Eks Kasat Reskrim Polres Jaksel Anggap Tuduhan Pemerasan Rp 20 Miliar Mengada-ada
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP
Bintoro
, menepis dugaan terlibat dalam kasus
pemerasan
senilai Rp 20 miliar.
Bintoro mengatakan, dirinya telah diperiksa Propam
Polda Metro Jaya
untuk menjelaskan tuduhan itu.
Dia mengaku telah memberikan HP-nya kepada penyidik dan telah diperiksa selama sekitar delapan jam.
“Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” kata dia dalam video yang diterima
Kompas.com
, dikutip Minggu (26/1/2025).
Bintoro bahkan mengatakan telah memberikan seluruh rekening koran yang dia miliki. Bahkan, ia siap jika rekening milik keluarganya diperiksa penyidik.
“Saya juga telah memberikan data seluruh rekening koran dari bank yang saya miliki. Jika diperlukan, nomor rekening istri dan anak-anak saya, saya siap dilakukan pemeriksaan,” tambah dia.
Selain itu, Bintoro juga memohon agar rumahnya digeledah untuk mematahkan tudingan tersebut.
“Hari ini juga saya mohon kiranya dilakukan penggeledahan di rumah atau kediaman saya untuk mencari tahu apakah ada uang miliaran yang dituduhkan kepada saya,” tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan.
Pemeriksaan terhadap Bintoro dilakukan setelah Organisasi
Indonesia Police Watch
(IPW) mengeluarkan rilis mengenai dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar yang dilakukan oleh Bintoro.
“Menindaklanjuti informasi tersebut, Polda Metro Jaya saat ini telah melakukan pendalaman oleh Bidpropam,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam, saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).
Ade Ary mengatakan, jika ditemukan pelanggaran, pihaknya bakal memproses sanksi kepada Bintoro sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional, dan profesional,” tambah Ade Ary.
Kompas.com juga sudah berupaya untuk menghubungi pihak kepolisian terkait detail kasus tersebut.
Akan tetapi, hingga berita ini naik, belum ada penjelasan mengenai hal itu.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh, mengatakan kasus yang sedang dihadapi oleh Bintoro berkaitan dengan kasus dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar.
Sugeng mengatakan, uang itu didapatkan oleh Bintoro dalam rangka memberhentikan kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
Adapun laporan kepolisian dalam kasus tersebut tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
Tidak hanya uang, beberapa barang milik penggugat juga disebut diambil oleh Bintoro.
“Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 5 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan,” kata Sugeng dalam keterangan resmi, Minggu (26/1/2025).
Akan tetapi, kasus tetap bergulir.
Tersangka yang sudah memberikan sejumlah uang kepada Bintoro kemudian menggugat eks Kasat Reskrim itu ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Ketika kasus pidana atas tersangka Arif diproses lanjut, maka tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang menjadi kecewa dan menggugat ke pengadilan,” tambah Sugeng.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: IPW
-
/data/photo/2025/01/26/6796374c17dd6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Eks Kasat Reskrim Polres Jaksel Anggap Tuduhan Pemerasan Rp 20 Miliar Mengada-ada Megapolitan
-
/data/photo/2025/01/26/6796374c17dd6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Diperiksa Terkait Dugaan Pemerasan Megapolitan
Eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Diperiksa Terkait Dugaan Pemerasan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan
AKBP Bintoro
diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
Polda Metro Jaya
dalam kasus
dugaan pemerasan
.
Pemeriksaan terhadap Bintoro dilakukan setelah
Indonesia Police Watch
(IPW) mengeluarkan rilis mengenai dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar yang dilakukan oleh Bintoro.
“Menindaklanjuti informasi tersebut, Polda Metro Jaya saat ini telah melakukan pendalaman oleh Bidpropam,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).
Ade Ary mengatakan, jika ditemukan pelanggaran, pihaknya bakal memproses sanksi kepada Bintoro sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional, dan profesional,” tambah Ade Ary.
Kompas.com
juga sudah berupaya untuk menghubungi pihak kepolisian terkait detail kasus tersebut.
Akan tetapi, hingga berita ini naik, belum ada penjelasan mengenai hal itu.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh mengatakan, kasus yang sedang dihadapi oleh Bintoro berkaitan dengan dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar.
Sugeng mengatakan, uang itu didapatkan oleh Bintoro dalam rangka memberhentikan kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
Adapun laporan kepolisian dalam kasus tersebut tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
Tidak hanya uang, beberapa barang milik penggugat juga disebut diambil oleh Bintoro.
“Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 5 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan,” kata Sugeng dalam keterangan resmi, Minggu (26/1/2025).
Akan tetapi, kasus tetap bergulir.
Tersangka yang sudah memberikan sejumlah uang kepada Bintoro kemudian menggugat eks Kasat Reskrim itu ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Ketika kasus pidana atas tersangka Arif diproses lanjut, maka tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang menjadi kecewa dan menggugat ke pengadilan,” tambah Sugeng.
Bintoro membantah semua pernyataan di atas. Dia mengatakan, tuduhan terhadap dirinya tidaklah benar.
Bintoro bahkan mengatakan bakal membuka semua isi HP-nya, rekening koran dirinya, sang istri, hingga anaknya untuk membuktikan tuduhan itu.
“Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya. Saya juga telah memberikan data seluruh rekening koran dari bank yang saya miliki,” kata Bintoro dalam video yang diterima
Kompas.com
, Minggu (26/1/2025).
Bintoro mengaku, untuk dapat membuktikan kesalahan tuduhan itu, dia siap diperiksa.
Dia bahkan memohon dilakukan penggeledahan di kediamannya.
“Hari ini juga saya bermohon kiranya dilakukan penggeledahan di rumah atau kediaman saya untuk mencari tahu apakah ada uang miliaran yang dituduhkan kepada saya,” tambah dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Diduga Peras Bos Prodia Rp20 Miliar, AKBP Bintoro Diperiksa Propam
Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya memeriksa mantan Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Bintoro karena diduga memeras pengusaha senilai Rp20 miliar.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan pemeriksaan itu dilakukan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam).
“Menindaklanjuti informasi tersebut Polda Metro Jaya saat ini telah melakukan pendalaman oleh Bidpropam,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (26/1/2025).
Dia menambahkan, proses pemeriksaan itu merupakan bentuk peningkatan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kasus ini akan diproses sesuai prosedur.
“Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai Peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional dan profesional,” tegasnya.
Kronologi Pemerasan
Sebagai informasi, isu pemerasan itu awalnya diungkap oleh Indonesia Police Watch (IPW). Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa Bintoro selaku mantan Kasatreskrim Polres Jaksel diduga telah memeras pemilik Prodia senilai Rp20 miliar.
Teguh mengatakan kasus ini berkaitan dengan perkara dugaan pidana kematian yang ditangani Polres Jaksel mandek. Kemudian, Kapolres Jaksel Ade Rahmat memerintahkan agar kasus ini ditindaklanjuti.
Dalam momen yang sama, Bintoro kemudian dicopot dan dirotasi ke Polda Metro Jaya. Posisi yang ditinggalkan kini dijabat oleh AKBP Gogo Galesung.
“AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 20 Miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan,” ujar Sugeng.
Sebagai informasi, Bisnis telah mencoba menghubungi AKBP Bintoro terkait dengan kasus ini. Hanya saja, hingga berita ini dipublikasikan, Bisnis belum mendapatkan jawaban dari Bintoro.
-

Bripda Fauzan Tak Dipecat usai Nikahi Korban Rudapaksa, IPW: Celah Hukum Indonesia – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan tidak dipecatnya anggota polisi di Sulawesi Selatan (Sulsel), Bripda FA atau Fauzan usai menikahi mantan pacarnya yang dirudapaksa olehnya adalah wujud keterbatasan hukum di Indonesia.
Mulanya, Sugeng mengatakan apabila dalam kasus ini, Bripda Fauzan merudapaksa anak di bawah umur, maka dirinya tidak mungkin batal dipecat karena tindakannya sudah masuk dalam ranah tindak pidana.
“Perbuatan tindakan asusila, kalau anak di bawah umur, maka itu adalah tindak pidana dan itu tidak bisa dibantah lagi,” katanya kepada Tribunnews.com, Minggu (12/1/2025).
Namun, ketika Bripda Fauzan menikahi mantan pacarnya yang dirudapaksa dan merupakan perempuan dewasa, maka proses hukum yang terjadi tidak sesimpel seperti kasus rudapaksa terhadap anak di bawah umur.
Pasalnya, kata Sugeng, kasus tersebut sudah masuk sebagai delik aduan.
Sugeng mengatakan hal ini justru wujud keterbatasan sistem hukum di Indonesia karena bisa menjadi strategi Bripda Fauzan untuk menghindari sanksi pemecatan atau pidana.
Adapun hal yang dilakukan adalah dengan menikahi korban sehingga bisa dianggap sebagai upaya agar korban mencabut laporannya.
Sugeng mengatakan ketika pelaku menikahi korban, maka hal tersebut dianggap sebagai penyelesaian masalah secara restorative justice.
“Kalau delik aduan, maka pintu delik aduan ini bisa menjadi strategi dari pihak pelaku untuk melumpuhkan sanksi atau ancaman kepada dirinya apabila terjadi restorative justice.”
“Misalnya, terjadi kesepakatan bahwa dia (Bripda Fauzan) menikahi. Maka korban bisa mencabut laporan tersebut. Nah, inilah keterbatasan hukum kita ketika pencabutan laporan tersebut dengan menikahi, maka tindakan asusila ini dianggap dimaafkan,” jelasnya.
Sugeng mengatakan siapapun boleh menyatakan bahwa Bripda Fauzan telah mengakali hukum di Indonesia.
Namun, imbuhnya, fakta bahwa Bripda Fauzan mau menikahi korban asusila yang diakibatkan olehnya adalah fakta hukum.
“Jadi bisa menjadi alasan untuk meringankan hukuman pemecatan. Jadi ini kan itikad banding,” katanya.
Hanya saja, Sugeng meyakini upaya Bripda Fauzan dengan menikahi mantan pacarnya tersebut memang semata-mata hanya bertujuan untuk menghindari sanksi pemecatan alih-alih wujud pertanggung jawaban.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya dugaan bahwa Bripda Fauzan melakukan penelantaran terhadap korban sejak pertama kali menikah.
Adapun hal itu dikatakan oleh kuasa hukum korban, Muhammad Irvan.
“Kalau dia kemudian menelantarkan, maka terlihat satu akal bulus atau licik (dari Bripda FA),” pungkas Sugeng.
Bripda FA Kembali Aktif Jadi Polisi, Kini Korban Laporkan Pelaku soal Penelantaran
Sebelumnya, Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) membenarkan bahwa Bripda Fauzan kembali aktif menjadi anggota polisi setelah mengajukan banding terkait sanksi pemecatan kepadanya atas kasus dugaan asusila terhadap mantan kekasihnya.
Adapun banding Bripda Fauzan berujung dikabulkan sehingga sanksi pemecatan dibatalkan.
Salah satu memori banding Bripda Fauzan adalah dengan menikahi mantan kekasihnya tersebut.
“Memang awalnya sanksi PTDH. Tapi karena dia (Bripda Fauzan ) banding dan diterima karena sepakat untuk menikahi mantan pacarnya,” kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Didik Supranoto, Minggu (12/1/2025), dikutip dari Kompas.com.
Meski tidak dipecat, Didik menegaskan Bripda Fauzan tetap diberi sanksi berupa demosi atau penundaan kenaikan pangkat selama 15 tahun dan mutasi.
“Sanksinya itu demosi 15 tahun dan mutasi,” jelas Didik.
Di sisi lain, Bripda Fauzan kini menghadapi laporan anyar dari istrinya karena diduga melakukan penelantaran.
“Laporan (KDRT) dan etiknya masih dalam proses. Tetapi, nanti saya konfirmasi dulu sudah sejauh mana prosesnya,” katanya.
Kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Irvan, membenarkan bahwa Bripda Fauzan kini memang masih menjadi anggota polisi dan bertugas di Sat Samapta Polres Toraja Utara.
Selain itu, Irvan juga membenarkan pernyataan Didik bahwa Bripda FA kembali dilaporkan atas dugaan penelantaran keluarga.
“Iya kami laporkan (Bripda Fauzan) terkait penelantaran rumah tangga,” ucap Irvan.
Penelantaran Bripda Fauzan terhadap istrinya, kata Ivan, berupa menolak tinggal satu atap hingga tak memberikan nafkah yang layak.
Bahkan, Bripda Fauzan sudah tidak tinggal satu rumah dengan istrinya sejak pertama kali nikah.
“Di hari pertama pernikahannya langsung ditinggalkan. Di Makassar hingga di Toraja Utara, korban ditolak serumah. Jadi korban ini tinggal di kos sendiri. Kalau korban sakit juga diacuhkan,” kata Irvan.
Korban, kata Irvan, selalu berupaya untuk memposisikan dirinya sebagai istri, seperti menghubungi Bripda Fauzan hingga aktif dalam kegiatan Bhayangkari.
Dengan fakta ini, Irvan menduga alasan Bripda Fauzan menikahi sang istri untuk menghindari sanksi pemecatan.
“Jadi, kuat dugaan kami, dia (Bripda Fauzan) ini menikahi korban karena ingin lolos PTDH,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Reza Rifaldi)





/data/photo/2024/05/27/665410cc483d0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)