NGO: INDEF

  • Ekosistem Hilirisasi Tembaga Indonesia Disebut Positif dan Punya Nilai Strategis yang Signifikan

    Ekosistem Hilirisasi Tembaga Indonesia Disebut Positif dan Punya Nilai Strategis yang Signifikan

    Ekosistem Hilirisasi Tembaga Indonesia Disebut Positif dan Punya Nilai Strategis yang Signifikan
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Institute for Development of Economics and Finance (
    INDEF
    ) melalui kajian terbaru mengungkapkan, perkembangan dalam pembentukan ekosistem
    hilirisasi tembaga
    di Indonesia menunjukkan hasil positif. 
    Temuan itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, dalam paparan hasil kajian di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
    Dia mengatakan, Indonesia memiliki posisi strategis dalam peta tembaga global dengan kepemilikan sekitar 3 persen dari cadangan tembaga dunia. 
    “Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia dan produsen tembaga terbesar di Asia Tenggara,” ungkapnya dalam siaran pers.
    Menurut kajian INDEF, momentum itu diperkuat dengan tren global menuju transisi hijau yang membuka peluang besar bagi Indonesia. 
    Konsumsi tembaga global diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2035 dengan pertumbuhan rata-rata 14 persen sejak 2016, terutama didorong perkembangan industri kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan.
    Esther mengatakan, hilirisasi tembaga memiliki nilai strategis yang signifikan. 
    “Peningkatan nilai tambah dari hulu ke hilir sangat substansial, mulai dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat yang meningkat 2 kali lipat, hingga produk akhir berupa kabel listrik yang bisa mencapai 71 kali lipat nilai tambah,” jelasnya.
    Dari sisi ekonomi, pengembangan industri hilir tembaga memiliki potensi dampak yang besar, mulai dari nilai ekspor yang mencapai 282 juta dollar Amerika Serikat (AS), penciptaan lapangan kerja (253.583 lapangan kerja) dengan kontribusi terhadap
    gross domestic product
    (GDP) sebesar 34,9 juta dollar AS.
    Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin menekankan, hilirisasi tembaga wajib memberikan manfaat kepada negara. 
    Menurutnya, hal itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
    “Kami ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” jelasnya.
    Selain itu, INDEF mencatatkan pembentukan ekosistem menjadi aspek krusial dalam pengembangan hilirisasi industri tembaga. 
    “Tanpa adanya ekosistem yang terintegrasi, sulit untuk mendorong hilirisasi karena membutuhkan keterkaitan antar sektor yang kuat,” kata Esther.
    Kajian INDEF menunjukkan, ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia mulai terbentuk dengan baik, terutama setelah implementasi UU Minerba. 
    Hal itu terlihat dari terbentuknya rantai nilai yang melibatkan berbagai aktor utama, dari produsen hulu hingga pemain hilir, termasuk industri kabel listrik.
    Esther mengatakan, peran negara melalui kebijakan yang tepat terbukti krusial dalam membentuk ekosistem hilirisasi. 
    Menurutnya, hal tersebut membuktikan pentingnya
    state-led development
    dalam transformasi industri. 
    “Kebijakan pemerintah telah berkembang dari penetapan dasar hukum hingga penguatan ekosistem industri yang terintegrasi, dengan fokus pada keberlanjutan dan inovasi teknologi,” ujarnya.
    Seperti diketahui, salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah melalui PT
    Freeport
    Indonesia (
    PTFI
    ) adalah dengan membangun
    smelter
    baru di Gresik, Jawa Timur. 
    Smelter
    yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024 itu merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain single-line terbesar di dunia, mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi sekitar 600.000 ton katoda tembaga.
    Investasi sebesar Rp 58 triliun dalam pembangunan
    smelter
    ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pengolahan tembaga nasional tetapi juga membuka peluang bagi tumbuhnya industrialisasi di Indonesia, khususnya di area Gresik, Jawa Timur. 
    Beroperasinya
    smelter
    itu diperkirakan akan menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja, terdiri dari 1.200 pekerja kontraktor dan 800 karyawan PTFI.
     
     
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kedua kanan), Menteri UMKM Maman Abdurrahman (kanan), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kedua kiri), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kiri), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait (ketiga kiri) berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 07:38 WIB

    Elshinta.com – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu  adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga,  yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Sumber : Antara

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Beban Hidup Masyarakat Berkurang Berkat Diskon Tarif Listrik

    Beban Hidup Masyarakat Berkurang Berkat Diskon Tarif Listrik

    Jakarta: Keputusan pemerintah dalam pemberian diskon tarif listrik 50 persen terhadap 97 persen pelanggan listrik PLN pada Januari-Februari 2025 dinilai menjadi langkah yang positif dalam mendukung daya beli masyarakat, khususnya pelanggan rumah tangga dengan daya rendah.
     
    “Kebijakan ini tentunya dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi,” kata Kepala Center of Food, Energy & Sustainable Development Indef Abra Talattov dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.
     
    Selain itu, lanjutnya, hal ini juga merupakan respons yang tepat terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat tahun depan, di mana inflasi dan biaya hidup sering kali mempengaruhi kemampuan membeli barang dan jasa dasar.
    “Dengan adanya diskon tarif listrik, pelanggan PLN penerima manfaat dapat memanfaatkan penghasilannya untuk kebutuhan pokok lainnya,” sebut dia.
     
    Namun di balik kebijakan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicermati lebih lanjut. Pertama, meski diskon ini menyasar 81,4 juta pelanggan Rumah Tangga (RT) dari total 84 juta pelanggan PLN, keberlanjutannya dalam jangka panjang harus diperhatikan agar tidak membebani keuangan PLN, terutama dalam hal pemeliharaan infrastruktur dan kestabilan pasokan listrik.
     
    Kedua, efektivitas kebijakan ini dalam meningkatkan daya beli juga perlu dipantau dengan hati-hati dan dievaluasi apakah akan efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau justru hanya menjadi langkah sementara yang tidak berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.
     
    “Artinya, jika dari hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat maka pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus diskon listrik tersebut,” tutur Abra.
     

     

    Pembayaran kompensasi ke PLN harus lancar

    Ketiga, kebijakan diskon listrik ini tentunya berimplikasi terhadap kebutuhan tambahan anggaran kompensasi listrik. Artinya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga perlu memastikan agar pembayaran kompensasi tersebut dapat berjalan secara lancar sehingga tidak mengganggu operasional PLN.
     
    Selain itu, penerapan diskon otomatis pada pelanggan prabayar dan pascabayar juga menunjukkan adanya kemajuan dalam sistem pelayanan PLN, yang dapat mempermudah pelanggan dalam menikmati manfaat kebijakan ini tanpa kesulitan administratif.
     
    Meski demikian, PLN perlu memastikan kualitas pelayanan tetap terjaga, dan ada pemantauan yang efektif untuk menghindari potensi penyalahgunaan atau ketidaktepatan dalam penyaluran diskon.
     
    “Secara keseluruhan, kebijakan ini adalah langkah yang patut diapresiasi, namun perlu diimbangi dengan evaluasi dan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan dampak negatif pada operasional PLN dan sektor energi secara keseluruhan,” tutup Abra.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Angkat Daya Beli Masyarakat, Diskon 50 Persen Tarif Listrik Dinilai Positif – Halaman all

    Angkat Daya Beli Masyarakat, Diskon 50 Persen Tarif Listrik Dinilai Positif – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keputusan pemerintah memberikan diskon tarif listrik 50 persen terhadap 97 persen pelanggan listrik PLN pada Januari-Februari 2025 dinilai sangat positif.

    Diskon tarif listrik mampu mendukung daya beli masyarakat, khususnya pelanggan rumah tangga dengan daya rendah.

    Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra Talattov, mengatakan kebijakan ini tentunya dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi.

    “Selain itu, hal ini juga merupakan respons yang tepat terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat tahun depan, di mana inflasi dan biaya hidup sering kali mempengaruhi kemampuan membeli barang dan jasa dasar,” ujarnya, Selasa (17/12/2024).

    Menurut dia, diskon tarif listrik membuat pelanggan PLN penerima manfaat dapat memanfaatkan penghasilannya untuk kebutuhan pokok lainnya.

    Di balik kebijakan tersebut, Abra Talatto mengatakan ada beberapa hal yang perlu dicermati lebih lanjut.

    Pertama, menurut dia, meski diskon ini menyasar 81,4 juta pelanggan Rumah Tangga (RT) dari total 84 juta pelanggan PLN, keberlanjutannya dalam jangka panjang harus diperhatikan agar tidak membebani keuangan PLN, terutama dalam hal pemeliharaan infrastruktur dan kestabilan pasokan listrik. 

    Kedua, lanjut Abra Talatto,  efektivitas kebijakan ini dalam meningkatkan daya beli juga perlu dipantau dengan hati-hati dan dievaluasi apakah akan efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau justru hanya menjadi langkah sementara yang tidak berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    “Artinya, jika dari hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat maka Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus diskon listrik tersebut,” katanya.

    Ketiga, Abra Talatto mengatakan kebijakan diskon listrik ini tentunya berimplikasi terhadap kebutuhan tambahan anggaran kompensasi listrik.

    “Artinya, Kementerian Keuangan juga perlu memastikan agar pembayaran kompensasi tersebut dapat berjalan secara lancar sehingga tidak mengganggu operasional PLN,” ujar Abra Talatto.

    Dia menilai, penerapan diskon otomatis pada pelanggan prabayar dan pascabayar juga menunjukkan adanya kemajuan dalam sistem pelayanan PLN, yang dapat mempermudah pelanggan dalam menikmati manfaat kebijakan ini tanpa kesulitan administratif.

    “Meski demikian, PLN perlu memastikan bahwa kualitas pelayanan tetap terjaga, dan bahwa ada pemantauan yang efektif untuk menghindari potensi penyalahgunaan atau ketidaktepatan dalam penyaluran diskon,” ujarnya.

    Secara keseluruhan, Abra Talatto mengatakan kebijakan ini adalah langkah yang patut diapresiasi, namun perlu diimbangi dengan evaluasi dan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan dampak negatif pada operasional PLN dan sektor energi secara keseluruhan.

     

  • Pro Kontra Majunya Ahok Sebagai Pimpinan BUMN

    Pro Kontra Majunya Ahok Sebagai Pimpinan BUMN

    JAKARTA – Nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atau BTP kembali jadi sorotan publik. Kali ini ia dikabarkan akan menjadi salah satu pimpinan BUMN. Rumor ini tersiar sejak kedatangannya ke kantor Kementerian BUMN beberapa waktu lalu.

    Malu-malu, Ahok mengaku memang diminta oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk berkontribusi sebagai pejabat BUMN. Namun, sayangnya ia tak mau membuka apa jabatan yang ditawarkan.

    Majunya Ahok sebagai pimpinan BUMN menuai pro kontra. Status Ahok sebagai mantan narapidana dipertanyakaan. Sebagian pihak menganggap bahwa dalam menunjuk pimpinan BUMN juga harus mempertimbangkan rekam jejak seseorang yang akan ditunjuk.

    Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengatakan, banyak kriteria yang harus diperhatikan, salah satunya menyangkut masalah integritas. Sekalipun ini wewenang eksekutif.

    “Saya hanya mengatakan bahwa untuk menjadi pejabat pemerintah banyak faktor yang jadi pertimbangan. Salah satu faktor integritas dan behavior. Bagaimanapun juga ini menyangkut masalah bangsa dan negara,” kata Syarief, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 14 November.

    Syarief kemudian menyinggung soal larangan eks koruptor maju dalam pemilihan kepala daerah. Bagi dia, eksekutif harus bisa memperhatikan hal ini dalam menunjuk seseorang untuk pimpinan BUMN.

    “Sudah ada pandangan dari KPU bahwa eks narapidana tak boleh, dan itu kan sudah pernah dilakukan. Jadi saya memberikan contoh bahwa pejabat-pejabat negara itu betul-betul harus selektif. Tak boleh hanya karena pertimbangan dia dari pendukung saya, ataupun dari partai saya,” tuturnya.

    Alih-alih menolak Ahok, Syarief mengaku, pihaknya masih akan mempertimbangkan masalah ini. Sebab, pemegang kuasa atas penunjukan pimpinan negara dalam hal ini pimpinan BUMN adalah pemerintah.

    “Faktor menolak atau tak menolak, ini harus kita pertimbangkan nanti, kita liat nanti gimana. Kita serahkan kepada pihak eksekutif gimana, saya ingin tekankan bahwa untuk memilih pejabat publik itu, faktor-faktor juga jadi pertimbangan,” jelasnya.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, ada tiga kunci yang menjadi kriteria pengangkatan anggota direksi atau komisiaris atau dewan pengawas.

    “Pertama, harus punya integritas. Kedua, harus memiliki pengalaman dan kapabilitas mempuni dibidang bisnis. Ketiga, yang saya kira perlu dilihat adalah bagaimana visi misi dari masing masing kandidiat,” katanya, saat dihubungi VOI.

    Terkait dengan status mantan narapidana boleh diangkat sebagai anggota direksi atau komisaris maupun dewan pengawas, Tauhid mengatakan, pidana yang tidak diperkenankan adalah yang merugikan negara.

    “Misalnya anggota direksi diangkat berdasarkan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi. Tidak ada soal pidana (SARA) hanya tinggal tafsiran dari Pasal 45 tersebut,” tuturnya.

    Jika mengacu kepada UU No 19/2003 tentang BUMN, Ahok bisa-bisa saja menjadi bos di perusahaan negara. Sebab di pasal 45 ayat (1), larangan bagi seseorang untuk menjadi calon direksi BUMN adalah pernah melakukan tindak pidana yang merugikan negara.

    Berikut bunyi pasal tersebut:

    “Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.”

    Artinya, Ahok memang pernah melakukan tindak pidana karena dianggap menistakan agama. Namun sepertinya kekhilafan yang dilakukannya tidak berakibat kepada kebocoran kas negara. Jadi, rasanya sah-sah saja kalau Erick Thohir mempercayakan salah satu BUMN ke tangan Ahok. Sebab dari sisi kapabilitas dan integritas, Ahok sudah mendapat banyak pengakuan.

    Tauhid menjelaskan, bisa atau tidaknya Ahok menjadi pimpinan BUMN juga tergantung dari uji kelayakan dan kepatutan. Apalagi soal pembuktian integritas, sebab berkaitan dengan etik seorang petinggi negara.

    “Eks narapidana bisa menjadi pimpinan BUMN atau tidak, tergantung kalau misalnya menurut saya akan menjadi catatan soal integritas tadi. Kalau integritas tersebut pembuktiannya meragukan, akan sebaiknya perlu dikaji ulang atau sebaiknya jangan dipilih dulu,” tuturnya.

    Tidak Harus Keluar dari PDIP

    Sementara Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga menjelaskan, Ahok tak perlu mundur dari keanggotanya di PDIP bila ia ingin masuk ke dalam perusahaan BUMN. Ahok hanyalah kader biasa dan tak masuk dalam kepengurusan partai sehingga tak perlu mundur dari PDIP.

    “Yang memang wajib mundur itu kan pengurus, contohnya, saya kalau dicontohkan jadi eksekutif ya saya mundur dari kepengurusan partai. Tapi kalau jadi bagian dari anggota kan boleh saja,” kata Eriko.

    Bila memang nantinya Ahok menjadi salah satu komisaris maupun direksi di BUMN, maka dirinya harus mundur dari kepengurusan atau anggota partai, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.

    Eriko menjelaskan, partainya mendukung Ahok untuk menjadi pimpinan di perusahaan BUMN. PDIP pun rela melepas Ahok dari keanggotaan PDIP asalkan memang ada aturan yang mengharuskan Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mundur dari partai.

    “Karena bagi kami seorang kader bukan ditentukan keanggotannya tapi langkah pebuatan maupun perilakunya. Itu yang jauh lebih penting daripada sekadar kartu anggota saja tapi gimana melakukan yang terbaik bagi rakyat,” tuturnya.

    Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman mengatakan, pejabat di BUMN tidak boleh bergabung dengan partai politik. Ahok yang saat ini berstatus kader PDIP itu menurut Fadjroel harus mengundurkan diri dari keanggotaan partai.

    “Kalau mau masuk BUMN, harus mengundurkan diri. Karena ada surat pakta integritas,” ujar Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 13 November.

    BUMN Apa yang Cocok untuk Ahok?

    Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung menilai, sosok Ahok lebih cocok berada di BUMN-BUMN yang kebijakannya langsung menyentuh atau bersinggungan dengan pelayanan publik.

    Menurut Manurung, Ahok cocok di tempatkan di BUMN yang belum baik perkembangannya. Seperti PLN atau Garuda. Sebab, kedua perusahaan tersebut langsung bersinggungan dengan publik.

    “Nah kalau BUMN yang tidak bersentuhan dengan publik kan tidak terasa peran Pak Ahok di situ,” ucapnya.

    “Atau sekalian pada BUMN yang masih merugi yang jadi kebangan kita. Apa contohnya? seperti Krakatau Still, itu kan kebanggan kita dari zaman Pak Harto, tapi sekarang jadi kaya gitu,” sambungnya.

  • Rokok Ilegal Bisa Bikin Kantong Negara Bolong, Ini Penjelasannya

    Rokok Ilegal Bisa Bikin Kantong Negara Bolong, Ini Penjelasannya

    Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati resmi menetapkan kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok pada 2025. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 yang diteken Sri Mulyani pada 4 Desember 2024.
     
    Dalam beleid tersebut, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Kendati begitu, pemerintah menaikkan HJE di hampir seluruh produk tembakau yang mulai berlaku 1 Januari 2025.
     
    Menyikapi PMK 97/2024, Kepala Pusat Industri Perdagangan & Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho berpandangan, kendati pemerintah tak menaikkan CHT, namun masih ada yang mengganjal dengan naiknya tarif HJE.
    Menurut dia, argumentasi pemerintah bertujuan untuk pengendalian. Menaikkan HJE menurut Kemenkeu menjadi salah satu hal yang didorong untuk memenuhi pilar pengendalian dan dianggap sebagai win-win solution.
     
    “Dengan menggunakan alasan pengendalian untuk menaikkan HJE, namun mengganggu pilar yang lain, yakni pilar pengendalian rokok ilegal. Dengan menaikkan HJE, harga rokok akan tetap naik,” kata Andry dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 16 Desember 2024.
     
    Menurutnya, dengan adanya perbedaan yang cukup jauh antara harga rokok legal dengan rokok ilegal, maka semakin mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi rokok ilegal. Dimana, ekosistem rokok ilegal ini sudah sangat massif.
     

     

    Kantong penerimaan negara jadi bolong

    Andry mengatakan, rokok ilegal menyebabkan kebocoran penerimaan negara tak hanya karena tak kena cukai, tetapi juga lepas dari pajak pertambahan nilai (PPN). Ini berdampak negatif bagi penerimaan negara, mengingat cukai rokok berkontribusi besar, bersama dengan penerimaan PPN dan Pajak Penghasilan (PPh).
     
    Andry Satrio pesimistis target penerimaan CHT pada 2025 sebesar Rp230,09 triliun sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024 tentang Rincian APBN 2025, kemungkinan akan sulit tercapai, jika dengan kenaikan HJE membuat masyarakat pindah dari rokok legal ke rokok ilegal.
     
    “Pasti negara akan kehilangan penerimaan tidak hanya dari cukai, tetapi dari PPN. Jadi, pemerintah harus segera melakukan upaya yang extra ordinary. Jika tidak, tentunya ke depan kebocoran terkait dengan penerimaan negara itu juga pasti tidak akan teratasi,” sebut dia.
     
    Dikatakan Andry, industri hasil tembakau mempunyai daya besar terhadap perekonomian di beberapa daerah. Ketergantungan pada industri ini juga yang membuat perekonomian daerah yang dimaksud dapat terganggu jika industri rokok mendapat tekanan, salah satunya karena penurunan permintaan akibat peredaran rokok ilegal.
     
    “Selain perekonomian pemerintah daerah bisa turun akibat rokok ilegal, dampak lainnya adalah potensi bertambahnya pengangguran di tengah situasi ekonomi yang tidak baik-baik saja,” terangnya.  
     
    “HJE ini sangat berimplikasi makin suburnya rokok ilegal. Untuk kondisi sekarang, karena PMK 97/2024 sudah keluar, maka mau tidak mau, pemerintah perlu menjaga agar konsumsi tidak bergeser ke rokok ilegal,” tambah Andry.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Indonesia Siap Jadi Pemain Global Kendaraan Listrik dan Panel Surya

    Indonesia Siap Jadi Pemain Global Kendaraan Listrik dan Panel Surya

    Jakarta: Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mencapai 21 juta ton, atau 22,1 persen dari total cadangan global. Pada 2020, Indonesia menyumbang 31 persen dari total produksi nikel dunia, menjadikannya pemasok utama bahan baku baterai kendaraan listrik. Bahkan, saat ini Indonesia menyumbang 60 hingga 80 persen bahan baku nikel untuk baterai global.
     
    Data tersebut dirilis oleh The Reform Initiatives (TRI) Indonesia melalui sejumlah riset. Dengan demikian Indonesia mampu mengukuhkan posisi sebagai pemain utama dalam sektor hilirisasi sumber daya alam dengan potensi besar dari nikel dan pasir silika. Kedua komoditas tersebut menjadi tulang punggung dalam pengembangan industri kendaraan listrik (EV) dan panel surya, yang semakin berperan penting dalam transisi energi global menuju teknologi ramah lingkungan.
     
    “Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga memiliki strategi hilirisasi yang unggul. Nilai tambah dari hilirisasi nikel, terutama dalam produk baterai, bisa mencapai 67 kali lipat. Ini adalah bukti nyata komitmen pemerintah dalam menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan,” ujar Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia, Unggul Heriqbaldi, dalam keterangan tertulis.
     

    Pria yang akrab disapa Eriq tersebut mengatakan di sisi lain, potensi pasir silika Indonesia juga tak kalah menjanjikan. Dengan total cadangan mencapai 330 juta ton dan tambahan sumber daya kuarsit sebesar 297 juta ton, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pasokan bahan baku melimpah untuk industri semikonduktor dan photovoltaic (PV) module. Kedua sektor ini krusial untuk mendukung panel surya sebagai salah satu teknologi energi terbarukan.
     
    “Hilirisasi pasir silika menjadi wafer silikon adalah langkah strategis untuk mendukung pengembangan PV module dalam negeri. Dengan dukungan teknologi tinggi dan investasi yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat industri teknologi tinggi dunia,” kata Eriq yang juga dosen FEB Universitas Airlangga Surabaya.
     
    Riset TRI tersebut juga menyatakan dengan cadangan nikel melimpah, Indonesia telah menarik perhatian produsen kendaraan listrik global. Perusahaan seperti Hyundai dan Wuling telah mendirikan fasilitas produksi di Jawa Barat, dengan kapasitas mencapai 260 ribu unit kendaraan per tahun. Selain itu, Indonesia juga menargetkan menjadi salah satu dari lima produsen baterai terbesar dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 700 GWh per tahun pada 2045.
     
    “Permintaan baterai global diperkirakan meningkat hingga 7.100 GWh pada 2045, dan Indonesia berpotensi memenuhi lebih dari 10 persen dari total permintaan. Ini adalah pencapaian besar yang mencerminkan visi jangka panjang pemerintah,” ucap Eriq.
     
    Sementara itu, pengembangan panel surya juga menjadi fokus utama. Hilirisasi pasir silika yang meliputi produk seperti tepung silika, resin-coated sand, hingga wafer silikon diharapkan dapat mendukung kemandirian Indonesia dalam teknologi photovoltaic. Produk-produk ini tidak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi menjadi komoditas ekspor unggulan.
     

    Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi nikel dan pasir silika terlihat dari berbagai kebijakan insentif yang mendorong investasi dan transfer teknologi. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan perusahaan swasta juga terus diperkuat untuk memastikan keberlanjutan pengembangan industri ini.
     
    “Indonesia memiliki segalanya untuk menjadi pemimpin global dalam kendaraan listrik dan energi terbarukan. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, kita tidak hanya akan meningkatkan nilai ekonomi tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat,” tutur Eriq.
     
    Dengan langkah progresif ini Indonesia tidak hanya menjadi raksasa sumber daya alam tetapi juga pilar penting dalam teknologi ramah lingkungan dunia. Hilirisasi nikel dan pasir silika adalah kunci untuk membuka pintu menuju era baru keemasan ekonomi dan teknologi Indonesia.
     
    The Reform Initiatives (TRI) Indonesia bersama konsorsium yang terdiri atas Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia telah menyelenggarakan penelitian terkait Hilirisasi di Indonesia dalam berbagai tema kunci.
     
    TRI Indonesia mengambil tema spesifik “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatam, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia” yang dilaksanakan di Kabupaten Konawe – Sulawesi Tenggara dan Kota Batam – Kepulauan Riau.
     
    Hasil riset tersebut kemudian didesiminasikan oleh TRI Indonesia bekerja sama dengan FEB Universitas Nasional Jakarta pada Rabu, 12 Desember 2024.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Hilirisasi Ciptakan Lapangan Kerja, Tingkatkan Perekonomian

    Hilirisasi Ciptakan Lapangan Kerja, Tingkatkan Perekonomian

    Jakarta: Riset yang dilakukan oleh The Reform Initiatives (TRI) Indonesia mengungkapkan proyek hilirisasi pemerintah mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak yang disertai pertumbuhan ekonomi. Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia, Unggul Heriqbaldi menyampaikan bahwa temuan utama dari riset tersebut adalah penciptaan lapangan kerja.
     
    “Semua pihak bersepakat bahwa isu utama dari kegiatan industri hilirisasi harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan,” tutur pria yang akrab dipanggil Eriq,  merujuk hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) riset tersebut pada Kamis, 12 Desember 2024.
     
    Menurut Eriq, hilirisasi telah memberikan kontribusi positif, terutama dalam peningkatan investasi di sektor-sektor strategis seperti nikel dan pasir silika.
     
    “Menurut data kajian, sektor manufaktur yang menjadi fokus hilirisasi telah menyerap lebih dari 19,29 juta tenaga kerja pada Agustus 2023, naik dari 15,62 juta pada tahun 2014,” katanya.
     
    Eriq yang juga dosen FEB Universitas Airlangga Surabaya tersebut mencontohkan proyek hilirisasi di Konawe telah menyerap lebih dari 26 ribu tenaga kerja dan secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Proyek-proyek ini juga membuka peluang bisnis lokal, seperti penyediaan logistik dan jasa pendukung lainnya.
     

    “Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 22,52 persen. Selain itu, penambahan smelter dan sentra pengolahan di berbagai kota tidak hanya meningkatkan lapangan kerja tetapi juga mendorong kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) di beberapa daerah. Maluku Utara, misalnya, mencatat kenaikan UMP sebesar 7,5% pada tahun 2024,” kata Eriq.
     
    Lebih lanjut, kata Eriq, perusahaan yang terlibat dalam proyek hilirisasi sejauh ini melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut, salah satunya melalui kerja sama dengan perguruan tinggi lokal mengembangkan pendidikan vokasi untuk melatih warga agar bisa mengisi kebutuhan perusahaan.
     

    “Isu berikutnya adalah hubungan antara kebutuhan perusahaan terhadap tenaga kerja terampil bersertifikat dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia,” imbuh Eriq.
     
    The Reform Initiatives (TRI) Indonesia bersama konsorsium yang terdiri dari Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia telah menyelenggarakan penelitian terkait Hilirisasi di Indonesia dalam berbagai tema kunci.
     
    TRI Indonesia sendiri mengambil tema spesifik “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatam, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia” yang dilaksanakan di Kabupaten Konawe – Sulawesi Tenggara dan Kota Batam – Kepulauan Riau.
     
    Hasil riset tersebut kemudian didesiminasikan oleh TRI Indonesia bekerja sama dengan FEB Universitas Nasional Jakarta pada Rabu, 12 Desember 2024.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Riset TRI: Hilirisasi Ciptakan Banyak Lapangan Kerja dan Tingkatkan Perekonomian

    Riset TRI: Hilirisasi Ciptakan Banyak Lapangan Kerja dan Tingkatkan Perekonomian

    Riset TRI: Hilirisasi Ciptakan Banyak Lapangan Kerja dan Tingkatkan Perekonomian
    Penulis
    KOMPAS.com –
    The Reform Initiatives (TRI) Indonesia mengungkapkan bahwa proyek
    hilirisasi
    pemerintah mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
    Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia Unggul Heriqbaldi menyampaikan bahwa temuan utama dari riset tersebut adalah penciptaan
    lapangan kerja
    .
    “Semua pihak bersepakat bahwa isu utama dari kegiatan industri hilirisasi harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan”, tutur pria yang akrab dipanggil Eriq itu merujuk hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) riset tersebut, seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (15/12/2024).
    Menurut Eriq, hilirisasi telah memberikan kontribusi positif, terutama dalam peningkatan investasi di sektor-sektor strategis, seperti nikel dan pasir silika.
    “Menurut data kajian, sektor manufaktur yang menjadi fokus hilirisasi telah menyerap lebih dari 19,29 juta tenaga kerja pada Agustus 2023, naik dari 15,62 juta pada 2014,” katanya.
    Eriq yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Surabaya mencontohkan proyek hilirisasi di
    Konawe
    , Sulawesi Tenggara. 
    Proyek tersebut telah menyerap lebih dari 26.000 tenaga kerja dan secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
    Proyek-proyek itu juga membuka peluang bisnis lokal, seperti penyediaan logistik dan jasa pendukung lain.
    “Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 22,52 persen,” jelas Eriq.
    Selain itu, lanjutnya, penambahan smelter dan sentra pengolahan di berbagai kota tidak hanya meningkatkan lapangan kerja, tetapi juga mendorong kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di beberapa daerah. Maluku Utara, misalnya, mencatat kenaikan UMP sebesar 7,5 persen pada 2024.
    Eriq melanjutkan, perusahaan yang terlibat dalam proyek hilirisasi sejauh ini melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut.
    Salah satunya melalui kerja sama dengan perguruan tinggi lokal mengembangkan pendidikan vokasi untuk melatih warga agar bisa mengisi kebutuhan perusahaan.
    “Isu berikutnya adalah hubungan antara kebutuhan perusahaan terhadap tenaga kerja terampil bersertifikat dan jumlah tenaga kerja yang tersedia,” imbuh Eriq.
    TRI Indonesia bersama konsorsium yang terdiri dari Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), FEB Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia telah menyelenggarakan penelitian terkait hilirisasi di Indonesia dalam berbagai tema kunci.
    TRI Indonesia sendiri mengambil tema spesifik “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatan, dan Kebijakan Investasi
    Hilirisasi
    di Indonesia” yang dilaksanakan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan Kota Batam, Kepulauan Riau.
    Hasil riset tersebut kemudian didesiminasikan oleh TRI Indonesia bersama FEB Universitas Nasional Jakarta pada Rabu (12/12/2024).
     
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.