NGO: INDEF

  • Bola Panas PPN 12% Kini Ada di Tangan Presiden Prabowo – Page 3

    Bola Panas PPN 12% Kini Ada di Tangan Presiden Prabowo – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi PPN 12% per 1 Januari 2025 memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat.

    Presiden Prabowo Subianto kini dihadapkan pada tekanan besar untuk merespons isu yang dianggap dapat memperberat beban ekonomi rakyat.

    Opsi untuk Membatalkan Kenaikan Tarif PPN

    Salah satu langkah yang dapat ditempuh Presiden adalah menggunakan kewenangannya untuk mengajukan pembatalan kenaikan tarif tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

    Pemerintah memiliki ruang untuk mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Penyesuaian jika ada perubahan kebijakan fiskal.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengusulkan agar Presiden Prabowo mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda kenaikan tarif ini. Menurutnya, langkah ini tidak hanya legal tetapi juga realistis, mengingat kondisi ekonomi saat ini yang masih lesu.

    “Ini soal kemauan politik. Penerbitan Perppu memungkinkan pemerintah menunda kebijakan tersebut karena daya beli masyarakat belum pulih. Jika dipaksakan, kenaikan PPN justru bisa memperlambat pemulihan ekonomi,” jelas Esther kepada wartawan, ditulis Kamis (26/12/2024).

    Kapan Kenaikan Tarif PPN Ideal Dilakukan?

    Esther menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN sebaiknya dilakukan ketika daya beli masyarakat telah stabil dan ekonomi nasional menunjukkan pemulihan yang signifikan. Jika tidak, kebijakan ini berisiko mengganggu pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

    “Presiden punya peran besar untuk memutuskan apakah kenaikan ini perlu ditunda. Saya kira, jika ekonomi belum benar-benar pulih, kebijakan ini sebaiknya ditunda hingga situasi lebih kondusif,” tambahnya.

     

     

  • Indef Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Bisa Berdampak Buruk pada Ekspor

    Indef Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Bisa Berdampak Buruk pada Ekspor

    Jakarta, Beritasatu.com  – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyatakan, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% sebaiknya diterapkan saat ekonomi dalam kondisi stabil. Dia menyinggung dampak kenaikan PPN di Malaysia berdampak buruk pada ekspor.

    “Kenaikan PPN bisa dilakukan pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi produk domestik bruto (PDB),” kata dia dilansir Antara, Rabu (25/12/2024).

    Dia mengatakan, Indonesia bisa berkaca pada Malaysia yang sempat menaikkan PPN, tetapi berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Akhirnya, Malaysia menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia menaikkan tarif PPN, kemudian setelah tahu dampak kenaikan mengakibatkan volume ekspor turun, maka diturunkan kembali seperti semula,” ujarnya.

    Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% mulai tahun depan. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Tarif PPN 12 persen telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yang telah disepakati bersama anatar pemerintah dan DPR. Apabila akan melakukan perubahan tarif PPN dalam UU APBN, maka mekanismenya adalah melalui pembahasan RAPBN Penyesuaian/Perubahan.

    Adapun UU HPP merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR yang ditetapkan pada masa pandemi Covid-19.

  • Presiden Prabowo Diminta Batalkan PPN 12 Persen Imbas Ekonomi Lesu, Langkah Malaysia Bisa Ditiru

    Presiden Prabowo Diminta Batalkan PPN 12 Persen Imbas Ekonomi Lesu, Langkah Malaysia Bisa Ditiru

    TRIBUNJATIM.COM – Penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen kini menjadi polemik dan sorotan masyarakat.

    Sebab, PPN 12 persen ini dinilai memberatkan masyarakat.

    Dalam hal ini, Presiden Prabowo Subianto dinilai punya kuasa untuk menunda penerapan PPN 12 persen yang dijadwalkan akan diterapkan per 1 Januari 2025.

    Terlebih, kenaikan PPN dari 11 persen tersebut sudah mendapatkan banyak penolakan di tengah melambatnya konsumsi rumah tangga.

    Salah satu aksi yang bisa dilakukan Prabowo yaitu menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal membatalkan kenaikan tarif tersebut.

    Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther, Rabu (25/12/2024).

    Menurutnya, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut.

    Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Seperti diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai tahun depan.

    Sementara itu, pemerintahan dapat menyesuaikan tarif PPN 12 persen melalui mekanisme APBN Penyesuianan/Perubahan dengan persetujuan DPR RI.

    Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah menerbitkan PP tentang tarif PPN.

    Sebab, tarif PPN 12 % telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yg telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

    Hal ini pun sejalan dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) yang memberikan kewenangan bagi pemerintah untun mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 % atau paling tinggi 15 % .

    Dongkrak Inflasi

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

    Berikut ini fakta tentang PPN 12 persen

    Banyak orang yang mengeluhkan terkait PPN 12 persen.

    Apakah benar PPN 12 persen hanya berlaku untuk gaji di atas Rp 10 juta?

    Baru-baru ini, warganet ramai membahas isu mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang disebut-sebut hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta.

    Diskusi ini dipicu oleh unggahan di media sosial X (Twitter) oleh akun @an**malza dan @nono*en, yang mengklaim bahwa hanya orang bergaji tinggi yang terdampak kenaikan PPN tersebut.

    Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa barang kebutuhan pokok tidak terimbas tarif PPN baru ini.

    Namun, benarkah informasi tersebut? Berikut penjelasan resmi dari pemerintah dan para ahli.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa klaim PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.

    Menurut Dwi, insentif yang diberikan pemerintah berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) memang berlaku untuk pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta, khususnya di sektor industri padat karya. Namun, hal ini berbeda dengan kebijakan PPN.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya dikenai tarif 11 persen,” kata Dwi.

    Dengan demikian, PPN 12 persen berlaku secara umum, termasuk untuk barang dan jasa yang bukan kategori barang mewah.

    Walau pun tarif PPN naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk barang tertentu.

    Beberapa barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri dikenakan PPN 1 persen yang ditanggung pemerintah.

    Artinya, harga barang-barang tersebut tidak akan terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN.

    Dampak PPN 12 Persen bagi Masyarakat

    Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menyebutkan bahwa kenaikan PPN 12 persen akan berdampak pada seluruh kelompok penghasilan, termasuk masyarakat dengan gaji di bawah Rp 10 juta.

    “Kelompok masyarakat miskin bahkan akan menanggung beban lebih besar, dengan pengeluaran tambahan hingga Rp 110.000 per bulan,” jelas Bhima.

    Ia juga menekankan bahwa meskipun kebutuhan pokok tidak dikenakan PPN secara langsung, kenaikan tarif ini tetap memengaruhi harga barang lain seperti BBM dan kendaraan angkutan yang pada akhirnya berdampak pada harga sembako.

    Perbedaan antara PPN dan PPh

    Penting untuk memahami perbedaan antara PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan):

    PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa dalam negeri. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen saat membeli barang atau jasa dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

    PPh dikenakan atas penghasilan individu atau badan usaha, seperti gaji, laba usaha, bunga, dan hadiah. Tarif PPh untuk individu bersifat progresif, sedangkan untuk badan usaha umumnya tetap di 22 persen.

    Klaim bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.

    Kenaikan tarif PPN berlaku secara luas untuk barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11 persen, dengan pengecualian tertentu. 

    Untuk masyarakat berpenghasilan hingga Rp 10 juta, pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP di sektor tertentu sebagai langkah menjaga daya beli.

    Dengan memahami kebijakan ini, masyarakat dapat lebih bijak menyikapi isu pajak yang berkembang.

    Jangan lupa untuk selalu mencari informasi dari sumber terpercaya untuk menghindari kesalahpahaman.

    Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

  • Ekonomi Lagi Lesu, Presiden Prabowo Dinilai Bisa Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen di 2025 – Halaman all

    Ekonomi Lagi Lesu, Presiden Prabowo Dinilai Bisa Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen di 2025 – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto dinilai memiliki kuasa untuk menunda penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025.

    Apalagi, kenaikan PPN dari 11 persen tersebut pada saat ini banyak menuai penolakan, karena memberatkan masyarakat di tengah melambatnya konsumsi rumah tangga.

    Salah satu aksi yang bisa dilakukan Prabowo yaitu menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal membatalkan kenaikan tarif tersebut.

    Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther, Rabu (25/12/2024).

    Menurutnya, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Seperti diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai tahun depan.

    Sementara itu, pemerintahan dapat menyesuaikan tarif PPN 12% melalui mekanisme APBN Penyesuianan/Perubahan dengan persetujuan DPR RI.

    Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah menerbitkan PP tentang tarif PPN. Sebab, tarif PPN 12% telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yg telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

    Hal ini pun sejalan dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) yang memberikan kewenangan bagi pemerintah untun mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% atau paling tinggi 15%.

    Dongkrak Inflasi

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

  • Borok Industri Tekstil Terkuak: 30 Pabrik Tutup, Korban PHK Berjatuhan

    Borok Industri Tekstil Terkuak: 30 Pabrik Tutup, Korban PHK Berjatuhan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia satu per satu terungkap jadi sorotan di tahun 2024. Mulai dari penurunan utilisasi atau kapasitas produksi pabrik, pemutusan hubungan kerja (PHK) beruntun, hingga penutupan pabrik.

    Sebenarnya, kondisi ini bukan terjadi di tahun 2024 saja. Namun, sudah sejak tahun 2022 lampau. Bahkan, secara diam-diam, telah berulang kali ambruk, meski kemudian mampu bangkit lagi.

    Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, saat ini industri TPT nasional mengalami deindustrialisasi tahap 3.

    Tahun 2001 terjadi (deindustrialisasi) karena krisis. Lalu perior 2012-2014 efek FTA (free trade agreement/ perjanjian perdagangan bebas) dengan China. Lalu tahun 2022-2024 imbas pandemi Covid-19, geopolitik global, hingga oversupply China,” katanya kepada CNBC Indonesia, belum lama ini.

    Hal itu disampaikannya merespons pernyataan Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), Edy Priyono.

    Dalam Seminar Nasional – Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi yang ditayangkan kanal Youtube INDEF, Kamis (3/10/2024), Edy mengatakan, seperti yang sering disampaikan para akademisi, pengamat, maupun kritikus, Indonesia memang sudah mengalami deindustrialisasi. Yaitu, kondisi di mana sektor industri pengolahan (manufaktur) tak lagi menjadi pendorong utama ekonomi RI. Disertai penurunan kontribusinya terhadap PDB nasional.

    Edy memaparkan, deindustrialsiasi dini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2001.

    Disebutkan, selama 10 tahun pemerintahan, pertumbuhan industri manufaktur selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Sehingga, kontribusi manufaktur terus menurun hingga pada tahun 2023 hanya 18,67%.

    “Memang ada, gejala deindustrialisasi dini,” katanya, dikutip Selasa (8/10/2024).

    Sementara itu, Redma memaparkan, sejak tahun 2022, setidaknya sudah ada 1 juta orang yang jadi korban PHK di industri TPT nasional.

    “Dari total 1 juta yang PHK itu sekitar 50% adalah pekerja di industri garmen, disusul pabrik tenun, spinning. Jadi Permendag ini harus diimplementasikan betul,” katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (19/3/2024).

    Perlambatan ekonomi dunia yang menyebabkan anjloknya permintaan di pasar-pasar ekspor utama produk TPT Indonesia jadi salah satu pemicu maraknya PHK. Ditambah lagi, serbuan barang TPT impor, baik legal maupun ilegal, sehingga mengikis porsi pasar bagi industri di dalam negeri.

    “Sejak kuartal keempat tahun 2022, PHK di industri tekstil itu ada mencapai 1 juta sebenarnya. Itu kalau kita hitung dari utilisasi pabrik,” ujarnya.

    “Waktu utilisasi kita 80%, tenaga kerja langsung itu ada 3,7 juta orang. Ini di industri TPT ya. Ketika kemarin turun ke 45%, sebenarnya tenaga kerja itu berkurangnya ada 1 juta orang. Ini sejak tahun 2022,” paparnya.

    “Kan tidak mungkin dari utilisasi yang 80% turun jadi 45%, tenaga kerja yang berkurang hanya 50%,” sambung Redma.

    Dalam 2 tahun terakhir, sebutnya, sudah banyak pabrik tutup. Dia pun menyebut, ada 30 pabrik bergerak di sektor TPT yang sudah tutup.

    “Terbaru ada BUMN, PT Primissima, yang baru tutup kemarin. Jadi sudah ada 30 pabrik tutup, berhenti produksi. Ada memang yang merelokasi sebagian pabriknya,” kata Redma.

    “Masih banyak industri yang terdampak namun tidak melaporkan,” kata Redma.

    Penutupan pabrik tersebut menyebabkan lebih dari 11.207 orang pekerja kehilangan pekerjaannya. Angka ini belum mencakup secara total keseluruhan PHK karena ada perusahaan yang jumlah PHK-nya tidak diketahui.

    Berikut daftar 30 perusahaan TPT yang tutup-berhenti produksi sejak triwulan II tahun 2022, mengutip data APSyFi (per 6 November 2024):

    1. PT LAWE ADYAPRIMA
    2. PT GRAND PINTALAN
    3. PT CENTEX – SPINNING MILLS
    4. PT DAMATEX
    5. PT ARGO PANTES -BEKASI
    6. PT ASIA CITRA PRATAMA
    7. PT KAHA APOLLO UTAMA
    8. PT MULIA CEMERLANG ABADI
    9. PT LUCKY TEKSTIL (PHK 100 ORG)
    10. PT GRAND BEST (PHK 300 ORG)
    11. PT DELTA MERLIN TEKSTIL I DUNIATEX GRUP (PHK 660 ORG)
    12. PT DELTA MERLIN TEKSTIL II DUNIATEX GRUP (PHK 924 ORG)
    13. PT PULAUMAS TEKSTIL (PHK 460)
    14. PT TUNTEX (TUTUP & PHK 1163 orang)
    15. AGUNGTEX GRUP (2000-an orang dirumahkan)
    16. PT KABANA (PHK 1200-an)
    17. PT PISMATEX (PAILIT & PHK 1700-an)
    18. PT SAI APAREL (relokasi sebagian)
    19. PT ADETEX (500-an dirumahkan)
    20. PT NIKOMAS (bertahap ribuan pekerja)
    21. PT CHINGLUH (2000-an pekerja)
    22. PT HS APAREL (tutup)
    23. PT STARPIA (tutup)
    24. PT DJONI TEXINDO
    25. PT EFENDI TEXTINDO
    26. PT FOTEXCO BUSANA INTERNATIONAL
    27. PT WISKA SUMEDANG (tutup & PHK 700-an)
    28. PT ALENATEX (tutup & PHK 700-an)
    29. PT KUSUMA GROUP (3 perusahaan tutup & PHK 1500-an)
    30. PT PRIMISSIMA (PHK 402 orang).

    Industri Tekstil RI Terancam Punah?

    Terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Benny Soetrisno mengusulkan 3 jurus utama yang dinilai strategis akan mencegah keruntuhan industri TPT nasional yang kini sudah sistemik.

    Di mana, industri TPT yang tumbang tak lagi di hilir, tapi mulai menular ke pabrik yang semakin hulu.

    Dia mengatakan, penyebab petaka sistemik yang terjadi di industri TPT nasional adalah membanjirnya barang-barang impor asal China, baik legal maupun ilegal.

    “Produk hilir dibanjiri impor dari China, baik legal maupun ilegal. Sehingga industri hilir tekstil banyak yang tutup dan tidak membeli bahan baku dari industri hulu dalam negeri,” kata Benny kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (5/11/2024).

    “Kalau dibiarkan, akan tidak ada lagi industri TPT di negeri ini. Yang ada tinggal konsumen TPT,” tukasnya.

    Sebelumnya, mengutip catatan satu serikat pekerja saja, yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), sejak awal tahun hingga September 2024 sudah ada 15.114 orang pekerja yang jadi korban PHK di industri TPT nasional.

    Mulai dari pabrik hilir hingga bahan baku seperti kain.

    Ini belum termasuk pabrik lain yang PHK karena efisiensi atau tutup, yang dinyatakan pailit, atau tutup sementara, yang bukan tempat anggota KSPN bekerja.

    (dce/dce)

  • Ekonomi 8% Sulit Tercapai Gegara Kabinet Gemuk, RI Perlu Tiru Argentina-Vietnam

    Ekonomi 8% Sulit Tercapai Gegara Kabinet Gemuk, RI Perlu Tiru Argentina-Vietnam

    Jakarta

    Gemuknya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai akan menghambat target pertumbuhan ekonomi 8%. Pasalnya banyak peraturan yang perlu disesuaikan sehingga program yang ada tidak bisa dikebut sejak awal.

    Prabowo sudah melantik 109 menteri dan wakil menteri. Jumlah kementerian Prabowo tercatat 48 atau bertambah dari era Presiden ke-7 Joko Widodo yang sebanyak 34.

    “Sebelum pelantikan kabinet itu saya sempat optimis dalam 5 tahun, 8% itu tercapai. Cuman setelah ada pelantikan kabinet dan jumlah anggotanya melebihi 100 orang, saya sampaikan bahwa itu jadi imajinatif pertumbuhan 8%,” ujar ekonom Indef, Ariyo DP Irhamna dalam diskusi virtual, Senin (23/12/2024).

    “Karena dengan banyaknya kabinet ini, pemecahan, pemerintah tidak bisa gas di awal. Jadi akan banyak penyesuaian peraturan yang dulu disusun oleh pemerintah sebelumnya itu perlu penyesuaian,” tambah dia.

    Jokowi dulu membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional yang diketuai Menko Marves. Namun Kemenko Marves kini sudah tidak ada sehingga Perpres yang mengatur itu harus disesuaikan terlebih dahulu. Akibatnya terjadi saling tunggu antar kementerian/lembaga.

    Pada kesempatan itu ia membandingkan Argentina dan Vietnam justru merampingkan kabinetnya. Hal itu dipandang positif oleh dunia dan memberi efek positif juga bagi perekonomian.

    Argentina yang sempat terpuruk pada 2023 tapi kini mulai bangkit berkat adanya reformasi birokrasi. Presiden Argentina yang baru, Javier Milei memangkas jumlah kementeriannya dari 19 jadi 8.

    “Argentina ini memiliki presiden baru di 2023 yang sangat nyentrik. Jadi ketika dia terpilih dia langsung memangkas jumlah kementeriannya dari 19 jadi 18. Ini banyak dibahas di World Bank, OECD, jadi pemicu peningkatan aktivitas pertumbuhan ekonomi, di Argentina ini salah satunya adalah reformasi birokrasi,” terang Ariyo.

    Sejalan dengan adanya reformasi birokrasi maka hal itu juga memberi kepercayaan bagi investor. Menurutnya langkah yang diambil Argentina kini dicontek berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS).

    Presiden AS terpilih, Donald Trump menunjuk bos Tesla Elon Musk menjadi pemimpin Dewan Efisiensi Pemerintahan. Hal itu disebut bertujuan memangkas pengeluaran dan birokrasi yang tidak efektif di AS.

    “Tidak hanya berhenti di AS, negara tetangga juga, kita tahu semua, Vietnam baru-baru saja dia menurunkan PPN dan memangkas birokrasi dan kementeriannya dan jumlah ASN. Jadi ini tren baru, tapi kita tahu Pemerintahan Prabowo sekarang bukan memangkas justru menambah jumlah kementerian,” bebernya.

    Di sisi lain, tantangan mengejar target pertumbuhan ekonomi juga datang dari kemampuan pemerintah mendatangkan investasi. Menurut Head for Center of Sharia Economic INDEF, Dr. Handi Risza, Indonesia butuh tambahan investasi Rp 13-14 ribu triliun dalam 5 tahun mendatang.

    Artinya pertumbuhan investasi harus menyentuh 11-19% dan tidak boleh hanya 5-6%. Investasi nantinya akan berperan terhadap 30% pertumbuhan ekonomi.

    “Jadi kalau mencapai angka Rp 13-14 ribu triliun itu harus ditargetkan pertumbuhannya 11-19%. Nggak boleh hanya 5-6% pertumbuhan investasinya,” tutupnya.

    (ara/ara)

  • Cara Genjot Produksi Susu Demi Program Makan Bergizi Gratis

    Cara Genjot Produksi Susu Demi Program Makan Bergizi Gratis

    Jakarta

    Kebutuhan susu dalam negeri saat ini 80% masih dipenuhi secara impor. Pemerintah dan industri perlu kerja keras untuk mendorong produktivitas seiring kebutuhan susu yang meningkat akan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Peneliti senior sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan. Pertama, impor sapi perah untuk meningkatkan produksi.

    “Sapi yang untuk perahnya, indukan sapi yang buat perah itu kita impor. Pola itu yang kemudian mungkin dilakukan karena kita memang existing sekarang impornya sudah besar, ke depannya memang harus dikurangi,” kata Tauhid kepada detikcom, Minggu (22/12/2024).

    Tauhid menyebut kondisi eksisting produksi susu sapi Tanah Air kini berada di kisaran 1 juta ton atau setara dengan 21%. Sedangkan, impor susu sapinya ada di kisaran 3,7 juta ton atau setara dengan 79%.

    “Padahal sampai 2029, kebutuhannya (susu sapi) bisa dua kali lipat, sekitar 8,5 juta ton. Ini bertahap tentu saja ya, karena kita kan bertahap 8,5 juta ton di mana susu segar itu dari dalam negeri mungkin 4,9 juta ton sampai 2029, dan impor itu 3,6 juta ton. Artinya, dengan situasi ini, ketergantungan impornya masih tinggi,” bebernya.

    Kedua, industri dalam negeri harus memperluas skala bisnisnya. “Mulai dari tempat untuk rumputnya, tempat untuk ternaknya, membangun infrastruktur dan sebagainya,” ucapnya.

    Ketiga, dari sisi pemerintah harus memberikan dorongan fasilitas pembiayaan bagi industri susu sapi dalam negeri.

    “Karena begini, untuk menambah kapasitas susu dalam negeri tidak mudah, ini butuh sekian (anggaran). Itu kan bisnisnya peternak juga menanggung, misalnya peternak butuh indukan, dia harus siapkan uangnya. Uangnya dari mana? Itu juga tidak gratis. Pemerintah bisa datangkan (indukan sapi perah impor), tapi peternak harus beli indukan sapi perahnya,” jelasnya.

    Menurut Tauhid, butuh waktu untuk Indonesia memenuhi kebutuhan susu di dalam negeri. Untuk itu, di tahun-tahun pertama diyakini masih akan ada impor susu untuk mensukseskan program MBG.

    “Itu butuh waktu, jadi mungkin di tahun pertama hingga tahun kedua itu belum cukup, pasti kita masih ada importasi susu. Akan tetapi mungkin kalau ada dukungan anggaran untuk infrastruktur, mungkin saja itu bisa dilakukan,” terangnya.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menambahkan bahwa susu bisa diganti dengan protein hewani atau nabati bagi daerah yang sulit dijangkau peternak susu.

    “Daerah pesisir kan ada ikan laut dan berbagai jenis produk perikanan yang potensial menjadi pasokan protein hewani untuk MBG. Sekolah di pinggir laut menunya mungkin berbeda dengan daerah basis peternakan sapi perah, tetapi kandungan gizinya yang perlu dipastikan merata,” beber Bhima.

    (aid/kil)

  • Indonesia Siap Jadi Pemain Global Hilirisasi Tembaga

    Indonesia Siap Jadi Pemain Global Hilirisasi Tembaga

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berada pada posisi strategis dalam tren transisi energi global dengan mengembangkan industri hilirisasi tembaga. Langkah ini dinilai mampu mendukung teknologi rendah karbon sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.

    Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat bahwa ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia telah berkembang secara signifikan dan memiliki potensi strategis besar untuk menjawab kebutuhan pasar global.

    Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti menyebut Indonesia menempati posisi ke-10 dengan kepemilikan sekitar 3% dari total cadangan tembaga dunia, setara dengan 24.000 ton.

    ”Sejajar dengan China dan berada di atas negara-negara seperti Kazakhstan, Zambia, dan Canada. Sisa cadangan global sebesar 22% tersebar di berbagai negara lainnya. Meskipun bukan merupakan pemilik cadangan tembaga terbesar, posisi Indonesia cukup strategis dalam industri tembaga global. Besarnya cadangan yang dimiliki memberikan fondasi kuat bagi Indonesia untuk mengembangkan industri tembaga yang terintegrasi dan berkelanjutan. Posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia menunjukkan potensi signifikan dalam industri tembaga global,” kata Esther.

    Seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi rendah karbon, kebutuhan global terhadap tembaga terus meningkat. Industri kendaraan listrik menjadi salah satu pendorong utama permintaan, mengingat teknologi ini membutuhkan logam tembaga dalam jumlah signifikan.

    Selain itu, pengembangan energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin, serta digitalisasi infrastruktur, memperkuat peran tembaga sebagai bahan strategis.

    ”Tren ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat sektor hilir tembaga melalui peningkatan nilai tambah. Dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat hingga produksi kabel listrik dan komponen kendaraan listrik, setiap tahapan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,” kata Esther menjelaskan.

    Esther menekankan bahwa Indonesia memiliki kepastian pasar untuk investasi jangka panjang dalam hilirisasi tembaga. Pengembangan produk seperti komponen kendaraan listrik, sistem penyimpanan energi, dan infrastruktur energi pintar dinilai strategis untuk memperkuat daya saing nasional.

    Keberhasilan ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang menciptakan ekosistem industri terintegrasi. Implementasi UU Minerba menjadi salah satu pendorong utama terbentuknya rantai pasok yang kuat antara sektor hulu dan hilir.

    “Kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan inovasi teknologi menjadi kunci transformasi industri tembaga di Indonesia. Transformasi sektor tembaga melalui hilirisasi diproyeksikan memberikan dampak signifikan, baik dalam peningkatan nilai ekspor maupun penciptaan lapangan kerja. INDEF mencatat bahwa sektor ini dapat menghasilkan ratusan ribu lapangan kerja baru dan memberikan kontribusi signifikan terhadap GDP nasional,” ujar Esther.

    Selain itu, dengan meningkatnya kebutuhan global terhadap produk teknologi rendah karbon, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok global.

    Langkah ini tidak hanya memperkuat perekonomian domestik tetapi juga memposisikan Indonesia sebagai pemimpin regional di sektor teknologi hijau.

    Sebagai contoh PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menyelesaikan pembangunan smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas input 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.

    Smelter ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024, menandai langkah signifikan dalam hilirisasi industri tembaga di Indonesia. Smelter ini merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia yang dapat menghasilkan sekitar 600.000 hingga 700.000 ton katoda tembaga per tahun.

    Selain itu, Indonesia memiliki smelter tembaga dan fasilitas pemurnian logam mulia di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) di Bawah naungan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMAN).

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga turut memuji smelter tersebut karena menciptakan lapangan pekerjaan dan menaikkan pendapatan negara.

    “Lapangan kerjanya pun udah paten. Pendapatan negara udah mulai naik. Harapan kita besok pengusaha nasional yang sudah dikasih izin tambang, kalau tidak bangun smelter, saya akan tinjau aja, harus dipaksa bangun smelter,” kata Bahlil.

  • Hilirisasi Tembaga Dorong Pertumbuhan Strategis di Indonesia

    Hilirisasi Tembaga Dorong Pertumbuhan Strategis di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) melalui kajian terbarunya mengungkapkan perkembangan positif dalam pembentukan ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia. Temuan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, dalam paparan hasil kajian di Jakarta hari ini.

    “Indonesia memiliki posisi strategis dalam peta tembaga global dengan kepemilikan sekitar 3% dari cadangan tembaga dunia. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia dan produsen tembaga terbesar di Asia Tenggara,” ungkap Esther.

    Menurut kajian INDEF, momentum ini diperkuat dengan tren global menuju transisi hijau yang membuka peluang besar bagi Indonesia. Konsumsi tembaga global diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2035 dengan pertumbuhan rata-rata 14% sejak 2016, terutama didorong oleh perkembangan industri kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan.

    “Hilirisasi tembaga memiliki nilai strategis yang signifikan. Peningkatan nilai tambah dari hulu ke hilir sangat substansial, mulai dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat yang meningkat 2 kali lipat, hingga produk akhir berupa kabel listrik yang bisa mencapai 71 kali lipat nilai tambah,” jelas Esther.

    Dari sisi ekonomi, pengembangan industri hilir tembaga memiliki potensi dampak yang besar, mulai dari nilai ekspor yang mencapai 282 juta USD, penciptaan lapangan kerja (253.583 lapangan kerja) dengan kontribusi terhadap GDP sebesar 34,9 juta USD.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, menekankan bahwa hilirisasi tembaga wajib memberikan manfaat kepada negara. Menurutnya hal itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    “Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” katanya.

    Selain itu INDEF mencatat bahwa pembentukan ekosistem menjadi aspek krusial dalam pengembangan hilirisasi industri tembaga.

    “Tanpa adanya ekosistem yang terintegrasi, sulit untuk mendorong hilirisasi karena membutuhkan keterkaitan antar sektor yang kuat,” kata Esther.

    Kajian INDEF menunjukkan bahwa ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia mulai terbentuk dengan baik, terutama setelah implementasi UU Minerba. Hal ini terlihat dari terbentuknya rantai nilai yang melibatkan berbagai aktor utama, dari produsen hulu hingga pemain hilir, termasuk industri kabel listrik.

    “Peran negara melalui kebijakan yang tepat terbukti krusial dalam membentuk ekosistem hilirisasi. Ini membuktikan pentingnya state-led development dalam transformasi industri. Kebijakan pemerintah telah berkembang dari penetapan dasar hukum hingga penguatan ekosistem industri yang terintegrasi, dengan fokus pada keberlanjutan dan inovasi teknologi,” kata Esther menjelaskan.

    Seperti diketahui, salah satu Langkah strategis yang dilakukan pemerintah melalui PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah dengan membangun smelter baru di Gresik, Jawa Timur.

    Smelter ini, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024, merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain single-line terbesar di dunia, mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi sekitar 600.000 ton katoda tembaga.

    Investasi sebesar Rp58 triliun dalam pembangunan smelter ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pengolahan tembaga nasional tetapi juga membuka peluang bagi tumbuhnya industrialisasi di Indonesia, khususnya di area Gresik, Jawa Timur. Beroperasinya smelter ini diperkirakan akan menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja, terdiri dari 1.200 pekerja kontraktor dan 800 karyawan PTFI.

  • Ekonom Senior Sarankan Pengembangan Bioethanol Harus dengan Harga Terjangkau – Halaman all

    Ekonom Senior Sarankan Pengembangan Bioethanol Harus dengan Harga Terjangkau – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengembangan bioethanol harus dilakukan untuk mendukung transisi energi.

    Hanya saja, dalam kondisi penciptaan pasar seperti sekarang, harga jual bioetanol harus terjangkau masyarakat.

    “Dengan meningkatnya tuntutan peduli lingkungan yang kuat, pengembangan bioethanol harus tetap dilakukan. Tetapi, marketnya harus dicari dulu. Nah, dalam kondisi creating market, salah satunya adalah dengan harga yang terjangkau masyarakat. Kalau harga bioethanol terlalu mahal, lama-lama masyarakat kosong. Tak ada yang mau beli,” kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad dalam pernyataannya kepada wartawan, Jumat(20/12/2024) di Jakarta.

    Karena itulah, menurut Tauhid, pemerintah harus ’berkorban’. Selain meniadakan pajak ethanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN), Pemerintah juga bisa memberikan subsidi dan berbagai insentif agar harga bioethanol terjangkau.

    Hal lain yang bisa dilakukan untuk menciptakan pasar bioethanol, lanjut Tauhid adalah dengan mendorong lingkungan bisnis menggunakan BBN tersebut.

    Tauhid mencontohkan, jika perusahaan ingin memperoleh sertifikat ESG, maka kendaraan operasional harus menggunakan bioethanol. Menurutnya, cara itu akan mendorong penggunaan bioethanol sehingga pasarnya akan membesar.  

    Tauhid juga mendukung perlunya diversifikasi bahan baku. Upaya tersebut bisa dilakukan, agar bioethanol juga bisa diproduksi dengan harga jual yang terjangkau.

    ”Bisa saja diversifikasi, asal perhitungan ekonominya masuk. Selain itu, pabrik etanolnya tidak jauh dari lahan bahan baku sehingga biaya transportasi juga bisa ditekan,” pungkas Tauhid.

    Pemerintah memang menyatakan keseriusan dalam pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Selain memastikan bahwa ethanol yang digunakan untuk keperluan bahan bakar tidak akan dikenakan cukai, upaya juga dilakukan melalui penekanan harga produksi.

    Seperti disampaikan Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM Efendi Manurung, Pemerintah tidak menutup kemungkinan akan memberi dukungan mulai dari hulu, antara lain pembibitan tebu dan pemupukan.

    “Keseriusan itu artinya, harganya bisa kita tekan kalau kita berikan dukungan mulai dari hulu, pembibitan, pemupukan, unit produksi dan sebagainya. Sehingga nanti di produk akhir, harganya bisa lebih kompetitif dengan harga BBM fosil yang disubsidi,” ujar Efendi sebelumnya, pada acara diskusi publik di Jakarta beberapa waktu lalu.

    Dukungan yang dimaksud, kata Efendi, Pemerintah memberikan subsidi pada setiap tahapan prosesnya. Subsidi diberikan, mulai hulu sehingga mencapai harga keekonomian saat dijual ke pasar.

    Terkait dukungan tersebut, Efendi mengatakan, posisi Pemerintah saat ini masih menerima semua masukan, baik dalam bentuk hasil riset maupun pendapat ahli. “Kita masih mendorong riset-riset bioetanol generasi kedua, ketiga dan seterusnya,” ujar Efendi.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi juga memastikan, bahwa ethanol yang digunakan untuk keperluan bahan bakar tidak akan dikenakan cukai. “Jadi kemarin dengan Kementerian Keuangan masalah cukai itu kalau digunakan untuk fuel sudah jelas nggak, tanpa cukai. Jadi sudah jelas tanpa cukai,” kata Eniya saat itu.