NGO: INDEF

  • Indef Usul Calon Jemaah Bisa Setor Biaya Haji Pakai Emas

    Indef Usul Calon Jemaah Bisa Setor Biaya Haji Pakai Emas

    Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengusulkan agar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memperluas jenis setoran biaya haji.

    Kepala Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah Indef Nur Hidayah menyampaikan selama ini jenis setoran biaya haji hanya sebatas pada uang Rupiah. Untuk itu, dia mengusulkan agar emas dapat ditambahkan sebagai jenis setoran biaya haji.

    “Penambahan emas sebagai jenis setoran biaya haji dari sebelumnya hanya uang rupiah,” usul Nur Hidayah dalam rapat dengar pendapat tentang pengelolaan keuangan haji dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/3/2025).

    Dia menuturkan, emas yang disetor akan diatur kadar dan nilainya oleh BPKH, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

    Selain itu, Nur Hidayah menyebut bahwa nilai konversi emas ke dalam satuan biaya haji ditetapkan berdasarkan harga emas yang berlaku pada saat penyetoran dan mengikuti mekanisme yang ditentukan BPKH.

    Dalam hal ini, Nur Hidayah menyebut bahwa BPKH bertanggung jawab atas pengelolaan dan konversi nilai emas ke dalam bentuk investasi yang menguntungkan bagi dana haji dengan tetap mempertimbangkan prinsip syariah dan keamanan investasi.

    Menurutnya, menambahkan emas sebagai jenis setoran biaya haji dapat meningkatkan nilai lindung dana haji dan memperluas pilihan investasi sesuai prinsip syariah.

    Selain itu, langkah ini ditempuh untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi, serta fleksibilitas bagi dana jemaah haji. 

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyebut bahwa bank emas dapat menjadi tempat menabung biaya haji. Pasalnya, emas dapat menjadi instrumen investasi yang aman di saat kondisi ekonomi tidak stabil. 

    “Jika tabungannya [haji] dilakukan melalui emas, maka emas tersebut setara dengan biaya haji di masa depan. Jadi, menurut saya inilah mitigasi risiko yang akan dilakukan pemerintah,” tutur Airlangga. 

    Pada 26 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan layanan bank emas atau bulion bank.  

    Sesuai dengan Undang-undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Keuangan (P2SK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.17/2024, bank emas dibentuk untuk memperkuat ekosistem perdagangan emas, meningkatkan penghiliran, serta memperluas akses pembiayaan industri emas nasional. 

    “Menjelang 80 tahun kita merdeka, dengan bangga pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia yang punya cadangan emas ke-6 terbesar di dunia untuk pertama kali akan memiliki bank emas,” ujar Prabowo saat memberikan sambutan dalam peresmian Layanan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI) di Gade Tower, Rabu (26/2/2025).

  • Buruh Demo Tuntut Hak, Pemerintah Diminta Turun Tangan

    Buruh Demo Tuntut Hak, Pemerintah Diminta Turun Tangan

    PIKIRAN RAKYAT – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia masih terus terjadi dan semakin marak, menyebabkan jumlah pengangguran bertambah.

    Pengamat ekonomi Indef, Eko Listiyanto, menekankan pentingnya mencegah PHK dengan memperbaiki daya beli masyarakat kelas menengah.

    Ilustrasi PHK.

    Sejumlah perusahaan besar, seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Group, PT Sanken Indonesia, dan Yamaha Indonesia, telah merumahkan ribuan pekerja.

    “Perbaiki dan benahi daya beli masyarakat kelas menengah. Ini menjadi kunci penting dalam mencegah terjadinya PHK di sektor industri, khususnya manufaktur,” kata Eko dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/3/2025).

    Menurutnya, daya beli masyarakat kelas menengah perlu diperbaiki karena mereka adalah pasar utama produk industri manufaktur. Saat ini, kelompok tersebut mengalami tekanan akibat kondisi ekonomi yang kurang baik.

    Eko menjelaskan bahwa ada tanda-tanda pelambatan ekonomi dengan melemahnya daya beli kelas menengah dan terjadinya deflasi. Situasi ini diperburuk oleh perang dagang setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.

    Kondisi yang tidak menguntungkan ini membuat industri melakukan PHK karena permintaan pasar, khususnya dari kelas menengah, menurun.

    “Ya mau bagaimana, pertama kalau tidak ada yang beli pasti mereka (industri) mengurangi karyawan karena produksi berkurang, ketika produksi berkurang maka secara otomatis tenaga kerja juga dikurangi. Ketika pengurangan jam kerja karyawan tidak lagi efektif dalam kondisi produksi yang berkurang, lama-lama perusahaan kemudian memutuskan PHK, dan ini yang terjadi,” kata Eko.

    Selain memperbaiki daya beli masyarakat kelas menengah, Eko juga menyarankan agar kebijakan di sektor industri, terutama manufaktur, lebih jelas dan diperkuat oleh pemerintah.

    Solusi jangka pendek

    Menurutnya, pelaku industri saat ini membutuhkan solusi jangka pendek agar bisa memperbaiki neraca keuangan dan meningkatkan penjualan.

    Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebutkan bahwa PHK massal yang terjadi menjadi alasan utama aksi unjuk rasa untuk menyelamatkan industri nasional dan menekan angka pengangguran.\

    Mulai Senin (10/3/2025), para buruh menggelar aksi demo di pabrik Sritex dan Kemnaker sebagai protes terhadap ketidakjelasan pembayaran pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR). Mereka juga menuntut agar buruh yang terkena PHK dapat kembali bekerja dan memperingatkan adanya ancaman gelombang PHK di berbagai pabrik lain di Indonesia.

    Said Iqbal mengatakan bahwa aksi solidaritas ini berlangsung lima hari, dari 10 hingga 15 Maret 2025, di depan pabrik Sritex Sukoharjo. Selain itu, aksi serupa juga digelar di Jakarta pada 11 Maret 2025, dengan tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah pusat melalui Kemnaker.

    “Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas bagi buruh Sritex yang terkena PHK secara sepihak dan tidak mendapatkan hak-haknya secara layak. Kami juga menuntut pemerintah untuk segera turun tangan agar kasus PHK massal tidak semakin meluas,” ujar Iqbal.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sedekade Rencana Induk Industri, Ekonom Sorot Serapan Tenaga Kerja Minim

    Sedekade Rencana Induk Industri, Ekonom Sorot Serapan Tenaga Kerja Minim

    Bisnis.com, JAKARTA — Target serapan tenaga kerja sektor industri yang dicanangkan pemerintah masih jauh dari target. Rancangan Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035 tak kunjung terwujud sepenuhnya. 

    Dalam RIPIN 2015-2035 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Peraturan Pemerintah No 14/2015 disebutkan jumlah tenaga kerja di sektor industri dalam RIPIN 2015 dicanangkan dapat mencapai 21,7 juta pada tahun ini. 

    Namun, rata-rata kontribusi jumlah tenaga kerja manufaktur masih dikisaran 20 juta – 21 juta orang dalam 5 tahun terakhir. 

    Bahkan, pertumbuhan proporsi tenaga kerja sektor industri manufaktur stagnan cenderung susut. Pada 2019, industri pengolahan nonmigas menyumbang 14,91% terhadap total angkatan kerja di Indonesia yaitu mencapai 136 juta orang (Februari 2019).  

    Sementara, kontribusinya mengalami penurunan hingga ke titik stagnan dalam dua tahun terakhir 2023-2024 di angka 13,83% dari total angkatan kerja di kisaran 147 juta – 152 juta orang.

    Peneliti Indef Ariyo DP Irhamna mencatat persentase jumlah tenaga kerja di Indonesia sektor manufaktur cenderung stagnan dan melandai sejak tahun 2014. Untuk itu, pemerintah dinilai harus meningkatkan sumber daya manusia (SDM).  

    “Selain itu, dari sisi SDM, pemerintah Indonesia gagal mendorong agenda SDM terampil dan masih mengandalkan isu SDM murah,” jelas Ariyo kepada Bisnis, Kamis (6/3/2025). 

    Di samping itu, dia menambahkan, pengembangan SDM juga harus diiringi dengan fokus memperkuat penguasaan teknologi inovasi dalam negeri dengan mendorong komersialisasi hasil riset dan teknologi dalam negeri.

    Selain isu keterampilan SDM, industri padat karya sebagai penyerap tenaga kerja terbesar saat ini perlu diperkuat tata kelola, termasuk penguatan pasar lewat regulasi pemerintah. 

    Lebih lanjut, Ariyo menyoroti tata kelola kebijakan yang tidak transparan dan penegakan hukum yang saat ini lemah juga menjadi perhatian investor.

    Secara makro dari sisi daya beli masyarakat, meski jumlah market indonesia besar tapi daya beli masyarakat sedang turun. Menurut dia, market Indonesia saat ini dinilai tak terlalu menarik dibandingkan pangsa pasar lain yang kecil namun daya belinya tinggi. 

    Senada, Guru Besar Universitas Paramadina Ahmad Badawi Saluy, mengatakan kinerja industri manufaktur Indonesia dengan negara- negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. 

    Indonesia konsisten tertinggal, dengan struktur industri pengolahan yang masih didominasi oleh industri berbasis sumber daya alam (resource-based). 

    Sementara itu, Malaysia dan Vietnam telah bergerak ke industri berbasis teknologi tinggi (high-tech), dan Thailand didominasi oleh industri teknologi menengah (medium-tech). 

    Kondisi ini menunjukkan perlunya transformasi struktural di sektor industri Indonesia agar mampu bersaing di tingkat global.

  • Ekspor Industri RI Kalah Jauh dari Vietnam, Hilirisasi Belum Tokcer?

    Ekspor Industri RI Kalah Jauh dari Vietnam, Hilirisasi Belum Tokcer?

    Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja ekspor nonmigas di Indonesia memang mengalami pertumbuhan secara tahunan. Kendati demikian, jika dibandingkan dengan negara tetangga, misalnya Vietnam, nilai ekspor nonmigas Indonesia masih jauh dari capaian Negeri Naga Biru itu. 

    Merujuk pada data Kantor Statistik Nasional (GSO) Vietnam, ekspor barang Vietnam pada 2024 mencapai US$405,53 miliar atau naik 14,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun, ekspor kelompok industri pengolahan mencapai US$356,74 miliar atau menyumbang 88% dari total ekspor tahun lalu.

    Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia pada 2024 mencapai US$264,70 miliar atau naik 2,29% dari tahun lalu. Adapun, ekspor nonmigas atau pengolahan sepanjang 2024 mencapai US$248,8 miliar atau naik 4,83% dibandingkan periode sebelumnya US$242,85 miliar. Ekspor nonmigas berperan 94% terhadap total ekspor Januari-Desember 2024.

    Peneliti Indef Ariyo DP Irhamna mengatakan, Indonesia masih bergantung pada ekspor bahan baku, sementara Vietnam lebih banyak mengekspor produk jadi. Struktur ekspor Indonesia didominasi oleh komoditas sumber daya alam (SDA) seperti minyak kelapa sawit. 

    “Agenda hilirisasi enggak akan jalan tanpa penguasaan teknologi inovasi dalam negeri. Selama ini pemerintah masih fokus pada sumber daya alam, belum penguasaan teknologi inovasi dalam negeri,” jelas Ariyo kepada Bisnis, Rabu (5/3/2025). 

    Adapun, dalam catatan Indef, Indonesia lebih aktif mengekspor minyak kelapa sawit. Potensi ekspansi ekspor Indonesia untuk produk bernilai tambah tinggi perlu dioptimalisasi melalui hilirisasi komoditas berbasis sumber daya alam yang didukung oleh sektor tersebut. 

    Sementara itu, komposisi ekspor Vietnam didominasi oleh perangkat telepon & peralatan transmisi suara/gambar lainnya, elektronik, dan lainnya. Struktur ekspor Vietnam sudah banyak mengandalkan produk dengan nilai tambah tinggi, seperti produk industri subsektor manufaktur peralatan listrik, mesin, dan perlengkapan. 

    “Vietnam lebih banyak ekspor produk bernilai tambah dibandingkan Indonesia karena Vietnam sejak 10 tahun lalu fokus pengembangan teknologi,” ujarnya. 

    Menurut dia, salah satu kunci dari struktur ekspor Vietnam yang didominasi oleh produk dengan nilai tambah adalah investasi asing di sektor manufaktur seperti industri elektronik dan transportasi. 

    Dalam hal ini, Ariyo menilai pemerintah perlu fokus memperkuat penguasaan teknologi inovasi dalam negeri dengan mendorong komersialisasi hasil riset dan teknologi dalam negeri. 

    “Padahal banyak hasil riset dan inovasi teknologi dalam negeri yang bisa mengakselerasi agenda hilirisasi,” jelasnya. 

  • PMI Manufaktur Melesat Meski Pabrik Bertumbangan, Ini Pemicunya

    PMI Manufaktur Melesat Meski Pabrik Bertumbangan, Ini Pemicunya

    Bisnis.com, JAKARTA — Momentum Ramadan dinilai menjadi pendongkrak nilai Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia ke angka 51,9 pada Februari 2025 dari bulan sebelumnya 53,6. Indikator kenaikan didorong variabel pesanan baru dan input bahan baku yang meningkat. 

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, pelaku usaha terlihat optimistis dengan kedatangan pesanan baru pasar domestik yang ditopang permintaan jelang puasa dan Lebaran.  

    “Kita melihat bahwa biasanya permintaan barang itu cukup tinggi menjelang bulan-bulan puasa, terutama di pasar domestik mengingat kita tahu bahwa PMI itu biasanya meningkat sebelum bulan puasa,” kata Andry kepada Bisnis, Senin (3/3/2025). 

    Di samping itu, Andry mengakui bahwa terdapat ketidakselarasan antara PMI manufaktur yang tumbuh ekspansif, sementara kondisi usaha, khususnya industri padat karya, mengalami tekanan bahkan banyak pabrik yang tutup. 

    “Tentunya dari bias metodologi yang dimiliki oleh PMI sendiri di mana kita tahu struktur industri yang digunakan PMI dengan struktur industri yang ada di Indonesia itu tidak sama,” terangnya. 

    Namun, menurut dia, hal tersebut dikarenakan perbedaan pengambilan sampling industri yang berbeda sehingga tidak merepresentasikan industri secara menyeluruh di Indonesia. 

    “Kita lihat juga industri padat karya yang banyak tumbang itu tidak terepresentasi di dalam PMI karena beberapa di antaranya sektor-sektor di PMI itu cenderung berada di sektor padat modal dibandingkan padat karya,“ jelasnya. 

    Menurut laporan S&P Global, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia naik menjadi 53,6 dari 51,9 pada Januari, menunjukkan perbaikan kondisi operasional di sektor ini.

    Peningkatan permintaan domestik menjadi pendorong utama, sementara pesanan ekspor menunjukkan sedikit penurunan. Produksi pabrik pun meningkat pada laju tercepat dalam sembilan bulan terakhir. Untuk memenuhi permintaan, perusahaan memperkuat kapasitas dengan menambah tenaga kerja pada tingkat tercepat sejak survei.

    Joe Hayes, Ekonom Utama di S&P Global Market Intelligence, menyebut bahwa momentum positif ini memperkuat prospek ekonomi kuartal pertama 2025.

    “Kondisi permintaan sangat mendukung pertumbuhan, mendorong peningkatan lapangan kerja yang memecahkan rekor survei dan volume pembelian yang lebih besar. Kami juga melihat perusahaan menjadi lebih optimis terhadap prospek karena keyakinan meningkat ke level tertinggi dalam hampir 3 tahun,” ujarnya.

    Namun demikian, tekanan biaya meningkat akibat pergerakan nilai tukar yang tidak menguntungkan serta harga bahan baku yang lebih tinggi. Produsen terpaksa menaikkan harga jual meski laju inflasi harga output masih tergolong moderat.

  • Amanat Research Institute gelar diskusi kebijakan bahas isu kelautan

    Amanat Research Institute gelar diskusi kebijakan bahas isu kelautan

    “Diskusi ini harus menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa diterapkan,”

    Jakarta (ANTARA) – Amanat Research Institute menggelar acara diskusi kebijakan bertemakan Meninjau Potensi Nilai Ekonomi dan Restorasi Lingkungan Hidup dalam Pengembangan Konektivitas Alur Laut Kepulauan Indonesia di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Jumat (28/2).

    Direktur Eksekutif Amanat Research Institute Bayu Satria Utomo menyampaikan acara tersebut merupakan wujud nyata dari implementasi ilmu pengetahuan yang sering dibahas di forum akademis.

    “Hasil dari diskusi ini akan kami teliti lebih lanjut dan kami sampaikan kepada Pak Zulkifli Hasan selaku Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan dan kementerian lainnya,” ujar Bayu dalam kesempatan tersebut, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Bayu berharap generasi muda dapat mengambil pelajaran dari diskusi tersebut dan menyampaikan aspirasi mereka kepada pembuat kebijakan untuk masa depan yang lebih baik.

    Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus (Stafsus) Menko Pangan Bidang Kebijakan Strategis Intan Fauzi memberikan pandangannya mengenai pentingnya partisipasi pemangku kepentingan dari berbagai sektor.

    Menurut dia, partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan agar kebijakan yang dihasilkan dapat lebih inklusif dan tepat sasaran.

    “Diskusi ini harus menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa diterapkan,” ucap Intan.

    Nantinya, kata dia, seluruh masukan yang disampaikan akan dikompilasi dan diserahkan langsung kepada Menko Zulkifli Hasan untuk dibahas lebih lanjut di tingkat kementerian terkait.

    Sementara itu, Project Manager diskusi kebijakan tersebut, Salman Al Fathan memaparkan potensi ekonomi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

    “Indonesia memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan internasional. Potensi ekonomi yang dapat diperoleh dari pengembangan konektivitas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sangat besar, baik dari biaya pelabuhan, pajak, pemandu kapal, dan lainnya,” kata Salman.

    Ia menjelaskan bahwa tujuan dari diskusi, yakni untuk mengidentifikasi potensi ekonomi tersebut serta membangun strategi restorasi lingkungan, mitigasi, dan adaptasi masyarakat pesisir terhadap degradasi lingkungan.

    Kegiatan kali ini merupakan hasil kolaborasi antara Amanat Research Institute dan Forma SKSG UI, yang berhasil mengumpulkan beragam pemangku kepentingan untuk membahas isu penting agar menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih baik dan berdampak luas bagi lingkungan dan ekonomi Indonesia.

    Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pakar dan pejabat penting di bidang kelautan dan lingkungan, di antaranya Stafsus Menko Pangan Bidang Kebijakan Strategis Intan Fauzi, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) dan Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonvitner, Manager for Ocean and Plastic Waste World Resources Institute Rocky Pairunan, serta Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yus Budiyono.

    Lalu, hadir pula Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjajaran (Unpad) Candra Wirawan Arief, Kepala Kantor Perwakilan Jakarta PT PAL Indonesia (Persero) Mujizat Alam, CEO Supply Chain Indonesia Setijadi, perwakilan dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Akhmad Solihin, perwakilan dari Kementerian Perhubungan Capt. Ari Wibowo, serta peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad.

    Dari diskusi tersebut, para narasumber pakar menyampaikan bahwa pengambilan kebijakan harus memiliki pendekatan multi-disiplin yang dapat menyeimbangkan perspektif pembangunan ekonomi dengan usaha restorasi dan perlindungan lingkungan hidup.

    Selain itu, pembangunan ALKI harus diselaraskan dengan agenda pemerataan pembangunan di daerah, yang diharapkan dapat menciptakan keterhubungan yang mendorong pembangunan ekonomi secara lebih merata.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Harga Cabai dan Minyak Goreng Bisa Melonjak Saat Ramadan 2025

    Harga Cabai dan Minyak Goreng Bisa Melonjak Saat Ramadan 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, seperti cabai, minyak goreng, dan daging, selama bulan Ramadan. Ekonom Indef, Tauhid Ahmad, menjelaskan lonjakan harga ini dipicu oleh meningkatnya permintaan serta keterbatasan pasokan di pasar.

    Menurut Tauhid, komoditas pangan yang kerap mengalami kenaikan harga menjelang Ramadan meliputi minyak goreng, daging, cabai, dan bawang. Ia mencontohkan harga minyak goreng yang seharusnya berada di kisaran Rp 15.700 per liter berpotensi naik menjadi Rp 16.000 hingga Rp 17.000. Sementara itu, harga daging yang biasanya Rp 130.000 per kilogram bisa melonjak hingga di atas Rp 140.000.

    “Biasanya komoditas yang dibutuhkan, seperti minyak goreng dan daging, cenderung naik karena keterbatasan stok di tingkat ritel. Meskipun stok nasional cukup, permintaan yang meningkat dalam waktu bersamaan menyebabkan harga melonjak,” ujar Tauhid kepada Beritasatu.com, Sabtu (1/3/2025).

    Tauhid menambahkan ketidakstabilan harga pangan selama Ramadan terjadi akibat lonjakan permintaan dalam waktu singkat. Meski demikian, beberapa komoditas seperti telur relatif lebih stabil karena persiapan yang dilakukan oleh peternak mandiri.

    “Peternak biasanya sudah menyiapkan stok telur menjelang Ramadan, sehingga kenaikan harga masih dalam batas wajar, sekitar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram. Berbeda dengan cabai dan bawang yang sering mengalami lonjakan harga tinggi,” jelasnya.

    Salah satu perhatian utama adalah harga cabai yang diprediksi melonjak drastis akibat cuaca ekstrem. Tauhid menjelaskan curah hujan tinggi menyebabkan banyak tanaman cabai gagal panen, sehingga stok di pasaran menipis.

    “Curah hujan tinggi membuat bunga cabai tidak berkembang dengan baik, sehingga hasil panen terbatas. Akibatnya, harga bisa naik 5% hingga 10% atau lebih. Jika harga cabai mencapai Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kilogram menjelang Idulfitri, dampaknya akan terasa di kantong masyarakat,” ungkapnya.

    Untuk mengatasi persoalan kenaikan harga pangan, seperti cabai dan minyak goreng ini, Tauhid menekankan pentingnya inovasi dalam sektor pertanian, seperti pengembangan industri rumah kaca untuk mengantisipasi perubahan iklim. Namun, ia mengakui investasi di bidang ini masih terbatas dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.

  • Banyak Investor Asing Hengkang dari RI, Pakar Singgung Industri Tak Nyaman

    Banyak Investor Asing Hengkang dari RI, Pakar Singgung Industri Tak Nyaman

    Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena investasi asing yang hengkang dari Indonesia maupun penutupan pabrik lokal dinilai menjadi pertanda industri dalam negeri tak baik-baik saja. Hal ini juga menandakan perlunya perbaikan tata kelola dan pembenahan investasi Tanah Air. 

    Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Universitas Paramadina Ahmad Badawi Saluy. Dia melihat sejumlah industri asing yang sebelumnya memproduksi barang industri di Indonesia kabur ke negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, hingga India. 

    “Kalau ditanya ini pertanda bahwa negara kita tidak baik-baik saja? Oh iya, kalau Indonesia baik-baik saja tidak mungkin mereka hengkang, kalau mereka nyaman mendapatkan keuntungan gak mungkin mereka lari,” kata Badawi dalam Diskusi Indef, Kamis (27/2/2025). 

    Dia tak memungkiri bahwa hengkangnya sejumlah industri keluar Indonesia tak lepas dari kondisi dan situasi iklim usaha dalam negeri. Menurut dia, investor melihat Indonesia prospektif. Namun, terdapat ketidaknyamanan dalam berusaha. 

    Dalam hal ini, Badawi menyoroti berbagai pertimbangan investor dari sisi perhitungan bisnis, utamanya terkait kemudahan pembiayaan dan risiko keuangan lainnya. 

    “Investasi itu kan bukan uang pribadi, uangnya datang dari lembaga keuangan yang punya risiko artinya dia harus kembalikan tepat waktu, dan menghitung suku bunga, kalau misalkan birokrasi kita sangat tidak menguntungkan bagi mereka, pajaknya dan sebagainya kemudian ada perlakuan diskriminatif itu juga sangat menjadi bahan pertimbangan mereka,” terangnya. 

    Tak hanya itu, dia juga menilai kebijakan terkait ketenagakerjaan yang membuat investor maju mundur. Sebab, belanja tenaga kerja juga menjadi pertimbangan besar sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. 

    Badawi menuturkan bahwa pemerintah harus memiliki perhatian besar terhadap investasi-investasi yang datang dari asing maupun dari dalam negeri, utamanya terkait dengan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam berusaha. 

    “Misalkan Vietnam, di sana itu pemerintahnya kan lebih memberikan rasa nyaman, perlindungan kepada investasi asing, kemudian aturan main tentang perburuhan kemudian birokrasi yang humanis yang bisa diterima dan membuat mereka nyaman di situ,” terangnya. 

    Lebih lanjut, hengkangnya inevstasi industri asing dari Indonesia dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja manufaktur. Apalagi, dalam catatannya, serapan tenaga kerja industri pengolahan stagnan di kisaran 13,83% pada 2024 dari total penduduk bekerja 144,64 juta orang. 

    Di sisi lain, Badawi juga menyoroti perkembangan industri dalam negeri yang butuh perubahan, khususnya terkait pemanfaatan teknologi industri di Indonesia yang masih rendah di kisaran 4,5%, sementara di Vietnam penggunaan teknologi tinggi telah mencapai 41%, Malaysia juga unggul 43,2%, dan Thailand 25%.

    Baru-baru ini, pabrikan peralatan listrik PT Sanken Indonesia yang merupakan produsen asal Jepang yang berlokasi di Cikarang memutuskan untuk hengkang pada Juni 2025. Setidaknya 457 buruh terdampak dari penutupan pabrik tersebut. 

    Adapun, penutupan pabrik Sanken Indonesia yang berlokasi di Cikarang itu dilakukan lantaran terjadi peralihan bisnis yang dilakukan perusahaan pusatnya di Jepang dari produsen alat listrik ke semikonduktor.  

    Fenomena penutupan pabrik kembali terjadi awal tahun ini yang menimpa lini produksi pabrik piano milik Yamaha. Adapun, penutupan produksi pabrik ini akan berakibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berdampak ke 1.100 pekerja.  

    Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan, dua pabrikan alat musik Yamaha akan menutup fasilitas produksinya secara bertahap.  

    “Saat ini sedang negosiasi [manajemen dan buruh]. Kedua-duanya pabrik divisi piano karena order menurun diputuskan di produksi di China dan Jepang,” kata Riden kepada Bisnis, Kamis (27/2/2025).  

    Adapun, pabrik pertama yang akan tutup yaitu PT Yamaha Music Product Asia MM 2100 di Bekasi pada akhir Maret 2025. Jumlah tenaga kerja yang ada dan berpotensi terkena PHK yaitu sebanyak 400 orang. 

  • Ada perubahan tren konsumsi jelang Ramadan 2025

    Ada perubahan tren konsumsi jelang Ramadan 2025

    Pedagang melayani pembeli di Pasar Subuh, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (21/2/2025). Menurut pedagang menjelang bulan Ramadhan, harga sejumlah barang kebutuhan pokok di pasar tradisional itu mengalami kenaikan. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

    Ekonom: Ada perubahan tren konsumsi jelang Ramadan 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 27 Februari 2025 – 12:37 WIB

    Elshinta.com – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, akan ada perubahan tren konsumsi masyarakat menjelang Ramadan dan Idul Fitri tahun 2025.

    Dilansir dari ANTARA, Esther mengatakan perayaan Ramadan dan Lebaran masih akan tetap meriah, tapi ada penyesuaian.

    “Nanti ketika Lebaran pun tetap akan ramai, tapi masyarakat akan menyesuaikan dengan kantong. Mereka akan tetap mudik, dan lain sebagainya, tapi ada cara sendiri untuk berlebaran dan menyambut bulan Ramadan,” katanya.

    Hal ini juga merupakan pengaruh dari turunnya daya beli masyarakat menyusul sejumlah gejolak politik dan ekonomi yang terjadi baru-baru ini di Indonesia.

    Selain itu, dia menilai turunnya jumlah kelas menengah juga menjadi faktor turunnya daya beli.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia menurun dari 57,33 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada tahun 2024.

    Penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang yang turun kelas, sehingga dapat berdampak pada pelemahan perekonomian Indonesia.

    “Daya beli itu memang melemah, karena dibuktikan dengan turunnya jumlah kelas menengah, di angka 9-10 juta,” ujar Esther.

    “Di sisi lain, kita lihat kenaikan harga itu lebih cepat daripada kenaikan upah, membuat pendapatan riil kita turun. Artinya nilai uang kita turun. Kemudian kita lihat bahwa sekarang ini ada efisiensi anggaran, dan lainnya, tapi yang kena juga kelas menengah,” ujarnya menambahkan.

    Di sisi lain, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menilai naik-turunnya daya beli masyarakat sangat tergantung pada sumber kebijakan pemerintah seperti kenaikan upah buruh.

    “Kenaikan upah buruh itu langsung berpengaruh ke daya beli masyarakat. Namun, pemerintah kita saya rasa terlalu konservatif dalam menaikkan kebijakan upah buruh,” katanya.

    “Itu kenapa secara relatif sebetulnya dalam sepuluh tahun ini ekonomi masyarakat kelas ekonomi bawah merasakan penderitaan yang semakin berat,” ujarnya menambahkan.

    Sumber : Antara

  • Menabung di Bank Emas Halal? Ini Penjelasannya dalam Prinsip Syariah – Page 3

    Menabung di Bank Emas Halal? Ini Penjelasannya dalam Prinsip Syariah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto meresmikan layanan bank emas perdana di Indonesia, Rabu (26/2/2025). Ada dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat dari terbitnya layanan bank emas ini yaitu PT Pegadaian (Persero) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).

    Peneliti dari Center for Sharia Economics Development (CSED) Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Murniati Mukhlisin, mengungkapkan bahwa dalam perencanaan keuangan syariah, salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah bullion bank, yang memungkinkan masyarakat untuk mengelola investasi mereka dengan lebih baik.

    Salah satu alasan mengapa emas menjadi pilihan utama dalam perencanaan keuangan syariah adalah karena sifat emas yang stabil dan memiliki nilai intrinsik yang tidak terpengaruh inflasi.

    Emas juga tidak mengandung unsur riba, maysir (perjudian), dharar (kerugian), atau zalim (kezaliman), yang merupakan elemen-elemen yang harus dihindari dalam transaksi keuangan syariah.

    “Emas pastinya dianggap stabil sesuai dengan prinsip syariah. Dan bank emas bullion ini dengan inovasi, bisa berinovasi lebih baik lagi. Dengan layanan investasi emas, pembiayaan emas, pegadaian emas. Ini bisa kita dapati nanti di bank-bank yang bullion bank,” kata Murniati dalam diskuis Indef Terkiat Bullion Bank, Rabu (26/2/2025).

    Murniati, menjelaskan, perubahan gaya hidup yang signifikan pasca pandemi COVID-19 memicu banyak orang untuk mengevaluasi dan memperbaiki perencanaan keuangan mereka.

    Banyak yang berusaha mencari cara untuk merencanakan keuangan dengan lebih bijak, dan perencanaan keuangan syariah pun semakin mendapat perhatian. Prinsip-prinsip syariah dalam perencanaan keuangan memberikan jalan bagi masyarakat untuk berinvestasi, menabung, dan merencanakan masa depan tanpa melanggar hukum agama.