NGO: INDEF

  • 2 Hari Lagi PPN 12 Persen Diterapkan, Mudah Bagi Presiden Prabowo Batalkan Jika Ada Kemauan – Halaman all

    2 Hari Lagi PPN 12 Persen Diterapkan, Mudah Bagi Presiden Prabowo Batalkan Jika Ada Kemauan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua hari lagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dari sebelumnya 11 persen akan diterapkan, tepatnya pada 1 Januari 2025.

    Kenaikan PPN 12 persen merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    UU tersebut lahir era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024, yang telah disahkan melalui Sidang Paripurna pada Kamis (7/10/2024).

    UU HPP mengamanatkan pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. 

    Tarif pajak 11 persen ini mulai berlaku pada 1 April tahun 2022. 

    Kemudian, pemerintah akan menaikkan kembali tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025. 

    Adapun fraksi yang menyetujui UU HPP adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS. 

    Mudah Dibatalkan Prabowo 

    Presiden Prabowo Subianto dinilai dapat dengan mudah membatalkan kenaikan PPN 12 persen di awal 2025, jika ada kemauan politik atau political will.

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 memang telah diatur dalam UU HPP.

    Namun, mengubah ketentuan itu hanya butuh kemauan politik dari Presiden Prabowo untuk mengajukan inisiatif perubahan ke DPR 

    “Presiden dapat dukungan penuh DPR. 1000 persen DPR tegak lurus ke Prabowo, termasuk PDI-P,” kata Adi yang dikutip dari Kompas.com, ditulis kembali Senin (30/12/2024). 

    Dalam pasal 7 ayat (3) UU HPP, diatur bahwa tarif PPN dapat diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. 

    Selanjutnya, dalam pasal 7 ayat (4) UU HPP disebutkan bahwa perubahan tarif PPN diatur dengan peraturan pemerintah, setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN. 

    “Kalau mau diubah itu peraturan kan mudah. Merem saja beres. Mumpung Istana-DPR akur,” sambungnya. 

    Menurut Adi, jika ada niat untuk mengubah aturan terkait kenaikan PPN 12 persen, mestinya semudah membalik telapak tangan, mengingat mayoritas fraksi di DPR adalah pendukung koalisi pemerintah. 

    Dengan demikian, rakyat tidak lagi disuguhi narasi saling menyalahkan. “Kan, di negara ini tak ada yang sulit mengubah aturan dalam waktu kilat,” ujarnya. 

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther.

    Ia menyebut, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Demo Tolak PPN 12 Persen

    Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan PPN 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/12/2024). 

    Aksi penolakan ini dilakukan karena mahasiswa menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan solusi, tapi ancaman bagi rakyat kecil. 

    Mahasiswa beranggapan, kebutuhan hidup saat ini semakin mahal dan merugikan semua elemen masyarakat.

    Dongkrak Inflasi

    sosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

    Prediksi angka inflasi naik pada tahun akibat PPN 12 persen juga diungkap oleh peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (INDEF) Ahmad Heri Firdaus.

    Ia mengatakan, pada April 2022 ketika PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, angka inflasi di bulan tersebut ikut meningkat.

    “Ini waktu bulan April 2022 ya ketika terjadi kenaikan PPN dari 10 persen jadi 11 persen ya, dampak yang terjadi pada saat itu adalah inflasi yang terjadi cukup tinggi,” katanya dalam diskusi daring bertajuk “PPN Naik, Beban Rakyat Naik”, Rabu (20/3/2024).

    Saat itu, inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen. Dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (Year on Year/YoY), angkanya meningkat 3,47 persen.

    Menurut Heri, jika melihat dari apa yang terjadi pada April 2022, ada kemungkinan angka inflasi pada bulan di mana PPN dinaikkan di tahun 2025 bisa lebih tinggi.

    “Nah, jadi kira-kira arahnya tuh nanti akan seperti ini ya, di mana nanti inflasi bisa mencapai lebih dari 0,90 persen,” katanya.

    Kemudian, berdasarkan kelompok pengeluaran, andil inflasi disumbang paling banyak dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Pada April 2022, kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,46 persen.

    Nantinya ketika PPN naik pada 2025, Heri memandang kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga akan menjadi penyumbang utama inflasi di bulan tersebut.

    Menurut Heri, hal itu karena sebagian masyarakat, contohnya golongan menengah bawah, 80-90 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

    Jika ada kenaikan inflasi yang besar di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, Heri menilai akan sangat memukul perekonomian atau daya beli masyarakat menengah ke bawah.

    “Nah ini yang terjadi pada 2022. Jadi inflasi tinggi disumbang salah satunya oleh kenaikan PPN dari 10 ke 11 [persen] ya, meskipun memang banyak faktor lain sepanjang tahun 2022,” ujarnya.

    Prabowo Baru Sekali Bersuara Soal PPN

    Meski banyak penolakan, Prabowo diketahui baru memberikan komentar satu kali secara jelas terkait kenaikan PPN jadi 12 persen.

    Prabowo mengatakan kenaikan tarif PPN akan akan berlaku selektif. 

    Kenaikan tarif PPN yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang mewah saja.

    Hal itu disampikan Prabowo sebelum meninggalkan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat malam, (6/12/2024).

    “Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    “Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” Imbuhnya.

    Presiden Prabowo memastikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan membebani rakyat kecil. Menurutnya rakyat kecil tetap terlindungi dari kenaikan tarif PPN.

    “Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya,” katanya.

     

  • Ekonom Prediksi Ekonomi Syariah 2025 Tertekan Konflik Geopolitik

    Ekonom Prediksi Ekonomi Syariah 2025 Tertekan Konflik Geopolitik

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pertumbuhan ekonomi syariah pada 2025 diproyeksi akan dibayangi geopolitik global seperti konflik Rusia-Ukraina serta serangan Israel ke Gaza.

    “Tantangan seperti konflik Rusia, Ukraina, perang Israel di Gaza, dan kerentanan sektor keuangan terus berdampak pada outlook ekonomi,” kata Ekonom CSED INDEF Hakam Naja dalam Diskusi Publik Outlook Ekonomi Syariah “Outlook Ekonomi Syariah 2025: Kontribusi Ekonomi Syariah untuk Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen”, Jumat (27/12).

    Hakam mengatakan perekonomian ke depan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah baik di negara-negara berkembang maupun negara maju.

    Hal itu setidaknya bisa terlihat dari pertumbuhan ekonomi global yang melambat menjadi 3,5 persen pada 2022 dan 3,3 persen pada 2023, karena bank sentral fokus pada penurunan inflasi.

    Namun, potensi besar ekonomi syariah di Indonesia dengan populasi Muslim yang sangat banyak yang selama ini belum dioptimalkan, sambungnya, bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8 persen pada 2028.

    “Ekosistem ekonomi syariah dan industri halal melalui pembangunan ekosistem yang mensinergikan sektor keuangan dan perbankan syariah dengan industri halal sebagai kunci keberhasilan pembangunan nasional berkelanjutan,” katanya.

    Senada, Wakil Kepala CSED INDEF Handi Risza mengatakan sebagai upaya mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen dibutuhkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Salah satunya berasal dari ekonomi dan keuangan syariah.

    Namun, ekonomi syariah menghadapi berbagai tantangan di antaranya permodalan yang terbatas; minimnya kebijakan dan insentif; potensi dana sosial keagaaman yang terdapat dalam Ziswaf belum banyak diberdayakan secara optimal; minimnya kesiapan entitas bisnis syariah dalam menyambut tren dan perkembangan industri halal global; dan belum adanya regulasi yang mengatur secara komprehen

    “Hal yang perlu diperhatikan untuk penguatan ekonomi dan keuangan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional adalah peningkatan posisi keuangan syariah Indonesia di tingkat global; peningkatan peran keuangan sosial syariah dalam rangka pengentasan kemiskinan, penguatan ekosistem industri halal terutama makanan dan minuman, fesyen muslim; dan penguatan literasi, regulasi, kelembagaan serta infrastruktur pendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah,” katanya.

    (fby/agt)

  • Jelang Akhir 2024, Masalah Fiskal dan Pembengkakan Utang Indonesia jadi Sorotan

    Jelang Akhir 2024, Masalah Fiskal dan Pembengkakan Utang Indonesia jadi Sorotan

    JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini turut menyoroti permasalahan fiskal yang semakin membebani perekonomian Indonesia, terutama terkait dengan pembengkakan utang negara.

    Menurut Didik, utang Indonesia terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, baik dari segi persentase terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) maupun nominalnya.

    Didik menyampaikan dari tahun 2010 hingga 2024, rasio utang Indonesia terhadap PDB mengalami kenaikan dari 26 persen menjadi 38,55 persen. Pada September 2024, total utang pemerintah tercatat mencapai Rp8.473,90 triliun.

    “Di luar permasalahan sektoral, ada masalah fiskal yang kita hadapi, yakni utang dari tahun ke tahun terus membengkak dari persentase, apalagi nominalnya. Dari tahun 2010 sampai dengan 2024 rasio utang Indonesia terhadap PDB terus naik dari 26 persen menjadi 38,55 persen. Total utang pemerintah sebesar Rp8.473,90 triliun per September 2024,” jelasnya dalam keterangannya, Jumat, 27 Desember.

    Didik menyebutkan bahwa kondisi ini mencerminkan praktik kebijakan dan ekonomi politik utang yang tidak sehat, di mana pemerintah terus memaksimalkan anggaran tanpa kendali yang memadai, sehingga menambah beban utang yang terus membengkak.

    Dia juga mengkritik politik anggaran yang mencerminkan kelemahan demokrasi dan kontrol politik yang lemah selama satu dekade terakhir dan juga menyoroti dampak dari tingginya utang ini terhadap kebijakan suku bunga.

    “Karena seantero dunia sudah tahu pemimpin di Indonesia kemaruk (bergantung pada) utang, maka tingkat suku bunga tergerak naik tidak masuk akal. Suku bunga obligasi utang ini paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN,” ujarnya.

    Didik menyampaikan tingkat suku bunga Indonesia pun terpaksa dinaikkan hingga mencapai 7,2 persen, yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya dengan konsekuensi harus dibayar yang menguras pajak rakyat dalam jumlah yang besar.

    Menurut Didik tingkat suku bunga Indonesia tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand (2,7 persen), Vietnam (2,8 persen), Singapura (3,2 persen), dan Malaysia (3,9 persen) suku bunga obligasi Indonesia tergolong sangat tinggi. Hal ini terjadi karena Indonesia terus menarik utang baru setiap tahunnya, dengan nilai penarikan utang melebihi Rp1.000 triliun per tahun.

    “Akibatnya kualitas belanja memburuk. Porsi membayar bunga utang menjadi paling besar dari seluruh belanja kementrian negara,” ucapnya.

    Didik mencatatkan bahwa porsi anggaran untuk membayar bunga utang semakin besar, sehingga menggerogoti belanja kementerian negara. Pada tahun 2014, porsi pembayaran bunga utang hanya sekitar 11,09 persen dari total belanja, namun pada tahun 2024 diperkirakan akan meningkat menjadi 20,10 persen.

    “Secara terus-menerus dan akan terkena dampaknya pada pemerintahan Prabowo,” tuturnya.

    Didik menyampaikan belanja non-produktif juga semakin mendominasi anggaran, sementara belanja produktif semakin menyusut. Pada tahun 2014, porsi belanja pegawai dan belanja barang sekitar 34 persen, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 36 persen pada 2024.

    Didik juga memperingatkan bahwa setiap tahunnya, Indonesia harus mengalokasikan sekitar Rp441 triliun dari pajak rakyat hanya untuk membayar bunga utang, tanpa memperhitungkan pokok utang itu sendiri.

  • Ekonom dukung ekonomi syariah jadi proyek nasional pada RAPBN 2026

    Ekonom dukung ekonomi syariah jadi proyek nasional pada RAPBN 2026

    Ekonomi syariah harus menjadi program unggulan, proyek strategis nasional. Itu tentu dipikirkan apa, apakah destinasi wisata atau kawasan ekonomi khusus

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom dan Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina Handi Risza menyatakan bahwa pengembangan ekonomi syariah sebaiknya dijadikan proyek strategis nasional (PSN) dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) maupun RAPBN 2026.

    Hal tersebut untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional agar mencapai target 8 persen dalam lima tahun ke depan sesuai visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Ekonomi syariah harus menjadi program unggulan, proyek strategis nasional. Itu tentu dipikirkan apa, apakah destinasi wisata atau kawasan ekonomi khusus,” kata Handi Risza dalam webminar INDEF yang diikuti dari Jakarta, Jumat.

    Ia mengatakan bahwa pemerintah juga perlu menambah jumlah bank syariah BUMN di Indonesia selain BSI untuk mengoptimalkan layanan jasa keuangan di berbagai sektor prioritas.

    Pemerintah juga sebaiknya memberikan insentif yang dapat dimanfaatkan khusus oleh pelaku ekonomi syariah serta memperkuat kelembagaan keuangan syariah.

    Menurut dia, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia harus selalu mengikuti hal yang menjadi tren di masyarakat, tidak hanya sebatas inisiatif pemerintah.

    “Ini perpaduan antara perkembangan di tengah-tengah masyarakat, dalam hal ini dunia akademisi, komunitas, dan juga institusi keuangan, dengan kebijakan pemerintah dalam membuat aturan atau regulasi,” ujar Handi.

    Ia mengatakan bahwa hal tersebut diperlukan agar ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pembangunan ekonomi nasional serta untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.

    “Jadi, tidak ada lagi isu dikotomi antara syariah dan non-syariah atau konvensional, tapi ini sudah menjadi sistem tersendiri yang akan memperkuat stabilitas ekonomi makro Indonesia,” ucapnya.

    Untuk mewujudkan hal tersebut, Handi menyatakan, pemerintah perlu memastikan kesiapan masyarakat, baik sebagai nasabah maupun penyedia jasa keuangan, serta segala infrastrukturnya, termasuk regulasi, sarana transaksi, serta lembaga riset keuangan.

    Selain itu, skema pembiayaan syariah untuk sektor publik maupun non-publik juga perlu diperluas dan diperdalam, sehingga kompatibel dengan perkembangan sektor pembiayaan saat ini.

    “Tentu kita berharap ekonomi syariah dapat menjadi salah satu pengungkit pertumbuhan ekonomi yang menjadikan kita sebagai negara maju,” imbuhnya.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • INDEF Ramal Ekonomi RI Stagnan 5% di 2025, Ini Penyebabnya

    INDEF Ramal Ekonomi RI Stagnan 5% di 2025, Ini Penyebabnya

    Jakarta, FORTUNE –  Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia akan stagnan di level 5 persen  pada tahun 2025.

    Ekonom Senior INDEF, Didik J. Rachbini menyatakan bahwa ekonomi yang stagnan ini disebabkan oleh absennya kebijakan Pemerintah yang akan melepaskan jebakan deindustrialisasi dini.

    “Alasannya selama ini tidak ada strategi kebijakan yang berhasil melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini. PMI sektor tersebar di dalam kue ekonomi ini terus menurun dan jatuh di bawah 50 persen,” kata Didik melalui keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Jumat (27/12).

    Ekonomi RI sulit mencapai pertumbuhan 8%

    source_name

    Pria yang sekaligus Rektor Universitas Paramadina ini juga menilai bahwa ekonomi RI sulit mencapai pertumbuhan 8 persen yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Didik menjelaskan, sektor industri selama beberapa tahun terakhir hanya tumbuh sekitar 3-4 persen. Hal ini menunjukkan kinerja yang jauh dari memadai untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.

    “Jika industri tumbuh rendah seperti ini, maka lupakan target yang tinggi tersebut.  Selama pemerintahan Jokowi sektor ini diabaikan sehingga target pertumbuhan 7 persen sangat meleset,” jelasnya.

    Ia menjabarkan, sejumlah strategi industri yang terbukti sukses di negara-negara maju ialah  berbasis pada sumber daya alam (resource-based industry), industri berorientasi ekspor (export-led industry) atau industri berorientasi ke luar (outward-looking industri).  Strategi industri ini pernah dijalankan pemerintah Indonesia pada era 1980-an hingga awal 1990-an, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 7 hingga 8 persen.

    Utang masih bebani fiskal Indonesia

    Ilustrasi Utang/William Poter

    Di luar permasalahan sektoral, menurutnya Indonesia masih memiliki masalah fiskal terkait beban Utang dari tahun ke ketahun yang semakin membekak. Didik menjabarkan, dari tahun 2010 sampai dengan 2024 rasio utang Indonesia terhadap PDB terus naik dari 26 persen menjadi 38,55 persen.

    “Total utang pemerintah sebesar Rp8.473,90 triliun per September 2024. Ini merupakan praktek kebijakan dan ekonomi politik utang yang tidak sehat, mengikuti hukum politik dimana rezim memaksimumkan budget tanpa kendali,” kata Didik.
    Dirinya menambahkan, tanpa kontrol dan check and balances yang sehat, politik anggaran hanya menjadi refleksi dari politik yang tidak sehat dan demokrasi yang tidak baik dalam sepuluh tahun ke belakang.

  • Perbankan Syariah RI Kalah dari Malaysia, Padahal Penduduk Muslim Lebih Banyak

    Perbankan Syariah RI Kalah dari Malaysia, Padahal Penduduk Muslim Lebih Banyak

    Jakarta

    Kondisi ekonomi syariah Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga, Malaysia. Padahal menurut Penasihat Center of Sharia Economic Development (CSED) Indef, Abdul Hakam Naja, Indonesia punya keunggulan dari segi jumlah populasi muslimnya.

    Populasi Malaysia sebanyak 34 juta jiwa sedangkan Indonesia di angka 281 juta jiwa atau sembilan kali lebih besar. Hakam membandingkan kinerja perbankan syariah kedua negara yang cukup jomplang.

    Dalam catatan detikcom, jumlah penduduk muslim Indonesia pada 2024 mencapai 242 juta jiwa, sedangkan penduduk muslim Malaysia 22 juta Jiwa.

    “Coba bayangin, penduduk Indonesia itu kan di 2024 281 juta, Malaysia 34 juta. Sepersembilannya penduduknya. Ini perbandingan perbankan syariah di Indonesia. Yang terbesar (Malaysia) Maybank Islamic, itu asetnya Rp 1.000 triliun. Lebih besar dari seluruh aset perbankan syariah di Indonesia,” kata Hakam dalam diskusi Indef secara virtual, Jumat (27/12/2024).

    Lalu aset CIMB Islamic Rp 605,27 triliun, jauh lebih besar dari aset Bank Syariah Indonesia (BSI) Rp 370,72 triliun. Apalagi jika dibandingkan secara total, aset perbankan Syariah Malaysia unggul jauh atas Indonesia.

    “Jadi total aset perbankan syariah di Malaysia, itu Rp 4.226 triliun. Berapa total aset di Indonesia termasuk BPRS? Saya hitung Rp 918 triliun,” sebutnya.

    Lalu, dari segi pembiayaan bank syariah ke UMKM, kedua negara punya rentan angka yang berdekatan. Malaysia angkanya 15% sementara Indonesia lebih tinggi di kisaran 17,7%.

    Kemudian, pangsa pasar bank syariah Malaysia mencapai 37% sementara Indonesia di level 7,44%. “Pangsa pasar Bank Syariah 2024 ini 37%, Indonesia 7,44%,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kepala Center for Sharia Economic Development Indef, Nur Hidayah menyoroti kurang optimalnya potensi industri syariah dalam negeri. Sejauh ini Indonesia menjadi negara pengimpor terbesar ke-4 di Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memenuhi industri halalnya.

    Padahal berdasarkan State of the Global Islamic Economy (SGIE) report 2023/2024, Indonesia menempati posisi ke-2 pada sektor makanan halal, posisi ke-3 fesyen muslim, ke-5 farmasi dan kosmetik halal, dan ke-6 pada sektor media dan rekreasi halal.

    “Namun Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi tersebut dan masih bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan industri halalnya. Indonesia menjadi pengimpor terbesar dari seluruh negara OKI. Ini ironis seharusnya kita memimpin pasar dunia sebagai pengekspor terbesar dunia tapi kita juga pengimpor terbesar ke-4 dunia,” tutup Nur.

    (ily/ara)

  • Perbankan Syariah RI Jauh Tertinggal dengan Malaysia

    Perbankan Syariah RI Jauh Tertinggal dengan Malaysia

    Jakarta, FORTUNE – Kinerja industri Perbankan Syariah di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia. Kondisi itu tercermin dari total aset, pangsa pasar hingga penyaluran kredit.

    Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF menyayangkan kondisi tersebut. Padahal, jumlah masyarakat Indonesia jauh lebih besar ketimbang Malaysia. Apalagi, mayoritas masyarakat Indonesia merupakan muslim.

    “Penduduk Indonesia pada 2024 itu sebesar 281 juta. Sedangkan penduduk Malaysia hanya 34 juta, itu sepersembilannya penduduk dari Indonesia. Penduduk kita 9 kali lipat penduduk Malaysia,” kata Hakam Naja selaku Peneliti CSED INDEF saat diskusi media di Jakarta, Jumat (27/12).

    Aset perbankan syariah di Malaysia sentuh Rp4.226 triliun, Indonesia hanya Rp918,9 triliun

    Ilustrasi Layanan Maybank Grup/Dok Maybank Grup

    Bila dilihat dari data total aset perbankan syariah di Malaysia mencapai Rp4.266 triliun di September 2024. Hakam mengungkapkan, terdapat dua bank syariah raksasa di Negeri Jiran tersebut, yakni Maybank Islamic dan CIMB Islamic. Bahkan, aset dari Maybank Islamic lebih besar dari seluruh aset perbankan syariah di Indonesia.

    “Gambaran perbandingan perbankan syariah di Malaysia yang terbesar itu contohnya Maybank Islamic asetnya Rp1.069 triliun lebih besar dari seluruh aset perbankan syariah indonesia,” kata Hakam.

    Untuk total aset dari perbankan syariah Indonesia hanya mencapai Rp918,9 triliun di September 2024 atau masih jauh dari jumlah aset perbankan syariah di Malaysia. Tiga bank syariah terbesar di Indonesia antara lain seperti Bank Syariah Indonesia (BSI) yang mencapai Rp370 triliun, Unit Usaha Syariah CIMB Niaga yang mencapai Rp65,99 triliun dan Bank Muamalat yang asetnya mencapai Rp59,87 triliun.

    Pangsa pasar bank syariah di Malaysia capai 37%

    Ilustrasi pegawai Bank Mega Syariah tengah melayani nasabah/Dok. BMS

    Sementara itu, untuk pangsa pasar perbankan syariah di Malaysia juga cukup tinggi di 37 persen secara nasional. Sedangkan untuk perbankan syariah di Indonesia hanya 7,44 persen secara nasional.

    Di sisi lain, untuk penyaluran kredit atau pembiayaan dari bank syariah di Indonesia telah mencapai Rp628,46 triliun. Sedangkan, untuk pembiayaan dari bank syariah capai Rp3.290 triliun.

    Ia berharap ke depannya perbankan syariah nasional mampu menyaingi pangsa pasar di Malaysia. Hal itu didukung oleh berbagai kebijakan seperti spin-off pada 2026 sesuai dengan POJK No 12 tahun 2023.

  • 5 Tokoh Ekonomi Tutup Usia di 2024: Rizal Ramli-Faisal Basri

    5 Tokoh Ekonomi Tutup Usia di 2024: Rizal Ramli-Faisal Basri

    Jakarta

    Indonesia kehilangan sejumlah tokoh penting di bidang ekonomi sepanjang 2024. Nama-nama besar yang berkontribusi bagi perekonomian bangsa berpulang menghadap sang pencipta.

    Pada awal 2024, publik dikejutkan dengan meninggalnya Rizal Ramli karena sakit. Lalu pada September ekonom yang kerap melontarkan kritik tajam, Faisal Basri juga wafat karena sakit.

    Meski sudah tiada, jasa dan pikiran tokoh-tokoh tersebut akan abadi tertulis di catatan sejarah bangsa.

    5 Tokoh Ekonomi yang Tutup Usia 2024:

    1. Rizal Ramli

    Kabar duka terdengar pada awal 2024 kala eks Menko Kemaritiman, Rizal Ramli meninggal dunia. Rizal Ramli menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada 2 Januari 2024 pukul 19.30 WIB.

    Sosok yang identik dengan jurus ‘Rajawali Ngepret’ itu meninggal dunia setelah dua bulan dirawat akibat mengidap kanker pankreas. Di rumah duka, sejumlah tokoh nasional tampak melayat seperti Menko Kemaritiman saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, hingga Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).

    Mendiang Rizal Ramli diketahui kerap memakai jurus ‘Rajawali Ngepret’ saat melontarkan kritik ke pemerintah. Jurus itu bahkan dipakainya ke sesama pejabat saat dirinya masih menjadi bagian dari pemerintah.

    Selain berperan di pemerintahan, pria kelahiran Padang, Sumatera Barat pada 10 Desember 1954 ini merupakan tokoh pergerakan mahasiswa, ahli ekonomi dan politisi Indonesia. Rizal diketahui merupakan pendiri Econit (1992), sebuah lembaga pengkajian ekonomi.

    Dari Econit, Rizal menuai reputasinya. Ia banyak mengkritisi kebijakan pemerintah yang dirasakan tidak fair bagi masyarakat. Kiprahnya yang dekat dengan kaum oposisi, membuat Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mendukung pluralisme, meliriknya untuk ditempatkan pada posisi Kepala Bulog pada 2000.

    Rizal hanya enam bulan menduduki kursi itu, seterusnya ia diangkat menjadi Menteri Perekonomian. Lengsernya, Gus Dur dari pemerintahan juga menjadi akhir karier Rizal di birokrasi. Selanjutnya ia kembali ke Econit. Kinerjanya yang tokcer dalam masa singkat di birokrasi, membuat pemerintah SBY meliriknya untuk menjadi preskom PT Semen Gresik pada 2006.

    2. Faisal Basri

    Ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia di usia ke-64 tahun pada Kamis, 5 September 2024. Faisal Basri mengembuskan napas terakhirnya saat dirawat di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan akibat serangan jantung.

    Ekonom senior ini diketahui mengalami sakit usai menghadiri undangan petani di Dairi, Sumatera Utara sepekan sebelum ia wafat. Sri Mulyani hingga Luhut melayat ke rumah duka Faisal Basri. Luhut menyebut keduanya saling menghormati meski kerap berbeda pendapat.

    “Saya sangat terkejut mendengar beliau pergi tadi pagi. Dan saya upayakan betul supaya bisa melayat beliau di sini. Saya menyampaikan selamat jalan Pak Faisal Basri, istirahatlah dengan tenang. Kami masih meneruskan banyak pekerjaan-pekerjaan yang Anda kritik di sana sini yang menurut saya cukup ada yang benar dan juga akan kita perbaiki, ” ujarnya di rumah duka di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2024).

    Sebagai ekonom, Faisal Basri ikut mendirikan lembaga think tank Institute for Development of Economics & Finance (INDEF). Dia aktif dari 1995 hingga 2000 di INDEF.

    Sementara di bidang pemerintahan, Faisal Basri pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim Perkembangan Perekonomian Dunia pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN di tahun 1985-1987 dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden pada tahun 2000.

    Pada 2014, Faisal Basri sempat ditunjuk menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) oleh Menteri ESDM yang kala itu dijabat Sudirman Said. Tujuannya untuk membuat tata kelola migas transparan dan memberantas mafia.

    3. Tanri Abeng

    Tanri Abeng meninggal dunia pada 23 Juni 2024. Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada kabinet Presiden Soeharto itu menghembuskan napas terakhirnya pada usia 82 tahun.

    Tanri Abeng ditunjuk sebagai Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara pada tahun 1998. Ia adalah menteri pertama di kementerian tersebut, yang kini menjadi Kementerian BUMN.

    Selama menjabat, Tanri Abeng memiliki jasa besar terhadap perusahaan pelat merah, khususnya dalam menyehatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan melahirkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

    Dalam wawancara khusus detikcom September 2014 silam, Tanri menyebut menyehatkan Garuda merupakan salah satu tugas berat pertamanya. Tugas ini diembannya atas titah Presiden Soeharto yang ingin simbol negara ini terus mengudara.

    “Saya tidak mau Garuda bangkrut. Dia harus terbang terus,” kata Tanri menirukan Pak Harto kala itu.

    Ia mengatakan, tugas ini bukan perkara mudah lantaran sebagai sebuah perusahaan Garuda bisa dikatakan sudah bangkrut terbebani oleh utang yang sangat besar dan manajemen yang tidak sehat. Beberapa bulan ia banting tulang menangani maskapai pelat merah itu, sayap-sayap Garuda mulai pulih dan tampak dapat terbang dengan sehat.

    Tugas berat berikutnya adalah menyehatkan 4 Bank BUMN yang terdiri dari Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dengan melakukan skema penggabungan atau merger menjadi Bank Mandiri.

    Berkat jasanya, Garuda Indonesia masih bisa mengudara sampai hari ini dan Bank Mandiri menjelma sebagai salah satu bank terbesar di Tanah Air.

    4. Hamzah Haz

    Wakil Presiden ke-9 Indonesia, Hamzah Haz meninggal dunia pada 24 Juli 2024. Ia meninggal dunia setelah terjatuh kala ingin melaksanakan salat duha di kediamannya wilayah Matraman, Jakarta Timur.

    Ekonom Senior Didik J Rachbini menyebut, Hamzah Haz merupakan sosok politisi negarawan, sekaligus penulis, pemikir, kolumnis yang rajin memberikan pencerahan masalah-masalah ekonomi politik, khususnya politik anggaran dan APBN.

    Menurutnya, tidak ada politisi yang tekun seperti Hamzah Haz dalam menulis masalah politik APBN ini di media massa pada akhir 1980-an dan tahun 1990-an. Menurutnya, Hamzah Haz tidak hanya menulis tetapi menekuninya dalam praktik kenegaraan dalam pembahasan-pembahasan di DPR di mana ia sekaligus sebagai pimpinan partai oposisi yang loyal.

    Didik pun bicara peran Hamzah Haz dalam menjaga APBN. Dia menerangkan, hal yang bisa ditiru dari sosok Hamzah Haz adalah berkomitmen terhadap kepentingan nasional secara keseluruhan tanpa meninggalkan aspek realitas dan rasional.

    Ia pun mencontohkan, pada 20 tahun lalu terjadi krisis APBN Hamzah Haz ‘turun gunung’ untuk ikut menyelesaikannya. Pada pertengahan tahun 2000-an atau 2005 pro kontra kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memuncak dan bisa mengarah ke krisis politik.

    Hamzah Haz yang merupakan Ketua Umum PPP terlibat langsung dalam lobi-lobi untuk mengatasi krisis APBN sekaligus potensi krisis politik.

    5. Rachmadi Bambang Sumadhijo

    Menteri Pekerjaan Umum periode 1998-1999 Ir. Rachmadi Bambang Sumadhijo meninggal dunia dalam usia 84 tahun. Mendiang menghembuskan napas terakhir pada hari Rabu 4 Desember 2024, pukul 10.20 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta.

    Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo memimpin prosesi pemakaman di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

    Selama masa bakti sebagai Menteri PU periode 1998-1999, Rachmadi berkontribusi dalam pemulihan infrastruktur nasional di tengah situasi krisis ekonomi. Almarhum sebelumnya pernah menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Manusia pada 1990-1991 dan Direktur Jenderal Cipta Karya pada 1991-1998.

    Atas dedikasi Almarhum dalam bidang pembangunan, Rachmadi Bambang Sumadhijo menerima tanda kehormatan Satyalancana Pembangunan (1981). Tanda jasa lainnya juga diterima Almarhum yakni Satyalancana Wira Karya (1994), Bintang Jasa Utama (1995), dan Bintang Mahaputera Adipradana (1999).

    (ily/ara)

  • Ekonom Senior Indef Buka-bukaan Alasan Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Sulit Capai 8%

    Ekonom Senior Indef Buka-bukaan Alasan Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Sulit Capai 8%

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus stagnan di level 5% dan sulit menembus cita-cita Presiden Prabowo Subianto di 8%. 

    Didik melihat alasannya bahwa selama ini tidak ada strategi kebijakan yang berhasil melepaskan sektor industri dari jebakan deindustrialisasi dini yang tercermin Purchasing Managers’ Index (PMI) melandai ke zona kontraktif atau di bawah 50.  

    Terlebih, pertumbuhan sektor industri cenderung rendah selama beberapa tahun terakhir di kisaran 3%—4%. 

    “Ini menunjukkan kinerja yang tidak memadai untuk mencapai pertumbuhan di atas 5%, apalagi 7% seperti target Jokowi atau target 8% pada pemerintahan Prabowo Subianto,” tuturnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Kamis (26/12/2024). 

    Untuk itu, Didik mendorong agar pemerintah melakukan terobosan dengan reindustrialisasi berbagai sumber daya alam (SDA). Di mana mengedepankan resource-based industry, led-export industry, atau outward looking industry. 

    Bukan hal baru di Indonesia, karena pada tahun 1980an hingga 1990an pemerintah menjalankan hal tersebut sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menyentuh 8%.  

    Melihat data historis Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencatatkan 7% – 8% hingga 10%, hanya di era Suharto atau pada rentang 1968 hingga 1998.  

    Lebih lanjut, Didik mengamini bahwa permintaan global memang mengalami perlambatan sehingga menerobos pasar internasional tidak lagi mudah.  

    “Karena itu, pasar-pasar baru di luar Eropa, Cina, US perlu dijadikan sasaran perdagangan luar negeri. Para duta besar diberi target untuk meningkatkan ekspor dan menjadikan neraca dagang bilateral menjadi positif,” lanjutnya.  

    Bukan hanya soal industri, kondisi fiskal Indonesia yang terus mencatatkan kenaikan posisi utang pemerintah juga menjasi musabab.  

    Didik memandang, kewajiban pemerintah setiap tahunnya yang harus membayar utang jatuh tempo dan bunga utang menggerus porsi belanja negara.  

    Sementara kebutuhan untuk mendanai program presiden terpilih, pemerintah harus kembali menarik utang baru.  

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengenang pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7% hingga 8% hanya terjadi di era kepemimpinan Suharto. Sementara saat ini, RI tengah berjuang keluar dari jebakan kelas menengah alias middle income trap menuju negara berpendapatan tinggi atau high income country.   

    Di mana untuk keluar dari jebakan yang ditargetkan pada 2045, Sri Mulyani menekankan butuh pertumbuhan ekonomi di angka 7%-8% setiap tahunnya. Sebagaimana target presiden terpilih Prabowo Subianto yang juga berkeinginan agar ekonomi tumbuh 8%.  

    Sementara untuk tahun ini saja, pertumbuhan ekonomi diprediksi tak lebih dari 5,1% year on year (YoY).

  • Untung Buntung Pilkada Tak Langsung

    Untung Buntung Pilkada Tak Langsung

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto berencana mengevaluasi sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Dia menganggap sistem yang berlaku saat ini berbiaya tinggi alias boros. Prabowo ingin sistem pilkada bisa lebih efektif dan efisien.

    Ketua Umum Partai Gerindra itu kemudian melontarkan wacana mengembalikan sistem Pilkada langsung ke sistem Pilkada berdasarkan representasi di lembaga legislatif. “Mari kita berfikir. Mari kita bertanya. Apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam waktu sehari dua hari?,” ujar Prabowo saat memberikan sambutan dalam ulang tahun ke 60 Golkar, Kamis (12/12/2024).

    Gagasan Prabowo langsung memperoleh dukungan dari jajaran menterinya maupun partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju alias KIM Plus. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Kanavian, misalnya, mengemukakan bahwa, evaluasi sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak memang dapat memberikan penghematan signifikan bagi anggaran negara.

    “Ya, saya sependapat tentunya, kami melihat bagaimana besarnya biaya untuk pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah yang kami lihat terjadi kekerasan, dari dulu saya mengatakan pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD kan,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Presiden, Senin (16/12/2024).

    Tito bahkan sesumbar bahwa evaluasi pilkada, termasuk wacana pilkada via DPRD tidak menyimpang dan mencederai mencederai demokrasi karena justru memfasilitasi pemilihan melalui perwakilan. Oleh sebab itu, Tito mengaku akan dengan serius membahas mengenai wacana tersebut ke depannya.

    “Mesti, pasti kita akan bahas. Kan salah satunya sudah ada di prolegnas. Di prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari tetapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” pungkas Tito.

    Bukan Solusi

    Kendati demikian, wacana itu tetap memicu polemik. Ada yang bilang Indonesia kembali mundur karena pilkada melalui DPRD hanya akan menguntungkan elite. Selain itu, sistem Pilkada tidak langsung belum tentu menghapus money politics dalam pelaksanaan pesta demokrasi. “Biaya pilkada mahal itu akibat salah desain atau salah alokasi anggaran,” ujar Peneliti Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial (BINEKSOS) Titi Anggraini.

    Tabel. Anggaran Pilkada

    Tahun
    Jumlah daerah
    Anggaran (Triliiun)

    2015
    269
    7,1

    2017
    101
    7,9

    2018
    171
    9,1

    2020
    270
    15,4

    2024
    514
    37,43

    Titi melanjutkan bahwa sejatinya pemerintah harus memiliki rancangan yang tepat dalam meracik aturan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pilkada yang demokratis. Sayangnya, dia melanjutkan sejauh ini pejabat lebih memilih mengkambing hitamkan pilkada dengan sebutan ‘mahal’ karena salah alokasi penganggaran yang mereka rancang.

    “Biaya [Pilkada] Rp37 Triliun itu sudah dievaluasi belum? Apakah dialokasikan dengan benar? Sudah efektif? Mengingat ada penyelenggara pemilu yang suka naik private jet. Lalu, kalau kunjungan dinas ke daerah, mobil dinasnya tidak cukup hanya satu sampai tiga,” tuturnya.

    Selain itu, pemborosan-pemborosan itu juga tampak misalnya dari pelaksanaanRapat Kerja Nasional (Rakernas), konsolidasi, hingga musyawarah besar juga seringkali dilakukan dengan cara-cara yang inefisien. Titi menilai bahwa mahalnya biaya kontestasi politik lebih bergerak di ruang gelap. Padahal, menurutnya laporan dana kampanye selama ini tidak mencerminkan politik yang mahal.

    Kalau mengacu data Komisi Pemilihan Umum atau KPU, PDIP tercatat sebagai partai politik dengan total penerimaan paling tinggi. Angka total penerimaannya adalah Rp183.861.799.000 (Rp183 miliar) dan total pengeluaran tertinggi pada Rp115.046.105.000 (Rp115 miliar). Di sisi lain, Partai Kebangkitan Nasional (PKN) tercatat sebagai partai politik dengan total pengeluaran paling rendah. PKN memiliki total penerimaan senilai Rp453 juta dan total pengeluaran Rp42 juta

    Sementara itu, berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat dari 103 paslon pilgub di Pilkada serentak 2024 rata-rata menerima dana sumbangan untuk kampanye sebesar Rp3,8 miliar yang berasal dari berbagai sumber. “Mahalnya karena jual-beli suara, mahal politik untuk jual-beli perahu, atau yang mana? Atau mahal karena jagoan atau titipan elite nasional tidak bisa menang pilkada atau seperti apa?” imbuh Titi.

    Sementara itu, Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai masih rendahnya keseriusan dan komitmen para elit dan stakeholders partai politik (parpol) dalam menyukseskan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berkualitas.

    Dia menilai bahwa sejauh ini atau secara umum skema atau format kontestasi politik. Mulai dari pemilu, pileg, pilpres, dan pilkada seharusnya bukan hanya tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi, melainkan juga tidak melembagakan pemerintahan yang efektif dan sinergis.

    Menurutnya, selama ini format pemilu yang berlaku cenderung melembagakan pemerintahan hasil pemilu/pilkada yang tidak terkoreksi. Tidak mengherankan lika politik transaksional dalam pengertian negatif masih kental mewarnai relasi kekuasaan di antara berbagai aktor dan institusi demokrasi hasil pemilu/pilkada.

    “Hampir tidak ada perdebatan serius tentang agenda para calon pemimpin bagi masa depan daerah dan tentang arah dan strategi kebijakan seperti apa yang ditawarkan para kandidat kepala daerah dalam memajukan daerahnya,” pungkas Siti.

    Hemat Anggaran?

    Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Indef M Rizal Taufikurahman pun menilai bahwa evaluasi sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak memang dapat memberikan penghematan signifikan bagi anggaran negara.  “Pada 2024, biaya Pilkada mencapai Rp36,61 triliun, dengan anggaran utama untuk logistik, pengamanan, dan operasional,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/12/2024).

    Menurutnya, dengan mengganti mekanisme pemilihan, seperti melalui DPRD atau penggabungan pemilu nasional dan daerah, maka Negara mampu melakukan penghematan hingga 30% atau setara Rp10—12 triliun per siklus.

    “Hal ini akan mengurangi tekanan fiskal, terutama dalam konteks belanja negara yang mencapai Rp3.621,3 triliun pada 2025,” imbuhnya

    Selain itu, dia melanjutkan bahwa pemerintah dapat berhemat melalui reformasi subsidi energi. Dengan anggaran Rp525 triliun, subsidi berbasis target langsung kepada masyarakat miskin dapat mengurangi pemborosan hingga puluhan triliun.

    Bahkan, kata Rizal, Efisiensi juga dapat dilakukan pada belanja pegawai dengan digitalisasi dan optimalisasi sumber daya, yang berpotensi menghemat 5—10%. Pengelolaan dana transfer daerah (DAU/DBH) yang lebih ketat dapat mengurangi inefisiensi sebesar 2—5% dari alokasi.

    Strategi penghematan ini harus disertai pengawasan ketat dan reformasi struktural untuk memastikan dana dialokasikan pada prioritas pembangunan, seperti infrastruktur strategis dan pengentasan kemiskinan.

    Menurutnya, langkah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi fiskal tetapi juga mendukung stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yang menjadi fokus utama APBN 2025.