NGO: INDEF

  • Penjualan Pakaian Susut jelang Lebaran 2025, Bukti Daya Beli Melemah?

    Penjualan Pakaian Susut jelang Lebaran 2025, Bukti Daya Beli Melemah?

    Bisnis.com, JAKARTA — Para pedagang produk garmen atau pakaian jadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat mengeluhkan penurunan penjualan jelang Lebaran 2025, yang menjadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

    Destiana (20), karyawan di salah satu toko penjual pakaian perempuan hingga anak di Lantai 1 Blok C Central Tanah Abang, mengungkapkan terjadi penurunan penjualan sekitar 50% pada Lebaran tahun ini dibandingkan Lebaran tahun lalu.

    Perempuan yang sudah berdagang di Tanah Abang sejak 2023 itu mengaku kini omzet kotor tokonya rata-rata Rp10 juta per hari. Menurutnya, penurunan pengunjung di Pasar Tanah Abang sudah mulai terjadi sejak Agustus 2024.

    “[Jelang Lebaran 2025] biasa aja, kayak hari-hari biasa. Jauh banget menurunnya,” kata Desti saat ditemui di kiosnya, Jumat (28/3/2025).

    Senada, penurunan omzet juga dialami Rendi (21), salah satu karyawan di toko penjual kerudung di Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang.

    Dia tidak menampik bahwa terjadi peningkatan pengunjung jelang Lebaran kali ini. Hanya saja, peningkatannya tidak sesignifikan tahun lalu.

    “Mendingan [Lebaran] tahun kemarin. Kalau tahun sekarang turun,” ungkap Rendi saat ditemui di kiosnya, Jumat (23/3/2025).

    Padahal, sambungnya, omzet rata-rata per hari jelang Lebaran 2024 bisa mencapai Rp4 juta, tetapi kini sekitar Rp1 juta.

    Daya Beli Lemah

    Indikasi melemahnya daya beli masyarakat, terutama jelang Lebaran 2025, memang tercatat dari sejumlah data statistik.

    Bank Indonesia misalnya memprakirakan indeks penjualan riil (IPR) pada Februari 2025 terkontraksi sebesar 0,5% secara tahunan dan tumbuh melambat 0,8% secara bulanan (dari 5,9% pada Januari).

    IPR mencerminkan tingkat penjualan eceran di beberapa kota besar di Indonesia, salah satu indikator penting dari sisi produsen yang dapat menggambarkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga.

    Tak hanya dari sisi produsen, dari sisi konsumen juga tampak indikasi pelemahan. Badan Pusat Statistik mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%), maupun year to date (-1,24%).

    Sejumlah kios pakaian di Pasar Tanah Abang Blok A dan Blok B mulai tutup dan pengunjung berkurang dua hari sebelum lebaran./ Bisnis – Dwi Rachmawati

    Memang secara agregat, inflasi inti masih tumbuh secara bulanan (0,25%) tahunan (2,48%). Faktor terbesar penyumbang deflasi berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu diskon tarif listrik 50% oleh pemerintah untuk rumah tangga kelas menengah.

    Hanya saja yang menjadi anomali adalah kelompok pakaian dan alas kaki hanya mengalami inflasi 0,1% secara bulanan. Padahal notabenenya, masyarakat kerap memburu ‘baju Lebaran’ menjelang Hari Raya Idulfitri.

    Sebagai perbandingan, kelompok pakaian dan alas kaki mengalami inflasi 0,22% secara bulanan pada Maret tahun lalu atau jelang Lebaran 2024. Kelompok itu menjadi penyumbang inflasi terbesar keempat, hanya kalah dari dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau (1,42%); perawatan pribadi dan jasa lain (0,7%); serta penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,33%).

    PHK hingga Efisiensi

    Pertanyaannya kini, apa penyebab daya beli melemah jelang Lebaran 2025?

    Dalam publikasi bertajuk Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025!, Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai pelemahanan daya beli jelang Hari Raya Umat Muslim itu terjadi karena tekanan dari sisi pendapatan kelompok rumah tangga kelas menengah dan menengah ke bawah.

    Core mencontohkan terjadi PHK massal di sektor manufaktur menjelang lebaran 2025 seperti yang terjadi kepada 10.655 buruh di PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Selain fenomena PHK besar-besaran, sulitnya mencari pekerjaan yang layak bagi pekerja kerah putih juga menjadi sebab menurunnya pendapatan dari yang selayaknya diterima.

    “Melambatnya pertumbuhan upah riil di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan jasa lainnya menambah beban rumah tangga pekerja,” tulis Core dalam publikasinya, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Mengolah data Badan Pusat Statistik, Core mengungkapkan upah sektor industri manufaktur terkontraksi 0,7% pada 2024. Padahal, pada 2022 dan 2023, upah riil pekerja manufaktur masih tumbuh rata-rata 5,6%.

    Hasil studi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menambahkan, efisiensi anggaran oleh pemerintah Presiden Prabowo Subianto juga diproyeksikan berkontribusi menekan lonjakan konsumsi selama Lebaran tahun ini.

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman menjelaskan studi tersebut menggunakan perhitungan model computable general equilibrium (CGE). Indef mencoba membandingkan data dampak mudik ke perekonomian pada tahun lalu dengan tahun ini di tengah efisiensi anggaran belanja negara.

    Hasilnya, tingkat konsumsi rumah tangga di semua provinsi akan turun pada Lebaran kali ini akibat efisiensi anggaran. Penurunan terbesar terjadi di Banten yang mencapai 1,4%.

    “Artinya apa? Artinya bahwa hampir setiap daerah konsumsinya tertahan,” ujar Rizal dalam diskusi daring Indef, Rabu (19/3/2025).

    Dia menilai penurunan konsumsi rumah tangga tersebut disebabkan utamanya karena dana transfer ke daerah senilai Rp50,59 triliun terkena efisiensi anggaran. Akibatnya, peredaran uang di daerah akan terpengaruh secara negatif.

    Dari hasil perhitungan Indef, provinsi-provinsi di Pulau Jawa yang paling besar mengalami penurunan tingkat konsumsi rumah tangga. Masalahnya, sambung Rizal, hampir dua pertiga penduduk Indonesia ada di Jawa. “Ini pasti berpengaruh ke [angka] agregat konsumsi nanti,” jelasnya.

    Secara tahunan, Indef memperkirakan konsumsi rumah tangga akan turun 0,814% akibat efisiensi anggaran tersebut.

  • Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi – Page 3

    Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi di momen Lebaran 2025 ini diramal belum bisa mencuat, lantaran adanya pelemahan daya beli masyarakat. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, momentum Ramadan dan Lebaran kerap jadi indikator utama penguat ekonomi.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad bahkan memperkirakan, momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi ke level 5 persen.

    Untuk diketahui, bulan suci Ramadan tahun ini berjalan penuh di Maret 2025, dengan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah diprediksi jatuh pada 31 Maret. Artinya, semua itu terjadi di kuartal I 2025.

    Sayangnya, Tauhid menilai, faktor-faktor seperti pelemahan daya beli hingga maraknya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) diklaim belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Ramadan dan Lebaran kali ini.

    “Saya kira kuartal pertama menurut hitungan saya masih sekitar 4,9 persen. Agak berat untuk mencapai di angka 5 persen,” ujar dia kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Di sisi lain, Tauhid memperkirakan perputaran uang di momen pasca Lebaran 2025 bakal meningkat. Namun secara hitungan ekonomi, itu akan terjadi pada April 2025 atau di awal kuartal II.

    “Konsumsi meningkat di perhitungan bulan April, yaitu kuartal kedua, pasca Lebaran. Kalau di Maret, month to month-nya pasti lebih tinggi (dibanding Februari 2025). Cuman, year on year-nya dibandingkan bulan Maret tahun lalu jelas pasti terjadi kontraksi. Itu yang menurut saya memang perlu ada perbaikan lah untuk itu,” bebernya.

    Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menganggap, momen Ramadan dan Lebaran yang terjadi di penghujung kuartal I tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi.

     

  • Produsen Elektronik RI Waswas Dampak Kebijakan Tarif Tinggi Trump

    Produsen Elektronik RI Waswas Dampak Kebijakan Tarif Tinggi Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Industri Elektronika (Gabel) menilai risiko kebijakan tarif tinggi bea masuk ke Amerika Serikat dapat menghantam industri nasional. Indonesia akan menjadi sasaran empuk produk elektronik dari negara yang dikenakan tarif tinggi oleh Presiden Donald Trump. 

    Sekjen Gabel Daniel Suhardiman mengatakan bagi pelaku usaha elektronik, kebijakan tersebut lebih banyak menjadi tantangan ketimbang peluang. Sebab, pasar domestik Indonesia yang masih minim non-tariff measures berpotensi dibanjiri produk impor. 

    “Kalau kami melihat justru bisa jadi ancaman serius untuk industri dalam negeri,” ujar Daniel kepada Bisnis, Kamis (27/3/2025). 

    Padahal, menurut Daniel, Indonesia dapat mengambil peluang dari masifnya pabrikan elektronik yang kabur dari China untuk menghindari tarif tinggi bea masuk ke AS yang diterapkan Presiden Trump.

    Namun, pihaknya justru melihat pabrikan elektronik China tersebut lebih memprioritaskan relokasi dan berinvestasi ke Thailand, Malaysia, dan Vietnam. 

    “Di sisi lain, China perlu pasar untuk menyerap hasil produksi mereka, dan tentunya Indonesia adalah pilihan seksi karena kita lemah NTM (Non Tariff Measure),” ujarnya.

    Menurut Daniel, pemerintah harus memperkuat kebijakan non-tarif measures, salah satunya telah dilakukan Kemenperin dan Kementerian ESDM yang memperluas penerapan wajib SNI dan Label Hemat Energi (LHE). 

    Kendati demikian, hal tersebut tidak akan efektif apabila relaksasi impor masih terjadi. Untuk itu, revisi Permendag No.8/2024 harus segera dilakukan dan dipercepat. 

    Pelaku usaha elektronik juga menyarankan agar rencana pemindahan pelabuhan atau entry point impor ke wilayah timur Indonesia tidak hanya jadi wacana.

    “Dalam jangka pendek kami terus meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kami akan usahakan untuk tidak terjadi perampingan, meskipun yang saya dengar, di level ritel elektronika sudah mulai terjadi perampingan, tapi bisa saja informasi ini kurang akurat,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Peneliti Ekonomi dari Institute of Development of Economic and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna mengatakan produk elektronik dan komponen juga dapat dikenakan tarif tinggi ekspor ke AS, jika negara tersebut memperluas tarif untuk produk teknologi. 

    Menurut Ariyo, industri elektronik RI yang sedang berkembang bisa terdampak. Adapun, nilai ekspor produk elektronik (HS 85) sebesar US$4,18 miliar pada 2024 atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai US$3,45 miliar. 

  • Lonjakan rasio dividen jadi cara Bank Mandiri tarik investor

    Lonjakan rasio dividen jadi cara Bank Mandiri tarik investor

    Ilustrasi – Pelaku UMKM menggunakan layanan perbankan secara digital dari Bank Mandiri. ANTARA/HO-Bank Mandiri

    Ekonom: Lonjakan rasio dividen jadi cara Bank Mandiri tarik investor
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 26 Maret 2025 – 13:19 WIB

    Elshinta.com – Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman mengatakan lonjakan rasio pembagian dividen Bank Mandiri menjadi 78 persen merupakan strategi untuk menarik minat investor.

    Rasio pembagian dividen (dividend pay out ratio) Bank Mandiri tahun buku 2024 naik signifikan menjadi 78 persen, sementara selama tahun buku 2019-2023, rasio pembagian dividen perseroan tercatat hanya 60 persen.

    “Kenaikan ini tampaknya lebih mencerminkan strategi jangka pendek untuk meningkatkan daya tarik saham di mata investor,” ujar Rizal saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Selain itu, ia menuturkan upaya tersebut juga dapat menambah kepercayaan para pelaku pasar terhadap prospek kinerja perseroan. Meskipun begitu, ia menyampaikan peningkatan dividend pay out ratio tersebut harus disikapi dengan hati-hati, terutama terkait ruang fiskal perseroan.

    “Langkah ini menyisakan pertanyaan mengenai ruang fiskal Bank Mandiri untuk ekspansi organik, transformasi digital, dan mitigasi risiko ke depan, khususnya dalam konteks ketidakpastian global dan domestik,” kata Rizal.

    Selain peningkatan rasio dividen, ia menuturkan rencana buyback saham senilai Rp1,17 triliun juga dapat memperkuat persepsi para pelaku pasar terhadap fundamental perseroan. Namun, ia menyatakan langkah buyback tersebut juga dapat menciptakan distorsi harga saham yang bersifat sementara, dan bukan cerminan nilai intrinsik yang sesungguhnya.

    Rizal juga menyampaikan walaupun buyback dapat memperbaiki rasio keuangan terkait earnings per share (EPS) dan return on equity (ROE), tapi secara substansi langkah tersebut tidak menciptakan nilai tambah baru bagi produktivitas maupun pertumbuhan aset perusahaan.

    “Jika dana yang digunakan adalah dana internal yang seharusnya bisa dialokasikan untuk peningkatan kredit UMKM, ekspansi sektor strategis, atau digitalisasi sistem perbankan, maka strategi ini patut dikritisi karena berpotensi mengorbankan misi intermediasi jangka panjang,” ucapnya.

    Rizal pun berharap perubahan jajaran komisaris dan direksi Bank Mandiri melalui rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 25 Maret 2025, yang salah satunya posisi wakil direktur utama yang kini dipegang oleh Riduan, dapat membawa pergeseran kebijakan strategis dan penataan ulang arah manajerial.

    Sementara, penunjukan kembali Darmawan Junaidi sebagai direktur utama bisa diartikan sebagai sinyal kontinuitas kinerja perseroan.

    “Pasar akan membaca perubahan ini melalui aksi nyata dalam strategi ekspansi, efisiensi operasional, dan peran Bank Mandiri dalam mendukung agenda transformasi ekonomi nasional. Jika tidak diiringi dengan perbaikan tata kelola dan inovasi, maka perubahan pengurus bisa saja dinilai sekadar rotasi kelembagaan,” imbuhnya.

    Sumber : Antara

  • Dividen BUMN Tak Lagi Masuk ke Kas Negara, Ekonom Wanti-Wanti Tekanan Fiskal Bertambah

    Dividen BUMN Tak Lagi Masuk ke Kas Negara, Ekonom Wanti-Wanti Tekanan Fiskal Bertambah

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggaran pemerintah akan berkurang usai setoran dividen BUMN tak lagi masuk ke kas negara, melainkan dikelola BPI Danantara. Para pakar pun mewanti-wanti agar otoritas memberi respons secara prudent agar kepercayaan investor kepada pasar keuangan Indonesia tidak lenyap.

    Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna menjelaskan berkurangnya anggaran pemerintah akibat hilangnya salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yaitu dividen BUMN, akan menambah tekanan fiskal ke depan.

    “Terutama di tengah kondisi APBN yang defisit dan beban utang yang besar,” ujar Ariyo dalam diskusi daring Indef, Selasa (25/3/2025).

    Sebagai informasi, pemerintah memproyeksikan defisit anggaran sebesar Rp616,2 triliun atau setara 2,53% dari PDB pada tahun ini. Sementara itu, pemerintah harus membayar utang pokok dan bunga utang sebesar Rp1.353,23 triliun pada tahun ini.

    Oleh sebab itu, Ariyo mengaku khawatir investor semakin tidak percaya dengan kondisi pasar keuangan di Indonesia dengan kondisi fiskal yang sudah sangat sempit, tetapi ditambah adanya pengurangan pendapatan negara.

    “Saya menanti nih rilis rating [pemeringkatan] dari Fitch and Moody’s dalam waktu dekat. Kita tahu Morgan Stanley dan Goldman Sachs rating-nya turun,” katanya.

    Beberapa waktu lalu dua perusahaan investasi global Goldman Sachs Group Inc. (dari overweight menjadi market weight) dan Morgan Stanley (dari equal weight menjadi underweight) menurunkan peringkat pasar saham Indonesia. 

    Dia pun tidak heran apabila belakangan pemerintah sibuk menggelar rapat untuk merespons perkembangan pasar belakangan, yang mana pasar saham kerap memerah dan depresiasi rupiah meningkat.

    Ariyo pun menekankan pentingnya Danantara bisa segera beroperasi dengan optimal. Hanya saja dia ragu karena banyak permasalahan operasional Danantara yang harus dibenahi terlebih terlebih dahulu seperti kelembagaan dan kebudayaan BUMN yang sangat birokratis daripada profesional.

    Sejalan, Asisten Profesor Perbankan dan Keuangan University of Southampton Wahyu Jatmiko menggarisbawahi pentingnya solusi cepat dari penurunan pendapatan negara akibat Danantara.

    Menurut Wahyu, perlu ada mekanisme yang jelas ihwal setoran keuntungan Danantara ke kas negara. Dia mencontohkan salah satu sovereign wealth fund (SWF) paling sukses yaitu Norway Government Pensiun Fund Global (GPFG) mengalokasikan 3% dari nilai pasarnya untuk ditransfer ke kas negara.

    Meski hanya 3% namun karena nilai pasar GPFG sangat besar, alokasi tersebut setara sekitar 20% dari total penerimaan APBN Norwegia. Hanya saja, dia tidak yakin Danantara bisa mendapatkan keuntungan besar dalam waktu dekat.

    Wahyu pun takut pemerintah memutuskan untuk tutupi anggaran yang hilang dari setoran dividen BUMN dengan berutang. Masalahnya, pemerintah tidak ruang besar untuk berutang dengan kondisi fiskal seperti sekarang ini.

    “Apalagi kalau sifatnya global, rating kita juga under pressure [di bawah tekanan] sekarang. Cost of borrowing [biaya pinjaman] kita akan cukup tinggi juga,” ujar Wahyu pada kesempatan yang sama.

    Oleh sebab itu, dia tidak menyarankan pemerintah kembali menerbitkan surat utang meski pendapatan negara berkurang akibat dividen BUMN masuk ke Danantara—bukan kas negara.

  • Indef Ragu Danantara Bisa Tarik Banyak Investor Asing, Ini Alasannya

    Indef Ragu Danantara Bisa Tarik Banyak Investor Asing, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance alias Indef meragukan Badan Pengelola Investasi Danantara bisa menarik banyak investor asing untuk menanamkan modalnya.

    Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menjelaskan International Forum of Sovereign Wealth Funds (IFSWF) sempat melakukan survei kepada anggotanya pada 2020. Salah satu pertanyaan yaitu pasar mana yang diyakini bisa kembali ke pertumbuhan ekonomi seperti pra-Covid 19.

    Hasilnya, pasar negara maju (developed markets) meraih 61% suara, negara berkembang (emerging markets) mendapat 26% suara, dan negara perbatasan (frontier markets) menerima 13% suara.

    “[Artinya] rata-rata para investor itu sebenarnya lebih menyukai berinvestasi, dana-dana SWF-nya itu, ke negara maju,” ujar Eko dalam diskusi daring Indef, Selasa (25/3/2025).

    Masalahnya, Indonesia termasuk kelompok negara berkembang. Oleh sebab itu, Eko meyakini investor asing tidak akan terlalu tertarik bergabung untuk danai proyek yang dicanangkan Danantara nantinya.

    Dia tidak menampik bahwa pemerintah berhasil mengajak sosok-sosok tenar internasional bergabung menjadi dewan pengawas Danantara seperti Ray Dalio (Founder & CIO Mentor Bridgewater Associates), Jeffrey Sachs (Direktur Center for Sustainable Development, Columbia University, AS), F. Chapman Taylor (Equity Portfolio Manager Capital Group), hingga Thaksin Shinawatra (mantan PM Thailand).

    Kendati demikian, Eko meyakini nama-nama tersebut belum akan meyakinkan pelaku pasar. Menurutnya, figur bukan pertimbangan utama pelaku pasar.

    “Pada akhirnya market tidak hanya melihat figur gitu ya, tapi juga melihat realisasi dan aksi nyatanya dari Danantara itu sendiri,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, dia masih ingin memberikan waktu ke pengurus Danantara agar membuktikan diri untuk bisa menarik investasi ketika preferensi pelaku pasar masih ke negara-negara maju.

    Lebih lanjut, Eko mendorong agar pengelolaan Danantara bisa transparan dan prudent untuk memperoleh kepercayaan pasar. Dengan demikian, Danantara harus bebas dari intervensi politik.

  • Diskon Internet 50% Berpotensi Tekan Pendapatan Operator Seluler

    Diskon Internet 50% Berpotensi Tekan Pendapatan Operator Seluler

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menilai diskon tarif paket internet hingga 50% bakal berdampak pada pemasukan operator seluler pada Lebaran 2025. 

    Peneliti INDEF sektor ekonomi bisnis, Izzudin Al Farras menilai potongan tarif berpotensi menggerus keuntungan dikarenakan kebijakan ini yang diketok mendadak.

    “Namun, terdapat potensi pengurangan keuntungan operator seluler karena adanya kebijakan yang relatif mendadak dari pemerintah ini,” kata Farras kepada Bisnis, Senin (24/3/2025).

    Maka dari itu, Farras mengharapkan pemerintah ke depannya dapat mempersiapkan kebijakan dengan lebih matang. Hal ini dilakukan agar operator seluler dapat mengintegrasikan kebijakan diskon tersebut.

    Selain itu, operator seluler juga dapat menyusun kebijakan paket internet yang lebih baik bagi konsumen. Sehingga, pelanggan bisa mengalokasikan perencanaan pengeluaran internet dengan lebih baik. 

    “Ada baiknya pemerintah fokus pada kebijakan yang bersifat struktural, misalnya peningkatan kecepatan internet  mobile maupun fixed broadband,” ujarnya.

    Di hubungi secara terpisah, Pengamat Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward menilai adanya diskon membuat penjualan paket internet akan maksimal.

    Dirinya menyebut, faktor adanya diskon tersebut akan mendorong pelanggan untuk membeli paket internet saat periode ramadan dan lebaran 2025.

    “Tetap maksimal (penjualan). Biasa perlunya cuma beberapa volume GB yang dibeli berkali kali volumenya. Karena efek psikologis murah dan diskon, padahal yang digunakan tidak berbeda jauh,” ucap Ian.

    Diketahui, Pemerintah bersama penyelenggara layanan telekomunikasi seluler menghadirkan diskon tarif paket internet hingga 50% serta memastikan jaringan tetap stabil sepanjang periode mudik lebaran dan Nyepi 2025.

    Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid bersama operator layanan seluler memastikan masyarakat tetap terhubung dengan keluarga tanpa hambatan.

    Meutya Hafid menyatakan Pemerintah bersama operator seluler telah bersepakat menyediakan Paket Ramadan-Lebaran dengan harga lebih terjangkau selama satu bulan penuh bagi pelanggan prabayar maupun pascabayar.

    “Presiden ingin agar mudik ini bisa berjalan dengan aman, menyenangkan dan masyarakat dibantu,” jelasnya.

    Menurut Meutya Hafid sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah, operator telekomunikasi seluler telah menyiapkan berbagai paket khusus yang memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan paket reguler. 

    Paket ini mencakup diskon besar untuk kuota data, bonus telepon, serta dukungan layanan pelanggan selama periode mudik.

  • Kebijakan Proyek Strategis Nasional Era Prabowo Dipertanyakan, Pengamat: Bisa Pengaruhi Kepercayaan Investor

    Kebijakan Proyek Strategis Nasional Era Prabowo Dipertanyakan, Pengamat: Bisa Pengaruhi Kepercayaan Investor

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dirancang pada masa pemerintahan Joko Widodo menuai sorotan.

    Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menilai langkah tersebut berpotensi berdampak negatif terhadap kredibilitas pemerintah dalam menetapkan proyek strategis.

    Heri menegaskan bahwa penghentian PSN harus didasarkan pada alasan yang jelas agar tidak menimbulkan spekulasi dan ketidakpastian di kalangan investor.

    “Jika ada PSN yang dihentikan, pertama-tama harus dipastikan dulu apa alasannya. Apakah karena ada kesalahan prosedur, kendala investasi, atau faktor lain?” ujar Heri kepada wartawan, dikutip Senin (24/3/2025).

    Ia menambahkan bahwa proyek yang telah masuk dalam kategori PSN semestinya sudah melalui kajian yang mendalam, termasuk dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Jika proyek-proyek tersebut dihentikan secara tiba-tiba tanpa alasan yang kuat, hal itu bisa mencerminkan ketidakpastian dalam perencanaan kebijakan.

    “Jika proyek sudah ditetapkan sebagai PSN, lalu tiba-tiba dihentikan tanpa alasan yang kuat, ini bisa menunjukkan ketidakpastian dalam perencanaan kebijakan,” lanjutnya.

    Lebih lanjut, Heri menyoroti bahwa keputusan mendadak dalam penghentian PSN dapat menggoyahkan kepercayaan investor, terutama mereka yang telah berinvestasi dalam proyek infrastruktur jangka panjang.

    “Investor bisa kehilangan kepercayaan karena menganggap kebijakan di Indonesia tidak konsisten. Ini bisa berdampak pada menurunnya minat investasi, tidak hanya di sektor infrastruktur, tetapi juga sektor lainnya,” jelasnya.

  • Potensi Zakat RI Rp 327 Triliun, Bisa Tekan Angka Kemiskinan

    Potensi Zakat RI Rp 327 Triliun, Bisa Tekan Angka Kemiskinan

    Jakarta, Beritasatu.com – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan bahwa potensi filantropi Islam, meliputi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf), menjadi instrumen penting dalam menopang ekonomi nasional dan mengentaskan kemiskinan.

    Kepala Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah Indef Nur Hidayah menyatakan, potensi filantropi Islam di Indonesia sangat besar. Contohnya, potensi zakat diperkirakan bisa mencapai Rp 327 triliun per tahun. Namun, realisasi penghimpunan zakat masih jauh dari angka tersebut.

    “Sesungguhnya zakat mengalami peningkatan penghimpunan setiap tahunnya, namun jumlah ini belum mencapai potensinya yang diperkirakan sebesar Rp 327 triliun,” ujar Nur Hidayah dalam diskusi Indef bertajuk “Overview Ekonomi Ramadan” secara daring, Jumat (21/3/2025).

    Ia menambahkan bahwa jika potensi zakat ini dapat dimaksimalkan, maka dampaknya bisa signifikan dalam menekan angka kemiskinan di Indonesia. Menurut Indef, pada September 2024, persentase penduduk miskin mencapai 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta orang.

    Kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi dan ketersediaan sumber daya, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek sikap, perilaku, kesehatan, serta pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak untuk mengentaskan kemiskinan.

    Lembaga filantropi Islam, seperti Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) dapat menginisiasi program pemberdayaan yang lebih kreatif.

    Beberapa negara seperti Malaysia, Turki, dan Uni Emirat Arab telah berhasil menerapkan strategi serupa dalam mengelola zakat untuk mengurangi kemiskinan.

    “Kita bisa belajar dari best practices filantropi di beberapa negara yang telah berdampak langsung terhadap pengentasan kemiskinan,” pungkas Nur Hidayah terkait potensi zakat.

  • Ekonom Sarankan Tabungan Haji Gunakan Emas

    Ekonom Sarankan Tabungan Haji Gunakan Emas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Haji merupakan rukun Islam ke-5 yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim, dengan syarat utamanya adalah mampu. Jika Anda sudah masuk dalam kategori mampu, baik fisik hingga materi, jangan menunda untuk mendaftar haji sesuai kemampuan.

    Meski begitu, masyarakat yang ingin berhaji menggunakan program reguler dan haji khusus tentunya memiliki masa tunggu yang cukup lama, sehingga ketika sudah mendaftar, masyarakat tentunya tidak dapat langsung berangkat, karena adanya sistem antrian yang juga kuotanya terbatas tiap tahunnya.

    Akibat antrean haji yang panjang, tak jarang tabungan masyarakat yang terus tergerus akibat inflasi.

    Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abdul Hakam Naja menyarankan dana tabungan haji sebaiknya disimpan dalam bentuk emas. Dengan demikian, daya beli jemaah tetap terjaga untuk biaya haji di masa mendatang.

    Ia pun membandingkan biaya haji pada tahun 1990 sebesar Rp 5,42 juta atau setara dengan 262 gram emas yang pada saat itu harga emas sebesar Rp 20 ribu per gram.

    Sementara penyelenggaraan ibadah haji sebesar Rp 89,4 juta pada tahun 2025 atau setara dengan 56 gram emas. Adapun harga emas kini sebesar Rp 1,6 juta per gram.

    Hal ini menunjukkan bahwa menabung dalam bentuk uang tunai lebih rentan terkena inflasi dan kenaikan biaya haji dibandingkan tabungan dalam bentuk emas.

    “Kalau nanti antriannya lama, kalau yang ditabung itu dalam bentuk uang, meskipun sekarang diinvestasikan dan sebagainya, sebaiknya itu ditabung dalam bentuk emas,” ujar Abdul dalam paparannya, Jumat (21/3/2025).

    Selain itu, sistem tabungan emas juga memungkinkan perbankan untuk memutarkan dana secara lebih stabil. Tak hanya itu, para jemaah haji juga tidak perlu khawatir akan biaya haji yang terus meningkat tiap tahunnya,

    “Saya kira sebaiknya itu ditabung dalam bentuk tabung emas nanti oleh perbankan diputar. Sudah emas ya nanti stabil dan sendiri naik nanti ada bagi hasil,” ujarnya.

    (wia)