NGO: INDEF

  • Raperda KTR Difinalisasi, Ketua DPRD DKI Pastikan Merokok dan Penjualannya Tetap Boleh di Tempat Hiburan  

    Raperda KTR Difinalisasi, Ketua DPRD DKI Pastikan Merokok dan Penjualannya Tetap Boleh di Tempat Hiburan  

    JAKARTA – Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta telah memfinalisasi pembahasan Raperda KTR. Setelahnya, draf raperda dibawa ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta untuk dimatangkan sebelum pengesahan.

    Pada draf tersebut, Pansus memutuskan tetap mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.bSelain itu, Raperda KTR yang telah rampung juga menegaskan tidak ada lagi ruang merokok di dalam ruangan tertutup.

    Meski begitu, Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin menegaskan merokok maupun aktivitas perdagangan rokok masih diperbolehkan di tempat-tempat hiburan.

    “Untuk tempat-tempat tertentu di tempat hiburan, kafe, itu dibolehkan. Jangan sampai merokoknya para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain. Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh. Berdagang boleh. Iya, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya,” kata Khoirudin kepada wartawan, Kamis, 6 November.

    Khoirudin menyampaikan, penerapan kawasan tanpa rokok tidak dimaksudkan untuk melarang aktivitas merokok secara keseluruhan, tetapi membatasi agar tidak dilakukan di lingkungan yang rentan, terutama pendidikan dan kesehatan.

    “Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain,” papar Khoirudin.

    Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI merampungkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kembali menuai sorotan.

    Sejumlah pasal dalam rancangan aturan itu dinilai berpotensi menekan sektor ekonomi rakyat kecil, terutama pedagang pasar tradisional dan pelaku usaha mikro.

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman, menilai ketentuan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat bawah. Pelarangan yang meluas berpotensi menekan pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi informal yang selama ini menopang perekonomian Jakarta.

    “Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah,” ujar Rizal kepada wartawan, Rabu, 5 November.

    Menurut Rizal, pembuat kebijakan perlu berhati-hati karena Raperda KTR juga berpotensi menggerus pendapatan daerah. Pansus sendiri sebelumnya mengakui bahwa penerapan aturan ini dapat menurunkan penerimaan daerah hingga 50 persen dari sektor pertembakauan.

    “Jadi, bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap. Oleh karena itu, Ranperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat,” ujarnya.

    Rizal menambahkan, kebijakan ini seharusnya dirancang secara proporsional dan adaptif, dengan menitikberatkan pada edukasi serta pengaturan kawasan publik bebas rokok tanpa menutup ruang legal bagi usaha mikro.

    “Yang berfokus pada edukasi dan kawasan publik bebas rokok, namun tetap beri ruang legal bagi usaha mikro agar kebijakan ini inklusif dan tidak menimbulkan eksklusi ekonomi baru,” tutur Rizal.

  • Ada Frontloading Ekspor demi Hindari Tarif AS, Bisa Kerek Ekonomi Kuartal III/2025?

    Ada Frontloading Ekspor demi Hindari Tarif AS, Bisa Kerek Ekonomi Kuartal III/2025?

    Bisnis.com, JAKARTA — Dampak pengiriman awal barang ekspor dalam volume tinggi ke Amerika Serikat (AS) atau frontloading untuk menghindari tarif impor diperkirakan belum secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025. 

    Sebagaimana diketahui, neraca dagang Indonesia pada Agustus 2025 mencetak surplus US$5,49 miliar atau tertinggi sejak November 2022. Ekspor pada saat itu tercatat senilai US$24,9 miliar atau naik 5,78% (yoy) dari capaian Agustus 2024. 

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyebut dampak frontloading ke AS belum akan signifikan mendorong bobot kontribusi ekspor kepada pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025, yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) esok hari, Rabu (5/11/2025). 

    “Saya rasa belum terlalu signifikan karena masih barang yang diekspor nilai tambahnya kecil,” terang Esther kepada Bisnis, Selasa (4/11/2025). 

    Menurut Esther, peningkatan ekspor yang terekam pada Juli-September 2025 lebih didorong oleh kenaikan harga komoditas. Oleh itu, dia mendorong ke depan agar ekspor Indonesia lebih berorientasi kepada produk bernilai tambah tinggi.

    Adapun mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025, perempuan dengan gelar doktor dari Maastricht University itu memperkirakan ekonomi periode tersebut masih akan didorong utamanya oleh konsumsi rumah tangga. 

    Sementara itu, investasi diperkirakan meningkat tetapi kontribusinya masih relatif kecil terhadap PDB. “Investasi didorong pada padat karya sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak,” ujarnya. 

    Di sisi lain, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 berada di kisaran 4,9% sampai dengan 5% (yoy).

    “Atau 1,3%-1,4% qtq, didukung oleh terjaganya pertumbuhan konsumsi rumah tangga [sekitar 4,6%],” ujar Ryan melalui keterangan tertulis, Selasa (4/11/2025). 

    Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan investasi atau penanaman modal tetap bruto (PMTB) diperkirakan masih terjaga sekitar 6% baik investasi dalam negeri maupun asing. 

    Kemudian, ekspor diperkirakan tumbuh lebih tinggi yakni 8% sedangkan impor 9%. Belanja pemerintah diperkirakan tumbuh 5% atau berbalik positif saat terkontraksi 0,33% pada kuartal II/2025. 

    Capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5% di 2025 dinilai menjadi modal berharga untuk terus melaju di 2026 pada kisaran lebih tinggi yakni 5,1% sampai dengan 5,3%. 

    “Namun ini dengan syarat suku bunga terus melandai didukung kebijakan fiskal ekspansif serta iklim investasi dan bisnis yang kondusif dan ramah investor,” pungkasnya. 

    Pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12% (yoy) berdasarkan pengeluarannya ditopang oleh konsumsi rumah tangga 4,97%, PMTB 6,99%, ekspor 10,67% dan impor 11,65%. Hanya belanja pemerintah yang terkontraksi 0,33%. Pertumbuhan 5,12% itu merupakan yang tertinggi sejak kuartal II/2025 yang menyentuh level 5,17%. 

  • Industri Tekstil Menanti Tangan Dingin Purbaya Sikat Mafia Impor Baju Bekas

    Industri Tekstil Menanti Tangan Dingin Purbaya Sikat Mafia Impor Baju Bekas

    Bisnis.com, JAKARTA – Maraknya peredaran baju bekas selundupan masih menghantui industri tekstil dalam negeri. Gebrakan baru dari pemerintah pun dinanti untuk memberantas praktik impor baju bekas.

    Sejatinya, importasi baju bekas telah dilarang dan merupakan praktik ilegal. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 (Permendag-18/2021) jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 (Permendag-40/2022) tentang Barang Dilarang Ekspor Dan Barang Dilarang Impor (termasuk pakaian bekas).

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak menampik peraturan terkait importasi baju bekas masih memiliki banyak kelemahan sehingga terjadi kebocoran. Oleh sebab itu, dia akan memperketat aturan dan pengawasan, terutama pada jalur masuk baju bekas impor.

    Purbaya menyampaikan keinginannya untuk kembali menghidupkan kembali industri tekstil dalam negeri. Dia pun berjanji akan menindak tegas para importir balpres atau pakaian bekas yang dikemas dalam bentuk karung padat.

    Komitmen tersebut memberikan harapan baru bagi para pelaku industri tekstil. Pasalnya, peredaran barang impor ilegal, termasuk baju bekas, ini dinilai menjadi salah satu penyebab industri tekstil tertekan.

    “Banyaknya pabrik yang tutup dan PHK salah satu penyebabnya adalah importasi ilegal selain importasi dumping,” ujar Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta kepada Bisnis, Kamis (30/10/2025).

    Redma menilai penindakan terhadap barang impor ilegal, termasuk baju bekas, selama ini belum efektif. Menurutnya, baju bekas impor masih mudah ditemukan di pasaran. Bahkan, baju baru impor ilegal dalam bentuk balpres juga makin marak.

    Menurutnya, penegakan hukum menjadi kunci utama pemberantasan impor ilegal, termasuk peran Bea Cukai sangat krusial dalam menjaga pintu masuk barang impor. Namun, langkah perbaikan tidak akan berjalan efektif selama masih ada oknum di dalam lembaga tersebut yang terlibat dalam praktik curang.

    Redma juga menilai pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem kepabeanan agar lebih ketat dan transparan.

    “Semua kontainer harus masuk AI scanner untuk mencocokkan dengan dokumennya, hal ini akan meniadakan jalur merah-jalur hijau yang selama ini jadi permainan oknum Bea Cukai,” kata Redma.

    Calon pembeli memilih pakaian impor bekas di Jakarta, Senin (26/6/2023)./Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

    Pengetatan Pengawasan Jalur Pemasok

    Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta agar pemerintah memberantas jalur pemasok dan importir besar baju bekas yang masuk ke Indonesia. Pasalnya, maraknya baju bekas selundupan telah merugikan negara hingga Rp1 triliun per tahun.

    Sekretaris Jenderal API Andrew Purnama mengatakan, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 (Permendag No. 40/2022) melarang impor baju bekas, bukan perdagangan baju bekas (thrifting) yang beredar dalam negeri.

    “Jadi, yang harus diberantas adalah jalur pemasok dan importir besar, bukan pedagang pasar yang hanya menjual barang yang sudah beredar di dalam negeri,” kata Andrew kepada Bisnis, Kamis (30/10/2025).

    Kendati demikian, Andrew menyampaikan API mengapresiasi langkah penegakan hukum yang telah dilakukan pemerintah selama 1 tahun pemerintahan Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka, termasuk penyitaan dan penindakan terhadap impor pakaian bekas ilegal.

    Menurutnya, penindakan sudah berjalan. Hanya saja, Andrew menyebut, pemerintah perlu memastikan sisi hulu, yakni jalur masuknya barang perlu diperketat untuk jangka panjang. Sebab, sambung dia, selama jalur masuknya terbuka, maka arus barang ilegal akan terus mencari cara untuk masuk.

    Berdasarkan perhitungan API, estimasi konservatif potensi kerugian negara akibat masuknya impor baju bekas ilegal berada di kisaran Rp600 miliar—Rp 1 triliun per tahun. Namun, Andrew menyampaikan bahwa estimasi ini merupakan industri berbasis metodologi trade-remedy, bukan klaim asumtif.

    Estimasi tersebut mengacu data penindakan Bea Cukai dan simulasi penerimaan fiskal. Perinciannya, data penindakan Bea Cukai menunjukkan sekitar 21.000 bal pakaian bekas ilegal bernilai sekitar Rp120 miliar dalam 1 tahun, serta umumnya barang yang tertangkap hanya di kisaran 10–20% dari total arus masuk.

    Di sisi lain, Andrew menuturkan, peredaran baju bekas ilegal terhadap industri tekstil dan garmen berdampak dari hilir ke hulu, mulai dari garmen lokal yang kehilangan pesanan, pabrik kain menurunkan kapasitas, pemintal dan penenun mengurangi jam kerja hingga turunnya permintaan industri serat dan benang.

    Padahal, Andrew mengungkap, berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) 2024, industri tekstil dan garmen menyerap lebih dari 3,9 juta pekerja.

    “Jadi ketika utilitas pabrik turun, yang terdampak bukan hanya pabrik, tetapi pendapatan rumah tangga para pekerja,” lanjutnya.

    Selain itu, dia juga menyoroti budaya thrifting di Indonesia yang saat ini bergeser. Dia mengungkap, di negara lain, thrifting adalah kegiatan sosial untuk mereka yang benar-benar tidak mampu membeli baju baru, bahkan banyak yang berbasis charity alias sangat rendah atau gratis.

    Namun, di Indonesia, tambah Andrew, thrifting justru berubah menjadi tren bagi konsumen yang sebenarnya mempunyai daya beli. Dia menyebut, kondisi ini membuat produk lokal semakin tersisih. Padahal, dia menerangkan pakaian yang diproduksi oleh industri kecil menengah (IKM) lokal masih sangat terjangkau, yakni di kisaran Rp50.000–200.000.

    “Membeli produk lokal berarti menghidupkan pekerja lokal. Kita bisa membeli ponsel belasan juta, tetapi sering merasa keberatan membeli baju lokal di bawah Rp100.000–200.000, pola pikir ini yang perlu diubah,” tambahnya.

    Untuk itu, API menilai pemerintah perlu memperbaiki sederet kebijakan untuk mencegah masuknya impor baju bekas ilegal. Pertama, di hulu (perbatasan), yakni dengan memperkuat pengawasan dan memutus jalur importir besar, bukan hanya razia di pasar

    Kedua, konsistensi regulasi. API meminta agar pemerintah memastikan implementasi Permendag No. 17/2025 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27/2025 (Permenperin No. 27/2025) berjalan stabil.

    Ketiga, dampak sosial. Dalam hal ini, Andrew menyarankan agar pedagang thrift kecil harus dibina, bukan dipidanakan. Serta keempat, melalui edukasi publik dengan mengembalikan makna thrifting sebagai kegiatan sosial, bukan gaya hidup bagi yang mampu.

    Praktik Mafia Lintas Negara

    Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperingatkan adanya praktik mafia lintas negara di balik baju bekas impor yang masih membanjiri Indonesia.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho menyebut, fenomena impor baju bekas bukan lagi persoalan kecil lantaran melibatkan jejaring perdagangan lintas negara yang terorganisir.

    Bahkan, Andry menyebut fenomena ini telah menjadi masalah di kawasan Asia Tenggara, di mana sejumlah negara seperti Malaysia dan Thailand turut menghadapi gelombang besar impor pakaian bekas.

    “Kalau kita melihat memang impor baju bekas ini yang saya bisa katakan dalam tanda kutip mafianya. Ini perlu berhati-hati karena ini lintas negara dan problem-nya itu tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja,” kata Andry kepada Bisnis, Kamis (30/10/2025).

    Untuk itu, Andry mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan dari sisi hulu agar praktik impor ilegal dapat dihentikan di pintu masuk perdagangan.

    “Gempuran dari impor-impor baju bekas itu juga terjadi di Malaysia, di Thailand. Jadi Indonesia tidak sendiri. Nah, sekarang kita harus memperketat, memperketat dari sisi jalur perdagangannya, terutama dari sisi pintu masuk,” imbuhnya.

    Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus memperketat pengawasan pada jalur masuk impor baju bekas. 

    “Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan jangan sampai hanya fokus di hilir saja, tetapi di hulunya pintu masuk itu menjadi salah satu entry point pertama masuknya pakaian bekas tersebut,” terangnya.

    Apalagi, Andry menambahkan, banjir impor baju bekas tidak hanya menimbulkan gangguan pasar domestik, melainkan berpotensi menggerus penerimaan negara. Sebab, banyak barang yang masuk ke Indonesia tanpa dikenakan pajak dan bea masuk.

    Padahal, sambung dia, industri tekstil dan garmen dalam negeri jauh lebih unggul karena memberikan kontribusi nyata terhadap penerimaan negara, yakni berupa pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

    Di sisi lain, Andry menilai tren pembelian baju bekas juga didorong oleh persepsi keliru masyarakat terhadap barang bermerek (branded). Menurutnya, tidak semua baju bekas bermerek yang dijual di pasaran merupakan produk asli dan sebagian besar justru merupakan barang tiruan yang beredar tanpa pengawasan.

    “Kami melihat tidak hanya isu terkait dengan baju bekas tetapi juga baju palsu atau KW. Nah ini menurut saya harus dijaga regulasinya agar kita bisa memberikan pengetatan,” tambahnya.

    Di samping itu, Andry menilai maraknya pakaian bekas impor juga menunjukkan minimnya terhadap hak kekayaan intelektual (HKI) dan membuka potensi risiko kesehatan.

    Meski demikian, Indef menilai kebijakan pengetatan impor baju bekas juga harus diimbangi dengan solusi bagi para pedagang agar tidak kehilangan mata pencaharian.

    Andry menilai, proses peralihan ini memerlukan dukungan dari pemerintah pusat dan daerah, termasuk melalui bantuan modal dan pembinaan bagi sentra-sentra penjualan pakaian bekas.

    “Menurut saya, seharusnya pemerintah memberikan kesempatan bagi mereka yang saat ini menjual pakaian-pakaian bekas untuk segera beralih,” tuturnya.

  • Ekonom Pertanyakan Alasan Prabowo Tunjuk Agrinas Bangun Fasilitas Fisik Kopdes Merah Putih

    Ekonom Pertanyakan Alasan Prabowo Tunjuk Agrinas Bangun Fasilitas Fisik Kopdes Merah Putih

    Bisnis.com, JAKARTA — Penunjukkan BUMN PT Agrinas Pangan Nusantara oleh pemerintah untuk melaksanakan pembangunan fisik Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih menuai kritik lantaran tidak sesuai dengan lini bisnis yang dijalankan. 

    Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No.17/2025 yang salah satunya memuat instruksi kepada Agrinas untuk membangun gudang hingga gerai Kopdes. Pembiayaannya berasal dari pemerintah yang disalurkan melalui kredit himbara dengan plafon Rp3 miliar setiap kopdes. 

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengaku heran dengan penunjukan itu karena Agrinas mendapatkan penugasan yang tidak sesuai dengan tupoksi dan core business perseroan. 

    “Ngeri ya. Jadi saya bilang ngeri karena pertama gini, kalau dia bukan BUMN karya, berarti kan di situ ada margin karena  dia akan minta pihak ketiga untuk membangun itu, gitu kan,” terangnya kepada Bisnis, Rabu (29/10/2025).

    Apabila memang Agrinas ingin diberikan penugasan, terang Esther, harusnya Agrinas ditugaskan untuk hal yang lebih berhubungan dengan lini bisnis perseroan. Dia mencontohkan BUMN baru itu bisa masuk sebagai penjamin kredit pembiayaan kopdes.

    Di sisi lain, Esther menyebut harusnya pemerintah tidak perlu lagi membangun gudang-gudang baru. Lebih jauh, dia mempertanyakan motivasi pemerintah membangun koperasi-koperasi baru. Apabila koperasi desa/kelurahan yang sudah ada kurang maksimal, maka bisa direvitalisasi. 

    “Jadi kan bukan dari nol, kecuali memang di daerah itu enggak ada koperasi gitu loh, baru boleh lah gitu kan. Nah, biar anggarannya itu enggak sia-sia, kalau kayak gini kan anggaran maksimal Rp miliar [setiap kopdes] itu kan jadi kayak, apa ya? Bahasa Jawa-nya itu kayak bancakan gitu,” terang doktor dari Maastricht University itu. 

    Esther menceritakan pernah melakukan kajian atas resi gudang di Indonesia yang mati. Hal itu sebab petani yang enggan membayar tenaga kerja pergudangan, ditambah beban logistik yang tinggi. Alhasil, petani disebut memilih jalan pintas untuk menjual hasil pertanian dan perkebunannya langsung ke pedagang tengkulak. 

    Adapun pemerintah mengeklaim tujuan Kopdes Merah Putih salah satunya untuk menyerap produk hasil pertanian agar tidak lagi diserap oleh pedagang-pedagang tengkulak dimaksud. 

    Namun demikian, Esther tetap mempertanyakan tata kelola kopdes salah satunya mengenai penunjukkan Agrinas. Kopdes yang awalnya bertujuan untuk menciptakan perekonomian di desa lebih efisien, justru bisa berbalik arah dengan penugasan yang dinilai tidak sesuai kapasitasnya. 

    “Kalau dia [Agrinas] membangun fisiknya, padahal dia bukan BUMN karya, dia pasti akan meluncur ke pihak ketiga. Yang which is itu harganya pasti lebih mahal, kan. Berarti kalau harga lebih mahal, kan takutnya nanti kerugian negara, kan. Harusnya bisa lebih hemat, kan,” terang periset ekonomi bidang pangan dan pertanian selama 16 tahun itu. 

    Adapun ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet memandang bahwa penugasan pembangunan fisik kopdes kepada Agrinas bisa dibenarkan secara teori. Dia menilai pembangunan seragam untuk ribuan gudang akan menekan biaya per unit melalui pembelian massal dan standarisasi desain. 

    Selain itu, pengawasan terpusat diperkirakan bisa mengurangi risiko moral hazard di level lokal, mengingat kapasitas manajerial banyak koperasi masih terbatas. Pemerintah pun dinilai bakal lebih mudah menjaga timeline dan kualitas infrastruktur.

    Akan tetapi, timpal Yusuf, pendekatan sentralisasi mempunyai kelemahan. Beberapa di antaranya adalah potensi inefisiensi birokrasi dan asymmetric information. 

    “PT Agrinas mungkin tidak memahami kondisi lokal—misalnya soal kontur tanah, banjir, atau komoditas unggulan—sehingga desain bisa kurang tepat. Selain itu, monopoli pelaksana membuat biaya bisa justru naik bila tak diawasi ketat,” jelasnya kepada Bisnis. 

    Sementara itu, pembangunan fisik yang diserahkan kepada setiap kopdes dinilai bisa lebih fleksibel karena setiap unit koperasi lebih mengetahui kebutuhan anggotanya. Kontraktor lokal pun dinilai bisa ikut disejahterakan dan menumbuhkan efek pengganda ekonomi desa.

    “Namun risikonya besar: disparitas antarwilayah, keterbatasan teknis, dan potensi penyalahgunaan dana jika pengawasan lemah—pelajaran yang sudah terlihat dalam program dana desa,” terangnya.

    Oleh sebab itu, Yusuf menyarankan model hybrid lebih rasional. Pembangunan fisik kopdes di tahap awal bisa dilakukan terpusat untuk efisiensi dan percepatan. Setelah kapasitas koperasi terbentuk, pembangunan bisa dialihkan secara bertahap ke skema desentralisasi dengan audit independen. 

    “Dengan begitu, program Kopdes tetap efisien secara makro, tanpa kehilangan fleksibilitas mikro yang dibutuhkan di tingkat desa,” pungkasnya. 

  • Purbaya Kasih Sinyal Bakal Turunkan Tarif Pajak PPN – Page 3

    Purbaya Kasih Sinyal Bakal Turunkan Tarif Pajak PPN – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di angka 5% ternyata belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup.

    Menurut dia, angka tersebut masih terlalu rendah untuk menekan tingkat pengangguran yang terus bertambah setiap tahun.

    Purbaya mengungkapkan, banyak masyarakat yang akhirnya memilih bekerja di sektor informal karena sulit menemukan pekerjaan tetap. Padahal, sektor informal tidak mampu memberikan kesejahteraan jangka panjang seperti halnya sektor formal.

    “Kalau 5% itu tidak cukup untuk menyerap tenaga kerja yang masuk usia kerja setiap tahun. Sekarang 5% kenapa pengangguran turun? Karena kerjanya informal. Desain ekonomi enggak seperti itu, kita enggak mau warga negara kita kerjanya di informal. Kalau bisa semuanya kaya di sektor formal,” kata Purbaya dalam Sarasehan 100 Ekonom INDEF, di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Menurut perhitungan Purbaya, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 6,7% untuk dapat menampung seluruh angkatan kerja baru di sektor formal.

    Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa 6%

    Namun, tantangan besar menghadang. Sejak krisis ekonomi 1998, Indonesia belum pernah lagi mencapai pertumbuhan setinggi itu. Imbasnya, sebagian besar tenaga kerja baru tidak terserap secara optimal, sehingga angka pengangguran tetap tinggi.

     

     

     

  • Government Shutdown AS dan Langkah Antisipasi RI

    Government Shutdown AS dan Langkah Antisipasi RI

    Bisnis.com, JAKARTA – Pada awal Okto -ber 2025, kita mendengar kabar bahwa Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberlakukan penutupan atau dikenal dengan government shutdown sebagai dampak belum disetujuinya usulan anggaran oleh parlemen.

    Sebagai konsekuensi, peme rintah AS merasionalisasi pekerja federalnya pada periode goverment shutdown tersebut. Dilansir dari NBC News, pemerintah AS telah merumahkan lebih dari 4.000 pegawai federal dari tujuh departemen, dengan porsi terbesar dari Departemen Keuangan dan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan.

    Goverment shutdown yang berkepanjangan akan mendorong pemutusan hubungan kerja pegawai federal yang diprediksi terus meningkat. Hal ini secara langsung turut menambah akumulasi jumlah pengangguran yang pada akhirnya dapat menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa. Berdasarkan data Biro Statistik Tenaga Kerja AS, tingkat pengangguran pada Agustus 2025 sebesar 4,3% (month-to-month/MtM), atau lebih tinggi dibandingkan bulan Juli 2025 yang hanya 4,2% (MtM).

    Peningkatan jumlah pengangguran di AS akan berdampak pada peningkat-an pesimisme masyarakat terkait kondisi keuangan dan dunia usaha. Hal ini terkonfirmasi dari Indeks Sentimen Konsumen yang dirilis oleh Universitas Michigan pada bulan Oktober 2025 sebesar 55, atau sedikit pesimis dibandingkan dengan September 2025 sebesar 55,1.

    Konsumen yang pesimis akan mengurangi konsumsi dan meningkatkan tindakan berjaga-jaga, sehingga dalam jangka panjang berpotensi menurunkan konsumsi barang impor dari negara mitra, termasuk Indonesia.

    Masyarakat yang pesimis terhadap kondisi perekonomian akan meningkatkan ekspektasi inflasi ke depan. Hal ini diperkuat dengan realisasi angka inflasi pada September 2025 tercatat 3% (year-on-year/YoY) tertinggi sejak Januari 2025, serta lebih tinggi dari inflasi Agustus 2025 sebesar 2,9% (YoY). Peningkatan tekanan inflasi di tengah kondisi ketenagakerjaan yang masih lemah akan menimbulkan ketidakpastian terhadap pro-babilitas penurunan suku bunga the Fed.

    Stance kebijakan the Fed yang tidak pasti, akan memicu gejolak di pasar keuangan global sehingga mendorong terjadinya capital flight dan pada akhirnya memberikan tekanan terhadap nilai tukar mata uang di berbagai negara.

    Di tengah melambatnya ekonomi global, AS mengenakan tarif tambahan kepada sektor padat karya dan modal. Dikutip dari siaran pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Oktober 2025, AS kembali mengenakan tambahan tarif kepada sektor farmasi, mebel, dan otomotif sejak 1 Oktober 2025, serta mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan sebesar 100% terhadap produk asal China.

    Oleh karena itu, kebijakan government shutdown akan makin menghambat dilakukannya negosiasi ulang tarif impor AS sehingga berisiko terhadap penurunan kinerja perdagangan global secara berkepanjangan.

    STRATEGI MITIGASI

    Fenomena kebijakan government shutdown dan pengenaan tambahan tarif sektor mebel harus dires-pons secara cermat, karena penurunan kinerja industri padat karya dapat memicu meningkatnya pengangguran.

    Salah satu strategi antisipasi yang dapat ditempuh dalam jangka pendek salah satunya diversifikasi pasar ke negara yang potensial meningkatkan volume perdagangannya dengan Indonesia, misalnya Afrika.

    Hal ini didukung oleh data Indonesia Eximbank yang mencatat pertumbuhan ekspor Indonesia ke Afrika mengalami trend peningkatan dengan pertumbuhan tahunan gabungan mencapai 9,47% dalam lima tahun terakhir.

    Selanjutnya, diversifikasi pasar perlu didukung digitalisasi UMKM siap ekspor produk unggulan nasional antara lain fesyen, furnitur, dan makanan olahan. Eksistensi UMKM digital akan mengakselerasi perolehan pasar baru karena pemasaran digital bersifat borderless. Hal ini terkonfirmasi dari penelitian Indef tahun 2024 yang menyatakan bahwa rata-rata omzet UMKM Digital mengalami peningkatan hingga 50% tiap tahun dan mampu menambah jumlah tenaga kerja.

    Dalam jangka menengah, perlu dikembangkan sektor pariwisata berbasis komunitas untuk menyerap tenaga kerja secara inklusif. Sebagai contoh sukses yaitu Provinsi Bali, sektor pariwisata mampu menjaga pengangguran terbuka di level 1,58% pada Februari 2025 atau terendah nasional dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 5,95% pada triwulan II/2025 berdasarkan data Badan Pusat Statistik.

    Keberhasilan Bali dapat menjadi role model daerah lain untuk menurunkan pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai upaya pengembangan sektor pariwisata dan UMKM, Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pembiayaan perbankan kepada sektor prioritas termasuk pariwisata.

    Bank Indonesia mencatat, total insentif KLM mencapai Rp393 triliun pada minggu pertama Oktober 2025. Pada akhirnya, pengembangan pariwisata dan UMKM merupakan strategi untuk mendorong penyerapan tenaga kerja nasional di tengah kebijakan government shutdown dan ancaman kebijakan tarif resiprokal Amerika. Semoga!

  • Live Now! 100 Ekonom Bahas Potensi Ekonomi RI di Tengah Gejolak Dunia

    Live Now! 100 Ekonom Bahas Potensi Ekonomi RI di Tengah Gejolak Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menghadapi jalan terjal di 2025. Bukan tanpa alasan, kombinasi atas tekanan global dan domestik membuat ekonomi nasional beberapa kali mengalami gangguan.

    Sebut saja konflik geopolitik global seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dan ketegangan di Timur Tengah. Hal ini berdampak pada rantai pasok dan lonjakan harga minyak dunia. Sedangkan di dalam negeri, perlambatan ekonomi dipengaruhi oleh lemahnya sektor manufaktur, meningkatnya jumlah gelombang PHK, dan daya beli masyarakat yang tertekan.

    Berbagai tantangan ini menyebabkan asumsi dasar APBN 2025 meleset. Di sisi lain, kebijakan efisiensi belanja pemerintah belum berdampak optimal bagi pertumbuhan ekonomi.

    Dari sisi moneter, Indonesia sempat mengalami deflasi 0,08% pada Agustus 2025, sebelum akhirnya kembali mencatat inflasi sebesar 0,21% pada September 2025. Nilai tukar rupiah juga masih bergejolak dan berada di level Rp 16.629 per dolar AS pada Kamis (23/10/2025). Padahal, Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai intervensi, termasuk dengan memangkas suku bunga acuan hingga ke level 4,75%.

    Indonesia juga masih menghadapi masalah ketimpangan sosial dan antar wilayah. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan, pengangguran, disparitas layanan kesehatan, pendidikan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

    Sebagai contoh, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kemiskinan Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025. Meski angka kemiskinan secara nasional tersebut merupakan yang terendah selama dua dekade, angka kemiskinan di perkotaan justru mengalami kenaikan 6,66% pada September 2024 menjadi 6,73% pada Maret 2025.

    Melihat hal tersebut,Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan forum ekonom menggelar Sarasehan 100 Ekonom Indonesia pada hari ini Selasa, 28 Oktober 2025 mulai pukul 09:00 WIB di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta.

    Sarasehan 100 Ekonom Indonesia merupakan forum dialog para ekonom bersama pemerintah yang diselanggarakan oleh INDEF sejak 2016. INDEF pun kembali bekerja sama dengan CNBC Indonesia dalam penyelenggaraan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025 dan disiarkan secara langsung melalui CNBC Indonesia TV dan CNBCIndonesia.com.

    Sarasehan 100 Ekonom Indonesia dimulai dengan Welcoming Speech oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti. Setelah itu dilanjutkan dengan Keynote Speech oleh Deputi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan yang diikuti dengan penyerahan Buku 100 Ekonom secara Simbolis kepada Perwakilan Kemenko Perekonomian.

    Usai acara pembukaan, Sarasehan 100 Ekonom dilanjutkan dengan dialog dengan para Menteri yang meliputi beberapa klaster prioritas, yaitu hilirisasi, kedaulatan energi, sumber daya manusia dan kesehatan, serta fiskal dan moneter.

    Sarasehan 100 Ekonom Indonesia ini diharapkan dapat memberikan saran kebijakan kepada pemerintahan, sehingga ekonomi Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi gejolak kondisi dunia dan memberikan kesejahteraan untuk Masyarakat Indonesia.

    Jadi, jangan lupa saksikan secara langsung di CNBC Indonesia Televisi dan live streaming di CNBCIndonesia.com dan juga YouTube CNBC Indonesia.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Media Asing Sorot WNA Boleh Jadi Direksi BUMN RI, Bilang Ini

    Media Asing Sorot WNA Boleh Jadi Direksi BUMN RI, Bilang Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Keputusan pemerintah untuk mencabut larangan puluhan tahun yang menghalangi warga negara asing (WNA) menduduki posisi manajemen puncak di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia telah menarik perhatian media dan analis asing.

    Media Singapura, Channel News Asia (CNA), dalam laporannya, Jumat (24/10/2025) menyoroti langkah kebijakan ini. Hal ini diharapkan pemerintah dapat mendorong kepercayaan investor dan mengadopsi praktik terbaik internasional.

    Secara rinci, CNA menuliskan bagaimana residen Prabowo Subianto pekan lalu mengumumkan bahwa WNA kini dapat memimpin BUMN Indonesia, sebuah langkah yang mengakhiri larangan yang telah berlaku sejak tahun 1960. Keputusan ini direalisasikan melalui amandemen Undang-Undang BUMN yang disahkan pada 2 Oktober, memberikan kewenangan kepada Badan Pengelola BUMN (BP BUMN) untuk mengesampingkan syarat kewarganegaraan Indonesia untuk posisi direktur jika dianggap perlu.

    Sebagai implementasi awal, Danantara mengumumkan bahwa maskapai pelat merah Garuda Indonesia telah menunjuk dua WNA ke manajemen puncaknya yakni Balagopal Kunduvara sebagai Chief Financial Officer (mantan eksekutif Singapore Airlines) dan Neil Raymond Mills sebagai Director of Transformation. Penunjukan ini ditujukan untuk memulihkan profitabilitas Garuda yang telah merugi.

    Para pengamat ekonomi asing dan domestik menyambut baik potensi manfaat dari kebijakan ini. Hal ini dirasa perlu untuk mempelajari best practices yang telah berlaku di perusahaan asing.

    “Kehadiran ekspatriat diharapkan dapat membawa perbaikan dalam tata kelola (governance),” kata Ekonom dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, yang dikutip laman itu.

    Senada, Tauhid Ahmad, peneliti senior di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan bahwa pencabutan larangan selama puluhan tahun itu sudah lama tertunda. Ia menekankan perlunya SDM berkelas dunia.

    “Jika Indonesia ingin menjadi pemain global, negara ini membutuhkan orang-orang dengan pengalaman internasional. Mereka yang memiliki latar belakang seperti itu dapat membantu mempercepat kemajuan lebih cepat,” ujarnya.

    Walau begitu, ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memperingatkan bahwa merekrut WNA yang berpengalaman belum tentu akan menyelesaikan masalah struktural BUMN seperti intervensi politik, tumpang tindih mandat, dan inefisiensi birokrasi.

    “Pemerintah harus fokus pada reformasi mendasar: meningkatkan insentif, mendorong persaingan, dan memperkuat tata kelola. Mandat sosial harus diberi kompensasi yang layak, gaji eksekutif dikaitkan dengan hasil, peraturan dirancang untuk mendorong inovasi dan audit diperkuat,” tuturnya.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Buktikan Keberadaan Mafia Migas Jadi Tugas Ahok di Pertamina

    Buktikan Keberadaan Mafia Migas Jadi Tugas Ahok di Pertamina

    JAKARTA – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jadi Komisaris Utama di Pertamina. Dia akan menjadi pengawas di lembaga yang mengurusi minyak itu.

    Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra El Talattov mengatakan, tantangan Ahok di Pertamina adalah membuktikan keberadaan mafia minyak dan gas (Migas).

    Menurut Abra, Ahok dapat memulai investigasi keberadaan mafia migas melalui hasil laporan tim satgas anti mafia migas yang sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

    “Kan ada ekspektasi publik bahwa Pak Ahok bisa memberantas mafia migas. Kan masih bertanya-tanya siapa, dan di mana sih? Kita memberikan tantangan kepada Pak Ahok. Apakah mau dan berani untuk menindaklanjuti laporan dari tim mafia migas itu, untuk mencari tahu apakah praktik mafia migas itu sekarang masih ada atau tidak?” tuturnya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Senin, 25 November.

    Keberadaan mafia migas ini perlu dibuktikan agar publik tak berprasangka buruk terhadap Pertamina. Dengan begitu, Pertamina bisa berkonsentrasi pada pengembangan bisnisnya. Karenanya, menjadi tugas Ahok juga untuk memberantas keberadaan mafia migas tersebut.

    “Mengawal isu ini bersama stakeholder. Karena kan yang mengambil kebijakan bukan komisaris, tetapi kan dari sisi pemerintah regulator dalam hal ini Kementerian BUMN. Pak Ahok itu tidak bisa mengeksekusi tetapi bersama-sama bisa mendorong supaya isu ini bisa tuntas,” ucapnya.

    Ahok, kata Abra, memiliki karakter yang tegas selama memimpin DKI. Ia berharap sikap Ahok yang demikian bisa dibawa ke Pertamina untuk mengungkap ini.

    “Mungkin dari karakter (Ahok) itu bisa diambil, walaupun bisa jadi sampai terlibat sampai ke lingkaran kekuasaan. Jangan tebang pilih,” tuturnya.

    Abra menilai, ada tiga tugas yang bisa dikerjakan Ahok untuk Pertamina. Pertama, meningkatkan poduksi produk migas Pertamina dari sisi hulu. Kedua, mendorong Pertamina untuk segera menyelesaikan program pengembangan maupun pembuatan kilang minyak. Apalagi, saat ini Pertamina mempunyai enam kilang minyak.

    “Empat yang lama, dua yang baru. Dari enam kilang tersebut belum satupun selesai, jadi masih progres. Pak Ahok kita harapkan bisa mendorong supaya direksi dan jajarannya bisa merampungkan proses pembangunan dan pengembangan tersebut,” jelasnya.

    Sedangkan yang ketiga, kata Abra, Ahok harus mendukung mendorong program bio solar ini agar bisa lebih maksimal. Walaupun impor solar tidak ada, tetapi supaya pemanfaatan bio solar ini bisa lebih masif.

    Anggota Komisi VI Achmad Baidowi mengatakan, pengangkatan Ahok sebagai komisioner utama Pertamina diharapkan bisa meningkatkan kinerja perusahaan yang berhubungan pada hajat hidup di bidang migas.

    Menurut Baidowi, ranah komisaris bukan ranah teknis. Sehingga yang diperlukan adalah kemampuan dalam pengawasan dan audit internal untuk menyehatkan kinerja usaha BUMN.

    Tidak hanya mengungkap mafia migas, Komisi VI berharap Ahok dapat memanfaatkan jabatannya untuk melakukan pengawasan dan menyelesaikan masalah di Pertamina, seperti mafia migas, yang selama ini tidak kunjung terselesaikan 

    “Ya itu salah satunya (mengungkap mafia migas). Termasuk mengawasi percepatan pembuatan kilang-kilang minyak, neraca ekspor impor Pengalaman Ahok di DKI dalam hal transparansi bisa ditularkan,” ucapnya.

  • Beda Rapor Ekonomi 1 Tahun Prabowo, Jokowi, dan SBY, Siapa Paling Unggul?

    Beda Rapor Ekonomi 1 Tahun Prabowo, Jokowi, dan SBY, Siapa Paling Unggul?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan memasuki umur setahun pada 20 Oktober 2025. Sejumlah tantangan masih berada di depan mata apalagi kalau mau mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%.

    Berkaca kepada tahun-tahun sebelumnya, kinerja tahun pertama pemerintahan Prabowo tidak lebih baik dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun sedikit lebih impresif dari Jokowi.

    Prabowo resmi menjabat sebagai kepala pemerintahan dan negara pada 20 Oktober 2024. Pada kuartal IV/2024 atau tiga bulan pertama pemerintahan Prabowo, ekonomi tumbuh 5,02% secara tahunan atau year on year (YoY).

    Tiga bulan selanjutnya atau kuartal I/2025, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87% YoY. Kemudian pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% YoY.

    Artinya, dari tiga kuartal pertama pemerintahan Prabowo, perekonomian rata-rata tumbuh 5%.

    Angka itu sedikit lebih baik dari pendahulunya, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ketika pertama kali menjadi orang nomor di Indonesia pada 20 Oktober 2014. Pada kuartal IV/2015 atau tiga bulan pertama pemerintahan Jokowi, ekonomi 50,1% YoY.

    Tiga bulan selanjutnya atau kuartal I/2015, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,71% YoY. Kemudian pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,67%. Alhasil, rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam tiga kuartal pertama pemerintahan Jokowi sebesar 4,8%.

    Ditarik lagi ke belakang, satu tahun pertama pemerintahan SBY mempunyai catatan yang lebih impresif dari sisi pertumbuhan ekonomi. SBY pertama kali menjabat sebagai presiden pada 20 Oktober 2004.

    Pada kuartal IV/2024 atau tiga bulan pertama pemerintahan SBY, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,65% YoY. Kemudian pada kuartal I/2005, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,35%. Selanjutnya pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,54%.

    Artinya, rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam tiga kuartal pertama pemerintahan SBY tercatat di angka 6,18%.

    Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan ekonomi tahun pertama Prabowo (5%) sedikit lebih baik dari Jokowi (4,8%), namun masih jauh lebih rendah dari SBY (6,18%). 

    Apa yang Perlu Dilakukan Prabowo?

    Sejumlah pengamat memberikan pandangan terkait dengan target ekonomi yang dikejar oleh pemerintah hingga 8%.

    Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional dinilai masih jauh dari harapan. 

    Meski sempat mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,12%, pencapaian itu dinilainya masih lemah dan belum ditopang oleh kebijakan yang mampu mempercepat laju ekonomi menuju target ambisius 8%.

    “Pencapaian target makro sangat lemah. Memang kemarin 5,12%, tapi belum terlihat ada program yang benar-benar mendukung pertumbuhan. Saat ini mempertahankan angka 5% saja sudah sulit,” ujarnya kepada Bisnis.com dikutip Sabtu (18/10/2025).

    Dia meminta pemerintah mengurangi misalokasi sumber daya fiskal yang menyebabkan belanja negara tidak efektif dalam mendorong produktivitas ekonomi. 

    Dia menekankan perlunya perbaikan kualitas institusi agar anggaran dapat digunakan secara lebih tepat sasaran dan berdampak langsung pada peningkatan kinerja ekonomi nasional.

    Teuku Riefky memperkirakan kinerja ekspor nasional masih sangat bergantung pada kondisi global yang tengah tidak menentu, sementara dua mesin pertumbuhan lainnya yakni konsumsi masih diwarnai pelemahan daya beli masyarakat. Lalu investasi asing yang masih menunjukkan kontraksi.

    “Perbaiki kualitas institusi, iklim investasi sehingga investasi masuk lapangan pekerjaan tercipta, daya beli meningkat, penerimaan negara akan masuk dengan sendirinya,” terangnya.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menjelaskan bahwa Indonesia perlu keluar dari zona nyaman pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi rumah tangga jika ingin mencapai target ambisius pertumbuhan 8%.

    “Kalau kita punya target pertumbuhan ekonomi 8%, itu tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga. Harus dari ekspor dan investasi,” ujarnya.

    Indonesia, sambungnya, telah terjebak dalam middle income trap selama lebih dari tiga dekade sejak 1993.

    “Artinya, mau tidak mau, suka tidak suka, pertumbuhan di atas 6% itu sudah menjadi keharusan,” jelasnya.

    Untuk memperkuat ekspor, tambah Esther, strategi utama yang harus dilakukan adalah diversifikasi produk dan pasar, seperti mengembangkan industri kreatif. Indonesia selama ini masih bergantung pada komoditas seperti sawit, batu bara, dan karet.

    Selain itu, perluasan pasar ekspor juga menjadi prioritas karena saat ini mitra utama Indonesia adalah China dan Amerika Serikat. Pemerintah harus lebih agresif menembus pasar baru.

    Selain mendorong ekspor dan investasi, kebijakan fiskal (APBN) juga perlu diarahkan dari aktivitas konsumtif ke aktivitas produktif. Pemerintah diharapkan lebih fokus mendukung sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja.

    “Selama ini banyak aktivitas ekonomi yang sifatnya konsumtif. Padahal, APBN seharusnya menjadi instrumen untuk memperkuat produktivitas nasional,” jelasnya.

    Penciptaan Lapangan Kerja

    Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menggarisbawahi bahwa pemulihan ekonomi nasional selama satu tahun terakhir dinilai masih menghadapi tantangan besar dalam aspek penciptaan lapangan kerja.

    Meski konsumsi rumah tangga mulai menunjukkan perbaikan, indikator yang berkaitan dengan job creation justru melemah di hampir semua sektor.

    “Kalau lihat satu tahun ke belakang, kaitannya dengan konsumsi, ini yang belum dibahas. Sebetulnya ada satu catatan PR besar yang belum bisa diselesaikan dengan baik, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan,” katanya.

    Ia menambahkan, semua indikator terkait penciptaan lapangan kerja menunjukkan pelemahan, mulai dari tingkat partisipasi tenaga kerja hingga persepsi masyarakat terhadap ketersediaan pekerjaan. Bahkan, indeks kepercayaan ekonomi konsumen pada aspek lapangan kerja menjadi yang paling pesimis dibandingkan indikator lainnya