakta Wamenkumham Tersangka,  Ini Komentar Dekan FH UGM

    Fakta Wamenkumham Tersangka, Ini Komentar Dekan FH UGM

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Wamenkumham (Wakil Menteri Hukum dan HAM) Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

    Penetapan ini mengejutkan oleh banyak kalangan mengingat pejabat jebolan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) ini termasuk salah satu tokoh vokal menegakkan keadilan kala itu.

    Sementara saat dimintai komentar kaitan penetapan tersangka Wamenkumham atas kasus suap dan gratifikasi, Dekan Fakultas Hukum UGM, Dahliana Hasan, S.H., M.Tax. Ph.D menyatakan keprihatinannya.

    “UGM tentu merasa prihatin ada kader terbaiknya yang terjerat masalah hukum. Namun demikian, UGM menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada pihak yang berwajib untuk proses hukum lebih lanjut,” ujarnya singkat Jumat (10/112023).

    BACA JUGA:Guru Agama di Magetan Rudapaksa Siswi Sejak SD Hingga SMP 

    Sementara informasi mengenai penangkapan tersangka kasus suap dan gratifikasi disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK Kamis petang (9/11/2023).  Ada 4 tersangka dalam kasus ini dan satu di antaranya adalah Wamenkumham.

    Berikut sederet fakta penangkapan Wamenkumham dan penetapan sebagai tersangka.

    1. Laporan IPW

    Kasus bermula dari laporan Indonesia Police Watch (IPW) yang melaporkan kepada KPK atas dugaan gratifikasi Rp 7 miliar. Dugaan penerimaan dana tersebut diterima oleh sang asisten pribadi yakni Yogi Ari Rukmana. Laporan ini dilakukan pada 14 Maret 2023 kemarin. Adapun suap dan gratifikasi ini berkaitan dengan konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan dari seorang pengusaha bernama Helmut. Dalam kasus ini IPW melaporkan advokat bernama Yosie Andika Mulyadi

    2. Menyanggah dan Mengaku Fitnah

    Melalui kuasa hukum Wamenkumham Ricky Herbert Parulian Sitohang menyatakan jika dan tersebut bukan suap dan gratifikasi melainkan pembayaran resmi atas pekerjaan sebagai pengacara.

    Kuasa hukum juga menyatakan hubungan antara Prof Eddy (Wamenkumham) dan advokat Yosi tidak tahu menahu kaitan aliran dana. Bahkan dari Wamenkumham mengklaim tak pernah menerima aliran dana sepeserpun. Bahkan apa yang disampaikan diklaim fitnah.

    3. Wamenkumham Diduga Menerima Gratifikasi Rp 7 Miliar

    KPK menetapkan 4 tersangka yakni Wamenkumham, Yogi Ari Rukmana (YAR) dan advokat Yosie Andika Mulyadi (YAM) sebagai penerima suap dan satu pengusaha Helmut sebagai pemberi suap. Dalam gratifikasi suap Rp 7 miliar yang diterima di 2022 silam, Wamenkumham meminta kedua asistennya yakni Yogi dan Yosie masuk dalam komisaris perusahaan Helmut yang bernama PT Citra Lampia Mandiri.

    BACA JUGA:Deklarasi Laskar Santri, Cak Imin: Gaet Suara Pedesaan

    4. Punya Kekayaan Capai Rp 20,69 Miliar

    Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terungkap bahwa total harta kekayaan Wamenkumham Eddy Hiariej setelah dikurangi utang Rp 5,44 miliar mencapai Rp 20,69 miliar.

    Hartanya terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 23 miliar.

    Selain properti, Eddy juga memiliki harta berupa alat transportasi dan mesin, termasuk mobil Honda Odyssey tahun 2014 senilai Rp 314 juta, mobil Mini Cooper 5 Door A/T tahun 2015 senilai Rp 468 juta dan mobil Jeep Cherokee Limited tahun 2014 senilai Rp 428 juta.

    Wamenkumham juga mencantumkan kas dan setara kas senilai Rp 1,93 miliar. (Aje)

  • IPW : Tiga Perwira Polrestabes Surabaya Tidak Lakukan Obstruction of Justice

    IPW : Tiga Perwira Polrestabes Surabaya Tidak Lakukan Obstruction of Justice

    Surabaya (beritajatim.com) – Indonesian Police Watch (IPW) berpandangan bahwa tiga perwira Polrestabes Surabaya yang dilaporkan ke Propam Polda Jawa Timur tidak melakukan Obstruction of Justice. Artinya, IPW tidak sependapat dengan laporan tim kuasa hukum Dini Sera Afrianti terkait obstruction of justice.

    “Karena yang dinamakan obstruction of justice adalah suatu tindakan aktif menghilangkan barang bukti, menghalangi suatu proses pengungkapan tindak pidana secara aktif,” kata Sugeng, Sabtu (21/10/2023).

    Sugeng mengatakan, bahwa tiga perwira Polrestabes Surabaya, Kapolsek dan Kanit Reskrim Lakarsantri, Kompol Hakim dan Iptu Samikan serta Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Haryoko Widhi hanya melakukan unprofessional conduct. Artinya, ketiga perwira Polrestabes Surabaya itu dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.

    “Ketiga orang itu tidak mempunyai hak untuk menentukan apakah matinya karena penganiayaan atau sakit karena hasil otopsi kan belum ada saat itu,” imbuh Sugeng.

    Namun, Sugeng menyatakan bahwa pelaporan yang diajukan oleh kuasa hukum korban Andini perlu diproses oleh Propam Polda Jatim. Nantinya dari Propam akan meninjau apakah laporannya sesuai atau tidak. “Anggota polisi yang dilaporkan tersebut, sebelum mengetahui adanya kejelasan proses penyidikan berdasarkan hasil otopsi, sudah menyatakan pernyataan yang menurut saya keliru,” tutup Sugeng.

    Diketahui, Tim pengacara keluarga Dini Sera Afrianti telah mengadukan tiga perwira jajaran Polrestabes Surabaya ke Bidang Propam Polda Jatim. Pengaduan itu telah diterima, dengan bukti pengaduan berstempel Bid Propam dan berparaf tertanggal 16 Oktober 2023. (ang/kun)

    BACA JUGA: Polrestabes Surabaya Tangkap Begal yang Kabur 10 Bulan