NGO: IPO

  • BEI Bidik Rekor Baru pada 2025, 66 IPO dan 2 Juta Investor Baru

    BEI Bidik Rekor Baru pada 2025, 66 IPO dan 2 Juta Investor Baru

    Jakarta, Beritasatu.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) memasang target ambisius pada 2025, yakni 66 perusahaan melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) serta menarik 2 juta investor baru ke pasar modal. 

    Langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi pasar modal Indonesia sebagai salah satu paling dinamis di kawasan.

    Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menuturkan, target itu selaras dengan visi BEI pada 2025 untuk meningkatkan inklusi keuangan dan memperluas akses terhadap investasi pasar modal. 

    “Peningkatan jumlah emiten dan investor dianggap sebagai katalis bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya dalam konferensi pers penutupan perdagangan pasar modal di Jakarta, Senin (30/12/24).

    Untuk diketahui, pada 2024 ditutup dengan pencapaian gemilang. Hingga 27 Desember, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana sebesar Rp 251,04 triliun dari 187 penawaran umum, termasuk 35 emiten baru. Dari jumlah tersebut, 34 emiten berasal dari IPO, sementara satu lainnya merupakan penerbitan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS).

    Selain itu, jumlah investor pasar modal terus menunjukkan tren positif. Berdasarkan data OJK, hingga 24 Desember, jumlah single investor identification (SID) melonjak 21,77%, mencapai 14,8 juta, dibandingkan 12,1 juta pada 2023.

    Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, I B Aditya Jayaantara menyebut, pertumbuhan ini hasil berbagai upaya inklusi keuangan. “Keberhasilan ini adalah kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, baik regulator, pelaku pasar, hingga edukasi kepada masyarakat,” ujar Aditya.

    Hingga 20 Desember 2024, 22 perusahaan sudah berada dalam pipeline IPO BEI. Mayoritas merupakan perusahaan berskala besar dengan aset di atas Rp 250 miliar, mencakup sektor-sektor, seperti konsumer nonprimer, energi, dan kesehatan.

    Apabila dilihat dari klasifikasi aset perusahaan, sebanyak satu perusahaan berskala kecil dengan aset dibawah Rp 50 miliar, dua perusahaan berskala menengah dengan aset antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar, dan 19 perusahaan berskala besar dengan aset diatas Rp 250 Miliar.

    Berikut jumlah emiten yang tengah mengantre IPO berdasarkan sektornya, yakni tiga perusahaan dari sektor material dasar, satu perusahaan dari sektor konsumer primer, lima perusahaan dari sektor konsumer nonprimer, tiga perusahaan dari sektor energi, dua perusahaan dari sektor finansial, tiga perusahaan dari sektor kesehatan, dan tiga perusahaan dari sektor industri, dan dua perusahaan dari sektor properti.

  • Rukun Raharja catat pendapatan naik 37,9 persen di Q3

    Rukun Raharja catat pendapatan naik 37,9 persen di Q3

    Kontribusi positif juga berasal dari investasi strategis Perseroan di Blok Jabung, yang memberikan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan

    Jakarta (ANTARA) – PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) mencatat pendapatan perseroan meningkat sebesar 37,9 persen secara tahunan (yoy) menjadi 189,660 juta dolar AS pada kuartal III 2024 dari sebelumnya 137,527 juta dolar AS pada kuartal III 2023.

    Direktur Utama Rukun Raharja Djauhar Maulidi menyampaikan bahwa peningkatan pendapatan tersebut didorong oleh pertumbuhan volume penjualan gas dan kenaikan kontribusi dari transmisi gas dari jaringan pipa Perawang, Riau.

    “Kontribusi positif juga berasal dari investasi strategis Perseroan di Blok Jabung, yang memberikan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan,” kata Djauhar dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Kinerja positif perseroan juga tercermin dalam perolehan laba bersih sebesar 22,1 juta dolar AS pada kuartal III 2024 atau tumbuh 10 persen yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 20,115 juta dolar AS. Pertumbuhan ini didukung oleh upaya efisiensi operasional dan pengelolaan biaya yang optimal.

    Perseroan mengalokasikan belanja modal (capex) sebesar 110 juta dolar AS pada 2024, dengan realisasinya hingga akhir kuartal III 2024 mencapai 7 juta dolar AS atau sekitar 7 persen dari total alokasi.

    Menurut perseroan, penyerapan capex yang rendah ini sesuai dengan strategi Rukun Raharja di mana sebagian besar pengeluaran capex direncanakan untuk direalisasikan pada kuartal IV 2024.

    Pada akhir tahun ini, perseroan akan melakukan divestasi saham di PT Raharja Energi Cepu (RATU) melalui penawaran umum perdana (IPO) untuk mendukung struktur permodalan dan mendanai ekspansi bisnis, yang diperkirakan akan menghasilkan pendanaan sebesar Rp406 miliar.

    Dana yang diperoleh dari IPO dan sisa capex selanjutnya akan digunakan untuk mendukung pelaksanaan proyek-proyek strategis yang sedang berjalan, termasuk penyelesaian proyek pembangunan pipa BBM Tanjung Batu-Samarinda dan pembangunan fasilitas kompresor gas di Sulawesi Selatan.

    Perseroan juga akan mengalokasikan dana untuk percepatan studi kelayakan pengembangan LNG Terminal di Provinsi Banten serta LNG Plant di Kalimantan Utara dan Papua Barat. Hasil studi kelayakan ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk memulai konstruksi proyek-proyek tersebut pada 2025-2026.

    Perseroan pun terus berupaya memperkuat kontribusinya terhadap ketahanan energi nasional melalui berbagai inisiatif strategis. Perseroan berkomitmen mendukung penerapan prinsip-prinsip ESG (environmental, social, governance) dengan mengintegrasikan aspek keberlanjutan dalam setiap langkah bisnisnya.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kapitalisasi pasar modal Indonesia Rp12.264 triliun hingga akhir 2024

    Kapitalisasi pasar modal Indonesia Rp12.264 triliun hingga akhir 2024

    Rata- rata transaksi kita tumbuh hampir 20 persen ke Rp12,85 triliun per hari. Surat utang kita transaksi per harinya Rp1,04 triliun

    Jakarta (ANTARA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan kapitalisasi pasar modal (market cap) senilai Rp12.264 triliun per 27 Desember 2024.

    Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) pasar modal Indonesia tercatat senilai Rp12,85 triliun pada tahun 2024, atau meningkat 19,6 persen year on year (yoy) dibandingkan senilai Rp10,75 triliun pada tahun 2023.

    “Rata- rata transaksi kita tumbuh hampir 20 persen ke Rp12,85 triliun per hari. Surat utang kita transaksi per harinya Rp1,04 triliun. Non saham kita sudah Rp4,38 triliun, di dalam non saham ini ada Single Stock Futures (SSF) yang kita launching di November 2024 transaksi sudah Rp1,1 miliar,” ujar Direktur Utama BEI Iman Rachman dalam Konferensi Pers Peresmian Penutupan Perdagangan BEI di Jakarta, Senin.

    Sementara itu, RNTH untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) di Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) tercatat senilai Rp1,04 triliun pada tahun 2024, atau meningkat 51,9 persen (yoy) dibandingkan senilai Rp686 miliar pada tahun 2023.

    Untuk produk derivatif baru yaitu Bursa Karbon tercatat total transaksi karbon senilai Rp19,73 miliar per 27 Desember 2024.

    Sampai 27 Desember 2024, investor pasar modal Indonesia tercatat mencapai sebanyak 14,8 juta investor, dengan investor saham tercatat sebanyak 6,4 juta investor.

    Terkait pencatatan saham baru atau aksi Initial Public Offering (IPO), sebanyak 41 perusahaan telah mencatatkan saham perdana di BEI dengan dana terhimpun mencapai senilai Rp14,35 triliun, dengan pipeline (antrean) masih terdapat sebanyak 41 perusahaan.

    Dengan demikian, saat ini total perusahaan tercatat di pasar modal Indonesia tercatat sebanyak 943 perusahaan.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • 7 Perusahaan Backdoor Listing di BEI, Cuan Besar 2025?

    7 Perusahaan Backdoor Listing di BEI, Cuan Besar 2025?

    Initial Public Offering atau IPO bukanlah satu-satunya cara bagi perusahaan untuk terdaftar di bursa saham. Metode lain yang dikenal adalah Backdoor Listing.

    Backdoor listing adalah proses merger atau akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan swasta terhadap perusahaan yang sahamnya sudah terdaftar di bursa saham. Biasanya aksi backdoor listing juga disebut sebagai “jalur belakang”. Setelah proses merger atau akuisisi, perusahaan swasta dapat mengakses pasar saham tanpa harus melalui IPO.

    Ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan melakukan backdoor listing sebagai alternatif untuk menjadi perusahaan publik. Berikut adalah beberapa alasannya:

    Proses pencatatan yang lebih cepat: Backdoor listing biasanya lebih cepat dibandingkan dengan pencatatan langsung di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena tidak memerlukan proses penawaran umum atau prosedur rumit lainnya. Biaya yang lebih rendah: Backdoor listing cenderung lebih efisien dari segi biaya karena perusahaan memanfaatkan perusahaan yang sudah terdaftar untuk mencapai status publik. Hal ini mengurangi biaya administrasi dan promosi yang biasanya terkait dengan pencatatan langsung. Akses ke modal tambahan: Dengan status sebagai perusahaan publik, perusahaan dapat lebih mudah mengakses pasar modal dan menarik investor baru untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya.

    Backdoor listing atau reverse takeover dilakukan melalui akuisisi, yaitu emiten yang diakuisisi memiliki skala bisnis yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang melakukan akuisisi.

    Jika perusahaan berhasil mengakuisisi emiten dan memiliki setidaknya 50 persen dari total saham, maka perusahaan tersebut akan memiliki wewenang penuh untuk mengubah berbagai kebijakan bisnis emiten. Hal itu kemudian dapat memengaruhi kinerja saham di BEI. Dengan demikian, perusahaan akan secara otomatis menjadi pengendali emiten tersebut.

    Daftar perusahaan backdoor listing di BEI

    1. PT AirAsia Indonesia Tbk

    PT AirAsia Indonesia Tbk memasuki pasar modal melalui PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk atau sebelumnya merupakan perusahaan tambang dengan kode saham CMPP.

    CMPP menerbitkan 13,65 miliar saham baru seharga Rp250 per saham melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dengan rasio delusi mencapai 97,97 persen.

    Sebelum penerbitan, CMPP dimiliki oleh PT Rimau Multi Investama (76,24 persen) dan masyarakat (23,76 persen). Rimau Multi Investama mengalihkan haknya kepada AirAsia Investment Ltd dan PT Fersindo Nusaperkasa yang juga pemegang saham PT Indonesia AirAsia (IAA).

    Setelah rights issue, pemegang saham CMPP terdiri dari Fersindo Nusaperkasa 49,96 persen, AirAsia Investment Ltd 48 persen, Rimau Multi Investama 1,55 persen, dan masyarakat 0,48 persen.

    Penerbitan saham baru ini menghasilkan dana Rp3,4 triliun. Sebanyak 76 persen digunakan untuk mengakuisisi surat berharga sekuritas perpetual IAA senilai Rp2,6 triliun, lalu dikonversi menjadi saham IAA.

    Akibatnya, CMPP menguasai 57,25 persen saham IAA, sehingga IAA menjadi perusahaan terbuka melalui CMPP dan berganti nama menjadi PT AirAsia Indonesia Tbk. Namun, perdagangan saham ini dihentikan di bursa sejak 5 Agustus 2019 karena masalah porsi dan jumlah pemegang saham publik.

    Saat ini, AirAsia Indonesia dimiliki 49,25 persen oleh AirAsia Investment Ltd, 49,16 persen oleh Fersindo Nusaperkasa, dan masyarakat 1,59 persen.

    2. PT Meratus Jasa Prima Tbk

    Pada Februari 2024, perusahaan pelayaran nasional, Meratus Group, mengumumkan akuisisi 80,19 persen saham PT ICTSI Jasa Prima Tbk (IJP) senilai Rp31 miliar. Sebelumnya, IJP dikuasai oleh perusahaan Filipina, Maharlika, melalui ICTSI Far East.

    PT Meratus Jasa Prima Tbk (KARW) sudah melakukan IPO di BEI sejak 1994. Sebelumnya, Meratus Jasa Prima bernama PT Karwell Indonesia Tbk dan bergerak di sektor garmen. Pada 2012, Maharlika melakukan backdoor listing dan mengubah fokus bisnisnya menjadi bongkar muat dan logistik pelabuhan.

    Meskipun menjadi cangkang baru bagi Meratus Group melalui Sarana Kelola Investasi, bisnis KARW tetap mirip dengan sebelumnya.

    Perusahaan yang kini dimiliki oleh pengusaha Charles Menaro ini juga dikabarkan menjalin kerja sama dengan Abu Dhabi Ports untuk mengelola Pelabuhan Patimban, meskipun manajemen belakangan membantah isu tersebut.

    3. PT Green Power Energy Tbk

    PT Green Power Energy Tbk (LABA) atau sebelumnya dikenal sebagai PT Ladangbaja Murni Tbk merupakan perusahaan yang mengalami perubahan nama setelah diakuisisi pada Juni 2024 oleh PT Nev Stored Energy dan PT Longpin Investasi Indonesia. Kedua perusahaan tersebut memiliki 72 persen saham senilai Rp29 miliar.

    Huang Yeping menjadi figur kunci dalam akuisisi ini, yaitu ia menjabat sebagai Komisaris Utama LABA. Setelah akuisisi, LABA beralih dari bisnis baja ke sektor energi baru dan terbarukan (EBT) dengan fokus pada baterai kendaraan listrik dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

    Dalam waktu singkat, perusahaan ini berhasil mendapatkan kontrak senilai Rp139 miliar dari PT Gotion Materials Indonesia untuk memproduksi baterai motor listrik.

    Selain itu, LABA juga aktif mencari kontrak untuk pengadaan PLTS. Baru-baru ini, perusahaan ini menandatangani perjanjian awal untuk memproduksi panel surya di Timor Leste dengan bekerja sama dengan perusahaan lokal.

    4. PT Eagle High Plantation Tbk

    PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT) adalah emiten yang menjadi target backdoor listing. Sebelumnya, perusahaan ini dikenal dengan nama PT BW Plantation Tbk.

    Aksi korporasi ini dimulai ketika pebisnis Peter Sondakh melalui PT Rajawali Capital Internasional mengakuisisi 51 persen saham BW Plantation pada 2014. Akuisisi ini dilakukan melalui penerbitan saham baru atau rights issue dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp11 triliun dengan harga saham baru Rp400 per lembar.

    Dana yang diperoleh dari penerbitan saham tersebut digunakan oleh BW Plantation untuk mengakuisisi Group Green Eagle milik Peter Sondakh dengan nilai transaksi mencapai Rp10,53 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari ekuitas Rp8,52 triliun dan utang Rp2 triliun.

    5. PT Hexa Prima Nusantara

    PT Hexa Prima Nusantara mengakuisisi emiten media dan telekomunikasi, PT Lini Imaji Kreasi Ekosistem Tbk (FUTR). Dalam akuisisi ini, Hexa Prima mengambil alih perusahaan pengendali FUTR, PT Digital Futurama Global yang memiliki 51,22 persen saham FUTR dengan nilai akuisisi sebesar Rp24,9 miliar.

    Hexa Prima dimiliki oleh Halim Suwandi sebagai pemilik manfaat. Setelah akuisisi, FUTR segera mengubah fokus bisnisnya, beralih ke sektor energi yang diklaim lebih menjanjikan dibandingkan dengan bisnis sebelumnya.

    Salah satu langkah awal yang diambil adalah menjalin kerja sama dengan China State Construction Engineering Corporation (CSCEC) melalui calon anak perusahaan, PT Hexa Prima Mekanikal untuk proyek infrastruktur energi.

    Selain itu, pada 5 Desember 2024, FUTR mengumumkan akuisisi blok minyak di Pulau Seram, Maluku, dari Karlez Petroleum yang masih memiliki kontrak selama 15 tahun.

    6. PT Indoritel Makmur Internasional Tbk

    PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) merupakan bagian dari Salim Group yang melakukan backdoor listing melalui PT Dyviacom Intrabumi Tbk.

    Proses ini dimulai dengan rights issue DNET pada 2013. Saat itu, perusahaan menerbitkan 14 miliar saham dengan harga penawaran Rp500 per saham, sehingga berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp7 triliun.

    Dana yang diperoleh dari penerbitan saham baru ini digunakan DNET untuk mengakuisisi dua perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa. Pertama, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), yaitu pengelola waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) di Indonesia dengan kepemilikan 35,85 persen senilai Rp1,99 triliun. Kedua, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), pemilik merek Sari Roti, sebanyak 31,5 persen dengan nilai Rp2,13 triliun.

    Selain itu, DNET juga menggunakan dana tersebut untuk mengakuisisi PT Indomarco Prismatama, pengelola gerai Indomaret, sebanyak 40 persen dengan nilai Rp2,63 triliun. Dengan demikian, Indomaret secara tidak langsung telah melakukan listing di Bursa melalui skema backdoor listing.

    7. PT Solusi Kemasan Digital Tbk

    PT Solusi Kemasan Digital Tbk (PACK) diakuisisi oleh triliuner asal Cina, Deng Weiming, melalui PT Eco Energi Perkasa. Deng Weiming mengakuisisi 48,94 persen saham perusahaan.

    Setelah akuisisi, pengendali baru berencana untuk menerbitkan saham baru melalui rights issue tahap I dengan total hingga 100 miliar saham. Langkah korporasi ini berpotensi menyebabkan dilusi kepemilikan saham lama mencapai 98,43 persen.

    PACK berupaya menyelaraskan bisnisnya dengan pengendali baru di sektor pertambangan nikel. Perusahaan meyakini bahwa perubahan kegiatan usaha ini akan meningkatkan skala bisnis PACK dari pendapatan tahunan sebesar Rp50 miliar menjadi Rp5,3 triliun.

    PACK membukukan laba bersih Rp1,29 miliar pada semester I-2024. Perolehan tersebut tumbuh 11,2 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) dibanding dari semester yang sama tahun lalu dengan laba bersih sebesar Rp1,16 miliar.

    Demikianlah daftar perusahaan backdoor listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menarik diketahui. 

  • Analis Prediksi Saham Energi Menguat pada 2025

    Analis Prediksi Saham Energi Menguat pada 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar modal menghadapi berbagai tantangan, baik dari sentimen negatif dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa faktor, seperti peningkatan pajak hingga proyeksi penahanan suku bunga acuan diperkirakan akan menjadi hambatan bagi pertumbuhan pasar saham pada 2025. Meski, peluang tetap terbuka, terutama di sektor energi yang diprediksi memiliki potensi pertumbuhan signifikan.

    Analis Stocknow.id Emil Fajrizki mengungkapkan, saham sektor energi masih memiliki prospek cerah di tahun mendatang. Menurutnya, ada sejumlah faktor global dan domestik yang dapat mendorong penguatan sektor ini. Salah satunya adalah percepatan transisi energi yang tengah menjadi fokus utama dunia.

    “Saya optimistis terhadap sektor energi untuk prospek pada 2025. Salah satu alasan utama adalah transisi energi global yang mendorong peningkatan permintaan komoditas, seperti nikel, tembaga, dan lithium. Komoditas ini menjadi kunci utama dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik,” ujar Emil kepada Beritasatu.com di gedung BEI, Jakarta, pada Jumat (17/12/2024).

    Lebih lanjut, Emil menyoroti upaya pemerintah Indonesia dalam mempercepat penggunaan kendaraan listrik sebagai salah satu katalis positif bagi saham-saham terkait bahan baku energi untuk kendaraan listrik. Hal itu juga menjadi pendorong saham energi berpeluang tumbuh pada 2025.

    Ia meyakini bahwa visi pemerintah untuk mendukung pengurangan emisi karbon dan ketergantungan pada energi fosil dapat memperkuat daya tarik sektor ini di mata para investor.

    “Langkah-langkah pemerintah dalam memasifkan adopsi kendaraan listrik tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga menjadi peluang besar bagi pelaku pasar saham. Perusahaan yang terlibat dalam produksi nikel, tembaga, dan lithium akan mendapat manfaat dari tren ini,” tambah Emil.

    Meski pasar saham secara keseluruhan menghadapi minimnya sentimen positif, Emil menilai investor tetap dapat memanfaatkan momentum tertentu untuk mengoptimalkan keuntungan. Salah satu strateginya adalah dengan aktif melakukan trading harian atau mencari peluang dari perusahaan yang akan melakukan penawaran umum perdana (IPO).

    “Memang, dalam beberapa waktu terakhir, IHSG belum menunjukkan kinerja yang memuaskan. Namun, masih ada peluang untuk meraih keuntungan. Salah satunya dengan memanfaatkan momentum saham-saham baru yang akan listing. Strategi ini dapat memberikan potensi capital gain yang menarik,” pungkas Emil.

    Dengan berbagai tantangan yang dihadapi pasar modal, saham sektor energi muncul sebagai salah satu sektor andalan yang diharapkan mampu memberikan imbal hasil positif pada 2025. Investor pun disarankan untuk mencermati dinamika pasar dan mengambil keputusan investasi yang cermat di tengah ketidakpastian global.

  • Ternyata Ini Dia Sosok Pemilik MR DIY

    Ternyata Ini Dia Sosok Pemilik MR DIY

    Jakarta

    MR DIY salah satu toko ritel raksasa yang menjamur di Indonesia dan beberapa negara lainnya menyediakan berbagai produk mulai dari kebutuhan tumah tangga, alat kantor, hingga aksesoris.

    Meski sudah tersebar dan sering ditemui di berbagai pusat perbelanjaan di Indonesia, masih banyak yang belum tahu sosok dibalik suksesnya perusahaan ini. Siapakah sosok tersebut?

    Sosok Pemilik MR DIY

    Melansir website resmi MR DIY Indonesia, Sabtu (19/10/2024), MR DIY didirikan oleh Tan Yu Teh bersama saudaranya Tan Yu Wei. Perusahaan ini pertama kali berdiri pada tahun 2005 di di Jalan Tuanku Abdul Rahman, Kuala Lumpur, Malaysia.

    Kedua pendiri tersebut pada awalnya bukanlah sosok yang memiliki pengalaman di bidang ritel. Tan Yu Teh misalnya, adalah seorang mahasiswa jurusan fisika yang bekerja sebagai insinyur dan pialang saham di awal kariernya.

    Ia juga merupakan sosok filantropis yang mendukung berbagai organisasi dan tujuan amal. Tercatat pada tahun 2020, dirinya menyumbangkan RM 10 juta atau setara dengan Rp 36,2 miliar (kurs Rp 3.624) untuk penanggulangan pandemi Covid-19.

    Menilik Forbes, tercatat Tan Yu Yeh dan Tan Yu Wei Keluarga memiliki harta kekayaan US $1,7 juta atau setara dengan RP 26,4 triliun (kurs Rp 15.651). Pemilik MR DIY tersebut menempatkan diri sebagai orang terkaya di Malaysia ke-11 yang jumlah tokonya sebanyak 2.000 toko di seluruh Asia dan 4000 lebih di seluruh dunia.

    Diketahui MR DIY telah mendapat beberapa penghargaan, salah satunya World Branding Award (WBA) untuk kategori Regional Top Home Improvement Retail Brand di tahun 2023. Penghargaan ini menjadi bukti pengakuan atas kepemimpinan merek MR DIY di empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

    Di Indonesia, MR DIY sudah resmi melantai di bursa efek pada 19 Desember 2024. Perusahaan dengan kode MDIY itu terdaftar sebagai emiten ke-41 yang melakukan initial public offering (IPO) atau pencatatan saham sebagai perusahaan terbuka di BEI sepanjang tahun 2024.

    Presiden Direktur MDIY Indonesia, Edwin Cheah mengaku percaya dengan pendekatan yang inklusif dan efisien dari perusahaan mampu menjadi solusi utama bagi keluarga Indonesia dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

    Edwin menuturkan, strategi utama perusahaan adalah menjalankan operasional yang efisien dan adaptif. Perseroan mengonsolidasikan pesanan dalam jumlah besar dari seluruh jaringan toko, sehingga mampu mencapai skala ekonomi yang signifikan.

    (fdl/fdl)

  • Antusiasme IPO di tengah “wait and see” pasar 2024

    Antusiasme IPO di tengah “wait and see” pasar 2024

    Jakarta (ANTARA) – Pasar modal Indonesia menawarkan wadah bagi perusahaan swasta ataupun badan usaha milik negara (BUMN) untuk mendapatkan dana segar melalui proses pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO).

    Saat IPO, perusahaan akan melepas sebagian sahamnya ke investor, baik institusi ataupun individu, dengan harga yang telah ditentukan dalam proses book building atau penawaran awal, sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 41 Tahun 2020.

    Setelah itu, perusahaan bersama Penjamin Pelaksana Emisi Efek akan menetapkan harga saham yang akan dipatok saat aksi IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Melalui pasar modal, Direktur Investment Banking Capital Market BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Kevin Praharyawan mengatakan perusahaan akan memperoleh dana untuk ekspansi atau pengembangan usaha, meningkatkan profil perusahaan di mata publik, membuka peluang kerja sama strategis, serta memperluas jaringan investor.

    Selain itu, perusahaan tercatat juga memiliki akses lebih luas terhadap berbagai instrumen keuangan, serta dapat memanfaatkan berbagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, yang sebelumnya sulit dijangkau melalui pembiayaan konvensional.

    Sepanjang tahun 2024, pasar IPO global melambat di tengah sikap tunggu dan lihat atau wait and see pelaku pasar seiring ramainya berbagai sentimen, di antaranya arah kebijakan bank sentral, konflik geopolitik, serta penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS).

    Seiring dengan itu, jumlah IPO di Indonesia juga melambat sepanjang tahun 2024 seiring pasar bersikap wait and see terhadap kebijakan pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka dan arah kebijakan Bank Indonesia (BI).

    Sebagaimana diketahui, di Amerika Serikat (AS), telah diselenggarakan pesta demokrasi berupa Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 5 November 2024 dan di Indonesia diselenggarakan Pilpres pada 14 Februari 2024 dilanjutkan pelantikan presiden baru pada 20 November 2024.

    Editor: Achmad Zaenal M
    Copyright © ANTARA 2024

  • MIND ID dan Inalum Bakal IPO, Kapan? – Page 3

    MIND ID dan Inalum Bakal IPO, Kapan? – Page 3

    Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso meminta dukungan Komisi XII DPR RI untuk membatasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru, menyusul jumlah smelter yang terus meningkat di dalam negeri.

    Hendi berharap pembatasan ini diharapkan dapat mengatasi potensi over suplai nikel yang dapat mengganggu pasar global. Adapun pembatasan ini terutama ditujukan untuk smelter nikel kelas dua, yang menghasilkan produk seperti Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferro Nikel (FeNi).

    “Kami berharap agar ada dukungan di sisi tata kelola, mohon adanya pembatasan jumlah smelter yang dilakukan, karena banyaknya jumlah smelter ini kami khawatirkan akan membuat over supply dari sisi pasar dunia,” kata Hendi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

    Ia menilai jumlah smelter yang berlebihan dapat berisiko menyebabkan pasokan berlebih atau over supply, yang pada gilirannya akan menurunkan harga jual produk turunan nikel di pasar internasional.

    “Karena kalau over supply seperti yang sudah terjadi di feronikel, harganya jatuh, karena over supply yang secara tidak langsung dan tidak sengaja mungkin dilakukan. Sehingga sekarang harga Feronikel itu hampir tidak bisa menutup biaya produksi,” ujarnya.

    Sebelumnya, dalam rangka mempertimbangkan supply dan demand biji nikel, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membatasi pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) nikel kelas II.

    Diketahui, Pemerintah akan mengkaji secara komprehensif kebijakan ini, terutama untuk proses nikel yang ada di Indonesia, baik nikel berkadar rendah (limonite) maupun nikel berkadar tinggi (saprolite).

  • MIND ID & Inalum Mau Melantai di Bursa? Ini Kata Wamen BUMN

    MIND ID & Inalum Mau Melantai di Bursa? Ini Kata Wamen BUMN

    Jakarta

    Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo atau biasa dipanggil Tiko buka-bukaan soal sinyal perusahaan BUMN yang akan melantai di bursa melalui pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) ke depan.

    Diantaranya yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan holding group BUMN tambang MIND ID. Tiko menjelaskan bahwa perusahaan BUMN yang akan IPO tersebut tidak terjadi dalam waktu dekat.

    “Sementara ini belum ada yang kita lihat jangka pendek. Tapi jangka menengah menurut kami yang paling bagus untuk IPO itu di Group MIND ID,” katanya di Gardu Induk Listrik PLN UIP2B Jamali, Depok, Jumat (27/12/2024).

    Tiko tidak menutup peluang tidak menutup kemungkinan pelaksanaan IPO baik melalui holding induk maupun langsung oleh anak perusahaan di bawahnya.

    “Bisa di holding-nya (MIND ID, bisa di Inalum, atau bahkan keduanya. Jadi kita sedang kaji,” katanya.

    Adapun sebelumnya, Tiko memprediksi IPO Inalum baru terlaksana pada 2026 atau 2027. “Belum tahu, mungkin 2026 atau 2027,” kata Tiko saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2024).

    Tiko menjelaskan, keputusan IPO Inalum akan menunggu selesainya proyek perusahaan di 2024. Proyek yang dimaksud adalah ekspansi smelter aluminium di Kuala Tanjung, Sumatera Utara dan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) fase 2 di Mempawah, Kalimantan Barat.

    Dengan selesainya SGAR 2, Inalum diharapkan mampu memenuhi kebutuhan aluminium dalam negeri. Ia menyebut kebutuhan aluminium Indonesia mencapai 1,2 juta ton per tahun.

    “Kita indonesia punya demand aluminium 1,2 juta ton per tahun, diharapkan 2028-2029 kita bisa memenuhi kapasitas demand dalam negeri,” tuturnya.

    Lihat juga Video ‘Wamen BUMN Apresiasi Satgas Nataru Pertamina Menjaga Kelancaran Distribusi Energi’:

    (rrd/rrd)

  • Harga Diprediksi Terbang Hingga 157% Habis IPO

    Harga Diprediksi Terbang Hingga 157% Habis IPO

    Perseroan menawarkan 566,89 juta saham biasa (10 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan), dengan nilai nominal Rp20 per saham. Sebelumnya, pada masa penawaran awal, CBDK mematok harga di antara Rp3.000 sampai dengan Rp4.060. Dengan begitu, calon Emiten yang terafiliasi dengan Sugianto Kusuma atau Aguan itu berpeluang mengantongi dana IPO Rp1,7 triliun sampai dnegan Rp2,3 triliun. 

    Analis Samuel Sekuritas, Ahnaf Yassar menilai harga penawaran CBDK tergolong undemanding, sebab menggambarkan diskon terhadap NAV (net asset value) sekitar 72–79 persen. “Mengingat total NAV CBDK mencapai Rp14.408 per saham,” demikian catat Ahnaf dalam risetnya, dikutip Jumat (27/12).

    Lebih lanjut, dengan asumsi diskon yang semakin mengecil terhadap NAV menuju target rata-rata sektor (50 persen), ia menilai CBDK menawarkan potensi kenaikan harga saham sampai dengan 157 persen setelah pencatatan, menjadi Rp7.700 per saham.

    Dari segi kinerja, CBDK sendiri memprediksi pendapatan sebesar Rp2 triliun pada 2024, naik 3 persen (YoY), dengan NPM (net profit margin) 47 persen. Sementara itu, laba bersih perseroan diproyeksikan melonjak 62 persen (YoY) menjadi Rp936 miliar.

    Pada 2023 lalu, CBDK menjadi kontributor pendapatan utama (90 persen) bagi PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Perseroan pun menyumbang 507 persen terhadap total aset PANI. 

    Bangun Kosambi Sukses adalah pengelola pusat bisnis di PIK2, Jakarta Utara. Perusahaan itu mengembangkan sejumlah perumahan (Permata Hijau, Manhattan, Millenial Houses) dan area komersial (seperti Bizpark PIK2, Soho Manhattan, The Bund, Millenial Shop Office, Soho Wallstreet, dan Asia Afrika Shop Office).

    Dengan dana IPO, CBDK berencana mengembangkan proyek MICE seluas sekitar 40 hektare milik anak usahanya, Industri Pameran Nusantara (IPN). Luas proyek itu hampir dua kali lipat dari ICE, BSD, Tangerang yang hanya 22 hektare, area MICE terbesar di Indonesia untuk saat ini.