NGO: Indikator Politik Indonesia

  • Survei: Masyarakat puas dengan kinerja Amran, Teddy, dan Purbaya

    Survei: Masyarakat puas dengan kinerja Amran, Teddy, dan Purbaya

    Jakarta (ANTARA) – Indikator Politik Indonesia menyebut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi tiga menteri yang paling banyak mendapatkan penilaian puas di bidang kinerja dari masyarakat.

    Hal tersebut sesuai dengan survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia yang disampaikan Pendiri dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam siaran di akun YouTube Indikator Politik Indonesia dipantau, Sabtu.

    Menurut data yang ditunjukkan Burhanuddin, Amran berada di posisi pertama karena 84,9 persen responden menyatakan puas dengan kinerjanya

    Di posisi ke dua ada Teddy yang meraup suara responden sebanyak 84,5 persen.

    Yang menarik, yakni Purbaya yang belum genap dua bulan menjabat sebagai Menteri Keuangan, namun sudah meraup penilaian puas dari 84,1 responden survei.

    Namun demikian, tiga menteri itu juga mengantongi beberapa suara masyarakat yang tidak puas akan kinerjanya.

    Amran sendiri mengantongi 10,45 persen suara masyarakat yang tidak puas akan kinerjanya. Selanjutnya, Teddy yang mengantongi 7,5 suara responden yang tidak puas disusul Purbaya sebanyak 7,0 persen responden.

    Dengan adanya hasil survei tersebut, dapat dipastikan tiga anggota kabinet itu menjadi pejabat yang banyak mendapatkan penilaian positif selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Untuk diketahui, survei dilakukan dalam kurun waktu 20-27 Oktober 2025. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.

    Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling dengan jumlah sampel 1220 responden dengan margin of error 2,8 persen.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Benardy Ferdiansyah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Survei: Publik Nilai Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Cenderung Positif

    Survei: Publik Nilai Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Cenderung Positif

    Survei: Publik Nilai Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Cenderung Positif
    Editor
    KOMPAS.com
    – Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa publik menilai kondisi pemberantasan korupsi di pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka cenderung positif.
    Sebanyak 42,7 persen responden menilai upaya
    pemberantasan korupsi
    berada dalam kategori baik atau sangat baik, dengan rincian 35,5 persen menilai baik dan 7,2 persen menilai sangat baik.
    “Ini evaluasi positifnya jauh lebih tinggi meninggalkan mereka yang menilai kondisi pemberantasan korupsi buruk atau sangat buruk,” kata Peneliti
    Indikator Politik Indonesia
    Bawono Kumoro, saat memaparkan
    survei
    mengenai ‘Evaluasi Publik Setahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran’ yang dilansir dari YouTube Indikator Politik Indonesia, Sabtu (8/11/2025).
    Di sisi lain, terdapat 30 persen responden menilai pemberantasan korupsi saat ini masih buruk atau sangat buruk, dengan rincian 25,1 persen yang menyebut buruk dan 4,9 persen yang menyebut sangat buruk.
    Adapun 22,5 persen responden menilai kondisi pemberantasan korupsi sedang, sementara 4,8 persen responden lainnya tidak tahu atau tidak menjawab.
    Masih dalam survei tersebut, Bawono mengatakan, pandangan masyarakat terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia menunjukkan kecenderungan positif.
    Sebanyak 40,8 persen responden menilai penegakan hukum berada dalam kategori baik atau sangat baik, dengan rincian 37,8 persen menilai baik dan 3,0 persen menilai sangat baik.
    Sementara itu, 29,3 persen responden menilai kondisi penegakan hukum sedang, dan 26,4 persen lainnya menilai buruk atau sangat buruk, yang terdiri dari 23,1 persen menyebut buruk dan 3,3 persen menyebut sangat buruk.
    Selain itu, terdapat 3,4 persen responden yang tidak tahu atau tidak menjawab.
    Sementara itu, mengenai kondisi keamanan, mayoritas responden menilai secara umum berada dalam kategori positif.
    Sebanyak 56,5 persen responden menilai kondisi keamanan sejauh ini berada dalam keadaan sangat baik atau baik, dengan rincian 5,2 persen menyatakan sangat baik dan 51,3 persen baik.
    “Jauh di atas yang memberikan penilaian secara negatif,” kata dia.
    Responden yang memberikan penilaian kondisi keamanan buruk atau sangat buruk ada 15 persen, dengan rincian 13,5 persen buruk dan 1,5 persen sangat buruk.
    Terdapat 27,4 persen responden yang menilai kondisi keamanan sedang dan 1 persen lainnya tidak menjawab.
    Adapun survei dilakukan dalam kurun waktu 20 Oktober-27 Oktober 2025.
    Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.
    Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling, dengan jumlah sampel 1.220 responden dengan margin of eror 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Survei Indikator Politik: 77,7% Publik Puas dengan Kinerja Setahun Prabowo

    Survei Indikator Politik: 77,7% Publik Puas dengan Kinerja Setahun Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan 77,7% masyarakat sangat/cukup puas dengan kinerja Presiden Prabowo Subianto selama 1 tahun menjabat.

    Hasil tersebut diperoleh dari survei dengan jumlah sampel 1.220 orang menggunakan metode multistage random sampling. Margin of error kurang lebih 2,9%. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. 

    Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, 17 tahun atau lebih.

    “Yang mengatakan sangat puas atau cukup puas di setahun pemerintahan Prabowo itu 77,7%. Jadi cukup tinggi ,” kata Founder & Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dikutip dari YouTube Indikator Politik Indonesia, Sabtu (8/11/2025).

    Dalam data yang dipaparkan, 17,3% responden merasa sangat puas, 60,4% cukup puas, 19,8% kurang puas, 1,0% tidak puas sama sekali, dan sekitar 1,5% tidak jawab.

    Dia mengatakan, berdasarkan kategori jenis kelamin, laki-laki cenderung lebih puas dengan nilai 81,4% dan kurang/tidak puas sama sekali sebesar 17,7%.

    Pada perempuan 73% sangat/cukup puas dan 24,0% kurang atau tidak puas sama sekali. Kemudian, dari kategori generasi, Gen Z (1997-2012) 81,8% merasa sangat/cukup puas dan 17,6% kurang atau tidak puas sama sekali. Milenials (1981-1996) 77,1% menyampaikan sangat/cukup puas dan 21,4% merasa kurang/tidak puas.

    Lalu, Gen X (1965-1980) 75,8% merasa sangat/cukup puas, sedangkan 23,0% merasa kurang/tidak puas sama sekali. Adapun, 74% Baby Boomers merasa sangat/cukup puas dan 21,5 kurang/tidak puas sama sekali.

    Dia menuturkan, alasan responden yang memilih puas terhadap kinerja Prabowo karena berhasil mengentaskan kasus korupsi.

    “19,5% dari masyarakat yang puas itu menyebut variabel Pak Prabowo dianggap berhasil memberantas korupsi,” ucapnya.

    Namun, dia menekankan bahwa itu adalah persepsi dari sejumlah masyarakat. Dia memahami adanya perbedaan data sehingga dirinya mempersilakan bagi kelompok aktivis untuk memberikan data lain terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja Prabowo selama 1 tahun. 

    Adapun, 8,6% responden merasa puas dengan kinerja Prabowo karena berlangsungnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

  • Survei: Prabowo masih terpilih jika pilpres digelar sekarang

    Survei: Prabowo masih terpilih jika pilpres digelar sekarang

    “Jadi pak prabowo ketika survei dilakukan itu elektabilitasnya mencapai 46,7 persen,”

    Jakarta (ANTARA) – Indikator Politik Indonesia menyatakan Prabowo Subianto akan terpilih kembali menjadi presiden jika pemilihan presiden terjadi pada saat ini.

    Hal tersebut sesuai dengan survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia tentang elektabilitas tokoh politik saat ini.

    “Jadi pak prabowo ketika survei dilakukan itu elektabilitasnya mencapai 46,7 persen,” kata Founder dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam siaran langsung di akun Youtube, Sabtu.

    Di belakang Prabowo, lanjut Muhtadi, ada Dedi Mulyadi yang mengantongi elektabilitas sebanyak 18,4 persen.

    Mantan Calon Presiden Anies Baswedan masih berada di tingkat atas perolehan elektabilitas karena menempati posisi tiga dengan mengantongi 9,0 persen.

    Gibran yang saat ini masih menjabat sebagai Wakil Presiden berada di posisi ke empat dengan perolehan elektabilitas 4,8 persen, disusul Agus Harimurti Yudhoyono 3,9 persen, Ganjar Pranowo 3,7 persen, Purbaya Yudhi Sadewa 1,5 persen, Sherly Tjoanda sebesar 1,1 persen.

    Sekretaris Kabinet Letkol (Inf) Teddy Indrawijaya juga masuk radar masyarakat untuk menjadi presiden dengan perolehan elektabilitas sebesar 0,3 persen.

    Dengan adanya data ini, maka dapat dipastikan Prabowo masih menempati posisi pertama tokoh yang dipilih untuk menjadi presiden Indonesia.

    Untuk diketahui, survei dilakukan dalam kurun waktu 20 Oktober sampai 27 Oktober 2025. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.

    Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling dengan jumlah sampel 1220 responden dengan margin of error 2,8 persen.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 84,9% Publik Puas, Mentan Amran Tertinggi di Kabinet Merah Putih

    84,9% Publik Puas, Mentan Amran Tertinggi di Kabinet Merah Putih

    Bisnis.com, JAKARTA – Indikator Politik Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Burhanuddin Muhtadi mempublikasikan hasil survei atas tingkat kepuasan publik terhadap sejumlah pejabat tinggi negara setelah satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Dalam evaluasi tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mencatat tingkat kepuasan publik tertinggi, yakni sebesar 84,9 persen, meski tidak termasuk dalam daftar sepuluh menteri paling populer.

    Selain Mentan Amran Sulaiman, survei tersebut juga mengungkap tingkat kepuasan publik terhadap pejabat lainnya yang mengetahui nama menterinya. Urutan tingkat kepuasan tersebut adalah sebagai berikut:

    Andi Amran Sulaiman – Menteri Pertanian (84,9%)
    Teddy Indra Wijaya – Sekretaris Kabinet (84,5%)
    Purbaya Yudhi Sadewa – (tercantum sebagai Menteri Keuangan dalam slide) (84,1%)
    Nasaruddin Umar – Menteri Agama (83,4%)
    Prasetyo Hadi – Menteri Sekretariat Negara (82,9%)
    Agus Harimurti Yudhoyono – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kawasan (82,3%)
    Tengku H. Najat Subijanto – Kepala Badan/Pimpinan terkait pembangunan nasional (82,2%)
    Hanif Faisal Nurofiq – Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (81,1%)
    Brian Yuliarito – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (80,4%)
    Abdul Mu’ti – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (79,2%)

    “Yang menarik, Pak Amran Sulaiman justru mencatat tingkat kepuasan paling tinggi di antara pejabat tinggi negara, padahal beliau tidak masuk dalam daftar sepuluh menteri paling populer,” ujar Prof. Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei tersebut di Jakarta (11/8/2025).

    Burhanuddin menjelaskan, tingginya kepuasan terhadap Mentan Amran didominasi oleh kalangan petani yang merasakan langsung kebijakan dan kepemimpinan Menteri Pertanian dalam mendukung sektor pertanian nasional.

    “Di antara yang mengenal Pak Amran, umumnya tingkat kepuasannya sangat tinggi. Kebanyakan dari mereka adalah petani yang merasa diayomi dan dilayani dengan baik,” ungkapnya.

    Burhanuddin menegaskan bahwa hasil ini menjadi bukti bahwa popularitas tidak selalu berbanding lurus dengan kepuasan publik terhadap kinerja pejabat.

    “Ada pejabat yang mungkin tidak sering tampil di media, tetapi kerja-kerjanya dirasakan langsung oleh masyarakat yang menjadi basis penerima manfaat,” jelasnya.

    Survei evaluasi setahun pemerintahan Prabowo-Gibran ini dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia dengan melibatkan ribuan responden dari berbagai latar belakang sosial ekonomi di seluruh Indonesia. Penilaian mencakup berbagai aspek kinerja pejabat tinggi negara, mulai dari efektivitas kebijakan hingga dampaknya terhadap kelompok masyarakat penerima manfaat.

    Temuan mengenai tingginya kepuasan terhadap Mentan Amran Sulaiman menunjukkan bahwa sektor pertanian tetap menjadi salah satu fokus utama pemerintahan saat ini.

    Dengan capaian tersebut, Kementerian Pertanian dinilai berhasil menjaga kepercayaan publik, terutama dari kalangan petani yang menjadi ujung tombak ketahanan pangan nasional.

  • Survey Indikator Politik Indonesia: Kinerja Mentan Amran Tertinggi 84,9%.

    Survey Indikator Politik Indonesia: Kinerja Mentan Amran Tertinggi 84,9%.

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Indikator Politik Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Burhanuddin Muhtadi mempublikasikan hasil survei atas tingkat kepuasan publik terhadap sejumlah pejabat tinggi negara setelah satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka.

    Dalam evaluasi tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mencatat tingkat kepuasan publik tertinggi, yakni sebesar 84,9 persen.

    Selain Mentan Amran Sulaiman, survei tersebut juga mengungkap tingkat kepuasan publik terhadap pejabat lainnya yang mengetahui nama menterinya. Urutan tingkat kepuasan tersebut adalah sebagai berikut:
    1. Andi Amran Sulaiman – Menteri Pertanian (84,9%)
    2. Teddy Indra Wijaya – Sekretaris Kabinet (84,5%)
    3. Purbaya Yudhi Sadewa – Menteri Keuangan (84,1%)
    4. Nasaruddin Umar – Menteri Agama (83,4%)
    5. Prasetyo Hadi – Menteri Sekretariat Negara (82,9%)
    6. Agus Harimurti Yudhoyono – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kawasan (82,3%)
    7. Tengku H. Najat Subijanto – Kepala Badan/Pimpinan terkait pembangunan nasional (82,2%)
    8. Hanif Faisal Nurofiq – Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (81,1%)
    9. Brian Yuliarito – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (80,4%)
    10. Abdul Mu’ti – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (79,2%)

    “Yang menarik, Pak Amran Sulaiman justru mencatat tingkat kepuasan paling tinggi di antara pejabat tinggi negara” ujar Prof. Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei tersebut di Jakarta, Sabtu (8/11/2025).

    Burhanuddin menjelaskan, tingginya kepuasan terhadap Mentan Amran didominasi oleh kalangan petani yang merasakan langsung kebijakan dan kepemimpinan Menteri Pertanian dalam mendukung sektor pertanian nasional.

  • Survei: Publik puas dengan penindakan hukum dan korupsi era Prabowo

    Survei: Publik puas dengan penindakan hukum dan korupsi era Prabowo

    “Kondisi penegakan hukum, evaluasi publik menunjukkan dominan dinilai secara positif. Ada 40,8 persen responden yang menilai kondisi penegakan hukum baik atau sangat baik,”

    Jakarta (ANTARA) – Indikator Politik Indonesia menyatakan masyarakat puas dengan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di satu tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Berdasarkan hasil survei yang dibacakan Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro di akun Youtube Indikator Politik Indonesia, Sabtu, dijelaskan bahwa jumlah responden yang puas dengan penegakan hukum mencapai 40,8 persen.

    “Kondisi penegakan hukum, evaluasi publik menunjukkan dominan dinilai secara positif. Ada 40,8 persen responden yang menilai kondisi penegakan hukum baik atau sangat baik,” kata Bawono dalam siaran tersebut.

    Sedangkan yang menilai kinerja Prabowo – Gibran di bidang penegakan hukum itu buruk atau sangat buruk sebanyak 26,4 persen.

    Selanjutnya, data survei yang sama juga menyatakan mayoritas responden puas dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan di era Prabowo-Gibran.

    “Evaluasi positif publik ada di 42,7 persen, yang menilai baik atau sangat baik,” kata Bawono.

    Selain itu, 30 persen responden menyatakan penanganan korupsi di Indonesia buruk hingga sangat buruk dan 22,5 persen responden menilai penanganan korupsi di Indonesia dalam kategori sedang.

    Dengan adanya data tersebut, dapat disimpulkan mayoritas responden yang diteliti Indikator Politik Indonesia puas dengan kinerja Prabowo-Gibran di bidang penindakan hukum dan pemberantasan korupsi.

    Untuk diketahui, survei dilakukan dalam kurun waktu 20 Oktober sampai 27 Oktober 2025. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.

    Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling dengan jumlah sampel 1220 responden dengan margin of error 2,8 persen.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Survei: Kinerja Prabowo-Gibran di bidang keamanan puaskan masyarakat

    Survei: Kinerja Prabowo-Gibran di bidang keamanan puaskan masyarakat

    “Angkanya ada di 56,5 persen. Jauh di atas yang memberikan penilaian secara negatif,”

    Jakarta (ANTARA) – Tim survei Indikator Politik Indonesia mengatakan mayoritas responden puas dengan kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di tahun pertama menjabat dari sisi keamanan.

    Berdasarkan hasil survei yang dibacakan Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro di akun Youtube Indikator Politik Indonesia, Sabtu, dijelaskan sebanyak 55,6 persen masyarakat menyatakan pemerintahan Prabowo-Gibran baik atau sangat baik.

    “Angkanya ada di 56,5 persen. Jauh di atas yang memberikan penilaian secara negatif,” kata Bawono.

    Untuk diketahui, sebanyak 27,4 persen responden menyatakan kinerja Prabowo-Gibran di bidang keamanan hanya “sedang”.

    Sedangkan, 15 persen responden menyatakan kinerja di bidang menciptakan keamanan buruk atau sangat buruk. Angka tersebut terdiri dari 13,5 persen buruk dan 1,5 persen sangat buruk.

    Berdasarkan data ini, Bawono menilai masyarakat cukup puas dengan sistem keamanan negara selama Prabowo-Gibran menjabat.

    Untuk diketahui, survei dilakukan dalam kurun waktu 20 Oktober sampai 27 Oktober 2025. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu.

    Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling dengan jumlah sampel 1220 responden dengan margin of eror 2,8 persen.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan

    Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan

    Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SEMBILAN
    puluh tujuh tahun setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bangsa ini masih sibuk merayakannya dengan upacara dan pidato yang sama.
    Sementara makna persatuan yang dulu diperjuangkan generasi muda kini terasa asing di tengah kepemimpinan yang kehilangan teladan.
    Generasi muda kini hidup dalam dunia yang jauh berbeda. Mereka tumbuh di tengah ketimpangan ekonomi, ketidakpastian kerja, dan sistem sosial yang menua sebelum memberi mereka kesempatan.
    Di saat pemerintah menuntut idealisme, kejujuran, dan nasionalisme dari generasi muda, mereka justru jarang diberi figur yang dapat diteladani.
    Sumpah untuk bersatu menjadi simbol yang kehilangan penuntun moral karena ruang kepemimpinan publik semakin miskin contoh.
    Generasi muda bukan tidak peduli pada bangsa, tetapi mereka hidup dalam kondisi yang membuat kepedulian terasa tidak cukup.
    Data Badan Pusat Statistik (BPS, Statistics of Indonesian Youth 2024) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pemuda usia 15–24 tahun mencapai 16,3 persen, tertinggi di Asia Tenggara.
    Sekitar 63 persen pekerja muda berada di sektor informal dengan pendapatan di bawah upah minimum.
    Harga rumah meningkat hampir 12 kali lebih cepat ketimbang pertumbuhan upah rata-rata selama dekade terakhir.
    Biaya kuliah naik 8 persen per tahun, sementara lapangan kerja berkualitas semakin sedikit.
    Di tengah tekanan ini, anak muda dituduh tidak tahan banting, padahal struktur ekonomi yang membuat daya juang mereka menjadi tak terlihat.
    Generasi boomer yang kini mendominasi panggung politik dan birokrasi sering lupa bahwa mereka tumbuh dalam masa ketika negara menyediakan subsidi pendidikan, pekerjaan stabil, dan harga kebutuhan dasar masih rasional. Kini semua itu telah hilang.
    Ironisnya, generasi yang pernah diuntungkan sistem itu pula yang justru paling keras menilai generasi penerusnya secara negatif.
    Mereka menuntut keteladanan dari bawah, tetapi lupa bahwa keteladanan harus dimulai dari atas.
    Bagi banyak anak muda, negara kini tidak lagi tampak sebagai pelindung atau pengarah moral, melainkan sebagai institusi yang sibuk menegur dan mencari kambing hitam.
    Presiden Prabowo Subianto, yang seharusnya menjadi figur pemersatu bangsa, terlalu sering tampil sebagai konfrontator moral.
    Dalam berbagai pidato, ia menegur rakyat dengan nada tinggi, menyalahkan masyarakat karena tidak bersyukur, dan menepis kritik sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap kebijakan negara.
    Gaya komunikasi seperti ini memperlihatkan relasi kuasa yang timpang: pemimpin memosisikan diri sebagai sumber tunggal kebenaran, sementara rakyat hanya merupakan pendengar yang harus menerima.
    Ketika seorang presiden merasa selalu benar dan masyarakat selalu salah, di situlah keteladanan berhenti.
    Bahaya dari model seperti ini terletak pada efek reproduksinya. Ketika presiden bersikap tidak mau dikritik, pejabat di bawahnya akan meniru.
    Menteri meniru gaya marah di depan publik; kepala daerah meniru gaya menyalahkan rakyat; rektor meniru gaya menggurui mahasiswa.
    Dalam waktu singkat, sistem kekuasaan berubah menjadi rantai peniruan tanpa refleksi.
    Ketegasan hanya bahasa ikut-ikutan belaka. Dari pusat hingga daerah, masyarakat menyaksikan pejabat yang memamerkan kemarahan, bukan ketenangan; pembenaran, bukan tanggung jawab.
    Dalam kondisi seperti ini, kepercayaan publik tidak mungkin tumbuh karena contoh yang baik sudah berhenti di puncak.
    Zygmunt Bauman dalam
    Liquid Modernity
    (2000) menyebut masyarakat modern sebagai dunia yang kehilangan stabilitas moral.
    Ketika figur publik tidak konsisten antara kata dan tindakan, rakyat akan menggantinya dengan budaya performa.
    Kebenaran bergeser menjadi tontonan, dan keaslian diganti oleh kepiawaian memainkan citra. Pemimpin tampil bukan untuk memimpin, tetapi untuk dipertontonkan.
    Media sosial memperkuat ilusi ini. Anak muda tumbuh di tengah masyarakat yang menilai keaslian bukan dari integritas, tetapi dari aneka gaya.
    Christopher Lasch dalam
    The Culture of Narcissism
    (1979) menjelaskan bahwa ketika masyarakat kehilangan figur panutan, individu akan mencari pengakuan melalui citra diri.
    Fenomena ini tampak dalam cara banyak anak muda mengekspresikan diri di dunia digital.
    Mereka sering dicemooh sebagai generasi narsistik, tetapi sebenarnya mereka sedang mengisi kekosongan simbolik yang ditinggalkan oleh negara.
    Mereka belajar dari contoh yang mereka lihat. Jika pejabat marah di depan kamera dan tetap mendapat tepuk tangan, maka mindset yang terbentuk adalah performa memang lebih dihargai daripada integritas.
    Jika pejabat mengaku paling benar dan kebal kritik, maka kejujuran tampak seperti kelemahan.
    Pemerintah sering berbicara tentang gotong royong dan nasionalisme, tetapi dalam praktiknya lebih suka menimpakan kesalahan kepada masyarakat.
    Ketika terjadi kemacetan, rakyat disalahkan karena tidak tertib. Ketika harga pangan naik, rakyat disalahkan karena tidak efisien. Ketika ada kegelisahan politik, media sosial disalahkan karena dianggap provokatif.
    Dalam setiap masalah, yang bersalah selalu masyarakat; yang benar selalu negara.
    Padahal, inti dari pemerintahan yang bermoral adalah kesediaan untuk bertanggung jawab terlebih dahulu sebelum menuntut tanggung jawab orang lain.
    Pierre Bourdieu dalam
    Outline of a Theory of Practice
    (1977) menyebut bahwa manusia bertindak dalam kerangka habitus, yakni kebiasaan sosial yang dibentuk oleh struktur kekuasaan.
     
    Ketika struktur itu mengajarkan bahwa menyalahkan lebih aman daripada mengakui salah, maka seluruh kebiasaan sosial akan mengikuti pola itu.
    Inilah yang terjadi di Indonesia hari ini. Dari politik hingga pendidikan, kita menyaksikan budaya menyalahkan mengakar sebagai norma.
    Pemimpin yang memaki rakyat dianggap tegas, sedangkan pemimpin yang mau mendengar justru dianggap lemah.
    Dalam jangka panjang, bangsa akan kehilangan kemampuan untuk belajar dari kesalahan karena tidak ada yang mau mengakuinya.
    Generasi muda akhirnya tumbuh di tengah kekacauan simbolik ini. Mereka tidak kehilangan moralitas, tetapi kehilangan konteks untuk menghidupkannya. Mereka tidak kehilangan cita-cita, tetapi kehilangan ruang untuk memperjuangkannya.
    Banyak di antara mereka yang memilih diam bukan karena apatis, tetapi karena lelah menghadapi sistem yang tidak mendengar dan tidak menghargai.
    Ada pula yang memilih jalur sendiri, membangun komunitas sosial, gerakan lingkungan, koperasi digital, atau platform pendidikan daring, sebagai cara baru untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan tanpa harus menunggu izin dari negara.
    Data Indikator Politik Indonesia (2024) menunjukkan bahwa meskipun hanya 28 persen anak muda tertarik pada partai politik, lebih dari 70 persen terlibat dalam kegiatan sosial berbasis komunitas.
    Mereka mungkin tidak mempercayai elite politik, tetapi mereka masih mempercayai solidaritas. Artinya, semangat kebangsaan belum mati; ia hanya mencari bentuk baru yang lebih jujur.
    Namun, jika pemerintah terus memperlakukan mereka sebagai ancaman atau objek penghakiman, maka koneksi moral antara negara dan rakyat muda akan semakin retak.
    Krisis keteladanan yang terjadi sekarang memperlihatkan kegagalan moral institusional.
    Negara lebih sibuk menjaga citra ketimbang menegakkan teladan. Dalam situasi ini, tuntutan moral dari pemimpin kepada rakyat menjadi kehilangan bobot.
    Setiap seruan untuk bersatu terdengar hampa ketika yang menyerukan tidak memberi contoh kesediaan untuk berubah.
    Seorang Presiden yang marah di depan kamera tidak sedang mengajar disiplin, melainkan menunjukkan kehilangan kendali atas kepercayaan. Ia bukan sedang memimpin bangsa, tetapi sedang menegaskan jarak antara dirinya dan rakyatnya.
    Bahaya paling serius dari hilangnya keteladanan ialah efek psikologisnya terhadap generasi muda.
    Dalam teori Bauman, modernitas cair melahirkan masyarakat yang kehilangan jangkar moral. Anak muda tumbuh dengan banyak tuntutan, tetapi sedikit panduan.
    Mereka diminta disiplin, tapi melihat pejabat korup; diminta jujur, tapi menyaksikan kebohongan di televisi; diminta mencintai bangsa, tapi melihat kemewahan yang tidak bisa mereka capai.
    Dalam kondisi seperti itu, moralitas tidak lagi terasa sebagai panggilan bersama, tetapi sebagai beban yang sepihak.
    Krisis hanya bisa dipulihkan dengan contoh atau teladan. Jika teladan adalah figur pemimpin tertinggi, maka Presiden harus menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan panggung, melainkan tanggung jawab. Begitu pun pejabat lainnya.
    Anak muda sebenarnya butuh dilibatkan dengan kepercayaan. Jika pejabat terus tampil sebagai figur yang menolak kritik dan melempar beban moral kepada rakyat, maka gaya kepemimpinannya akan menjadi cermin yang buruk bagi bangsa.
    Kepala daerah akan belajar bahwa menegur rakyat lebih mudah daripada memperbaiki kebijakan. Pejabat publik akan belajar bahwa marah di depan kamera lebih efektif ketimbang bekerja dalam diam.
    Dalam waktu singkat, seluruh birokrasi akan meniru cara yang sama, dan generasi muda akan menyaksikan bagaimana kekuasaan semakin kehilangan kebijaksanaan. Mereka akan belajar bahwa kemarahan adalah bahasa resmi negara.
    Namun, harapan belum sepenuhnya hilang. Di tengah semua kekecewaan itu, masih banyak anak muda yang memilih jalan reflektif.
    Mereka tidak menunggu teladan dari atas, melainkan membangunnya dari bawah. Komunitas pendidikan gratis, gerakan sosial digital, inisiatif lingkungan, hingga proyek ekonomi solidaritas terus bermunculan di berbagai kota.
    Di situ lahir bentuk keteladanan baru, yakni kesediaan untuk menolong tanpa pamrih, bekerja lintas identitas, dan menjaga integritas dalam ruang kecil dan tidak terekspos sekalipun.
    Sumpah Pemuda dulu adalah pernyataan untuk bersatu sebagai bangsa. Kini sumpah itu perlu diperbarui menjadi janji untuk saling percaya.
    Generasi muda perlu percaya bahwa suara mereka sesungguhnya berarti, dan generasi tua perlu percaya bahwa yang muda bukanlah ancaman.
    Begitu kepercayaan publik runtuh, moral negara ikut retak. Pemimpin yang tak mau memberi contoh bukan hanya gagal memimpin, tetapi sedang membiarkan masyarakat tumbuh tanpa pedoman. Dari situ, hilangnya keteladanan berubah menjadi awal disorientasi bangsa.
    Sebuah bangsa tidak bisa hidup hanya dari kebanggaan masa lalu. Ia harus memberi alasan moral bagi generasi muda untuk tetap percaya pada masa depan.
    Presiden, menteri, kepala daerah, wakil rakyat hingga rektor dan semua yang berada di puncak kekuasaan harus mengerti bahwa keteladanan adalah satu-satunya bentuk kepemimpinan yang tidak bisa dipalsukan.
    Ia tidak lahir dari kemarahan dan arogansi, tetapi dari kesediaan untuk belajar bersama rakyat.
    Bila negara ingin generasinya bersumpah kembali untuk Indonesia, maka negara harus terlebih dahulu menepati sumpahnya sendiri, dengan menjadi teladan yang adil, rendah hati, dan manusiawi. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Partai Hanura Akan Gelar Bimtek Keliling Nasional Serentak di Tiga Lokasi

    Partai Hanura Akan Gelar Bimtek Keliling Nasional Serentak di Tiga Lokasi

    Surabaya (beritajatim.com) – Partai Hanura akan menggelar bimbingan teknis (bimtek) nasional. Bimtek ini akan diikuti 525 anggota DPRD dari Partai Hanura yang ada di provinsi, dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    Sekjen DPP Partai Hanura, Benny Rhamdani mengatakan, Bimtek tahun ini merupakan terobosan baru. Di mana Hanura tidak ingin menjadikan Bimtek ini menjadi siklus tahunan semata, tanpa menghasilkan peningkatan kualitas anggota DPRD dan kader partai di daerah.

    “Ini merupakan evaluasi sejauh mana anggota dewan Partai Hanura di daerah mampu menyentuh kehidupan masyarakat di daerah,” kata Benny dalam keterangan tertulisnya kepada media, Kamis (11/9/2025).

    Benny mengatakan, Bimtek Hanura tahun 2025 ini akan digelar serentak di tiga lokasi berbeda yaitu di Surabaya, Medan, dan Makassar. Bimtek pertama digelar di Surabaya pada 12-14 September 2025 yang diikuti 189 Anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dari 11 provinsi meliputi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

    Bimtek kedua, lanjut Benny, di Medan pada 19-21 September 2025. Bimtek di Medan akan diikuti 172 Anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bengkulu.

    Bimtek ketiga dilanjutkan di Makassar pada 26-28 September 2025 yang diikuti 164 anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Barat, Papua Barat Daya.

    Benny menyebut tema utama Bimtek yaitu ‘Daerah Berdaya, Indonesia Sejahtera’ dengan Sub Tema ‘Memberdayakan Daerah di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran’.

    Benny mengungkapkan, Hanura akan menggali persoalan kesulitan anggaran di daerah di tengah efisiensi anggaran yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.

    Harapannya, para anggota DPRD dari Hanura bisa menghasilkan terobosan baru bersama pemerintah daerah yang muaranya peningkatan ekonomi masyarakat di daerah.

    “Kami harap bimtek kelililng daerah ini menjadi role model agar kader Hanura di daerah lebih dekat dan merasa lebih memiliki partai ini. Hal ini juga menjadi tolak ukur kekuatan Hanura di daerah menyongsong pemilu 2029 mendatang,” tegasnya.

    Ketua Panitia Bimtek Nasional Partai Hanura, Bambang Irianto mengatakan, seluruh kader Hanura se Jawa Timur dan para anggota DPRD se Jawa, NTT, Bali, NTB, dan Kalimantan siap menyambut kehadiran Ketum Hanura Oesman Sapta.

    “Persiapan Kami sudah matang. Bapak Oesman Sapta akan hadir dan membuka bimtek keliling nasional ini. Kerja sama dan sinergitas panitia DPP dengan DPD Hanura Jawa Timur sangat baik dan kami mengapresiasi itu semua,” ungkapnya.

    Bambang menambahkan sebelum digelar bimtek di Surabaya, Ketum Hanura Oesman Sapta akan melantik Pengurus DPD Hanura Jatim periode 2025-2030. Diketahui Sumarzen Marzuki telah terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Hanura Jatim periode 2025-2030 pada musda yang telah digelar pada 1-2 juli 2025 lalu.

    Bimtek Hanura ini rencananya akan dihadiri dan dibuka langsung oleh Ketua Umum Partai Hanura DR. Oesman Sapta beserta jajaran elit pengurus DPP Pattai Hanura. Bimtek serentak ini merupakan kali pertama dilakukan oleh Partai Hanura dan belum pernah ada partai lain yang menggelar bimtek serentak di berbagai daerah.

    Sederet narasumber akan memberikan materi dalam bimtek ini seperti Pengamat Politik Indikator Politik Indonesia Prof. Burhanuddin Muhtadi yang akan mengupas positioning Partai Hanura dalam politik Indonesia.

    Selanjutnya, ada Wakil Ketua Umum Partai Hanura Dr. Patrice Rio Capella yang menganalisa posisi strategis DPRD Partai Hanura dalam konstelasi politik nasional. Lalu dari Kementrian Dalam Negeri Dr.Drs. Agus Fathoni M.Si akan menyampaikan sambutan sekaligus mengisi materi tentang APBD berdaulat dan tantangan efisiensi kebijakan pemerintah pusat dalam politik anggaran.

    Di internal DPP Partai Hanura, Irjen Pol Purn Marwan Paris akan mengisi materi tentang Fungsi pengawasan Internal Partai Hanura. Materi yang menarik juga akan disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Porludem), Heroik Mutaqin Pratama. Dia akan menyampaikan materi Pengaruh ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) terhadap kualitas pemilu Indonesia.

    Tidak kalah menarik materi yang akan disampaikan oleh Dosen FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo. Suko akan mengupas persoalan Fungsi pengawasan legislator sebagai kontrol demokrasi. Mantan anggota DPR RI Akbar Faisal juga akan hadir dan mengisi materi tentang Dinamika Politik Nasional dan implikasinya terhadap Partai Hanura. (tok/ian)