NGO: INDEF

  • Indonesia Perlu Diversifikasi Ekspor Hadapi Tarif Trump

    Indonesia Perlu Diversifikasi Ekspor Hadapi Tarif Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam menghadapi dampak kebijakan tarif resiprokal yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Indonesia dinilai perlu memperkuat strategi diversifikasi pasar ekspor di luar AS. Sejumlah negara di Afrika, Eropa dan Asia dinilai dapat menjadi alternatif pasar ekspor.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti. Menurutnya, masih banyak negara potensial yang dapat menjadi destinasi ekspor produk-produk Indonesia.

    “Kita harus melakukan diversifikasi pasar ekspor. Jadi tidak hanya bergantung pada AS sebagai tujuan destinasi ekspor produk-produk ekspor Indonesia, tetapi juga negara lain, kita bisa melirik Afrika Selatan misalnya, kita bisa melirik negara-negara Eropa, dan kita bisa melirik Asia, jadi tidak hanya AS, artinya diversifikasi pasar itu suatu keharusan,” tuturnya, kepada Beritasatu.com, dikutip Selasa (15/4/2025).

    Esther menyampaikan, strategi ini telah lebih dulu diterapkan oleh Vietnam dalam menghadapi perang dagang pertama antara AS dan Tiongkok (China). Dia menilai, Indonesia seharusnya dapat mencontoh langkah tersebut dalam menghadapi tarif Trump.

    “Indonesia itu harus belajar dari Vietnam, kenapa Vietnam? Karena Vietnam pada saat perang dagang AS dan Tiongkok yang pertama tahun 2019, Vietnam menjadi pemenang. Salah satu pemenang yang paling mendapatkan benefit dari kejadian perang dagang AS dan Tiongkok tersebut,” jelasnya.

    Apalagi, tarif resiprokal yang seharusnya diberlakukan pada 9 April 2025 lalu kini ditunda selama 90 hari. Esther menilai, momentum ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menyiapkan strategi menghadapi tarif Trump secara lebih matang.

    Saat ini, semua negara kembali dikenakan tarif universal sebesar 10 persen, termasuk Indonesia yang sebelumnya bakal terkena tarif resiprokal sebesar 32%.

    “Selama 90 hari ini merupakan kesempatan bagus ya buat Indonesia untuk bersiap-siap. Meskipun untuk bersiap-siap itu seharusnya sejak Presiden Trump kampanye ya, sebelum jadi presiden dan sebelum dilantik,” pungkasnya terkait tarif Trump.

  • Pasar Terancam Banjir Produk Impor Jika Prabowo Cabut Permendag 8/2024

    Pasar Terancam Banjir Produk Impor Jika Prabowo Cabut Permendag 8/2024

    Bisnis.com. JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meminta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dicabut. Hal itu pun dikhawatirkan akan membuat pasar RI dibanjiri produk impor.

    Kepala Negara RI meminta regulasi itu dicabut jika Permendag 8/2024 dinilai tidak menguntungkan Indonesia.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai bahwa semestinya pemerintah tidak mencabut Permendag 8/2024, melainkan perlu dilakukan revisi.

    Sebab, jika Permendag 8/2024 dicabut, maka produk impor akan semakin membanjiri pasar Tanah Air lantaran tidak adanya beleid yang mengatur larangan dan pembatasan (lartas) importasi. Padahal, lanjut dia, buruh mengeluhkan substansi di dalam Permendag 8/2024.

    “Kalau mencabut [Permendag 8/2024], saya rasa salah ya komunikasinya kalau mencabut. Tetapi yang lebih benar itu adalah merevisi. Kalau mencabut, ya, berarti kita tidak memiliki lartas [larangan dan pembatasan impor],” kata Andry kepada Bisnis, Senin (14/4/2025).

    Terlebih, Andry juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo yang meminta agar keran importasi dibuka seluas-luasnya. Untuk itu, menurutnya, langkah yang paling tepat adalah dengan menunggu revisi Permendag 8/2024.

    “Jangan sampai mencabut ini [Permendag 8/2024] disalahtafsirkan oleh pembantunya [menteri Prabowo] untuk menghilangkan lartas. Ini menurut saya salah satu hal yang berbahaya. Jadi memang revisi ini yang kita tunggu,” ujarnya.

    Lebih lanjut, menurut Andry, para menteri Presiden Prabowo harus bergerak cepat merampungkan revisi Permendag 8/2024. Hal ini mengingat konstelasi dari perdagangan global sedang berubah.

    “Jangan sampai Indonesia justru malah menjadi pasar bagi importasi produk-produk baru,” tuturnya.

    Sayangnya, revisi Permendag 8/2025 hingga saat ini tak kunjung terbit, yang sebelumnya ditargetkan bisa meluncur pada Februari 2025.

    “Kita tahu bahwa Kemendag [Kementerian Perdagangan] sudah lama menahan revisi Permendag 8 dan terlalu banyak alasan yang menurut saya seperti ada keraguan dari Kemendag itu sendiri,” tuturnya.

    Andry menilai barang-barang strategis perlu dilepas dari pengaturan utama dalam Permendag 8/2024. Permendag ini, kata dia, secara eksplisit lewat Pasal II huruf (c) memberikan pengecualian pengaturan impor untuk besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya, tekstil, dan produk tekstil.

    “Barang-barang ini cukup hanya dengan manifest [BC 1.1] dan verifikasi post-border, bahkan verifikasi bisa dilakukan di luar pelabuhan,” lanjutnya.

    Menurutnya, aturan ini fatal. Sebab, barang yang sudah masuk ke dalam negeri baru dilakukan pemeriksaan alias verifikasi. “Artinya kalau ada pelanggaran spesifikasi, HS code salah, atau dumping, barang sudah terlanjur masuk dan dampaknya ke pasar langsung terasa,” imbuhnya.

    Selain itu, menurut Andry, juga ada membuka potensi deklarasi nilai impor di bawah harga pasar untuk menghindari bea masuk yang seharusnya lebih tinggi.

    “Kita tahu China kemarin oversupply baja dan tekstil, mereka akhirnya memanfaatkan Permendag 8 ini untuk memasukkan barang mereka ke Indonesia,” tandasnya.

  • Pengusaha Ritel Buka Suara soal Rencana Prabowo Hapus Kuota Impor

    Pengusaha Ritel Buka Suara soal Rencana Prabowo Hapus Kuota Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha ritel menyebut pemerintah harus memberikan karpet merah, terutama kepada industri padat karya agar bisa mengimpor barang jadi maupun bahan baku. Pasalnya, selama ini peritel mengalami kesulitan dalam mengimpor barang yang belum diproduksi di dalam negeri.

    Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah meminta agar pemerintah memberikan kemudahan dalam hal kebijakan impor baik barang jadi maupun bahan baku industri terhadap industri padat karya.

    Pasalnya, industri padat karya menyerap tenaga kerja. Selain itu, dia juga meminta pemerintah tidak membatasi kuota impor.

    “Harus diberikan karpet merah [kepada peritel padat karya yang membutuhkan barang impor jadi maupun bahan baku]. Maksudnya, untuk langsung bisa mengimpor tanpa dipertanyakan kuota, berapa banyak boleh impor,” kata Budihardjo kepada Bisnis, dikutip pada Senin (14/4/2025).

    Menurutnya, dengan adanya karpet merah kepada peritel di industri padat karya membuat stok barang di dalam negeri dapat terjaga. Begitu pula dengan produk yang lebih bervariasi.

    “Impor sebanyak-banyaknya pun tidak apa, karena membayar pajak dan resmi sehingga stok terjaga, ragam jenisnya juga banyak,” imbuhnya.

    Di samping itu, Budihardjo menyebut pembukaan toko dalam jumlah besar bisa dilakukan tanpa kendala lantaran melimpahnya stok barang.

    Bahkan, dia menilai kebijakan ini bisa menekan peredaran barang impor ilegal yang dijual di platform online dikarenakan pasar offline yang kesulitan mendapatkan barang imbas adanya kuota.

    Di sisi lain, Budihardjo menilai kebijakan tarif timbal balik alias tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi sistem perdagangan guna mendukung dunia usaha.

    “Ini [tarif Trump] adalah satu momentum untuk melakukan koreksi terhadap peraturan-peraturan perdagangan yang menurut kami juga dari asosiasi ritel Hippindo, banyak sekali menyulitkan pengusaha ritel untuk mengimpor barang yang belum diproduksi di Indonesia, banyaknya tarif barrier, banyaknya kuota, banyaknya safeguard,” ujarnya.

    Menurutnya, sejumlah peraturan tersebut membuat bisnis untuk sektor ritel dan perdagangan menjadi sangat sulit. Untuk itu, dia berharap, pemerintah dapat membuat peraturan yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan secara global.

    “Kami menyambut baik upaya merapikan daripada tarif-tarif ini dengan adanya Trump ini menjadi momentum untuk membuat suatu keseimbangan baru yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan di seluruh dunia,” ucapnya.

    Seperti diketahui, Presiden Trump menunda skema tarif timbal balik atau tarif resiprokal selama 90 hari, kecuali untuk China.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum penundaan tarif ini untuk menyesuaikan kembali skema negosiasi.

    “Penundaan [tarif tinggi] ini bisa dibaca sebagai jendela waktu untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam kerangka kerja sama perdagangan dan investasi yang lebih seimbang dengan AS,” ujar Andry kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Menurut dia, pemerintah harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sempat tertunda, termasuk memperbesar impor dari AS.

    Selain itu, lanjut Andry, pemerintah juga harus mendorong relaksasi hambatan non-tarif untuk produk ekspor unggulan Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus tetap memperkuat diversifikasi pasar.

    “Indonesia juga harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor dan investasi, mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi,” pungkasnya.

  • Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha industri menilai pemerintah perlu mengatur tata niaga impor dengan tepat agar tidak membebani industri lokal. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah membuka keran impor, serta menghilangkan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai salah satu syarat impor. 

    Sebagai contoh, Pertek untuk berbagai produk industri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dokumen pelengkap izin impor itu memberikan kepastian besaran kuota yang bisa diimpor dengan menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan dalam negeri. 

    Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wirawasta mengatakan Pertek dalam setahun terakhir tidak berlaku lantaran Permendag 8/2024 menghapus kebijakan tersebut dan hanya menggunakan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. 

    Namun, dia menuturkan apabila pemerintah mau menghapus Pertek, maka perlu dilakukan pemilihan antara impor untuk komoditas bahan baku, setengah jadi dan barang jadi. 

    “Jadi Permendag 8 ini kan cakupannya sangat luas, jadi perlu dipecah persektor,” ujar Redma kepada Bisnis, dikutip Minggu (13/4/2025). 

    Dalam hal ini, dia mengingatkan bahwa pasar domestik saat ini sudah dibanjiri impor produk murah dari China dan negara lainnya. Hal ini terjadi lantaran Permendag 8/2024 merelaksasi impor. 

    Alhasil, produksi industri lokal turun dan berimbas pada permintaan ke industri hulu yang menyusut. Kondisi ini tercerminkan dari utilitasi produksi industri tekstil yang hanya di level 45%. 

    “Terkait pelonggaran atau penghapusan Pertek kami kira Pak Presiden sangat paham terkait sektor mana saja yang harus dibuka, dilonggarkan, diperketat bahkan yang harus ditutup,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Redma tidak memungkiri, Pertek memang perlu dilonggarkan untuk impor bahan baku guna produksi industri lokal. Namun, perlindungan impor barang jadi, khususnya sektor pakaian harus terjaga. 

    Dampak Negatif

    Senada, Direkutur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan pemerintah harus selektif memilih komoditas tertentu yang bisa diimpor dan diperketat impornya karena sudah mampu diproduksi dalam negeri. 

    “Bagi pelaku usaha industri alas kaki, impor dibutuhkan untuk impor selektif bahan baku ya sebagai bahan dasar untuk bahan jadi dan produk ekspor selama ini yang sudah berjalan,” kata Billie kepada Bisnis, dihubungi terpisah.

    Sebelumnya, Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho mewanti-wanti pemerintah terkait rencana pembukaan impor secara massal bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Andry menilai kebijakan impor berisiko mempercepat kerusakan ekonomi nasional jika tidak dikawal dengan regulasi yang ketat. 

    Andry menilai, jika diterjemahkan menjadi kebijakan terbuka tanpa kontrol, sama saja dengan mengundang banjir produk asing di tengah pasar domestik yang rapuh.

    “Kita harus jujur, beberapa tahun terakhir saja, kita sudah dihantam habis-habisan oleh krisis overcapacity dan perlambatan ekonomi China. Produk-produk murah, bahkan yang ilegal, masuk ke pasar kita dengan sangat mudah. Kalau sekarang kita malah lepas rem, gelombang barang murah ini bisa jadi tsunami bagi industri lokal,” tegas Andry.

    Dia menyoroti, industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan saat ini sedang menghadapi gelombang PHK besar-besaran. Kalau kran impor dibuka bebas, industri-industri ini akan semakin tertekan dan potensi PHK massal bisa makin tidak terhindarkan. 

    “PHK yang sudah besar akan makin meluas. Ujungnya, daya beli masyarakat juga ikut runtuh karena masyarakat kehilangan pendapatan,” pungkasnya. 

    Wacana Kuota Impor Dihapus

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan kementerian/lembaga terkait untuk menghilangkan kuota impor, utamanya terkait dengan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Adapun, perintah tersebut disampaikan Prabowo ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan.

    “Yang jelas, Menko, Menkeu, Gubernur BI, Ketua DEN, saya sudah kasih perintah hilangkan kuota-kuota impor terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Prabowo dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga meminta Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso untuk tidak lagi memberlakukan kebijakan kuota impor.

    “Siapa mau impor daging silakan, siapa saja boleh impor. Silakan buka saja, rakyat juga pandai kok, enggak usah ada kuota [impor],” ujarnya.

    Lebih lanjut, Prabowo juga menyinggung soal peraturan teknis (pertek) di kementerian yang dapat menghambat dunia usaha. Ke depannya, Prabowo menegaskan agar Pertek yang akan dikeluarkan setiap kementerian terkait harus atas izin Presiden.

    “Jangan bikin kuota-kuota A B C, perusahaan tertentu yang ditunjuk hanya dia yang boleh impor. Enak aja, udahlah kita sudah lama jadi orang Indonesia, jangan pakai pertek-pertek itu lagi,” ujarnya.

    Menurutnya, hal tersebut dapat memudahkan proses barang yang masuk ke Indonesia. Selain itu, dia meyakini hal tersebut dapat menciptakan iklim usaha yang baik bagi pengusaha.

    “Itu salah satu upaya kita untuk merampingkan, memudahkan iklim usaha, bikin supaya pengusaha merasa dimudahkan,” pungkasnya.

  • Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha industri menilai pemerintah perlu mengatur tata niaga impor dengan tepat agar tidak membebani industri lokal. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah membuka keran impor, serta menghilangkan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai salah satu syarat impor. 

    Sebagai contoh, Pertek untuk berbagai produk industri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dokumen pelengkap izin impor itu memberikan kepastian besaran kuota yang bisa diimpor dengan menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan dalam negeri. 

    Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wirawasta mengatakan Pertek dalam setahun terakhir tidak berlaku lantaran Permendag 8/2024 menghapus kebijakan tersebut dan hanya menggunakan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. 

    Namun, dia menuturkan apabila pemerintah mau menghapus Pertek, maka perlu dilakukan pemilihan antara impor untuk komoditas bahan baku, setengah jadi dan barang jadi. 

    “Jadi Permendag 8 ini kan cakupannya sangat luas, jadi perlu dipecah persektor,” ujar Redma kepada Bisnis, dikutip Minggu (13/4/2025). 

    Dalam hal ini, dia mengingatkan bahwa pasar domestik saat ini sudah dibanjiri impor produk murah dari China dan negara lainnya. Hal ini terjadi lantaran Permendag 8/2024 merelaksasi impor. 

    Alhasil, produksi industri lokal turun dan berimbas pada permintaan ke industri hulu yang menyusut. Kondisi ini tercerminkan dari utilitasi produksi industri tekstil yang hanya di level 45%. 

    “Terkait pelonggaran atau penghapusan Pertek kami kira Pak Presiden sangat paham terkait sektor mana saja yang harus dibuka, dilonggarkan, diperketat bahkan yang harus ditutup,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Redma tidak memungkiri, Pertek memang perlu dilonggarkan untuk impor bahan baku guna produksi industri lokal. Namun, perlindungan impor barang jadi, khususnya sektor pakaian harus terjaga. 

    Dampak Negatif

    Senada, Direkutur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan pemerintah harus selektif memilih komoditas tertentu yang bisa diimpor dan diperketat impornya karena sudah mampu diproduksi dalam negeri. 

    “Bagi pelaku usaha industri alas kaki, impor dibutuhkan untuk impor selektif bahan baku ya sebagai bahan dasar untuk bahan jadi dan produk ekspor selama ini yang sudah berjalan,” kata Billie kepada Bisnis, dihubungi terpisah.

    Sebelumnya, Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho mewanti-wanti pemerintah terkait rencana pembukaan impor secara massal bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Andry menilai kebijakan impor berisiko mempercepat kerusakan ekonomi nasional jika tidak dikawal dengan regulasi yang ketat. 

    Andry menilai, jika diterjemahkan menjadi kebijakan terbuka tanpa kontrol, sama saja dengan mengundang banjir produk asing di tengah pasar domestik yang rapuh.

    “Kita harus jujur, beberapa tahun terakhir saja, kita sudah dihantam habis-habisan oleh krisis overcapacity dan perlambatan ekonomi China. Produk-produk murah, bahkan yang ilegal, masuk ke pasar kita dengan sangat mudah. Kalau sekarang kita malah lepas rem, gelombang barang murah ini bisa jadi tsunami bagi industri lokal,” tegas Andry.

    Dia menyoroti, industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan saat ini sedang menghadapi gelombang PHK besar-besaran. Kalau kran impor dibuka bebas, industri-industri ini akan semakin tertekan dan potensi PHK massal bisa makin tidak terhindarkan. 

    “PHK yang sudah besar akan makin meluas. Ujungnya, daya beli masyarakat juga ikut runtuh karena masyarakat kehilangan pendapatan,” pungkasnya. 

    Wacana Kuota Impor Dihapus

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan kementerian/lembaga terkait untuk menghilangkan kuota impor, utamanya terkait dengan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Adapun, perintah tersebut disampaikan Prabowo ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan.

    “Yang jelas, Menko, Menkeu, Gubernur BI, Ketua DEN, saya sudah kasih perintah hilangkan kuota-kuota impor terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Prabowo dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga meminta Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso untuk tidak lagi memberlakukan kebijakan kuota impor.

    “Siapa mau impor daging silakan, siapa saja boleh impor. Silakan buka saja, rakyat juga pandai kok, enggak usah ada kuota [impor],” ujarnya.

    Lebih lanjut, Prabowo juga menyinggung soal peraturan teknis (pertek) di kementerian yang dapat menghambat dunia usaha. Ke depannya, Prabowo menegaskan agar Pertek yang akan dikeluarkan setiap kementerian terkait harus atas izin Presiden.

    “Jangan bikin kuota-kuota A B C, perusahaan tertentu yang ditunjuk hanya dia yang boleh impor. Enak aja, udahlah kita sudah lama jadi orang Indonesia, jangan pakai pertek-pertek itu lagi,” ujarnya.

    Menurutnya, hal tersebut dapat memudahkan proses barang yang masuk ke Indonesia. Selain itu, dia meyakini hal tersebut dapat menciptakan iklim usaha yang baik bagi pengusaha.

    “Itu salah satu upaya kita untuk merampingkan, memudahkan iklim usaha, bikin supaya pengusaha merasa dimudahkan,” pungkasnya.

  • Indef nilai Kopdes Merah Putih bisa bantu ringankan tekanan ekonomi RI

    Indef nilai Kopdes Merah Putih bisa bantu ringankan tekanan ekonomi RI

    Kalau Kopdes Merah Putih sama Koperasi Unit Desa (KUD) sama, kalau BUMDes seperti perusahaan yang profesional.

    Jakarta (ANTARA) – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan rencana pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih oleh Pemerintah bisa membantu meringankan tekanan perekonomian yang tengah dialami oleh Indonesia.

    Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti dihubungi di Jakarta, Jumat, menyatakan hal tersebut karena koperasi pada dasarnya bisa menjadi soko guru perekonomian nasional, dengan membantu masyarakat mendapatkan pembiayaan.

    “Saya rasa bisa, karena tidak semua masyarakat Indonesia itu bankable atau bisa mendapat pembiayaan dari bank. Jadi entah mereka tidak punya kolateral atau apa, mereka yang tidak bankable ini bisa ditampung di koperasi,” kata dia lagi.

    Ia menyatakan agar Kopdes Merah Putih yang akan dibuat tersebut bisa membantu meringankan tekanan perekonomian, pemerintah perlu membuat aturan main (rule of the game) dari badan usaha tersebut.

    Esther menyoroti empat hal yang harus diperbaiki, yakni prinsip dasar dalam berkoperasi, seperti hukum dan aturan main di koperasi tersebut, kemudian pembenahan tata kelola manajemen, pemberian bimbingan teknis secara rutin terhadap manajemen maupun anggota, serta harus ada pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja koperasi.

    “Kalau mau berkembang harus diperbaiki itu semua,” kata dia.

    Selain itu, perbedaan antara Kopdes Merah Putih dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yakni terletak pada fungsinya, Kopdes Merah Putih ditujukan untuk memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi sekaligus menyejahterakannya, sementara BUMDes lebih ditujukan untuk berbisnis.

    “Kalau Kopdes Merah Putih sama Koperasi Unit Desa (KUD) sama, kalau BUMDes seperti perusahaan yang profesional,” ujarnya pula.

    Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengatakan Kopdes Merah Putih dapat memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah gejolak ekonomi dunia yang semakin tak menentu.

    Menkop, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (8/4), mengatakan Kopdes Merah Putih yang menggerakkan perekonomian melalui desa-desa menjadi sebuah instrumen penting.

    Ia menegaskan tujuan utama pembentukan Kopdes Merah Putih adalah untuk memberdayakan masyarakat demi mewujudkan kemandirian ekonomi desa.

    Dia menilai, ketika setiap desa dapat mandiri secara ekonomi, maka secara otomatis kemandirian ekonomi sebuah negara akan terwujud dengan sendirinya meski dihadapkan pada tantangan global yang semakin meningkat.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ekonom tekankan pentingnya tata kelola bagi Kopdes Merah Putih

    Ekonom tekankan pentingnya tata kelola bagi Kopdes Merah Putih

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menekankan pentingnya tata kelola dan manajemen yang jelas agar program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih bisa berjalan sesuai mandat Presiden RI Prabowo Subianto.

    “Apakah bisa Kopdes Merah Putih menjadi penggerak desa? Bisa, asal manajemennya ditata,” kata Esther saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Esther menilai sosialisasi dan pelatihan terkait manajemen agar kopdes diperlukan agar nantinya bisa berjalan dengan akuntabel dan prudent.

    “Mereka butuh manajemen yang baik. Jadi, (anggota kopdes) butuh pembimbingan teknis, dan butuh audit,” ujar Esther.

    “Namun, tak hanya itu, semuanya juga harus diperhatikan. Mulai dari pertimbangan modal, dari sisi kegiatan usaha, dan kemudian governance (tata kelola),” imbuh dia.

    Menurut Esther, koperasi dapat menjadi penggerak ekonomi jika hal-hal fundamental tersebut bisa dilaksanakan dengan baik, sehingga membuat koperasi dan para anggotanya berkembang.

    Di sisi lain, pakar perkoperasian, Suroto mengatakan pemerintah juga harus fokus pada peningkatan kualitas layanan dan anggota, tidak hanya sekadar menambah jumlah koperasi melalui Kopdes Merah Putih yang seragam.

    Hal ini pun menjadi penting agar sistem perkoperasian Indonesia tetap bisa relevan seiring dengan tren koperasi dunia yang kuantitasnya cenderung menurun.

    “Tren koperasi dunia hari ini, jumlah koperasi itu menurun secara kuantitas, tapi layanan dan kualitasnya meningkat. Merger, konsolidasi ini yang seharusnya didorong oleh pemerintah,” kata Suroto kepada ANTARA.

    “Pengembangan kopdes yang diseragamkan ini juga perlu menjadi perhatian, karena entrepreneurship-nya bisa menjadi lemah, dan tidak menjawab kebutuhan masyarakat langsung,” ujarnya menambahkan.

    Sementara itu, akselerasi pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 Tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

    Pembentukan 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ditargetkan selesai akhir Juni 2025.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menanti Peluang Ekspor RI Usai Tarif Trump Ditunda

    Menanti Peluang Ekspor RI Usai Tarif Trump Ditunda

    Bisnis.com, JAKARTA — Penundaan kebijakan tarif timbal balik Amerika Serikat (AS) diyakini memberi keuntungan bagi ekspor Indonesia. Pemerintah harus sigap 

    Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan kesempatan Indonesia untuk mengirim barang ke AS terbuka selama 90 hari ke depan, yang diharapkan dapat menjaga kinerja ekspor Tanah Air. 

    “Kesempatan untuk mengirim barang selama penundaan reciprocal tariff,” kata Benny kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Menurut Benny, penundaan kebijakan tarif tinggi akan menguntungkan Indonesia. Salah satu keuntungan untuk Indonesia adalah bisa lakukan pengiriman barang dengan tarif 10% terhadap harga cost and freight (CNF) atau eksportir menanggung biaya transportasi barang cargo sampai ke pelabuhan tujuan.

    Meski demikian, Benny juga menyebut pemerintah harus tetap mengantisipasi penundaan kebijakan tarif tinggi Trump pasca 90 hari ke depan.

    “Kita harus antisipasi setelah 90 hari, berapa kira-kira tarif yang dikenakan [AS] kepada Indonesia,” jelasnya.

    Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum penundaan tarif ini untuk menyesuaikan kembali skema negosiasi.

    “Penundaan [tarif tinggi] ini bisa dibaca sebagai jendela waktu untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam kerangka kerja sama perdagangan dan investasi yang lebih seimbang dengan AS,” kata Andry kepada Bisnis.

    Andry menuturkan bahwa pemerintah harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sempat tertunda, termasuk memperbesar impor dari AS.

    Ilustrasi aktivitas ekspor di pelabuha

    Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga harus mendorong relaksasi hambatan non-tarif untuk produk ekspor unggulan Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus tetap memperkuat diversifikasi pasar.

    “Indonesia juga harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor dan investasi, mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi,” tandasnya.

    Wanti-wanti

    Andry juga mengingatkan agar pemerintah serius melobi AS. Jika Trump tetap mengenakan tarif resiprokal 32% terhadap Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi Tanah Air akan negatif tahun ini.

    “Berdasarkan kajian Indef, dengan perhitungan kami melalui simulasi resiprokal tarif ini, dia berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di Indonesia di berbagai negara mitra dagang,” kata Andry

    Menurut Andry, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berdampak sebesar -0,05% dari kebijakan ini.

    “Indonesia sendiri dalam hal ini kemungkinan besar akan terdampak, tetapi memang untuk pada pertumbuhan ekonomi dampaknya -0,05% jadi kalau dari sisi ekspor Indonesia memang tidak begitu bergantung,” ujarnya.

    Terlebih, lanjut dia, Andry menuturkan bahwa kebijakan tarif resiprokal dari Donald Trump juga dirasakan semua negara.

    “Jadi kita bisa melihat kemungkinan besar tidak ada trade diversions yang cukup masif, berbeda dengan perang dagang di fase pertama 2018,” tuturnya.

    Di samping itu, Andry juga menyebut ada kemungkinan besar kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini akan terperosok dengan adanya kebijakan tarif Trump.

    “Berdasarkan simulasi ini, kami melihat dalam tahun ini kita akan mengalami penurunan yang cukup tajam untuk ekspor, jadi kita dengan penurunan sampai -2,83%, menurut saya kita nggak boleh menganggap remeh,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, menurut Andry, dampak dari kebijakan tarif resiprokal akan mulai terasa pada kuartal II hingga III ke depan.

    Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mendorong beberapa kesepakatan dengan beberapa negara Asean terkait kebijakan tarif Trump, termasuk dengan para Menteri Perdagangan.

    “Pemimpin atau Menteri Perdagangan akan bertemu tanggal 10 [April], Pak Mendag [Budi Santoso] mungkin akan hadir di sana. Di mana, Asean akan mengutamakan negosiasi,” ujar Airlangga dalam konferensi pers.

    Airlangga Hartarto

    Airlangga menyatakan bahwa negara di kawasan Asean tidak mengambil langkah retaliasi terhadap pengenaan tarif AS, melainkan Indonesia dan Malaysia akan mendorong Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi (TIFA).

    “Karena kita TIFA sendiri secara bilateral ditandatangan di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” pungkasnya.

  • Eksportir Ungkap Berkah Indonesia di Balik Penundaan Kebijakan Tarif Trump

    Eksportir Ungkap Berkah Indonesia di Balik Penundaan Kebijakan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Eksportir menyebut penundaan skema tarif timbal balik atau tarif resiprokal selama 90 hari bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor barang ke Amerika Serikat (AS).

    Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan kesempatan itu terbuka selama 90 hari ke depan.

    “Kesempatan untuk mengirim barang selama penundaan reciprocal tariff,” kata Benny kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Menurut Benny, penundaan kebijakan tarif tinggi akan menguntungkan Indonesia. Salah satu keuntungan untuk Indonesia adalah bisa lakukan pengiriman barang dengan tarif 10% terhadap harga cost and freight (CNF) atau eksportir menanggung biaya transportasi barang cargo sampai ke pelabuhan tujuan.

    Meski demikian, Benny juga menyebut pemerintah harus tetap mengantisipasi penundaan kebijakan tarif tinggi Trump pasca 90 hari ke depan.

    “Kita harus antisipasi setelah 90 hari, berapa kira-kira tarif yang dikenakan [AS] kepada Indonesia,” jelasnya.

    Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum penundaan tarif ini untuk menyesuaikan kembali skema negosiasi.

    “Penundaan [tarif tinggi] ini bisa dibaca sebagai jendela waktu untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam kerangka kerja sama perdagangan dan investasi yang lebih seimbang dengan AS,” kata Andry kepada Bisnis.

    Andry menuturkan bahwa pemerintah harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sempat tertunda, termasuk memperbesar impor dari AS.

    Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga harus mendorong relaksasi hambatan non-tarif untuk produk ekspor unggulan Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus tetap memperkuat diversifikasi pasar.

    “Indonesia juga harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor dan investasi, mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi,” tandasnya.

  • Penundaan Tarif AS Untungkan Posisi Tawar Indonesia

    Penundaan Tarif AS Untungkan Posisi Tawar Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Penundaaan tarif resiprokal selama 90 hari oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berpotensi memperkuat posisi tawar Indonesia terhadap AS. 

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum penundaan tarif ini untuk menyesuaikan kembali skema negosiasi.

    “Penundaan [tarif tinggi] ini bisa dibaca sebagai jendela waktu untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam kerangka kerja sama perdagangan dan investasi yang lebih seimbang dengan AS,” kata Andry kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Menurut Andry, pemerintah harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sempat tertunda, termasuk strategi memperbesar impor dari AS.

    Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga harus mendorong relaksasi hambatan non-tarif untuk produk ekspor unggulan dalam negeri serta harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor ke negara lain.

    “Indonesia juga harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor dan investasi, mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi,” tuturnya.

    Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah memiliki waktu yang untuk menyusun strategi negosiasi dengan AS.

    “Kita punya waktu lebih untuk menyusun strategi dan menata diri. Kita juga jadi paham bahwa AS tidak sekuat yang kita kira dan Trump tidak seberani yang kita duga,” kata Wijayanto kepada Bisnis.

    Dia menyebut pemerintah harus siap dengan berbagai skenario pengenaan kebijakan tarif Trump. “Tetap tidak boleh kendor. Harus siap dengan berbagai skenario. Jangan maju terlalu awal, kita bisa overshooting,” tuturnya.

    Menurutnya, setidaknya ada empat faktor yang membuat AS menunda kebijakan tarif tinggi ini. Salah satunya adalah terkait kesiapan teknis implementasi kebijakan tersebut. Terlebih, kata dia, menaikkan tarif dengan banyak variasi untuk 180 negara bukan sesuatu yang mudah.

    Faktor kedua, kata dia, Trump mendapatkan protes dari pengusaha yang menjadi donor utamanya, lantaran nilai saham yang turun drastis. 

    Ketiga, kebijakan tarif meningkatkan risiko global, sehingga yield obilgas AS melejit. Serta, faktor keempat, Trump memberi kesempatan negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan terbaik.