NGO: IPW

  • Daftar Jabatan Kombes Donald Simanjuntak, Berakhir Dihukum Pemecatan Buntut ‘Operasi Bersinar DWP’ – Halaman all

    Daftar Jabatan Kombes Donald Simanjuntak, Berakhir Dihukum Pemecatan Buntut ‘Operasi Bersinar DWP’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Berikut daftar jabatan Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan pemerasan terhadap warga negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo.

    Kombes Donald sendiri langsung dicopot dari jabatannya beberapa hari yang lalu dan dimutasi sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Binmas Baharkam Polri.

    Perwira Polri itu langsung menjalani sidang etik yang digelar Komisi Kode Etik Polri (KKEP), pada Selasa (31/12/2024) pukul 11.00 WIB siang hingga Rabu (1/1/2025) sekira pukul 04.00 WIB pagi.

    Putusannya, Kombes Donald Simanjuntak dijatuhi sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH).

    Berikut daftar jabatan Kombes Donald Simanjutnak selama berkarier di Polri:

    Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak merupakan jebolan Akademi Kepolisian tahun 1997.

    Sebelum menjabat Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, ia diketahui pernah mengisi sejumlah jabatan strategis di institusi Polri mulai dari Kapolsek hingga Kapolres.

    Kombes Donald Simanjuntak diketahui menempuh pendidikan dasar di kampung halamannya, Sumatera Utara dari SD hingga lulus SMA.

    Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke Akademi Kepolisian atau Akpol.

    Setelah lulus dari Akpol, ia pun ditugaskan di wilayah Polda Bali dengan mengawali karir sebagai Pama Polres Jembrana Polda Bali pada 1998.

    Setahun kemudian tepatnya 1999, ia dipercaya menjabat sebagai Kapolsektif Melaya Polres Jembrana.

    Tak lama, ia pun menjabat sebagai Kanit POA Ditesintel Polres Jembrana hingga akhirnya pada 2005, ia dipercaya menjadi Panit Ditresintel Polda Bali.

    Pada 2006, ia dimutasi ke kampung halamannya di Sumatera Utara menjadi Pama Polda Sumut.

    Selanjutnya pada 2007, ia menjabat sebagai Kapolsekta Medan Baru.

    Karirnya pun kian moncer, ia dipercaya menjadi Kasat Intelkam Polrestabes Medan pada 2008.

    Dua tahun berselang tepatnya 2010, ia diamanahi menjadi Wakapolres Pematang Siantar.

    Setelah bertugas di kewilayahan, ia ditarik ke Polda Sumut pada 2011 menjabat sebagai Kanit 4 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Sumut.

    Dua tahun berselang tepatnya 2013, ia dipercaya menjadi Kasubdit II Ditresnarkoba Polda Sumut.

    Setelah hampir lima tahun bergelut di bidang reserse Narkoba, pada 2015 ia diangkat menjadi Kasubbagpamgiat Bagian Pengamanan Divpropam Polda Sumut.

    Setahun kemudian tepatnya 2016, ia dipercaya menjadi Kapolres Samosir dan pada 2007 menjadi Kapolres Binjai.

    Ia pun kemudian kembali berdinas di Polda Sumut pada 2019 menjabat sebagai Wadirreskrimum Polda Sumut dan pada 2020 menjabat sebagai Kabid Propam Polda Sumut.

    Selanjutnya, pada 2021, ia bertugas di Mabes Polri Jakarta menjadi Analis Kebijakan Madya Bidang Paminal Divpropam Polri.

    Kemudian pada 2023 karirnya kian bersinar dengan menjabat sebagai Kabagstandar Rowabprof Divpropam Polri Kabaglitpers Ropaminal Divpropam Polri.

    Selanjutnya pada 2024, ia dipercaya menjadi Dirresnarkoba Polda Metro Jaya berdasarkan telegram rahasia yang terbit pada 25 Juni 2024.

    Ia dilantik menjadi Dirresnarkoba Polda Metro Jaya pada 3 Juli 2024 oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto bersama sejumlah Pejabat Utama Polda Metro Jaya..

    Sehingga, sekitar 6 bulan ia menjabat Dirresnarkoba Polda Metro Jaya sebelum dimutasi pada akhir Desember 2024 ini.

    Kombes Donald Diduga Pimpin Operasi Pemerasan “Bersinar DWP”, Rp200 Juta Per Kepala

    Informasi yang beredar, Donald Simanjuntak ini diduga menjadi aktor utama dalam pusaran pemerasan yang dilakukan para polisi Indonesia tersebut.

    Bahkan, kabarnya Kombes Donald memimpin rapat langsung sebelum melaksanakan operasi bernama “Operasi Bersinar DWP”. 

    “IPW mendapat informasi bahwa operasi penangkapan untuk para pengguna dalam acara musik DWP itu memang dilakukan persiapan yang dipimpin oleh Dirnarkoba Polda Metro Jaya,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (30/12/2024).

    Sebelum melakukan operasi, Sugeng mengatakan ada rapat terbatas (ratas) yang diduga dihadiri oleh para Kasubdit di Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya hingga para penyidik reserse narkoba.

    Sugeng mendapat informasi jika operasi tersebut menargetkan para pengguna narkoba di acara itu. Namun, dalam pelaksanaannya, para pengguna ini akan dilakukan restorative justice (RJ).

    Bukan tanpa syarat, RJ ini memaksa para pengguna narkoba yang tertangkap agar membayar sejumlah uang yang nominalnya tidak sedikit.

    “Informasinya (diminta) Rp200 juta per orang,” ungkap Sugeng.

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melakukan sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra Di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024). Dalam wawancara tersebut Sugeng Teguh Santoso menyampaikan tentang permasalahan penanganan kasus Vina di Cirebon oleh Polisi. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN (TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN)

    Pemerasan ini dinilai Sugeng memang sudah direncanakan oleh anggota kepolisian ini. Hal ini karena target dalam operasi itu hanya bertujuan terhadap para pengguna narkoba.

    Sugeng mengatakan informasi yang ia dapat, tak ada pengedar narkoba yang ditangkap dalam operasi tersebut. Padahal, seharusnya para pengedar ini dianggap yang perlu dijadikan target.

    Meski begitu, kata Sugeng, Kombes Donald masih belum mengakui jika dia yang memerintah anggotanya melakukan pemerasan dalam ajang yang digelar rutin setiap tahunnya tersebut.

    “Propam harus bisa membuktikan adanya pelanggaran tersebut. Kalau terbukti arahan permintaan uang RJ atas dasar perintah Direktur (Narkoba) maka (Kombes Donald) harus diajukan ke sidang kode etik dan harus dipecat. Juga proses pidana,” ucapnya.

    Sumber Tribunnews.com di lingkungan Polda Metro Jaya menyatakan saat ini Kombes Donald Simanjuntak tengah menjalani penempatan khusus (patsus).

    “Yang saya dapat informasinya, Direkturnya (Kombes Donald) telat aja dipatsusnya. Jadi anggota dulu nih (dipatsus), abis itu baru beberapa hari kemudian,” ucapnya.

    Sumber mengatakan patsus yang dilakukan ke Kombes Donald dilakukan sejak pekan lalu. “Setau saya sih iya, minggu lalu itu iya (dipatsus), tapi kalau sekarang saya belum update lagi,” singkatnya.

    Meski begitu, kebenaran soal patsus terhadap Kombes Donald ini belum dipastikan benar atau tidak.

    Dapat sanksi pemecatan

    Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam, menyampaikan, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dijatuhi sanksi PTDH.

    “Sidang ini untuk tiga orang dengan putusan PTDH untuk Direktur Narkoba (Donald Parlaungan). Terus Kanit-nya juga di-PTDH,” ucap Anam, kepada Tribunnews.com, pada Rabu (1/1/2025) pagi.

    Anam menjelaskan, dalam sidang etik tersebut, baik dua anggota yang divonis PTDH tersebut sempat mengajukan banding.

    “Kedua orang tersebut yang di PTDH mengajukan banding,” katanya.

    Namun, lanjutnya, hasil sidang etik yang ada berdasarkan keterangan dari belasan saksi yang dihadirkan, baik saksi memberatkan maupun meringankan sanksi bagi terduga pelaku dugaan pemerasan.

    “Belasan saksi ini baik yang memberatkan maupun yang meringankan terduga. Dalam konteks pemeriksaan saksi, ini jadi lebih mendalam. Persitiwanya jadi lebih terang,” katanya.

    “Sehingga majelis punya kesempatan untuk crosscheck ya untuk membandingkan mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak,” tambah Anam.

    Selain itu, ia menyebut, dalam persidangan, majelis juga mendalami bukti-bukti yang ada, mulai dari alur perencanaan, pelaksanaan, dan pasca-kejadian.

    Sementara itu, berbeda dengan sidang terhadap Dirresnarkoba dan Kanit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya yang langsung diputus pada hari yang sama.

    Anam mengatakan, sidang etik untuk Kasubdit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya yang merupakan satu dari tiga anggota yang sidangkan lebih dulu ini di-skors hingga, Kamis (2/1/2025).

    “Untuk Kasubdit belum, masih diskors hingga Kamis,” tutur Anam.

  • 3
                    
                        Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat?
                        Megapolitan

    3 Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat? Megapolitan

    Kenapa Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat?
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan polisi terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 asal Malaysia di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024) lalu terus mendapatkan sorotan tajam.
    Sejumlah pihak, di antaranya Indonesia Police Watch (IPW) hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Polri untuk segera memecat oknum yang terlibat dalam pemerasan tersebut.
    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Polri untuk memecat anggota yang memeras penonton DWP melalui sidang kode etik pada pekan depan.
    Sugeng menyatakan, pelaku pemerasan itu harus dihukum berat karena perbuatan mereka telah mempermalukan Indonesia di mata internasional.
    “Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan. Karena apa? Pertama, ini mempermalukan Indonesia di dunia internasional,” kata Sugeng saat dihubungi, Jumat (27/12/2024).
    Menurut Sugeng, praktik pemerasan diduga menjadi pola umum atau kebiasaan yang dilakukan sejumlah polisi.
    Namun, tindakan pemerasan yang dilakukan sejumlah polisi terhadap penonton DWP asal Malaysia semakin memberikan citra buruk Indonesia di mata warga negeri Jiran.
    “Apakah mereka tidak tahu bahwa warga negara Malaysia sebagai bangsa surumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang,” ujar Sugeng.
    Oleh karena itu, ia menilai pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) harus dilakukan terhadap para polisi yang terbukti melakukan pemerasan.
    Hal senada dengan Sugeng juga disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Hasbiallah Ilyas.
    Pria yang akrab disapa Hasbi ini meminta polisi yang memeras penonton DWP dipecat dan dihukum berat. Pasalnya, tindakan para oknum tersebut sudah masuk ranah pidana sekaligus mencoreng Indonesia di mata internasional.
    “Para pelaku sudah mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, karena yang mereka peras bukan warga Indonesia, tapi warga Malaysia,” ujar Hasbi, Jumat.
    Hasbi menilai, kejadian memalukan ini kemungkinan akan membuat masyarakat internasional menganggap polisi Indonesia sebagai tukang peras dan tidak bermoral. Padahal, pemerasan itu hanya dilakukan sejumlah oknum polisi.
    Oleh karena itu, ia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghukum anak buahnya seberat-beratnya.
    Mereka bisa dijerat tindak pindana pemerasan yang diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
    Selain pidana, para pelaku pemerasan juga perlu disanksi PTDH karena mereka sudah melakukan pelanggan berat.
    “Polri harus bergerak cepat menuntaskan kasus yang dilakukan para anggotanya. Kasus ini sedang menjadi sorotan dunia internasional,” tegas Legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta I itu.
    Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyampaikan, Polri akan dinilai melindungi polisi yang memeras penonton DWP jika tidak memberikan sanksi tegas berupa PTDH terhadap para pelaku pada sidang kode etik.
    “Bila tidak dilakukan sanksi keras berupa PTDH, asumsi yang muncul adalah kepolisian melindungi personelnya yang melakukan pelanggaran pidana pungli dan pemerasan. Ada apa?” kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat.
    Sanksi yang tidak memberikan efek jera berpotensi menurunkan semangat anggota kepolisian lain yang tetap konsisten menjaga etika, moral, dan disiplin.
    Selain itu, pemerasan ini juga berpotensi mengurangi kepercayaan publik, baik domestik maupun internasional. Sebab, DWP merupakan perhelatan
    electronic dance music
    (EDM) terbesar di Asia Tenggara dan korban mayoritas berasal dari Malaysia.
    “Jangan sampai sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) malah mentoleransi perilaku tidak etis personel dengan memberi sanksi ringan atau sedang,” ucap Bambang.
    “Karena sanksi ringan, penempatan khusus atau sedang berupa demosi tidak akan memberi efek jera, bahkan menurunkan
    spirit
    anggota yang masih baik,” imbuhnya.
    Diberitakan sebelumnya, sebanyak 18 anggota polisi menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara asing (WNA) asal Malaysia.
    Pemerasan itu terjadi saat WNA asal Malaysia tersebut tengah menyaksikan Djakarta Warehouse Project (DWP) yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13 hingga 15 Desember 2024.
    Ke-18 anggota polisi berbagai macam pangkat itu berasal dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, hingga Polda Metro Jaya.
    Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, jumlah barang bukti yang sudah dikumpulkan dari hasil pemerasan itu senilai Rp 2,5 miliar.
    Kini, 18 anggota polisi itu telah menjalani penempatan khusus (patsus) dan akan menghadapi sidang kode etik pada pekan depan.
    Selepas pengumuman penanganan perkara ini oleh Div Propam Polri, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto mengeluarkan surat telegram dengan nomor ST/429/XII/KEP/2024.
    Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Pol Dwita Kumu Wardana.
    Sebanyak 34 anggota dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polda Metro Jaya dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi berujar, 34 anggota yang dimutasi itu dalam rangka pemeriksaan kasus dugaan
    pemerasan penonton DWP
    asal Malaysia.
    “Dalam rangka pemeriksaan (kasus pemerasan penonton DWP),” ujar Ade Ary saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).
    (Penulis: Baharudin Al Farisi, Rahel Nada Chaterine | Editor: Fitria Chusna Farisa, Ardito Ramadhan, Ambaranie Nadia Kemalam Movanita)
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kriminal kemarin, DPO TPPU hingga pengamanan aksi tolak PPN 12 persen

    Kriminal kemarin, DPO TPPU hingga pengamanan aksi tolak PPN 12 persen

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa kriminal yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada Jumat (27/12) mulai dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menangkap daftar pencarian orang (DPO) tindak pidana pencucian uang Henny Djuwita Santosa hingga pengamanan aksi tolak PPN 12 persen.

    Berikut rangkuman beritanya:

    Kejati DKI tangkap DPO tindak pidana pencucian uang Henny Djuwita

    Jakarta (ANTARA) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menangkap daftar pencarian orang (DPO) tindak pidana pencucian uang Henny Djuwita Santosa pada Jumat dini hari sekitar pukul 00.38 WIB.

    Baca selengkapnya di sini

    Ada dua klaster dalam kasus dugaan pemerasan pengunjung DWP

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkapkan terdapat dua klaster dari sejumlah polisi yang kini dimutasi untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerasan terhadap penonton atau pengunjung “Djakarta Warehouse Project” (DWP).

    Baca selengkapnya di sini

    IPW berharap Polda Metro Jaya bentuk Majelis Kode Etik

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia Police Watch (IPW) berhy Polda Metro Jaya membentuk Majelis Kode Etik imbas kasus dugaan pemerasan oleh oknum personel Kepolisian terhadap penonton “Djakarta Warehouse Project” (DWP).

    Baca selengkapnya di sini

    611 personel jaga aksi tolak PPN 12 persen di Patung Kuda

    Jakarta (ANTARA) – Kepolisian mengerahkan sebanyak 611 personel gabungan guna menjaga aksi mahasiswa dalam rangka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat.

    Baca selengkapnya di sini

    Pengamat: Sanksi bagi personel terlibat kasus DWP harus maksimal

    Jakarta (ANTARA) – Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengemukakan Polda Metro Jaya harus memberikan sanksi maksimal kepada personel yang telah dimutasi terkait kasus dugaan pemerasan di “Djakarta Warehouse Project” (DWP).

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • IPW: Polisi yang Terlibat Pemerasan WN Malaysia di DWP 2024 Harus Diganjar Sanksi Pemecatan – Halaman all

    IPW: Polisi yang Terlibat Pemerasan WN Malaysia di DWP 2024 Harus Diganjar Sanksi Pemecatan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak agar Polda Metro Jaya membentuk Majelis Kode Etik terkait kasus oknum polisi peras warga negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024.

    Menurutnya, pembentukan Majelis Kode Etik harus dilakukan guna menumpas habis praktik pengutan liar ke depan.

    “Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan,” katanya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).

    Sugeng membeberkan sejumlah alasan oknum polisi terlibat pemerasan tersebut perlu dihukum berat.

    Pertama, tindakan pemerasan telah mempermalukan Indonesia di dunia internasional.

    Kedua, tindakan memeras sepertinya menjadi satu pola umum atau pola kebiasaan yang mereka lakukan.

    Sugeng mengatakan oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan dinilai tidak bisa berpikir jernih bahwa korban-korban yang mereka peras adalah warga negara Malaysia yang punya pandangan stereotip buruk kepada Indonesia.

    “Apakah mereka tidak tahu bahwa Malaysia, warga negara Malaysia sebagai bangsa serumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang,” imbuhnya.

    Sugeng menduga 34 oknum Kepolisian yang dimutasi Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto punya kebiasaan menyalahgunakan kewenangannya dalam menjalankan tugasnya.

    “Jadi, pemecatan adalah satu hal yang harus dilakukan,” katanya.

    Tindakan pemerasan juga merupakan tindak pidana yang melanggar hukum di dalam jabatan. 

    “Memeras, meminta sesuatu dengan menggunakan kewenangannya adalah tindak pidana korupsi,” katanya.

    IPW mendorong Kortastipidkor bekerja menangani kasus pidana tersebut karena ini sudah masuk ke dalam tindak korupsi.

    Kortastipidkor harus menunjukkan kinerjanya yang nyata sebab kasus tersebut masuk dalam tindak korupsi.

    Sebelumnya, 18 oknum anggota polisi sudah diperiksa Divisi Propam Polri terkait dengan dugaan pemerasan saat acara DWP. 

    Pada pekan depan, oknum yang sudah dijebloskan ke penempatan khusus (patsus) akan menjalani sidang kode etik.

    Personel tersebut juga memungkinkan untuk dikenakan sanksi pidana.

    Selain mengamankan 18 oknum anggota polisi, Propam juga menyita barang bukti uang senilai Rp 2,5 miliar. 

    Uang itu ditampung di sebuah rekening khusus yang telah disiapkan.

    Sejauh ini sudah ada laporan dari dua korban warga negara Malaysia.

    Diketahui 34 polisi berasal dari Polda, Polres, dan Polsek dimutasi

    Puluhan polisi tersebut dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya dalam rangka  pemeriksaan terkait kasus pemerasan WN Malaysia dalam acara DWP 2024.

    Enam Personel Polsek yang dimutasi dalam rangka pemeriksaan di antaranya:

    1. Kapolsek Tanjung Priok Kompol Dimas Aditya

    2. Kanit Reskrim Polsek Kemayoran, AKP Fauzan

    3. Panit 1 Unit Binmas Polsek Kemayoran Ipda Win Stone

    4. Ps Kasi Humas Polsek Kemayoran Bripka Ricky Sihite

    5. Bintara Polsek Kemayoran Brigadir Andri Halim Nugroho

    6. Bintara Polsek Kemayoran Briptu Muhamad Padli.

    Tujuh Polisi dari Polres Metro Jakarta Pusat, di antaranya:

    7. Ps Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat Kompol Jamalinus Laba Pandapotan Nababan

    8. Kanit 1 Satresnarkoba Polres Metro Jakpus Iptu Jemi Ardianto

    9. Kanit 2 Satresnarkoba Polres Metro Jakpus AKP Rio Hangwidya Kartika

    10. Kanit 3 Satresnarkoba Polres Metro Jakpus Iptu Agung Setiawan

    11. Bintara Satresnarkoba Polres Metro Jakpus Brigadir Hendy Kurniawan

    12. Bintara Satresnarkoba Polres Metro Jakpus Aipda Lutfi Hidayat

    13. Bintara Satresnarkoba Polres Metro Jakpus Aipda Hadi Jhontua Simarmata.

    22 Polisi dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya di antaranya:

    14. Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Bariu Bawana

    15. Kasubdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Wahyu Hidayat

    16. Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia

    17. Kanit 2 Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Palti Raja Sinaga 

    18. Kanit 3 Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Edy Suprayitno.

    19. Kanit 3 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol David Richardo Hutasoit

    20. Kanit 4 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Derry Mulyadi

    21. Kanit 5 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Dzul Fadlan

    22. Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Rio Mikael L Tobing 

    23. Kanit 2 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Rolando Victor Asi Hutajulu

    24. Ps Kanit 4 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Aryanindita Bagasatwika Mangkoesoebroto

    25. Kanit 5 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Abad Jaya Harefa

    26. Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful Polda Metro Jaya

    27. Panit 1 Unit 2 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Iptu Syaharuddin

    28. Bhayangkara Administrasi Penyelia Bidang Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Iptu Sehatma Manik

    29. Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom

    30. Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Brigadir Fahrudun Rizki Sucipto

    31. Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Brigadir Dwi Wicaksono 

    32. Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Bripka Wahyu Tri Haryanto

    33. Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Bripka Ready Pratama

    34. Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Briptu Dodi.

  • Pengakuan WN Malaysia Diperas Polisi Nonton DWP: Transfer Rp 360 Juta ke Rekening MAB dan AT – Halaman all

    Pengakuan WN Malaysia Diperas Polisi Nonton DWP: Transfer Rp 360 Juta ke Rekening MAB dan AT – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Amir Mansor (29 tahun) rela terbang dari Kuala Lumpur bersama teman-temannya demi berpesta dan berjoget di ajang Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024 silam.

    Sebagai penikmat musik rave, warga negara Malaysia ini tak mau melewatkan salah satu festival musik elektronik terbesar di Asia itu.

    “Kami sudah biasa bepergian ke negara-negara Asia untuk datang ke musik festival. Kami pernah pergi ke Thailand, Singapura, Korea, bahkan Indonesia,” kata Amir kepada BBC News Indonesia dikutip pada Jumat (27/12/2024). 

    Tahun lalu, Amir juga datang ke Bali demi DWP.

    Pengalamannya menyenangkan.

    Jadi dia memutuskan datang kembali tahun ini.

    Sialnya, rencananya untuk bersenang-senang selama tiga hari malah berubah jadi mimpi buruk gara-gara “razia” narkoba polisi.

    Awal Mula Dihampiri Oknum Polisi

    Amir baru saja memesan layanan taksi daring lewat ponselnya ketika dia melihat temannya dihampiri oleh sejumlah orang.

    Saat itu, mereka hendak kembali ke hotel setelah menonton malam pertama festival musik tersebut.

    “Awalnya saya kira mereka adalah driver ojek online yang sedang mencari pelanggan,” kata Amir.

    Amir berasumsi demikian lantaran orang-orang itu berpakaian bebas dan tidak menunjukkan tanda pengenal sebagai polisi maupun surat izin penggeledahan.

    “Mereka memanggil teman saya yang berjalan dengan saya. Mereka menggeledah teman saya, lalu saya menunggu teman saya karena saya sudah memesan taksi online untuk pulang bersama.”

    “Mereka [polisi] lalu ikut menarik saya, mengecek dompet dan barang-barang saya,” kenangnya.

    Polisi Tidak Temukan Bukti Narkoba

    Amir mengeklaim polisi tidak menemukan barang bukti narkoba apa pun saat dia digeledah.

    Dia juga melihat polisi melakukan hal yang sama kepada sejumlah pengunjung DWP lainnya secara acak.

    Mereka kemudian dikumpulkan dan dibawa ke Polda Metro Jaya.

    Sesampainya di kantor polisi, Amir mengaku diminta melakukan tes urine.

    Ponsel mereka disita, tak dibolehkan menghubungi siapa pun termasuk pengacara atau Kedutaan Besar Malaysia.

    “Mereka cuma mengizinkan kami menghubungi keluarga kami, tapi mereka memonitor komunikasi kami, lalu menyita kembali ponsel kami,” terangnya.

    “Mereka juga tidak mengizinkan kami menunjuk pengacara. Mereka memaksa kami menandatangani surat penunjukan pengacara yang sudah mereka tentukan.”

    Pada pagi harinya, polisi memberi tahu hasil tes urine mereka.

    “Sebagian dari kami positif dan sebagian lainnya negatif. Tapi walaupun hasil tesnya negatif, mereka tetap mengunci kami di kantor mereka,” kata Amir.

    “Mereka bilang karena kami datang sama-sama, walaupun sebagian [hasil tes urine] negatif, kami diminta mengaku salah dan membayar untuk bisa bebas.”

    Diperas Rp 800 Juta

    Amir mengeklaim bahwa dia dan delapan orang temannya diminta membayar Rp800 juta untuk bisa bebas.

    “Padahal tidak ditemukan barang bukti apa pun pada kami, hanya tes urine sebagian dari kami hasilnya positif. Kami harus membayar Rp800 juta, walaupun hasilnya negatif, kami tetap harus bayar,” jelasnya.

    Amir mencoba menawar nominal uang yang harus dibayarkan.

    Akhirnya, mereka membayar sekitar RM100.000 (sekitar Rp360 juta).

    Bukti Transfer ke Inisial MAB

    Berdasarkan bukti transfer yang masih dia simpan, dana itu mereka kirimkan ke rekening pribadi seseorang berinisial MAB.

    Amir mengeklaim MAB adalah pengacara yang ditunjuk polisi sebagai pendamping hukum Amir dan teman-temannya.

    Ada pula seorang pengacara lainnya berinisial AT yang punya peran serupa dengan MAB, klaim Amir.

    Menurutnya, AT dikenal sebagai salah satu pengacara di lingkup Polda Metro Jaya.

    BBC News Indonesia telah meminta konfirmasi Polda Metro Jaya dan Mabes Polri terkait klaim-klaim Amir ini, namun hingga artikel ini diterbitkan belum mendapat respons.

    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sapriyanto Refa mengaku belum tahu soal dugaan keterlibatan sejumlah pengacara dalam kasus dugaan pemerasan ini.

    Ditahan di Kantor Polisi 2 Malam

    Amir menghabiskan waktu hampir dua malam di kantor polisi.

    Selama itu, dia hanya diberi makan satu kali.

    Dia mengaku melihat banyak orang bernasib sama.

    Orang-orang itu, kata Amir, tak cuma dari Malaysia.

    “Ada orang-orang Indonesia, Singapura, dan Taiwan,” tuturnya.

    “Ada beberapa yang diperlakukan lebih buruk dari kami. Ada orang Taiwan yang ditaruh di sel karena kantor mereka sudah penuh dengan kami,” sambung Amir.

    Dia akhirnya dibebaskan pada Minggu (15/12/2024) siang.

    Amir hanyalah satu dari banyak warga negara asing (WNA) yang menjadi korban pemerasan polisi berkedok razia narkoba.

    Ada 45 Warga Malaysia Jadi Korban

    Mabes Polri menyatakan bahwa ada 45 warga negara Malaysia yang menjadi korban dengan barang bukti sebesar Rp2,5 miliar.

    Sebanyak 18 personel kepolisian tengah diperiksa terkait dugaan pemerasan.

    Kendati begitu, Amir meyakini jumlah korban dan polisi yang terlibat lebih dari itu.

    Menurutnya, beberapa orang yang dia kenal juga dibawa ke kantor-kantor polisi lain di Jakarta.

    Salah satunya, Polsek Kemayoran.

    Kejadian itu cukup membuatnya kapok untuk datang ke DWP.

    “Kalau masih digelar di Jakarta, kami tidak akan datang. Kecuali kalau mereka mengubah lokasinya atau mereka melakukan rebranding,” kata Amir.

    Saat ini, dia berharap agar uangnya bisa kembali. Amir mengatakan dirinya telah melapor ke Polri melalui email.

    Amir sempat menghubungi AT untuk meminta uangnya kembali.

    Namun, kata Amir, AT mengeklaim uang hasil pemerasan telah dikembalikan ke negara.

    Hingga Kamis (26/12), Amir mengaku tak pernah mendapatkan uang itu kembali.

    Viral di media sosial

    Pengalaman pahit para pengunjung DWP itu kemudian viral di media sosial.

    Para raver asal Malaysia ramai-ramai menyuarakan pemerasan yang mereka alami.

    Penyelenggara DWP kemudian membuat pernyataan yang menyesalkan kejadian tersebut.

    Unggahan itu kemudian dipenuhi oleh komentar-komentar bernada marah.

    Ada yang mengaku dipelototi oleh polisi saat sedang asik berjoget. Beberapa ditarik oleh polisi untuk digeledah dan berujung diperas.

    Imbasnya, mereka mengatakan tak mau lagi datang ke DWP dan akan lebih memilih datang ke festival musik serupa di negara lain, misalnya Thailand.

    Tindakan polisi juga dikecam oleh warganet Indonesia karena dianggap “memalukan negara” dan membuat kebobrokan institusi itu “go international”.

    Kasus ini juga dinilai merugikan sektor ekonomi dan pariwisata.

    Menteri Pariwisata Juga Buka Suara

    Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, mengatakan peristiwa itu memberi citra negatif bagi Indonesia di tengah upaya mempromosikan diri menjadi destinasi kelas dunia.

    “Kementerian Pariwisata menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan dan dampak yang ditimbulkan dari peristiwa ini,” kata Widiyanti.

    Kamar Dagang Indonesia (KADIN) turut berkomentar karena khawatir kasus ini mengancam potensi ekonomi dari konser musik internasional.

    Polisi Disanksi Tapi Tidak Dipecat

    Propam Polri telah menjatuhkan sanksi kepada polisi yang memeras WN Malaysia di acara DWP 2024 itu.

    Mereka hanya dijatuhi sanksi mutasi jabatan.

    Sebanyak 18 anggota polisi itu telah menjalani penempatan khusus (patsus) dan akan menghadapi sidang kode etik pada pekan depan.

    Mereka berasal dari berbagai pangkat dan berasal dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, hingga Polda Metro Jaya dan sudah diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. 

    Dari hasil penyelidikan Propam mengumpulkan barang bukti dari hasil pemerasan itu senilai Rp 2,5 miliar.

    Uang sebesar Rp 2,5 miliar yang ditemukan merupakan hasil penggabungan dari dugaan pemerasan 18 anggota polisi, yang dikumpulkan dalam satu rekening yang sama.

    “Tadi kan disampaikan yang sudah ya (disiapkan). Oke ya,” ujar Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Abdul Karim di Mabes Polri, Selasa (24/12/2024) malam.

    Harusnya Dipecat

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Polri untuk memecat polisi yang memeras penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) melalui sidang kode etik pada pekan depan.

    Sugeng menyatakan, pelaku pemerasan itu harus dihukum berat karena perbuatan mereka telah mempermalukan Indonesia di mata internasional.

    “Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan. Karena apa? Pertama, ini mempermalukan Indonesia di dunia internasional,” kata Sugeng saat dihubungi, Jumat (27/12/2024) seperti dikutip dari Kompas.com.

    Sugeng berpendapat, praktik pemerasan diduga menjadi satu pola umum atau kebiasaan yang dilakukan polisi.

    Namun, ia menilai polisi-polisi itu tidak berpikir bahwa korban mereka adalah warga negara Malaysia yang punya stereotipe buruk kepada Indonesia.

    “Apakah mereka tidak tahu bahwa warga negara Malaysia sebagai bangsa surumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang,” ujar Sugeng.

    Oleh karena itu, ia menilai pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) harus dilakukan.

    Sumber: BBC Indonesia/Kompas.com/Tribunnews.com

     

  • IPW berharap Polda Metro Jaya bentuk Majelis Kode Etik

    IPW berharap Polda Metro Jaya bentuk Majelis Kode Etik

    Jadi, pemecatan adalah satu hal yang harus dilakukan

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia Police Watch (IPW) berhy Polda Metro Jaya membentuk Majelis Kode Etik imbas kasus dugaan pemerasan oleh oknum personel Kepolisian terhadap penonton “Djakarta Warehouse Project” (DWP).

    “Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Sugeng menyebutkan, ada sejumlah alasan mengapa para oknum yang melakukan pemerasan tersebut perlu dihukum berat. Pertama, tindakan tersebut mempermalukan Indonesia di dunia internasional.

    Kedua, tindakan memeras ini sepertinya menjadi satu pola umum atau pola kebiasaan yang mereka lakukan,” katanya.

    Sugeng juga menambahkan mereka yang diduga melakukan pemerasan tidak bisa berpikir jernih bahwa korban-korban yang mereka peras adalah warga negara Malaysia yang punya pandangan stereotip buruk kepada Indonesia.

    “Apakah mereka tidak tahu bahwa Malaysia, warga negara Malaysia sebagai bangsa serumpun itu punya pandangan stereotip seperti ini? Tindakan memeras ini mengabaikan kondisi-kondisi yang jadi latar belakang,” katanya.

    Sugeng juga menduga bahwa 34 oknum Kepolisian ini memang punya kebiasaan menyalahgunakan kewenangannya dan punya kebiasaan buruk di dalam menjalankan tugasnya. “Jadi, pemecatan adalah satu hal yang harus dilakukan,” katanya.

    Selanjutnya, tindakan pemerasan itu adalah tindak pidana. Tindak pidana di dalam jabatan. “Memeras, meminta sesuatu dengan menggunakan kewenangannya secara melanggar hukum itu adalah tindak pidana korupsi,” katanya.

    IPW juga mendorong Kortastipidkor bekerja menangani kasus pidana tersebut karena ini sudah masuk ke dalam tindak korupsi.

    Kortastipidkor harus menunjukkan kinerjanya yang nyata. “Diuji dalam kasus ini. Jadi, Kapolri maupun Kapolda Metro Jaya harus menyerahkan kasus ini kepada Kortastipidkor,” katanya.

    Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto melakukan rotasi pada struktur Polda Metro Jaya yang diduga terkait kasus pemerasan yang dilakukan terhadap pengunjung DWP di JIExpo Kemayoran pada 13-15 Desember 2024.

    Rotasi tersebut termaktub dalam Surat Telegram (ST) Kapolda Metro Jaya Nomor: ST/429/XII/KEP.2024 per tanggal 25 Desember 2024 yang ditandatangani Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Komisaris Besar Polisi Muh. Dwita Kumu Wardana.

    Di dalam ST tersebut terdapat 34 personel Polda Metro Jaya yang dirotasi dalam rangka pemeriksaan. Mereka terdiri dari 21 anggota Direktorat Reserse Kriminal Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya, 7 anggota Polres Metro Jakarta Pusat, Kapolsek Tanjung Priok dan 5 anggota Polsek Kemayoran.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kriminal kemarin, korban tabrak lari hingga penetapan tersangka Hasto

    Kriminal kemarin, korban tabrak lari hingga penetapan tersangka Hasto

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa berkaitan keamanan dan kriminalitas di DKI Jakarta pada Rabu (25/12) masih layak dibaca pada hari ini, mulai dari mayat di TPU Menteng Pulo adalah korban tabrak lari hingga IPW sebut penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum.

    Berikut rangkuman berita selengkapnya:

    1. Mayat di TPU Menteng Pulo adalah korban tabrak lari

    Polisi menegaskan mayat di depan tempat pemakaman umum (TPU) Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan adalah korban tabrak lari oleh pengendara mobil tak bertanggung jawab.

    Baca di sini

    2. Polisi amankan dua benda diduga mortir di Cilandak

    Polisi mengamankan dua benda diduga mortir di Jalan Bunga Melati No. 27 RT 08/02, Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan untuk memastikan keamanan di wilayah tersebut.

    Baca di sini

    3. Polda Metro Jaya masih selidiki korban tabrak lari di Tebet

    Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya masih menyelidiki kasus korban tabrak lari berinisial AM yang mayatnya ditemukan di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan pada Sabtu (21/12).

    Baca di sini

    4. IPW sebut penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut penetapan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah murni penegakan hukum.

    Baca di sini

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024

  • IPW sebut penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum

    IPW sebut penetapan Hasto sebagai tersangka murni penegakan hukum

    Penetapan tersangka terhadap HK murni penegakan hukum, lantaran bukti yang dimiliki oleh KPK itu telah lebih terang dari cahaya

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut penetapan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah murni penegakan hukum.

    “Penetapan tersangka terhadap HK murni penegakan hukum, lantaran bukti yang dimiliki oleh KPK itu telah lebih terang dari cahaya,” kata Sugeng dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Sugeng juga memberikan apresiasi kepada KPK atas penetapan tersangka Hasto Kristiyanto yang diumumkan langsung oleh Setyo Budiyanto, Ketua KPK pada Selasa (24/12).

    KPK menerbitkan dua Surat Perintah Penyidikan, yakni dugaan korupsi suap dengan Nomor Sprind.Dik/153/DIK.00/12/2024, dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a. atau pasal 5 ayat (1) huruf b. atau pasal 13 UU Tipikor, dan perintangan penyidikan, sebagaimana Sprind.Dik/152/DIK.00/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024, dengan pasal 21 UU Tipikor.

    ”Berdasarkan analisis IPW, bersamaan dengan penetapan Harun Masiku (HM) sebagai tersangka, sejatinya KPK sudah memiliki dua alat bukti untuk menjerat HK, ” ucap Sugeng.

    Akan tetapi menurut Sugeng sangat mungkin KPK sengaja menunggu Jokowi lengser terlebih dahulu, guna menghindari adanya kesan politis.

    Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berjalan menuju mobilnya usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aa.

    “Fakta menarik yang harus diungkap KPK, dan dijelaskan kepada publik, adalah soal uang suap yang ternyata bukan bersumber dari HM, melainkan milik HK, ” katanya.

    Padahal menurut Sugeng tujuan uang suap kepada Wahyu Setiawan (WS) yang saat itu berstatus Komisioner KPU untuk kepentingan meloloskan HM yang berasal dari Sulawesi Selatan itu menjadi calon pergantian antarwaktu anggota DPR RI dari Sumatera Selatan.

    “Mengapa HK yang membiayai sebagian untuk kepentingan pribadi HM. Bagaimana historical background (latar belakang sejarah) yang logis, ini yang harus dijelaskan KPK,” ucap Sugeng.

    KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka terkait kasus suap Harun Masiku terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    “Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12).

    Setyo mengungkapkan Hasto berperan aktif dalam kasus suap untuk memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI.

    “Ada upaya-upaya dari saudara HK untuk memenangkan saudara HM (Harun Masiku) melalui beberapa upaya,” ujarnya.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Catatan Akhir Tahun 2024 IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan kepada Anggotanya – Halaman all

    Catatan Akhir Tahun 2024 IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan kepada Anggotanya – Halaman all

    Oleh: 

    Sugeng Teguh Santoso
    Ketua Indonesia Police Watch

    Data Wardhana
    Sekjen Indonesia Police Watch

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) menilai masyarakat tidak melihat bukti keseriusan Polri untuk melakukan penindakan tanpa pandang bulu kepada anggotanya. 

    Menurut IPW, perlakuan yang tebang pilih dalam pemberian sanksi pada anggota, tajam hanya ke level bawah tapi tumpul ke atas berakibat menimbulkan kecemburuan dan menimbulkan sikap masa bodoh yang merugikan institusi. 

    Padahal, fungsi dan tugas pokok anggota mulai dari Perwira Tinggi, Perwira Menengah, Perwira Pertama, Bintara hingga yang paling bawah Tamtama adalah sama yakni mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. 

    Sehingga, kalau anggota Polri melakukan penyimpangan dan melanggar aturan, baik itu disiplin maupun kode etik apalagi pidana harusnya diproses tegas tanpa pandang bulu.

    Namun kata Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, yang terjadi tidak demikian. Hanya anggota bawahan saja yang dihukum tegas. 

    Kenyataan ini terkuak pada sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap dua mantan anggota Polda Jawa Tengah, Brigadir Dwi Erwinta Wicaksono dan Bripka Zainal Abidin yang didakwa menerima suap dengan total Rp 2,6 miliar atas peran sebagai calo penerimaan Bintara Polri 2022 di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (17 Desember 2024). 

    Kedua terdakwa tersebut disidang dalam berkas perkara terpisah.

    Padahal, peristiwa percaloan penerimaan bintara di Polda Jateng tahun 2022 itu dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Paminal Polri itu cukup banyak yang terlibat. 

    Namun, ada instruksi penyelamatan dan hanya kompol ke bawah saja yang diproses. 

    Akhirnya, kejahatan tangkap tangan oleh Divpropam Polri yang awalnya dibongkar oleh Indonesia Police Watch (IPW) sekitar bulan Maret 2023, menyeruak ke publik, menjadikan lima orang saja yang diproses yakni Kompol KN, Kompol AR, AKP CS, Bripka Z dan Brigadir EW. 

    Kelima anggota Polda Jawa Tengah itu kemudian dipecat dari anggota Polri setelah dilakukan Sidang Kode Etik dan meneruskan proses pidananya. 

    Anehnya, dalam penanganan proses pidana yang sudah berjalan satu setengah tahun lebih tersebut, hanya dua orang saja yang disidang yaitu Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin. 

    Sementara perwira yang terkena pemecatan dari dinas Polri tidak jelas ujung pangkalnya dari proses hukum oleh Ditreskrimum Polda Jateng. 

    Hal itu diketahui dari pemberitaan Tirto.id yang dipublikasi 17 Desember 2024 pada pukul 20.40 WIB dengan judul: “2 Anggota Polda Jateng Calo Bintara Didakwa Terima Suap Rp 6M”. 

    Menurut berita tersebut, Polda Jawa Tengah sempat menyebut akan memproses pidana para pelaku. 

    Namun perkara yang dilimpahkan ke penuntut umum Kejari Kota Semarang baru dua orang yakni Bripka Z alias Zainal Abidin dan Brigadir EW alias Dwi Erwinta Wicaksono. 

    Kejaksaan belum menerima limpahan perkara selain dari dua mantan anggota Polda Jateng yang ditangani saat ini. 

    “Itu kewenangan penyidik, kami baru menerima dua,” ujar Jehan saat dikonfirmasi.

    Masyarakat akan mencatat, apakah di tahun 2025, para pelaku kejahatan di internal kepolisian itu akan diproses ke sidang peradilan? Masyarakat sebenarnya juga menanti kelanjutan dari “polisi peras polisi” di lembaga pendidikan Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri Sukabumi  yang menghilang “bak ditelan bumi” tanpa penjelasan dari Divisi Humas Polri. 

    Padahal, kasus yang menggegerkan pada sekitar bulan Agustus 2024 tersebut, sangatlah serius dimana Divpropam Polri butuh waktu bulanan untuk mengurai kebobrokan anggota Polri di pendidikan itu yang memeras peserta didik calon perwira hingga puluhan juta. 

    Bahkan, Pengamanan internal (Paminal) Propam Polri telah menyita uang sebesar Rp 1,5 miliar sebagai barang bukti. 

    Tapi, tindak lanjut dari adanya peristiwa tersebut tidak ada kabar tentang sidang kode etik profesi dari para pelaku-pelakunya. 

    Yang ada hanyalah bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan “bedol deso” anggota Polri yang menjabat di Setukpa tersebut melalui Surat Telegram bernomor: ST/1821/VIII/KEP./2024, tanggal. 21 Agustus 2024 dengan memutasi Kepala Sekolah Pembentukan Perwira (Kasetukpa) Lemdiklat Polri, Brigjen Mardiaz Kusin Dwihananto dimutasi sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tk. II Sespim Lemdiklat Polri.

    Sementara Wakasetukpa, Kombes Dr. Ignatius Agung Prasetyo dimutasi sebagai Dosen Kepolisian Madya Tk.I Akpol Lemdiklat Polri. 

    Sedang pada ST Kapolri bernomor: 1813/VIII/KEP./2024, tanggal. 21 Agustus 2024 sejumlah perwira menengah di Setukpa Polri juga terkena mutasi.

    Mereka yakni Kompol Zoenivpendi yang menjabat Kadensiswa 3 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dipindah sebagai Pamen Pusjarah Pori. 

    Kompol Dedi Supriyatno selaku Kadensiswa 2 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dimutasi sebagai Pamen Divisi Teknologi, Infomasi dan Komunikasi Polri. 

    Kemudian, Kompol Marudut Manalu selaku Kadensiswa 1 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dipindah sebagai Pamen Puslitbang Polri. Kompol Alfriwan Zaputra selaku Paur Subbaghanjartaka Bagbingadik dimutasi sebagai Pamen Divkum Polri. 

    Kompol Hadi Widarto selaku Paur/Alins Bagdiglat Setukpa dipindah sebagai Pamen Sahli Kapolri. 

    Lalu ada Kompol Suwitomo selaku Paur Bidjemen Setukpa dimutasi sebagai Pamen Divhumas Polri, dan Kompol Sri Mulyani selaku Paur Subbidopsnal Bidproftek Setukpa dimutasi sebagai Pamen Setum Polri. 

    Indonesia Police Watch (IPW) menilai penindakan terhadap “polisi peras polisi” ini seharusnya diproses lebih lanjut ke Komisi Etik Polri. 

    Sehingga institusi Polri bebas dari penyalahgunaan wewenang, pungli, pemerasan dan korupsi (suap dan gratifikasi). 

    Sebab, praktik-praktik tersebut jelas melanggar peraturan dan diharapkan menjadi pelajaran bagi anggota Polri untuk memiliki etika moral yang terpuji, yang tercermin dalam prilaku anggota Polri yang didasari ketakwaan, kesusilaan, hati nurani, integritas, kejujuran, serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila, Tribrata dan Catur Prasetya. 

    Praktik sebaliknya justru terjadi di Polda NTT melalui putusan kode etik KKEP yang mem+PTDH Iptu Rudy Soik dengan segala argumentasi. 

    Padahal Iptu Rudy soik berusaha mengungkap jaringan ilegal BBM yang diduga melibatkan oknum Polri. 

    Perjuangannya membela diri yang didukung banyak lapisan masyarakat hingga DPR membuat pemecatannya dipertimbangkan.

    Namun, oknum-oknum anggota Polri yang bermain di minyak BBM ilegal tidak tersentuh kendati pimpinan tertinggi di kepolisian telah menerjunkan tim ke Polda NTT. 

    Hasilnya, semuanya seakan menghilang. 

    Hal ini terlihat dengan tidak adanya ekspose kasus setelah tahapan Iptu Rudy Soik dipanggil di Komisi III DPR bersama Kapolda NTT, Irjen Dahi Tahi Monang Silitonga pada Senin, 28 Oktober 2024.

    Terjerat Sambo Naik Pangkat Juga

    Dengan tidak seriusnya melakukan penindakan terhadap anggota itu, menjadikan institusi Polri rentan terhadap kritikan masyarakat yang menyudutkan dan menurunkan citra institusi.

    Kritikan masyarakat yang begitu pedas juga disampaikan IPW kepada Institusi Polri, terjadi saat anggota Polri yang terlibat dalam kasus Sambo menorehkan bintang dipundaknya, dan juga ada yang naik pangkat. 

    Pasalnya, banyak masukan dari internal kepolisian bahwa anggota yang terlibat dalam kasus Sambo itu dengan mudahnya naik pangkat, sementara anggota Polri yang tidak pernah berurusan dengan pelanggaran etik sangat sulit untuk naik pangkat. 

    Diketahui, sejumlah polisi yang sempat tersandung kasus Ferdy Sambo kini kembali aktif bertugas, bahkan mendapatkan promosi. 

    Ada enam perwira Polri yang sebelumnya menjalani sanksi kini telah menduduki posisi strategis.

    Salah satu yang dipromosikan adalah Budhi Herdhi Susianto yang menjabat Kapolres Jakarta Selatan saat kasus Sambo mencuat. 

    Budhi dipromosikan menjadi Karowatpers dan menyandang pangkat brigadir jenderal (brigjen). 

    Nama lain yang juga mendapat promosi adalah Kombes Murbani Budi Pitono, Kombes Denny Setia Nugraha Nasution, Kombes Susanto, AKBP Handik Zusen, dan Kompol Chuck Putranto. 

    Adanya perbedaan dalam hal promosi jabatan dan pola pembinaan itu dirasakan sangat tidak adil sehingga IPW melihat ada kecenderungan Polri merehabilitasi anggotanya yang melanggar etik setelah peristiwa pelanggaran etik tidak lagi menjadi perhatian publik.

    Seperti pada putusan tingkat pertama berat, kemudian dengan lewatnya waktu, ketika masyarakat sudah mulai melupakan, Polri kemudian merehabilitasi secara legal orang-orang yang telah dihukum tersebut. 

    Kesalahan-kesalahannya itu kemudian direhabilitasi.

    Kenyataan ini justru akan memularkan virus pelanggaran terhadap anggota Polri lainnya karena nanti belakangnya bisa “diurus”. 

    Hal itu, lantaran ada anggapan bahwa penyelesaian pelanggaran terhadap peraturan itu dapat diselesaikan berdasarkan kedekatan personal. 

    Untuk itu, dari kasus kenaikan pangkat terhadap anggota Polri yang tersandung kasus Sambo, seharusnya Polri meningkatkan transparansi proses promosi secara terbuka dan berdasarkan kriteria yang objektif. 

    Hal ini, agar anggota Polri yang tidak memiliki pelanggaran etika legowo melihat mutasi dan promosi jabatan yang dilakukan pimpinan Polri. 

    Sikap institusi Polri yang tidak tegas, terkesan melindungi anggotanya yang salah serta menerapkan impunitas, tentu kedepannya akan berdampak sistemik dianggap remeh oleh anggotanya sendiri. 

    Terbukti dipenghujung tahun 2024 muncul kasus pemerasan oleh anggota Polri terhadap Warga Negara Malaysia yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat yang mempermalukan institusi polri sendiri. 

    Kendati akan ada penindakan tegas dengan bahkan putusan pemecatan terhadap anggota yang saat ini ditangkap Propam Polri, tentu langkah ini tidak akan memulihkan nama baik Institusi Polri atau Pemerintah Indonesia di kancah internasional. 

    Sebab, yang menjadi korban pemerasan adalah Warga Negara Malaysia yang dikenal sangat kritis pada Indonesia sebagai negara serumpun dan medsosnya telah menyebar ke belahan dunia. 

    Karenanya, IPW mempertanyakan integritas, pola pikir para anggota Polri yang diduga memeras WN malaysia tersebut apakah mereka anggota-anggota yang rendah intelektualnya sehingga tidak bisa berfikir normal bahwa warga Malaysia sebagai korban bisa membongkar pemerasan  yang mereka alami. 

    Atau memang sikap mental  memeras  telah melekat sebagai DNA pada polisi kita? 

    Mengaca pada peristiwa peristiwa yang diurai diatas sepatutnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu melakukan pola tindak baru ditahun 2025 dengan bertindak tegas dan lugas memecat anggota tanpa pandang bulu dan tanpa melihat pangkat. 

    Aliran uang Rp 32 miliar dari hasil pemalakan itu harus dibongkar sampai kemana dan ke siapa? 

    Hal ini penting untuk menjaga profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

  • IPW Catat 4 Kasus Polisi Tembak Mati Orang Lain

    IPW Catat 4 Kasus Polisi Tembak Mati Orang Lain

    Surabaya (beritajatim.com) – IPW menyoroti insiden penggunaan senjata yang menewaskan orang lain. Catatan Indonesia Police Watch (IPW) setidaknya ada empat insiden kematian orang lain karena penggunaan senjata oleh polisi selama kurun waktu 2024.

    “Ada empat kasus yang menghebohkan masyarakat terkait penggunaan senjata yang menewaskan orang lain,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Minggu (22/12/2024).

    Empat insiden itu membuat citra buruk terhadap institusi Polri. Sehingga muncul polemik di masyarakat yang saling berdebat terkait penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian. Menurut Sugeng, kini di masyarakat muncul pihak yang tidak setuju anggota polri diberi senjata api.

    “Namun juga masih ada yang setuju anggota Polri dipersenjatai untuk mengamankan, melindungi, mengayomi masyarakat dari tindak kejahatan yang membahayakan nyawa,” tutur Sugeng.

    Sejumlah insiden yang membuat sebagian masyarakat merasa anggota Polri tidak perlu dipersenjatai itu antara lain penembakan terhadap siswa SMKN 4 Semarang bernama Gamma Rizkynata Oktafandy. Diketahui, Gamma tewas usai menerima timah panas dari Aipda Robig Zaenuddin anggota Resnarkoba Polres Semarang, Minggu (24/11/2024).

    Kasus lainnya adalah penembakan kepada Beni warga Bangka Belitung yang dituduh mencuri buah sawit di area perkebunan yang dijaga oleh pasukan khusus Polri. Beni tewas setelah diberondong 12 tembakan oleh anggota Brimob pada Minggu, (24/09/2024).

    Kasus ketiga terjadi di wilayah Polresta Palangkaraya. Brigadir Anton Kurniawan Setiyanto menembak seorang supir ekspedisi berinisial BA, Rabu (27/11/2024). Mayat BA lantas dibuang di perkebunan sawit Katingan Hilir dan baru ditemukan 6 Desember 2024.

    Kasus yang begitu mengejutkan terjadi di internal kepolisian. AKP Dadang Iskandar Kabag Ops Polres Solok Selatan tega menembak AKP Ryanto Ulil rekan kerjanya di Polres Solok yang menjabat Kasat Reskrim pada 22 November 2024. Dadang melakukan penembakan kepada Ryan saat berada di ruangan Kasat Reskrim di Polres Solok. Tidak puas menembak Ryan, Dadang lantas memberondong rumah Kapolres Solok.

    Atas sejumlah insiden itu, Sugeng menyoroti pemakaian senjata oleh anggota Polri. Padahal, sikap pemakaian senjata telah diatur dalam peraturan Kapolri (Perkap).

    “Atas beberapa insiden, Polri kemudian digugat masyarakat. Padahal penggunaan senjata telah diatur baik di Perkap dan SOP,” tutur Sugeng.

    Sugeng menegaskan, bahwa pimpinan Polri harus memastikan anggota yang dilengkapi senjata api memiliki izin penggunaan senjata. Lalu juga punya keterampilan dan patuh terhadap aturan dan etika penggunaan senjata. Anggota kepolisian juga harus dapat menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat dengan penggunaan senjata.

    “juga diharapkan, anggota yang dipersenjatai bisa mengendalikan emosi dan bertindak tenang. Lalu juga penggunaan senjata tidak boleh sebagai ajang unjuk kekuasaan yang akhirnya mengintimidasi masyarakat,” tutup Teguh. (ang/but)