NGO: Indikator Politik Indonesia

  • Dialog DPR-Mahasiswa Diapresiasi, Diharapkan Digelar Berkala

    Dialog DPR-Mahasiswa Diapresiasi, Diharapkan Digelar Berkala

    Jakarta

    Peneliti Indikator Politik Bawono Kumoro menyebut pertemuan pimpinan DPR RI dengan sejumlah perwakilan mahasiswa sudah tepat untuk membuka sumbatan komunikasi. Ia menyebut langkah ini sebagai terobosan.

    “Kesediaan pimpinan DPR RI untuk membuka pintu seluas mungkin untuk menerima dan mendengar aspirasi kalangan mahasiswa harus diapresiasi,” kata Bawono kepada wartawan, Kamis (4/9/2025).

    Pakar komunikasi politik ini menyebut, DPR RI memang harus lebih terbuka dengan publik. Ia menyoroti situasi di Indonesia yang tengah menghadapi sejumlah tantangan.

    “Kesediaan dari DPR RI untuk mendengarkan pandangan dan pemikiran dari mahasiswa soal kondisi bangsa Indonesia saat ini dan berbagai tantangan serta juga masalah masalah aktual dihadapi adalah terobosan komunikasi sangat bagus untuk dilakukan berkala ke depan,” ungkapnya.

    Ia menyebut dialog yang dilakukan oleh pimpinan DPR RI bisa menjadi langkah yang positif. Adapun langkah tersebut bisa menggambarkan tak adanya batasan antara rakyat dengan pihak yang mewakilkan.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permohonan maaf di hadapan mahasiswa. Dia berjanji melakukan evaluasi dan perbaikan lembaga DPR.

    Dasco awalnya menyampaikan dukacita atas tewasnya Affan Kurniawan, driver ojek online yang dilindas oleh kendaraan taktis (rantis) Brimob. Dia juga menyampaikan dukacita bagi seluruh korban yang meninggal saat penyampaian pendapat.

    Dasco kemudian menyampaikan permohonan maaf. Dia meminta maaf atas kekeliruan serta kekurangan sebagai wakil rakyat.

    “Selaku pimpinan DPR kami menyatakan permohonan maaf atas kekeliruan serta kekurangan kami sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsi mewakili aspirasi masyarakat yang selama ini menjadi tanggung jawab kami,” ungkapnya.

    (gbr/tor)

  • DPR dan Arogansi Wakil Rakyat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Agustus 2025

    DPR dan Arogansi Wakil Rakyat Nasional 25 Agustus 2025

    DPR dan Arogansi Wakil Rakyat
    Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
    PERNYATAAN
    Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni yang menyebut mereka yang meminta pembubaran DPR sebagai “mental orang tolol sedunia” menimbulkan kehebohan.
    Kata-kata itu memang terdengar keras, tetapi justru semakin mempertegas jurang antara rakyat dan wakilnya. Jurang yang bukan lahir kemarin, melainkan sudah lama menganga akibat kinerja legislatif yang dirasakan jauh dari harapan.
    Di era ketika kepercayaan publik terhadap lembaga negara menjadi sangat krusial, pernyataan bernada merendahkan justru menjadi kontraproduktif.
    DPR, yang seharusnya menjadi representasi rakyat, semakin terkesan arogan dan alergi terhadap kritik.
    Kritik ekstrem berupa seruan “bubarkan DPR” memang mengagetkan. Namun, harus dipahami, ia lahir dari rasa frustrasi masyarakat.
    Tuntutan semacam itu bukan tanpa dasar. Survei Indikator Politik Indonesia (Mei 2025) menempatkan DPR pada posisi terbawah dalam hal kepercayaan publik.
     
    Hanya 7,7 persen responden yang mengaku “sangat percaya”, sementara 23 persen lebih menyatakan tidak percaya.
    Temuan lain dari Indonesia Political Opinion (IPO) pada bulan yang sama memperkuat gambaran tersebut. Hanya 45,8 persen publik yang menaruh kepercayaan pada DPR. Angka ini jauh di bawah presiden (97,5 persen) maupun TNI (92,8 persen).
    Dengan posisi serendah itu, wajar jika muncul pertanyaan mendasar: apakah DPR masih layak dipercaya sebagai penyalur aspirasi rakyat?
    Tidak mengherankan bila kemudian kritik yang muncul dari publik kian tajam. Sebagian bahkan melontarkan ide ekstrem berupa pembubaran DPR.
    Secara konstitusional tentu hal itu tidak mudah, bahkan hampir mustahil. Namun, secara politik, ia adalah ekspresi kekecewaan yang sah.
    Kekecewaan publik bukan hanya persoalan kinerja legislasi yang seret, tetapi juga catatan buram integritas. Kasus korupsi terus membayangi DPR.
    Belum lama ini,
    KPK menetapkan dua anggota DPR, Heri Gunawan dan Satori, sebagai tersangka
    dalam kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia dan OJK.
    Kasus lain melibatkan
    Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, yang menjadi tersangka
    dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah jabatan anggota DPR.
    Rangkaian kasus tersebut bukan insiden kecil. Ia memperkuat kesan bahwa DPR lebih sibuk dengan urusan keuntungan pribadi ketimbang kerja representasi.
    Maka, ketika publik menaruh ketidakpercayaan, bukankah ada alasan yang cukup kuat?
    Dalam teori politik, ada dua jenis legitimasi: formal dan substantif. Legitimasi formal DPR datang dari konstitusi; ia adalah lembaga yang dibentuk oleh Undang-undang Dasar. Namun, legitimasi substantif berasal dari penerimaan rakyat.
    Ketika seorang legislator melabel rakyatnya sebagai “tolol”, legitimasi substantif itu semakin runtuh. Kata-kata kasar bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan bentuk arogansi yang merusak wibawa lembaga. Sebab demokrasi tidak tumbuh dari caci maki, tetapi dari dialog yang sehat.
    Rakyat yang marah, bahkan sampai melontarkan ide pembubaran DPR, sesungguhnya sedang bersuara. Mereka menuntut perbaikan, bukan penghinaan.
    Di sinilah seharusnya seorang legislator menempatkan diri. Tugasnya bukan menutup telinga, apalagi membalas dengan caci maki, melainkan menghadirkan argumen yang menenangkan. DPR harus menjawab dengan kerja, bukan amarah.
    Bahasa seorang pejabat publik adalah bahasa negara. Ia mengandung bobot simbolik yang memengaruhi legitimasi lembaga.
    Maka, setiap kata yang keluar dari seorang anggota DPR tidak boleh sekadar dimaknai sebagai luapan emosi personal, melainkan bagian dari komunikasi politik institusi.
    Pertanyaannya: bagaimana DPR bisa memperbaiki citra?
    Pertama, dengan meningkatkan kualitas legislasi. RUU yang dibahas harus benar-benar menjawab kebutuhan rakyat, bukan hanya melayani kepentingan elite atau kelompok tertentu.
    Kedua, memperkuat fungsi pengawasan. DPR tidak boleh lagi menjadi sekadar mitra pasif eksekutif. Ia harus berani bersikap kritis, meskipun berisiko tidak populer di mata pemerintah.
    Ketiga, integritas anggota. Tidak ada cara lain selain menutup pintu lebar-lebar terhadap praktik korupsi. Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap etika harus menjadi standar minimal.
    Keempat, membangun komunikasi politik yang humanis. Kritik publik harus direspons dengan dialog, bukan cacian. Sebab penghinaan hanya akan memperlebar jurang kepercayaan yang sudah dalam.
    Ucapan Ahmad Sahroni yang menyebut rakyat dengan istilah “mental orang tolol sedunia” sesungguhnya adalah refleksi dari krisis kedewasaan politik yang lebih luas.
    DPR, sebagai lembaga perwakilan rakyat, justru semakin kehilangan sentuhan etis yang mestinya menjadi dasar demokrasi.
    Kemarahan rakyat memang nyata. Namun, ia tidak akan pernah lebih berbahaya dibanding keangkuhan elite yang lupa bahwa kekuasaan hanyalah mandat, bukan hak istimewa.
    Jika DPR ingin tetap relevan, maka satu hal yang harus diingat: hormati rakyat. Sebab tanpa rakyat, DPR hanyalah gedung megah di Senayan yang penuh retorika, tetapi kosong makna demokrasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Burhanuddin Muhtadi Jadi Anggota Tim Penasihat Ahli Menteri Agama

    Burhanuddin Muhtadi Jadi Anggota Tim Penasihat Ahli Menteri Agama

    Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri lembaga survei Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi resmi mendapatkan amanah baru sebagai anggota Tim Penasihat Ahli Menteri Agama Republik Indonesia. 

    Kabar ini disampaikan melalui unggahan akun Instagram resmi @mapk_indonesia dan @burhanuddinmuhtadi yang dikutip pada Rabu (13/8/2025).

    “Selamat dan Sukses Prof @burhanuddinmuhtadi atas amanah barunya, semoga membawa kebaikan dan keberkahan. MAPK untuk Indonesia…,” tulis akun tersebut.

    Sekadar informasi, Burhanuddin Muhtadi merupakan pria kelahiran 15 Desember 1977 asal Rembang, Jawa Tengah, Indonesia.

    Pengamat politik itu mengawali pendidikan formal di SDN Kutoharjo I Rembang (1990), lalu melanjutkan ke MTs Muallimin Rembang (1993), dan menyelesaikan pendidikan menengah di MAPK Surakarta.

    Dia meraih gelar Sarjana Teologi dan Filsafat Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2002), sebelum melanjutkan studi magister di bidang Asian Studies di Australian National University (ANU) Canberra pada 2008.

    Karier akademiknya makin menguat setelah dirinya menuntaskan studi doktoral di ANU pada 2018, dengan disertasi Buying Votes in Indonesia: Partisans, Personal Networks, and Winning Margins. Karya ini kemudian diterbitkan menjadi buku Vote Buying in Indonesia pada 2019 dan versi bahasa Indonesia berjudul Daulat Uang pada 2020.

    Sebagai akademisi, Burhanuddin adalah dosen senior di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta dan pengajar pascasarjana di Universitas Paramadina.

    Di dunia riset, dia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, sekaligus pernah menjadi Direktur Publik Lembaga Survei Indonesia (LSI). Kiprahnya diakui di tingkat internasional dengan posisi Visiting Fellow di ISEAS – Yusof Ishak Institute, Singapura, serta kolaborasi penelitian dengan Middle East Institute (MEI).

    Fokus penelitiannya meliputi perilaku pemilih, politik uang, klientelisme, politik Islam, dan dinamika demokrasi di Indonesia. Dia telah menulis dan mempublikasikan artikel di berbagai jurnal ilmiah bereputasi dunia, seperti World Politics, Third World Quarterly, Electoral Studies, dan Asian Studies Review.

  • Hitung Cepat PSU Pilkada Papua, Paslon Matius-Aryoko Unggul Peroleh 50,71% Suara

    Hitung Cepat PSU Pilkada Papua, Paslon Matius-Aryoko Unggul Peroleh 50,71% Suara

    Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Indikator Politik Indonesia telah mengumumkan hasil hitung cepat dari pemungutan suara ulang Pilkada Provinsi Papua.

    Metodologi hitung cepat yang dilakukan Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia berdasarkan pemilih yang datang langsung ke 250 TPS yang tersebar di Provinsi Papua dengan toleransi kesalahan atau margin of error maksimal quick count diperkirakan +/- 2,19%pada tingkat kepercayaan 95%.

    Direktur Eksekutif Lembaga Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyebut bahwa pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Matius Fakhiri-Aryoko Rumaropen ada di posisi teratas dengan raihan suara 50,71%.

    Sementara itu pasangan calon Benhur Tomi Mano-Constant Karma ada di bawahnya dengan raihan suara 49,29% suara.

    “Jadi dari hasil quick count paslon Matius Fakhiri-Aryoko Ferdinand Rumaropen telah meraih suara 50,71%,” tuturnya di Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Kendati demikian, kata Burhanuddin, selisih suara kedua pasangan calon itu sangat tipis sehingga belum bisa ditentukan siapa yang memenangkan pemungutan suara ulang pada Pilkada Papua.

    “Jadi secara statistik, selisih suara paslon masing-masing tidak terlalu signifikan, belum bisa disimpulkan siapa yang akan lolos sebagai pemenang,” katanya.

    Burhanuddin mengingatkan bahwa hitung cepat bukanlah hasil resmi pemenang PSU Pilkada Papua. Menurutnya, hitung cepat hanya bisa digunakan sebagai data untuk membandingkan dengan hasil resmi yang dikeluarkan oleh KPUD Provinsi Papua.

    “Hasil resminya hanya berhak diumumkan oleh KPUD Provinsi Papua,” ujarnya.

  • Merawat nasionalisme melalui pendidikan dan kebudayaan

    Merawat nasionalisme melalui pendidikan dan kebudayaan

    Jakarta (ANTARA) – Usia kemerdekaan Indonesia sudah memasuki tahun ke-80. Sebagai warga negara, momen ini merupakan saat yang tepat merefleksikan apa yang dapat kita berikan kepada Indonesia dalam membangun rasa nasionalisme di tengah kemajuan era digital dan AI?

    Salah satu bentuk refleksi tersebut adalah merawat nasionalisme melalui pemajuan bidang pendidikan dan kebudayaan.

    Di tengah pesatnya kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI), dunia pendidikan dan kebudayaan kita menghadapi tantangan serius. Kemudahan akses informasi memang mempercepat penyebaran pengetahuan, tetapi juga membawa dampak negatif: menurunnya kualitas literasi kritis, memudarnya arah pendidikan karakter, serta melemahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda.

    Data-data yang ada mengisyaratkan bahaya yang tidak bisa diabaikan. Laporan Programme for International Student Assessment (PISA) –program penilaian internasional yang diselenggarakan oleh OECD– pada 2022 menunjukkan skor literasi membaca dan matematika siswa Indonesia turun drastis.

    Untuk pengetahuan matematika, Indonesia mendapat skor 366 poin. Skor membaca mendapat skor 359 dan sains dengan skor 383 poin. Penilaian terendah adalah pada domain membaca. Hal ini menggambarkan ketertinggalan daya saing bibit generasi nasional saat ini.

    Sejumlah negara tetangga berhasil mendapatkan skor PISA rata-rata lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Misalnya saja, Singapura dengan rata-rata skor PISA 560, Korea Selatan dengan poin 523. Skor negara Vietnam, Malaysia dan Thailand mendapat skor lebih baik dari Indonesia.

    Senada dengan itu, hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 2023 menunjukkan bahwa sekitar 24 persen anak muda merasa nasionalisme sudah tidak lagi relevan di era globalisasi.

    Bagi sebagian generasi muda yang lebih terhubung dengan komunitas global melalui media sosial, pendidikan internasional, dan tren budaya popular, nilai-nilai nasional seperti cinta tanah air, simbol-simbol kebangsaan, dan semangat kolektif sudah ketinggalan zaman.

    Ini adalah sinyal peringatan serius yang perlu segera direspons.

    Di era digital yang dibanjiri algoritma personalisasi, anak-anak dan remaja kita lebih banyak “dididik” oleh konten media sosial ketimbang oleh guru dan orang tua. AI menawarkan jawaban cepat, tetapi tidak mengajarkan makna, konteks, dan tanggung jawab.

    Dampaknya, pendidikan tidak lagi membentuk manusia seutuhnya, melainkan mencetak generasi yang cepat tahu namun dangkal (superficial) dalam pemahaman dan empati.

    Hakekat Pendidikan

    Para filsuf pendidikan telah lama mengingatkan kita akan hal ini. Paulo Freire mendefinisikan pendidikan sejati bukan sebagai proses menjejali pikiran siswa, melainkan “praktik kebebasan” yang menumbuhkan kesadaran kritis.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ragam Komentar Usai Prabowo Beri Kabar Baik ke Tom Lembong dan Hasto

    Ragam Komentar Usai Prabowo Beri Kabar Baik ke Tom Lembong dan Hasto

    Anies Apresiasi Prabowo

    Foto: Anies Baswedan (Andhika Prasetia/detikcom)

    Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan Tom Lembong dan keluarga bahagia atas pemberian abolisi dari Presiden Prabowo. Anies juga mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang telah memberikan abolisi.

    “Jadi alhamdulillah sudah berjumpa dengan Tom Lembong di dalam, ngobrol juga dengan istri beliau yang ikut hadir, Bu Ciska. Beliau tentu bahagia semua menyatakan syukur,” kata Anies kepada wartawan setelah keluar dari rutan, Jumat (1/8/2025).

    “Dan kami juga ingin menyampaikan apresiasi kepada Bapak Presiden Prabowo yang mengusulkan abolisi,” lanjut Anies

    Dia juga mengapresiasi DPR RI yang telah menyetujui abolisi ini. “Dan kepada DPR RI yang menyetujui usulan abolisi sehingga Pak Tom Lembong bisa segera berkumpul kembali dengan keluarga,” ucapnya.

    Nasdem: Prabowo Dengar Aspirasi Publik

    Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim menilai keputusan abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto merupakan bagian kepekaan politik dari seorang Prabowo. Menurutnya Prabowo mendengar aspirasi yang disampaikan oleh publik.

    “Menurut saya keputusan ini sebagai bagian dari kepekaan politik seorang Presiden Prabowo yang senantiasa mendengar aspirasi publik,” kata Hermawi kepada wartawan, kemarin.

    “Langkah ini juga penting sebagai bagian dari harapan rakyat akan pemimpin yang senantiasa peka, dan sensitif terhadap dinamika politik nasional,” sambungnya.

    MAKI Hormati Prabowo Beri Amnesti Hasto

    Foto: Andhika Prasetia/detikcom

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menghormati Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. MAKI menilai Hasto memang berhak lantaran amnesti merupakan hak yang melekat.

    “Prinsipnya kita hormati karena hak tersebut melekat, semestinya KPK juga hormati karena tidak ada upaya apapun untuk batalkan abolisi, amnesti, dan grasi,” ucap Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi.

    “Mungkin saja KPK merasa tidak puas atau tidak terima, namun hal tersebut mestinya cukup di perasaan aja,” kata Jumat (1/8/2025).

    Boyamin meminta KPK menghormati amnesti yang didapat oleh Hasto. Ia menyebut tidak ada upaya apapun yang bisa ditempuh KPK membatalkan amnesti.

    “KPK tetap harus hebat berantas korupsi, tidak boleh patah semangatnya,” lanjut dia.

    Meskipun begitu, Boyamin tetap sependapat dengan KPK. Ia menegaskan Hasto tetaplah bersalah.

    “Betul itu (KPK), amnesti tidak hapus (kesalahan Hasto), yang hapus (kesalahan) hanya abolisi,” ujar dia.

    Pengacara Hasto Apresiasi

    Pengacara Hasto mengapresiasi pemberian amnesti untuk Hasto. “Kami menghargai dan mengapresiasi hak Prerogatif Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Mas Hasto Kristiyanto,” ujar Koordinator Tim Penasehat Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).

    Ronny menilai kasus Hasto sejak awal bermuatan politik. Dia mengatakan jangan ada lagi yang menjadi korban kriminalisasi politik.

    “Sejak setahun yang lalu, di awal kasus ini muncul kami sudah melihat bahwa kasus ini memang sangat kental motif politik dan Mas Hasto dan siapapun warga negara di republik ini tidak boleh menjadi korban kriminalisasi politik,” ujarnya.

    Anggota DPR RI Kawendra Lukistian menyambut positif langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi terhadap Tom Lembong. Ia menyebut kedua langkah itu sebagai pertanda Prabowo punya hati yang luas.

    “Keputusan tersebut bukan sekadar pengampunan hukum, tetapi cerminan luasnya hati dan bukti Pak Prabowo adalah negarawan sejati,” kata Kawendra saat dihubungi, Jumat (1/8/2025).

    Ia pun memastikan mendukung keputusan Presiden Prabowo. Langkah pemberian abolisi dan amnesti itu dinilai akan memperkuat stabilitas nasional serta mempercepat agenda pembangunan yang inklusif dan kolaboratif di bawah pemerintahan Presiden Prabowo.

    PKB Angkat Topi

    PKB bicara hal senada. PKB mengapresiasi sikap negarawan Prabowo.

    “Kami angkat topi, itu sikap negarawan Bapak Presiden Prabowo agar keadilan, persatuan dan kerukunan menjadi pondasi dalam dinamika pembangunan,” ujar anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid.

    Menurut Ketua Fraksi PKB DPR RI itu, pemberian abolisi dan amnesti juga sebagai bukti Pak Prabowo mengedepankan keadilan bagi semua. Baik kepada kawan maupun ‘lawan’.

    “Kami berharap hukum terus ditegakkan dan keadilan bagi seluruh rakyat,” sambungnya.

    Kata Pakar

    Analisis peneliti Indikator Politik, Bawono Kumoro menyebut pemberian abolisi dan amnesti didasarkan atas pertimbangan hukum, sosial, dan politik.

    “Proses hukum terhadap kedua orang itu ditenggarai berbagai pihak terdapat kejanggalan dan kental muatan motif politik,” ujar Bawono dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).

    “Melalui pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto tampak sekali bila Presiden Prabowo tidak ingin proses hukum kepada dua orang tersebut akan menimbulkan gejolak tidak perlu dan kontraproduktif di ruang publik,” sambungnya.

    Anies Buka Suara

    Anies Baswedan mengungkap pernyataan eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong setelah mendapat abolisi dari pemerintah. Sebelumnya Anies datang ke Rutang Cipinang, Jakarta Timur untuk menjenguk Tom Lembong.

    “Beliau mengatakan Tuhan selalu berpihak dan memberikan jalan pada kebenaran. Dan beliau mengatakan god works in misterious ways, Tuhan bekerja dengan cara-cara yang tak terduga,” kata Anies Baswedan seusai menjenguk Tom Lembong, Jumat (1/8/2025), dikutip dari detikNews.

    Anies mengatakan jika Tom Lembong dan keluarga bahagia atas pemberian abolisi. Anies menyebut sempat mengobrol banyak dengan Tom saat bertemu.

    “Jadi Alhamdulillah sudah berjumpa dengan Tom Lembong di dalam, ngobrol juga dengan istri beliau yang ikut hadir Bu Ciska, beliau tentu bahagia semua menyatakan syukur,” kata Anies.

    Anies juga mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang telah memberikan abolisi. Selain itu, dia juga mengapresiasi DPR RI yang telah menyetujui abolisi ini.

    “Dan kami juga ingin menyampaikan apresiasi kepada Bapak Presiden Prabowo yang mengusulkan abolisi, dan kepada DPR RI yang menyetujui usulan abolisi sehingga Pak Tom Lembong bisa segera berkumpul kembali dengan keluarga,” ucapnya.

    Pimpinan MPR Dukung Prabowo

    Pimpinan MPR dari Fraksi PAN Eddy Soeparno mendukung keputusan Presiden Prabowo memberikan Abolisi kepada Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan Amnesti kepada mantan Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto.

    Eddy menilai keputusan memberikan Amnesti dan Abolisi adalah hak prerogatif presiden yang diatur dalam UUD 1945. Pada Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa yang berhak memberikan amnesti dan abolisi adalah Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.

    “Keputusan ini dilakukan sesuai prerogatif yang dimiliki presiden yang diatur dalam UUD 1945. Sudah jelas merupakan keputusan yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” kata Eddy dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).

    Doktor Ilmu Politik UI ini juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo sudah menempuh rangkaian prosedur pemberian Abolisi dan Amnesti dengan meminta pertimbangan serta mendapatkan persetujuan dari DPR RI.

    “Untuk memberikan keputusan ini Presiden Prabowo menjunjung tinggi kedaulatan hukum dengan tetap berkonsultasi dengan DPR dan mendapatkan persetujuan dari DPR RI,” tegasnya.

    Secara khusus, Eddy meyakini keputusan Amnesti dan Abolisi ini dilakukan oleh Presiden Prabowo dalam rangka menjaga keutuhan, ketentraman dan keguyuban antar elemen bangsa.

    “Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Presiden Prabowo yang mempertimbangkan segala aspek termasuk di dalamnya merawat persatuan dan ketentraman antar elemen bangsa,” pungkasnya.

    Sementara itu, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Muhammad Fatahillah Akbar SH, mengatakan pemberian amnesti dan abolisi itu adalah kewenangan presiden dan sebelumnya telah diusulkan ke DPR.

    “Amnesti dan abolisi kan memang hak prerogatif presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar,” kata Akbar saat dihubungi wartawan, Jumat (1/8/2025).

    Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa presiden memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR.

    “Tapi Pasal 14 ayat 2, amnesti dan abolisi itu diajukan ke DPR karena dia bernuansa memang politik. Ada pertimbangan politik di dalamnya sehingga ke DPR,” ujar dia.

    Amnesti merupakan penghapusan hukuman yang diberikan oleh presiden terhadap seseorang ataupun sekelompok orang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Sementara itu, abolisi adalah penghentian proses hukum atau proses peradilan yang sedang berlangsung.

    “Nah, tetapi yang harus ditegaskan begini. Kalau seharusnya, kalau abolisi itu kan menghapus penuntutan dan proses hukum. Jadi kalau dia belum inkrah, dia pakainya abolisi. Kalau amnesti itu menghapus eksekusi pidananya. Jadi kalau sudah inkrah,” jelas Akbar.

    Dia menilai pemberian abolisi kepada Tom Lembong karena yang bersangkutan mengajukan banding. Oleh sebab itu, kasus tersebut dinyatakan belum inkrah.

    “Tapi saya perlu mendalami juga, apa mungkin karena kalau Tom Lembong itu sudah banding. Hasto belum, itu mungkin salah satunya. Tapi kan kita tidak tahu juga. Karena kan kalau tidak banding kan dia kalau tujuh hari inkrah hari ini. Inkrah berarti itu menjadi amnesti kalau sudah inkrah. Kalau belum inkrah dia abolisi,” terangnya.

    Jokowi: Hak Prerogatif Presiden

    Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) mengatakan keputusan Prabowo itu merupakan hak prerogatif Presiden.

    “Ya itu hak prerogatif, hak istimewa yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar kita kepada presiden,” kata Jokowi ditemui di kediamannya, Sumber, Banjarsari, Jumat (1/8/2025).

    Menurutnya, Prabowo telah melakukan pertimbangan yang matang sebelum mengambil keputusan tersebut. Jokowi yakin keputusan Prabowo tersebut sudah melalui pertimbangan hukum hingga sosial politik.
    “Saya kira ya setelah melewati pertimbangan-pertimbangan hukum, pertimbangan-pertimbangan sosial politik yang sudah dihitung semuanya,” urainya.

    Golkar Yakin Prabowo Punya Pertimbangan Matang

    Sekjen Partai Golkar Sarmuji meyakini Presiden Prabowo Subianto memiliki pertimbangan matang saat memberikan amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Sarmuji mengatakan pemberian amnesti dan abolisi tersebut untuk menjaga persatuan.

    “Itu hak konstitusional Presiden yang termaktub dalam UUD. Presiden pasti punya pertimbangan yang kuat mengapa amnesti dan abolisi diberikan,” kata Sarmuji kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).
    “Salah satu pertimbangan yang menjadi dasar adalah persatuan nasional,” sambungnya.

    Sarmuji mengatakan partainya ikut dalam rapat saat memberikan pertimbangan abolisi dan amnesti tersebut. Dia berharap pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto merupakan langkah yang baik. “Dalam rapat kami ikut menyetujui dan semoga baik untuk negara,” tuturnya.

  • Fraksi Golkar Sulsel Bahas Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Pasca Putusan MK

    Fraksi Golkar Sulsel Bahas Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Pasca Putusan MK

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR- Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Sulawesi Selatan akan menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Fraksi se Sulsel. Kegiatan digelar Jumat- Minggu (1-3/Agustus 2025) di Hotel Claro Makassar.

    Ketua Panitia Bimtek Lukman B Kady mengatakan, kegiatan ini digelar sebagai penguatan wawasan dan peran anggota fraksi Partai Golkar dalam mengawal pemerintahan. Sebagai pengusung utama, Partai Golkar wajib menyukseskan semua program.pasangan Prabowo- Gibran.

    “Kita gelar bimtek fraksi selama tiga hari di Hotel Claro, ini untuk penguatan kualitas anggota fraksi sehingga bisa berperan lebih maksimal dalam menjalankan fungsinya,” ujar Lukman yang juga Ketua Fraksi Golkar Sulsel, Selasa 29 Juli 2025.

    Ia mengatakan, kegiatan bakal dihadiri ratusan anggota fraksi Golkar, ketua DPD II, dan perwakilan ormas yang mendirikan dan didirikan Partai Golkar. “Selain anggota fraksi, kita undang juga ketua- ketua DPD II dan ketua ormas Partai Golkar,” terang dia.

    Panitia pun menghadirkan elit- elit DPP sebagai pemateri. Mulai dari Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Asse Sadikin hingga Gubernur Lemhanas Ace Hasan Syadzily.

    “Dari DPP Partai Golkar kita hadirkan pak Zulfikar Asse Sadikin dan pak Ace Hasan Syadzily, keduanya akan berbicara kepemiluan dan sinergitas fungsi DPRD dan asta cita pemerintahan Prabowo Gibran,” sambung Lukman.

    Lukman menambahkan, panitia juga menghadirkan Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. Pengamat politik itu akan membahas sistem kepemiluan pasca putusan Mahkamah Konstitusi.

  • Polri Minta Tambah Anggaran Jumbo, Tapi Kepercayaan Publik di Bawah TNI & Kejagung

    Polri Minta Tambah Anggaran Jumbo, Tapi Kepercayaan Publik di Bawah TNI & Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Polisi menjadi lembaga negara yang paling banyak mengajukan tambahan anggaran dalam pembahasan postur rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

    Permintaan tambahan anggaran itu kontras dengan kepercayaan publik terhadap polisi yang masih sangat rendah.

    Sekadar catatan, pada akhir Mei 2025 lalu, Indikator Politik merilis survei terbaru mengenai kepercayaan publik terhadap lembaga negara. TNI masih konsisten sebagai lembaga yang paling dipercaya oleh masyarakat. 

    Tingkat kepercayaan publik terhadap TNI mencapai 85,7%. Setelah TNI diikuti oleh preisden yang mencapai 82,7%. Khusus penegak hukum, polisi berada jauh di bawah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mencapai 76%. 

    Tingkat kepercayaan publik Polri juga berada di bawah KPK yang persentasenya sebanyak 72,6%. Adapun polisi sendiri hanya di angka 72,2%.

    Kendati demikian, di antara jajaran lembaga negara, kepercayaan publik terhadap polisi masih lebih baik dibandingkan DPR yang tercatat di angka 71% dan partai politik yang bahkan hanya 65,6%.

    Minta Tambah Anggaran 

    Sebelumnya Polri mengusulkan penambahan anggaran sebanyak Rp63,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2026.

    Asrena Kapolri, Komjen Wahyu Hadiningrat menilai usulan penambahan anggaran dibutuhkan mengingat pagu indikatif yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp109,6 triliun dinilai kurang. 

    Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengusulkan agar anggaran ideal untuk anggaran Polri TA 2026 itu mencapai Rp173,4 triliun.

    “Sesuai usulan rencana kebutuhan anggaran yang telah kami kirimkan sesuai surat Kapolri 10 Maret 2026 dan setelah diterimanya pagu indikatif tahun anggaran 2026 sebesar Rp109,6 triliun maka polri masih mengalami kekurangan sebesar Rp63,7 triliun,” ujar Wahyu di kompleks Senayan, Senin (7/7/2025).

    Dia menjelaskan jumlah yang diusulkan korps Bhayangkara tersebut digunakan untuk kebutuhan belanja Polri selama TA 2026.

    Dia menjabarkan, anggaran tersebut akan digunakan untuk belanja pegawai sebesar Rp4,8 triliun yang diprioritaskan untuk gaji pegawai rekrutmen dan memenuhi kenaikan tunjangan kinerja 80% personel Polri dan ASN.

    Selanjutnya, belanja barang sebesar Rp13,8 triliun untuk meningkatkan operasional kepolisian dan pelayanan Kamtibmas, termasuk di perbatasan hingga daerah terluar.

    Selain itu, anggaran akan dikucurkan untuk belanja modal sebesar Rp45,1 triliun yang diprioritaskan untuk pemenuhan kendaraan listrik alias electric vehicle (EV), kapal pemburu cepat hingga peralatan untuk mendukung penindakan sejumlah kasus pidana. 

    “Sehingga pada tahun anggaran 2026 Polri mengusulkan kembali kekurangan tersebut untuk dialokasikan pada pagu anggaran atau alokasi anggaran tahun anggaran 2026,” pungkasnya

  • Paradoks Pemberantasan Narkoba

    Paradoks Pemberantasan Narkoba

    Paradoks Pemberantasan Narkoba
    Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor

    Pemberantasan narkoba omong kosong! Bagaimana polisi di Nunukan bisa memberantas narkoba kalau mereka sendiri terlibat penyelundupan?

    DEMIKIANLAH
    banyak komentar yang saya temukan dari berbagai pembicaraan hangat masyarakat Nunukan, Kalimantan Utara. Ironi melukai nurani dalam paradoks pemberatasan narkoba di perbatasan negeri.
    Di garis batas negeri, pemberantasan narkoba menjelma paradoks yang mencengkeram. Polisi, yang disumpah sebagai benteng hukum, justru terseret dalam pusaran kejahatan penyelundupan narkoba.
    Nunukan, jantung perbatasan Indonesia-Malaysia, sorot lampu perang melawan narkotika memantul pada bayang-bayang pengkhianatan: oknum penegak hukum menjadi pelaku.
    Bagaimana mungkin mereka yang memegang tameng keadilan justru menikamnya dari belakang?
    Ketika sabu merayap melalui jalur tikus dan dermaga gelap, pertanyaan dari rakyat yang selalu terzholimi menggema: apakah musuh sejati ada di luar sana, atau justru bersemayam dalam seragam yang seharusnya melindungi?
    Kisah tragis “polisi tangkap polisi” mengaburkan garis antara pemburu dan buruan, mengungkap luka sistemik yang melemahkan perjuangan melawan narkoba di perbatasan negeri.
    Pada Rabu, 9 Juli 2025, kabar mengejutkan terkait penangkapan polisi itu datang. Tim gabungan dari Direktorat Tindak Pidana
    Narkoba
    Bareskrim Polri dan Divisi Propam menangkap empat oknum polisi, termasuk Iptu Sony Dwi Hermawan, Kepala Satuan Reserse Narkoba (Kasat Reskoba) Polres Nunukan, terkait dugaan penyelundupan sabu di wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia.
    Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum biasa, melainkan cerminan krisis integritas yang mengguncang Institusi Kepolisian, terutama dalam misi pemberantasan narkoba di kawasan rentan seperti di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan. 
    Penangkapan berlangsung di Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Tengah, wilayah perbatasan yang dikenal sebagai jalur rawan penyelundupan narkotika.
    Operasi ini dilakukan secara senyap oleh Tim Mabes Polri, dengan pengawalan ketat yang bahkan melibatkan jenderal bintang dua, menunjukkan tingkat keseriusan kasus.
    Kapolda Kalimantan Utara, Irjen Pol Hary Sudwijanto, membenarkan penangkapan tersebut dan menegaskan bahwa keempat oknum polisi diduga terlibat penyalahgunaan narkoba.
    Ironi mengingat mereka bertugas di Satuan Reserse Narkoba yang seharusnya menjadi garda terdepan melawan peredaran gelap narkotika.
    Informasi awal menyebutkan tujuh polisi ditangkap. Namun, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso, meluruskan bahwa hanya empat polisi yang diciduk, semuanya dari Polres Nunukan, tanpa melibatkan warga sipil.
    Penggeledahan juga dilakukan di rumah Iptu Sony, meskipun belum ada keterangan resmi mengenai barang bukti yang ditemukan. Kasus ini masih dalam pengembangan, dengan keempat polisi dibawa ke Mabes Polri di Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut.
    Kasus ini menyoroti krisis integritas di tubuh kepolisian, khususnya di unit yang bertugas menangani narkoba. Iptu sony, sebagai kasat reskoba, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin operasi pemberantasan narkotika di wilayah perbatasan yang strategis.
    Namun, dugaan keterlibatannya dalam penyelundupan sabu-sabu justru memperlihatkan bagaimana oknum di posisi kunci dapat melemahkan upaya penegakan hukum.
    Data dari Badan Narkotika Nasional menunjukkan bahwa Kalimantan Utara, khususnya Nunukan, merupakan salah satu pintu masuk utama narkotika dari Malaysia, dengan sabu sebagai komoditas utama.
    Pada 2024, BNN mencatat lebih dari 50 kasus penyelundupan narkoba di wilayah perbatasan kalimantan, dengan nilai barang bukti mencapai puluhan miliar rupiah.
    Fakta bahwa oknum polisi, termasuk pimpinan satuan narkoba, diduga terlibat dalam jaringan penyelundupan menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan internal.
    Divisi Propam, yang turut terlibat dalam operasi ini, seharusnya menjadi benteng pencegahan pelanggaran etik dan pidana oleh polisi.
    Namun, kasus ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal masih sangat lemah. Laporan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada 2024 mencatat bahwa pelanggaran etik oleh polisi meningkat 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan sebagian besar kasus terkait penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
    Wilayah perbatasan seperti Pulau Sebatik, Nunukan memiliki tantangan unik dalam pemberantasan narkoba.
    Lokasi geografis yang berbatasan langsung dengan Malaysia, ditambah dengan banyaknya jalur tikus dan dermaga tradisional, mempermudah penyelundupan narkoba.
    Data dari Polda Kaltara menunjukkan bahwa pada 2023, lebih dari 60 persen kasus narkoba di wilayah ini melibatkan lintas batas, dengan sabu sebagai barang yang paling banyak diselundupkan.
    Faktor ini diperparah minimnya sumber daya, seperti personel dan teknologi pengawasan, di wilayah terpencil seperti Sebatik.
    Namun, tantangan terbesar bukan hanya pada logistik, melainkan integritas aparat. Kasus penangkapan empat polisi ini menegaskan bahwa ancaman narkoba tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam institusi penegak hukum itu sendiri.
    Ketika oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi bagian dari masalah, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian semakin terkikis.
    Survei Indikator Politik Indonesia pada 2024 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap polri hanya 65 persen, turun dari 72 persen pada 2022, dengan salah satu penyebab utama adalah kasus-kasus pelanggaran oleh oknum polisi.
    Kasus “polisi tangkap polisi” di Kabupaten Nunukan bukanlah insiden terisolasi. Pada 2023, kasus serupa juga pernah terjadi di Polda Sumatera Utara, di mana seorang perwira polisi ditangkap karena melindungi jaringan narkoba.
    Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bersifat sistemik dan memerlukan reformasi mendalam.
    Menurut penulis, dengan melihat fakta yang terjadi, ada beberapa hal urgen yang harus dibenahi terkait sistem yang ada di institusi Polri.
    Pertama, Polri perlu memperkuat mekanisme pengawasan internal. Divisi propam harus dilengkapi teknologi dan wewenang lebih besar untuk mendeteksi dini potensi pelanggaran, seperti melalui audit rutin terhadap anggota di unit-unit strategis seperti Satresnarkoba.
    Kedua, seleksi dan pelatihan personel untuk penempatan di wilayah perbatasan harus lebih ketat. Polisi yang bertugas di area rawan seperti
    nunukan
    harus memiliki integritas tinggi dan dilatih untuk menghadapi godaan finansial dari sindikat narkoba.
    Ketiga, kerja sama lintas instansi, seperti dengan BNN dan Bea Cukai, harus diperkuat untuk menutup celah penyelundupan di perbatasan.
    Data BNN menunjukkan bahwa kerja sama lintas instansi pada 2024 berhasil menggagalkan 30 persen lebih banyak kasus penyelundupan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal seperti ini harus lebih ditingkatkan.
    Keempat, hukuman tegas wajib diterapkan bagi polisi yang melanggar hukum, seperti kolusi dengan sindikat narkoba. Sanksi ringan, misalnya teguran atau shalat lima waktu, tidak efektif.
    Data Propam Polri 2023 menunjukkan hanya 10 persen pelaku pelanggaran berat dipecat, sisanya mendapat hukuman ringan. Pemecatan dan tuntutan pidana harus diterapkan konsisten untuk menegakkan integritas Polri.
    Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi publik bahwa pemberantasan narkoba bukan hanya tugas polisi, tetapi juga tanggung jawab bersama.
    Masyarakat di wilayah perbatasan dapat berperan sebagai mata dan telinga dengan melaporkan aktivitas mencurigakan, seperti yang menjadi cikal bakal pengungkapan kasus ini.
    Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa krisis integritas dalam kepolisian tidak boleh digeneralisasi sebagai kegagalan seluruh institusi.
    Saya akui banyak polisi yang bekerja dengan dedikasi, tapi ulah oknum seperti yang terlibat di Nunukan mencoreng nama baik mereka.
    Lebih jauh lagi, kasus ini mengingatkan kita akan kompleksitas perang melawan narkoba. Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang membangun sistem yang mampu menahan godaan dari “lahan basah” dan penyalahgunaan wewenang.
    Publik harus menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Polri, sambil mendukung reformasi yang memastikan aparat penegak hukum bebas dari keterlibatan dalam kejahatan yang mereka lawan.
    Penangkapan empat polisi di Nunukan adalah tamparan keras bagi Polri dan publik. Ini menunjukkan bahwa pemberantasan narkoba di perbatasan tidak hanya menghadapi tantangan eksternal, tetapi juga ancaman dari dalam.
    Dengan memperkuat pengawasan internal, meningkatkan seleksi personel, dan melibatkan masyarakat, Polri dapat memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa kasus seperti ini tidak terulang.
    Publik, di sisi lain, harus melihat kasus ini sebagai panggilan untuk bersama-sama menjaga integritas dalam perang melawan narkoba. Hanya dengan kerja sama dan komitmen kolektif, perbatasan Indonesia dapat menjadi benteng yang kokoh melawan ancaman narkotika.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Burhanuddin Muhtadi Sebut Hasil Survei 72% Masih Suka Jokowi, Kepemimpinannya Efektif

    Burhanuddin Muhtadi Sebut Hasil Survei 72% Masih Suka Jokowi, Kepemimpinannya Efektif

    GELORA.CO –  Menurut Indikator Politik, pengaruh Jokowi di Pilpres 2029 masih tinggi, yaitu di angka 72 persen. Padahal Jokowi setiap hari difitnah dan di-downgrade.

    “Beberapa waktu lalu saya punya hasil survei, tetapi tidak dirilis ya, itu 72 persen masih suka dengan Jokowi,”ujar Burhanuddin Muhtadi dalam video yang diunggah akun X @sarah_pndjtn, dikutip Kamis (19/6/2025).

    “Itu jumlah yang masih cukup besar,”pungkasnya.

    Burhanuddin Muhtadi tak memungkiri, ada penurunan dibanding semasa Jokowi baru selesai menjabat sebagai presiden. Artinya itu masih jumlah yang cukup besar.

    Ia kemudian menjelaskan bahwa perbedaan utama antara Jokowi dan Prabowo terletak pada orientasi kepemimpinannya.

    “Pak Jokowi itu lebih suka hal-hal yang domestically oriented. Sementara Pak Prabowo lebih passion kalau bicara geopolitik, high politics,” jelasnya.

    Ia menilai, Jokowi tampak sangat menikmati kegiatan turun langsung ke masyarakat. Sementara Prabowo lebih menonjol dalam acara besar, seremonial, dan urusan luar negeri.

    “Catatan saya, Pak Prabowo terakhir blusukan itu saat banjir di Jakarta. Setelah itu saya belum lihat lagi,” tambahnya.

    Burhanuddin bilang, gaya kepemimpinan seperti Jokowi yang lebih membumi dan responsif terhadap persoalan rakyat di akar rumput masih dianggap efektif di mata publik, terlepas dari kemungkinan unsur pencitraan.

    “Masalahnya, karakter seperti Pak Jokowi ini terlepas dari ada motif pencitraan atau apapun pemimpin seperti ini masih efektif,” kuncinya. (*) 

    Menurut Indikator, pengaruh Pak Jokowi di 2029 masih di angka 72%,
    padahal setiap hari Pak Jokowi difitnah dan di-downgrade terus. pic.twitter.com/iUWl2X3v0b

    — Sarah (@sarah_pndjtn) June 19, 2025