NGO: INDEF

  • Outlook Ekonomi DPR Bahas Dampak APBN 2025 bagi Pengusaha RI

    Outlook Ekonomi DPR Bahas Dampak APBN 2025 bagi Pengusaha RI

    Jakarta

    Konflik geopolitik dunia berpengaruh signifikan terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Ekonomi global dan domestik pun diprediksi akan menghadapi tantangan besar di tahun 2025.

    Ketidakpastian harga komoditas, perlambatan ekonomi dunia, hingga gangguan terhadap perdagangan internasional menjadi beberapa tantangan yang timbul akibat konflik geopolitik dunia. Kondisi ini secara tak langsung turut berdampak terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.

    Ditambah beban utang dan defisit fiskal yang meningkat pascapandemi, dengan rasio utang terhadap PDB diperkirakan mencapai 40% pada 2024, menuntut pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang efisien dan responsif.

    Dalam hal ini, APBN 2025 menjadi instrumen penting dalam kebijakan fiskal Indonesia yang akan mempengaruhi arah perekonomian nasional. APBN 2025 tidak hanya berfungsi sebagai alokasi dana bagi pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sektor sosial, tetapi juga memiliki bagi dunia usaha dan perekonomian secara keseluruhan.

    Peran APBN 2025 bagi dunia usaha hingga ekonomi nasional akan dibahas tuntas bersama Chairman CT Corp Chairul Tanjung dan Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun dalam acara “OUTLOOK EKONOMI DPR : Bedah APBN 2025 Membangun Kepercayaan Pasar “.

    Dimoderatori Pemimpin Redaksi detikcom, Alfito Deannova, pada Panel Discussion bertema “Program Pemerintah Pro Pasar”, Chairul Tanjung atau akrab disapa CT akan membahas bagaimana kebijakan APBN 2025 dapat mendorong pertumbuhan sektor swasta dan meningkatkan investasi domestik.

    CT juga akan berbagi insight tentang seberapa penting insentif pajak dan penyederhanaan regulasi untuk meningkatkan daya tarik investasi hingga pentingnya kolaborasi pemerintah dan sektor swasta untuk memastikan kebijakan pro pasar berjalan efektif.

    Di tengah tren inflasi, CT akan membagikan tips bagaimana pengusaha menyikapi tren agar tidak mengurangi daya beli masyarakat. CT juga akan membahas seputar faktor dan kunci apa saja yang diperlukan dalam membangun kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.

    Sementara itu Mukhamad Misbakhun akan berbicara seputar peran PPN dan Pajak Progresif, Evaluasi kebijakan PPN, dampaknya pada daya beli masyarakat, dan upaya meringankan beban kelas menengah ke bawah.

    Misbakhun juga akan membeberkan subsidi tepat sasaran sebagai strategi mengoptimalkan subsidi energi, pupuk, dan pangan agar lebih efektif membantu masyarakat rentan. Kemudian, langkah-langkah DPR dalam mendukung pemerintah menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok melalui inflasi.

    Tak hanya itu, Misbakhun juga akan membahas stabilitas nilai tukar dan dampaknya pada harga barang di mana DPR mendorong kebijakan moneter yang dapat meredam pelemahan Rupiah terhadap dolar AS. Selanjutnya, akan dibahas mengenai PPN dan Penerimaan Negara yang membahas sejauh mana kenaikan PPN bisa berkontribusi terhadap APBN tanpa menekan konsumsi masyarakat.

    Seluruh pembahasan menarik ini dapat disaksikan melalui “OUTLOOK EKONOMI DPR : Bedah APBN 2025 Membangun Kepercayaan Pasar”, yang akan digelar pada 5 Februari 2025 di Astor Ballroom St. Regis Jakarta pukul 12:00 – 15:00 WIB.

    Acara tersebut juga bakal diisi dengan sejumlah pakar yang berkompeten lainnya, yakni Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohamad Hekal Bawazier dan Peneliti INDEF Tauhid Ahmad.

    (akn/ega)

  • DPR & Swasta Bakal Kupas Tuntas Manfaat APBN 2025 di Outlook Ekonomi

    DPR & Swasta Bakal Kupas Tuntas Manfaat APBN 2025 di Outlook Ekonomi

    Jakarta

    Kondisi global termasuk Indonesia tengah menghadapi tantangan ekonomi yang tidak mudah untuk dilalui. Konflik geopolitik hingga ketegangan perdagangan antarnegara membuat ekonomi dunia mengalami perlambatan.

    Hal itu mampu mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia. Belum lagi beban utang dan defisit fiskal menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam menumbuhkan perekonomian nasional.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 menjadi instrumen penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Pasalnya, APBN 2025 hadir untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

    Serta itu APBN dirancang untuk menghadapi berbagai tantangan global yang semakin kompleks, menjaga stabilitas, inklusivitas, dan keberlanjutan ekonomi di Indonesia. Tak hanya itu, kehadiran APBN juga bertujuan untuk membangun kepercayaan pasar agar mampu memberikan dampak positif terhadap investasi dalam negeri.

    Untuk mengupas tuntas peran penting APBN 2025 dalam membangun terhadap pasar, detikcom bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Outlook Ekonomi DPR.

    Acara tersebut bakal menghadirkan sejumlah diskusi untuk mengupas tuntas kebijakan APBN agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri serta mendorong pertumbuhan pada sektor swasta dan meningkatkan investasi dalam negeri.

    Langkah itu dilakukan agar target pertumbuhan ekonomi bisa tercapai serta meningkatkan kolaborasi antara swasta dan pemerintah dalam menumbuhkan ekonomi dalam negeri.

    Acara tersebut juga bakal diisi dengan sejumlah narasumber yang berkompeten di bidangnya seperti Chairman CT Corp, Chairul Tanjung; Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad; Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun; Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Mohamad Hekal Bawazier dan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad.

    Para narsum nantinya bakal membahas sejumlah tema seperti tantangan di seperti program pemerintah pro pasar, pertumbuhan nilai tukar, daya beli, inflasi, PPN, dan subsidi. Adapun Outlook Ekonomi DPR, Bedah APBN 2025 Membangun Kepercayaan Pasar bakal diselenggarakan pada 5 Februari 2025 di Astor Ballroom St.Regis Jakarta.

    (prf/ega)

  • Sri Mulyani: Harga LPG 3 Kg Harusnya Rp 42.750 per Tabung – Page 3

    Sri Mulyani: Harga LPG 3 Kg Harusnya Rp 42.750 per Tabung – Page 3

    Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Pribumi Nusantara Indonesia (ASPRINDO) Didin S Damanhuri menyambut baik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan terus melakukan perbaikan dalam tata kelola pemerintahan.

    “Saya melihat pemerintahan Prabowo ini membawa platform baru, yang berbeda dengan pemerintahan yang lama. Seperti, di sektor pembangunan ekonomi, Prabowo mengedepankan ekonomi kerakyatan sementara pemerintahan sebelumnya berorientasi pada pembangunan infrastruktur secara besar-besaran,” kata Didin dikutip Rabu (29/1/2025).

    Dalam pelaksanaannya, karena ada perubahan paradigma (paradigma shift), lanjutnya, memang terlihat tidak ‘gercep’ dalam mengimplementasikan janji-janji pada pidatonya.

    Seperti pemberantasan korupsi secara signifikan, swasembada pangan, swasembada energi, efisiensi untuk menekan kebocoran anggaran yang mencapai 30 persen, dan melakukan review terhadap berbagai program pembangunan agar selaras dengan program ekonomi untuk rakyat yang diinginkan Presiden Prabowo.

    “Kebocoran APBN ini di atas 30 persen, besar sekali, hampir Rp1.000 triliun. Saya mengapresiasi bagaimana Prabowo bisa mereview berbagai program dinas pemerintahan senilai 10 persen dari APBN dan melakukan penghematan sekitar Rp306 triliun,” ujarnya.

    Langkah lain yang dinilai sangat progresif oleh Didin adalah kebijakan pengendapan devisa hasil ekspor sumber daya alam selama satu tahun.

    “Tinggal pelaksanaannya, apakah bisa dilaksanan sesuai Keppres atau tidak,” ungkapnya lagi.

    Sementara untuk swasembada pangan, Ekonom Senior Indef ini menilai langkah yang dilakukan pemerintah cukup kontroversi. Karena mengejar waktu, pemerintah memutuskan untuk menggunakan TNI, terutama pada program Food Estate.

    “Padahal, jika ingin mendapatkan hasil maksimal, seharusnya pemerintah melibatkan petani secara luas. Hal yang sama juga saya rasakan di swasembada energi,” kata Didin.

  • Menkeu Sri Ungkap Anggaran Makan Bergizi Naik Rp100 Triliun di Tengah Penghematan Belanja ASN

    Menkeu Sri Ungkap Anggaran Makan Bergizi Naik Rp100 Triliun di Tengah Penghematan Belanja ASN

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menambahkan anggaran makan bergizi gratis (MBG), yang sebelumnya Rp71 triliun menjadi total Rp171 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025.

    Sri Mulyani menjelaskan tujuan penambahan anggaran Rp100 triliun tersebut agar penerima manfaat program makan bergizi gratis bisa diperluas sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Apabila programMBGprogram MBGprogramMBG mencakup seluruh anak-anak di Indonesia, ibu hamil, PAUD sampai dengan anak sekolah, jumlahnya mencapai sekitar 90 juta penerima manfaat,” jelas Sri Mulyani dalam BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/1/2024).

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hanya mengalokasikan anggaran program makan bergizi sebesar Rp71 triliun pada 2025. Dengan anggaran tersebut, penerima manfaat program MBG ditargetkan sebanyak 17,9 juta siswa, ibu hamil, dan balita pada akhir 2025.

    Kini, Sri Mulyani menegaskan akan ada tambahan anggaran program MBG sebesar Rp100 triliun sehingga totalnya menjadi Rp171 triliun. Dengan tambahan anggaran tersebut, penerima manfaatnya ditargetkan menjadi 40 juta jika disusun secara moderat hingga 82,9 juta untuk target optimis. Penerima terdiri dari siswa, ibu hamil, dan balita pada akhir 2025.

    “Saya berharap bahwa ini akan menimbulkan multiplier yang luar biasa bagi usaha kecil menengah di seluruh Indonesia,” ujar Sri Mulyani.

    Bendahara negara itu memproyeksikan pertambahan anggaran MBG tersebut akan memberi kontribusi sebesar 0,7% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB).

    Sementara itu, tenaga kerja yang terlibat diproyeksikan berkisar 185 ribu orang. Lalu, kemiskinan diperkirakan berkurang hingga 0,19 persentase poin.

    Sebagai perbandingan, sebelumnya dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, Sri Mulyani dan jajarannya memperkirakan program MBG hanya berkontribusi sekitar 0,1% ke PDB pada 2025. Proyeksi tersebut berdasarkan anggaran Rp71 triliun.

    Sementara itu, riset yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan angka yang lebih kecil. Indef mencatat program MBG dengan anggaran Rp71 triliun akan berkontribusi ke pertumbuhan PDB sebesar 0,06% atau sekitar Rp14,61 triliun pada tahun 2025.

    Sumber Tambahan Anggaran MBG

    Pada kesempatan yang sama, Sri Mulyani menyatakan Kemenkeu sedang melakukan penyesuaian anggaran kementerian/lembaga sesuai arahan Prabowo untuk melakukan penghematan hingga Rp306 triliun dalam APBN dan APBD 2025.

    Dia mengklaim hasil penghematan anggaran tersebut akan dialokasikan ke program yang lebih efisien dan berdampak secara langsung ke masyarakat. Oleh sebab itu, Sri Mulyani menyatakan tidak akan ada pemotongan anggaran untuk program-program bantuan sosial.

    “Program dan proyek atau anggarannya harus langsung mengena kepada masyarakat. Untuk itu, salah satu yang menjadi prioritas penting dari Bapak Presiden adalah program makan bergizi gratis,” ungkap Sri Mulyani.

    Artinya, jika anggaran MBG bertambah Rp100 triliun, maka sepertiga dari total hasil penghematan anggaran (Rp306 triliun) akan dialokasikan ke program unggulan Prabowo tersebut.

  • Harga Minyak Mentah Dunia Turun, Penerimaan Negara Bisa Terkena Dampak

    Harga Minyak Mentah Dunia Turun, Penerimaan Negara Bisa Terkena Dampak

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah diingatkan untuk mewaspadai dampak dari tren penurunan harga minyak mentah dunia terhadap penerimaan negara.

    Pada Selasa (28/1/2025), harga minyak mentah Brent turun 1,8% menjadi US$ 77,08 per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 2% menjadi US$ 73,17 per barel.

    Kepala Center Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyampaikan, penurunan harga minyak mentah dunia dapat berdampak pada pendapatan negara, mengingat minyak masih menjadi salah satu komoditas utama yang diandalkan Indonesia. Fluktuasi harga minyak yang signifikan bisa memengaruhi perekonomian nasional.

    Apabila harga minyak mentah dunia naik, tidak hanya penerimaan negara yang meningkat, tetapi subsidi energi juga ikut naik. Sebaliknya, apabila harga minyak turun, pendapatan negara berkurang, dan subsidi juga menurun.

    “Berkaitan harga minyak mentah dunia yang anjlok, memang punya implikasi terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara. Terutama pada komponen penerimaan negara, serta dari sektor migas dan subsidi energi,” ungkap Rizal dalam diskusi yang digelar Indef, Rabu (29/1/2025).

    Rizal juga menyoroti, selain harga minyak, ada faktor lain yang dapat memengaruhi penerimaan negara, seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

    Rizal meminta pemerintah untuk tetap waspada terhadap fluktuasi harga minyak global, terutama di tengah dinamika konflik geopolitik yang dapat memicu ketidakpastian pasar.

    “Pemerintah perlu mengantisipasi fluktuasi harga minyak mentah yang tidak stabil karena rentan terhadap kondisi geopolitik. Beberapa saat nanri, harga minyak bisa saja kembali naik secara tiba-tiba,” kata Rizal.

  • 100 Hari Kabinet Merah Putih, Indef: Suku Bunga Tinggi dan Rupiah Jadi PR Prabowo

    100 Hari Kabinet Merah Putih, Indef: Suku Bunga Tinggi dan Rupiah Jadi PR Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Memasuki 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih, masalah suku bunga yang masih tinggi dan nilai tukar rupiah yang masih lemah menjadi pekerjaan rumah Prabowo ke depannya.

    Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengungkapkan meski capaian inflasi dijaga rendah di awal pemerintahannya, tetapi suku bunga acuan BI Rate masih tinggi.

    Sekalipun Bank Indonesia (BI) telah mulai melakukan pemangkasan pada akhir 2024, nyatanya hal tersebut tidak langsung tertransmisikan ke suku bunga kredit di perbankan.

    “Lagi-lagi permasalahan yang dihadapi negara ini adalah sulitnya suku bunga acuan itu bertransmisi ke suku bunga perbankan karena memang persoalannya sangat kompleks, dari sisi oligopoli maupun ekses likuditas di perbankan,” ujarnya dalam Diskusi Publik 100 hari Asta Cita Ekonomi, Memuaskan? pada Rabu (29/1/2025).

    Secara umum, tren BI Rate menurun dalam 20 tahun terakhir. Kala itu BI Rate sempat menyentuh lebih dari 12% pada masa krisis keuangan 2007—2008.

    Sementara membandingkan dengan periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) atau pada kuartal IV/2019, kala itu BI Rate terjaga di level 5%.

    Bersamaan dengan hal tersebut, Abdul Manap menyoroti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih sangat tertekan.

    Melihat setiap periode kepemimpinan sejak masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hanya pada 2009 dan 2019 rupiah dapat lebih rendah dari asumsi APBN.

    Sementara pada 2024, rupiah melesat ke Rp16.200an per dolar AS ketika asumsi pemerintah terhadap rupiah hanya Rp15.000 per dolar AS.

    “Ini menggambarkan bahwa persoalan yang dihadapi nilai tukar ini bukan hanya persoalan yang temporal tapi ini fundamental. Itu yang harus diatasi oleh pemerintahan Pak Prabowo ini agar nilai tukar ini bisa lebih strong,” tuturnya.

    Pemerintah sendiri realistis dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2025 memasang target rupiah sebesar Rp16.000 per dolar AS. Berbeda dengan BI yang lebih optimistis, dengan target rata-rata rupiah sepanjang 2025 mampu sebesar Rp15.285 per dolar AS.

  • Anggaran Infrastruktur Dipangkas, Pengamat Ingatkan Efek Buruk ke Ekonomi

    Anggaran Infrastruktur Dipangkas, Pengamat Ingatkan Efek Buruk ke Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk melakukan efisiensi anggaran, termasuk dengan memangkas jatah infrastruktur sebesar 34,4% dari yang telah dicanangkan dalam APBN 2025.

    Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan sangat menyayangkan keputusan tersebut karena infrastruktur memiliki multiplier effect terhadap ekonomi. 

    “Sangat disayangkan ketika yang dipotong itu adalah infrastruktur karena ini basic untuk penyerapan tenaga kerja. Mudah-mudahan yang dipotong itu untuk perawatan-perawatan Infrastruktur, bukan pembangunan fisik,” ujarnya dalam Diskusi Publik ‘100 hari Asta Cita Ekonomi, Memuaskan?’ pada Rabu (29/1/2025).

    Nahas bila yang Prabowo pangkas adalah anggaran untuk pembangunan infrastruktur fisik baru dan belanja modal, artinya belanja pemerintah akan semakin turun. 

    Padahal, belanja dari pemerintah pusat yang termasuk dalam belanja modal tersebut menjadi salah satu penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.

    Terlebih, porsi belanja modal dalam Rancangan APBN 2025 hanya mencakup 7,08% dari total belanja. Hampir turun 50% dari porsi 2024 yang mencapai 13,25%. 

    Melihat alokasi anggaran infrastruktur dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang senilai Rp400,38 triliun, artinya pemangkasan 34,3% akan membuat jatah infrastruktur menyusut sekitar Rp137,72 triliun. Sebagai catatan, dalam APBN 2025 tidak dijelaskan secara gamblang nominal anggaran infrastruktur, artinya dapat lebih tinggi ataupun lebih rendah dari RAPBN 2025. 

    Dengan demikian, porsinya terhadap belanja pemerintah secara keseluruhan akan lebih rendah lagi. Abdul Manap menjelaskan konsekuensi tersebut belum termasuk dampak kepada ekonomi daerah. 

    “Daerah kalau hanya bertumpu pada belanja pegawai, ya habis saja tidak ada multiplier effect terhadap perekonomian. Kenapa tidak yang lain [dipangkas]?” tuturnya. 

    Di sisi lain, efek pemangkasan anggaran infrastruktur juga akan langsung dirasakan oleh para kuli bangunan atau pekerja harian yang kerap dipekerjakan oleh para mandor di daerah maupun di Jakarta. 

    Senada, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman melihat kebijakan tersebut memang akan memberikan dampak buruk yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 

    Padahal, infrastruktur menjadi salah satu penggerak utama investasi dan aktivitas ekonomi. Rizal melihat dalam jangka panjang, hal tersebut akan menggerogoti ekonomi nasional. 

    Saat pemerintah mengandalkan pembangunan infrastruktur bersama swasta alias kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), membutuhkan waktu yang sangat panjang dan dampaknya tidak langsung. 

    “Nah, apa yang harus dilakukan pemerintah? Pemangkasan harusnya selektif. Hindari infrastruktur apalagi pendukung produktivitas ekonomi,” tutupnya. 

  • 100 Hari Prabowo-Gibran: Isu Kerja Sama Internasional & MBG Paling Disorot Publik

    100 Hari Prabowo-Gibran: Isu Kerja Sama Internasional & MBG Paling Disorot Publik

    Bisnis.com, JAKARTA — Isu kerja sama internasional dan Program Makan Bergizi Gratis atau MBG paling banyak mendapatkan sorotan dari publik sepanjang 100 hari pertama Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memimpin Indonesia. 

    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam Diskusi Publik ‘100 hari Asta Cita Ekonomi, Memuaskan?’ pada Rabu (29/1/2025).

    “Paling besar perbincangan terkait delapan isu Asta Cita ekonomi, itu adalah kerja sama internasional. Itu adalah isu yang paling tinggi mendapat sorotan publik selama 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran,” tuturnya. 

    Dalam data yang Eko himpun dari media sosial (X dan YouTube), isu kerja sama internasional diperbincangkan sebanyak 25.608 perbincangan, sementara program MBG pada posisi kedua dengan 25.570 perbincangan. 

    Warganet lebih banyak berkomentar terkait kerja sama internasional dalam media sosial Youtube ketimbang X. Sementara itu, perbincangan seputar MBG sama ramainya antara di X maupun YouTube. 

    Bukan tanpa sebab, kerja sama internasional mendapatkan sentimen positif yang tinggi karena Presiden Prabowo diyakini mampu mengangkat kembali martabat Indonesia di kancah internasional. 

    Di sisi lain, Eko menyampaikan bahwa dari data tersebut, masyarakat senang dengan keaktifan yang ditunjukkan Prabowo dalam forum internasional. 

    Bahkan, aksi Prabowo Subianto yang fasih berbahasa Inggris dan berpidato di forum internasional tanpa teks, membuat warganet terpukau dan membicarakannya di media sosial.  

    “Melalui hal ini, publik berharap Indonesia dapat menjadi negara yang lebih mandiri dan kompetitif,” jelas Eko.

    Lebih lanjut, isu terkait program 3 juta rumah berada di posisi ketiga dengan 18.590 perbincangan. Kemudian, isu swasembada pangan yang digemborkan Prabowo, tercatat 15.285 diperbincangkan. 

    Sementara itu, isu terkait PHK massal diperbincangkan sebanyak 15.163 kali. Berbeda dari swasembada pangan, isu swasembada energi hanya disorot dalam 4.020 perbincangan. 

    Adapun, isu pembangunan desa terpantau 3.171 perbincangan. Terakhir, isu penghapusan kredit macet UMKM hanya diperbincangkan sebanyak 488 kali. 

    Secara umum, isu yang memiliki sentimen positif tertinggi yakni kerja sama internasional dengan 39,5%, sementara 49,6% berkomentar netral, dan sisanya negatif. 

    Komentar yang memiliki sentimen negatif atas isu Makan Bergizi Gratis sebanyak 24,1%, sementara 50,8% di antaranya netral dan sisanya positif. 

    Eko menuturkan bahwa dominasi perbincangan/komentar terkategori netral pada delapan isu yang dianalisi menggambarkan publik sejatinya masih menunggu realisasi janji-janji Asta Cita Ekonomi. 

  • 100 Hari Prabowo-Gibran, Ekonom Sebut Energi Pembangunan Tersedot Reorganisasi Kementerian

    100 Hari Prabowo-Gibran, Ekonom Sebut Energi Pembangunan Tersedot Reorganisasi Kementerian

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memandang dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming memimpin Indonesia, arah kebijakan ke depan dinilai belum tampak jelas.

    Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto, menyampaikan bahwa pemerintah saat ini masih sibuk melakukan reorganisasi Kementerian/Lembaga (K/L) serta menyusun Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK).

    Fokus ini dipicu oleh keputusan politik pemerintahan yang melakukan penyesuaian nomenklatur hingga menambah jumlah K/L, termasuk penambahan menteri, wakil menteri, maupun pejabat setara yang totalnya mencapai ratusan.

    “Saya berharap setelah SOTK tersusun dan terisi, pemerintah bisa bergerak kencang merealisasikan janji dan program kerja,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (28/1/2025).

    Terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang nantinya juga akan bertugas di sektor kakao dan kelapa.

    Di sisi lain, Teguh melihat saat ini hanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menggema, meskipun cakupan dan ketersediaan pendanaan program tersebut menjadi isu yang berujung pada efisiensi anggaran senilai Rp306 triliun.

    Teguh menjelaskan bahwa efisiensi anggaran menjadi andalan pemerintah dengan berbagai penghematan atau bahkan pemotongan anggaran agar memiliki ruang fiskal untuk memenuhi kebutuhan program prioritas.

    “Tetapi seperti pengalaman sebelumnya, misalnya pada 2015, efisiensi atau pemotongan anggaran sering tidak begitu efektif karena berdampak pada kinerja pemerintahan itu sendiri,” jelasnya.

    Senada dengan Teguh, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, juga menilai bahwa kinerja setiap menteri belum tampak dalam 100 hari pertama ini, terutama karena sebagian besar kementerian baru belum memiliki kantor dan belum ada nomenklaturnya.

    Salah satu contohnya adalah Kementerian Koordinator Pangan yang dipimpin Zulkifli Hasan, yang masih menumpang di Graha Mandiri.

    “Sementara itu, kebijakan MBG masih bersifat sentralistik dan perlu dilakukan evaluasi terhadap standar higienis serta finansialnya. Program MBG memangkas anggaran yang sangat besar, dan pemangkasan ini salah satunya didorong oleh program tersebut,” ujarnya.

    Esther pun mendorong agar anggaran dialokasikan untuk program prioritas lainnya, bukan hanya MBG, seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, pengentasan kemiskinan, kesehatan, swasembada pangan dan energi, infrastruktur, serta riset dan pengembangan teknologi.

    “Padahal, program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sangat banyak, misalnya melalui peningkatan investasi ke Indonesia,” lanjutnya.

    Adapun, Selasa (28/1/2025) menandai 100 hari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming memimpin pemerintahan sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu. Selama periode ini, sejumlah gebrakan kebijakan ekonomi telah diumumkan.

    Pada awal November 2024, Prabowo menerapkan kebijakan penghapusan tagihan piutang macet 67.000 UMKM senilai total Rp2,4 triliun.

    Namun, kebijakan kontroversial terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga menjadi sorotan di akhir 2024. Prabowo akhirnya memutuskan mengenakan tarif PPN 12% terhadap barang mewah, disertai insentif fiskal untuk mendukung daya beli masyarakat.

    Terakhir, pada hari ke-95 masa jabatannya, Prabowo mengarahkan efisiensi belanja K/L dan daerah senilai total Rp306 triliun untuk membiayai program prioritas pemerintah, termasuk program MBG.

  • 100 Hari Kerja Prabowo: Anggaran Infrastruktur Dipangkas, PSN Belum Jelas

    100 Hari Kerja Prabowo: Anggaran Infrastruktur Dipangkas, PSN Belum Jelas

    Bisnis.com, JAKARTA – Masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tepat memasuki 100 hari kerja pada hari ini, Selasa (28/1/2025). Sebelumnya, keduanya dilantik pada 20 Oktober 2024.

    Meski telah mengeluarkan sejumlah kebijakan, sektor infrastruktur tampak menjadi salah satu yang kurang tersentuh sepanjang 100 hari pertama kepemimpinan Prabowo-Gibran.

    Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri menyoroti keputusan pemerintah yang belum kunjung menerbitkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    Pasalnya, dokumen itu diperlukan sebagai pedoman awal rencana pembangunan Indonesia sepanjang satu periode pemerintahan.

    “Satu hal yang patut diperhatikan yakni RPJMN sebagai dokumen teknokratis kebijakan ekonomi itu belum. Sampai saat ini juga belum di-publish dan belum diresmikan,” kata Yose dalam Diskusi Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo yang dilakukan secara Daring, dikutip Selasa (28/1/2025).

    Padahal, tambah Yose, pemerintahan baru semestinya sudah harus merilis dokumen RPJMN terhitung 3 bulan sejak dilantik.Dengan demikian, dirinya meminta agar hal itu dapat segera direalisasikan guna mempertajam arah pembangunan nasional.

    “Jadi policy-nya masih ad hoc, masih kelihatannya seperti masih di tahap kampanye. Sehingga retorika-retorika itu yang masih terus kemungkinan dikeluarkan. Padahal tentu dunia bisnis, dunia usaha dan akademisi sudah menunggu-nunggu arah kebijakan itu seperti apa,” ujarnya.

    Pemangkasan Anggaran Infrastruktur

    Selain masalah pembentukan dokumen RPJMN yang tidak kunjung terlihat, isu mengenai pemangkasan anggaran infrastruktur juga menjadi salah satu yang disorot sepanjang 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam kabar terbarunya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025. Dalam beleid tersebut dituliskan bahwa Anggaran Infrastruktur bakal dipangkas hingga 34,3%.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa surat tersebut merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

    “Efisiensi atas anggaran belanja seluruh Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp256,1 triliun,” tulis Sri Mulyani dalam suratnya.

    Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad memproyeksi pemangkasan itu bakal berdampak pada kondisi ekonomi nasional.

    “Infrastruktur itu kan sebagian besar belanja modal. Kalau belanja modal berkurang, biasanya government expenditure dalam pembentukan PDB atau ekonomi secara umum pasti mengalami koreksi gitu ya. Jadi saya kira ya dampak ekonominya masih agak cukup besar lah begitu ya,” kata Tauhid.