NGO: INDEF

  • Pemerintah Sebut Krisis Timur Tengah Bisa Picu Konflik Terbuka hingga Indo-Pasifik

    Pemerintah Sebut Krisis Timur Tengah Bisa Picu Konflik Terbuka hingga Indo-Pasifik

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Luar Negeri Sugiono memperingatkan bahwa situasi krisis yang terjadi di Timur Tengah saat ini bukan hanya berdampak lokal, tetapi juga dapat memicu meningkatnya ketegangan dan konflik terbuka di berbagai belahan dunia, termasuk kawasan Indo-Pasifik.

    “Timur Tengah saat ini berada di titik krisis dan sekali lagi kita tidak menutup mata, dan jika situasi ini tidak dikelola dengan baik maka rivalitas geopolitik yang makin meruncing dan semakin membuka ruang bagi konflik terbuka di berbagai belahan dunia termasuk di kawasan Indo-Pasifik itu bisa akan makin meningkat suhunya,” ujarnya saat rapat kerja bersama DPR Komisi I, Senin (30/6/2025).

    Lebih lanjut, dia menegaskan, kondisi ini tentu menjadi sesuatu yang tidak diharapkan oleh seluruh pihak, baik secara regional maupun global.

    Sugiono juga menekankan pentingnya peran diplomasi internasional dan kerja sama lintas negara untuk meredam ketegangan serta mencegah eskalasi lebih lanjut yang bisa mengguncang stabilitas global.

    “Tentu saja sesuatu yang sama-sama tidak kita inginkan,” pungkas Sugiono.

    Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance alias Indef memperingatkan bahwa eskalasi konflik militer antara Iran dan Israel dapat berdampak serius terhadap ekspor Indonesia, terutama ke kawasan Timur Tengah dan Eropa.

    Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus menjelaskan bahwa kawasan Timur Tengah berperan sebagai jalur penting perdagangan global, khususnya dalam pengiriman barang dari Asia ke Eropa. Potensi terganggunya jalur logistik, seperti Selat Hormuz, akan mendorong lonjakan biaya pengapalan dan mempersulit akses ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan.

    “Kalau Selat Hormuz terganggu, ekspor Indonesia ke Timur Tengah dan Eropa bisa terdampak langsung. Logistik jadi mahal, dan pasokan pun terhambat,” ujar Heri dalam diskusi publik Indef secara daring, Minggu (29/6/2025).

    Meski secara agregat porsi ekspor Indonesia ke Timur Tengah tergolong kecil, yaitu sekitar 4,6% dari total ekspor nasional, dampak tidak langsung dari konflik tetap patut diwaspadai. Menurut Heri, kawasan tersebut merupakan hub logistik penting yang menghubungkan pasar Asia, Eropa, dan Afrika.

    Selain Timur Tengah, ekspor ke Eropa juga berpotensi terdampak karena ketergantungan terhadap jalur laut yang melewati wilayah konflik.

    Jika jalur perdagangan terganggu, maka biaya logistik akan melonjak, terutama untuk pengiriman ekspor ke kawasan yang melewati jalur Teluk dan Laut Merah. Hal ini akan berdampak langsung pada daya saing produk ekspor Indonesia, terutama dari sektor manufaktur dan makanan olahan.

    “Dalam simulasi model ekonomi GTAP yang kami lakukan, biaya input akan meningkat karena lonjakan harga energi dan logistik. Ini bisa menurunkan ekspor kita, bukan hanya ke Timur Tengah, tapi juga ke negara-negara mitra seperti China, India, bahkan Jepang,” jelas Heri.

    Dampak tidak langsung juga dapat terjadi apabila mitra dagang utama Indonesia ikut terdampak, misalnya penurunan permintaan dari China karena terganggunya ekspornya ke Timur Tengah.

    Dalam simulasi kuantitatif menggunakan model GTAP (Global Trade Analysis Project), Heri memaparkan bahwa perang Iran–Israel dapat menekan ekspor Indonesia di berbagai sektor, antara lain produk pertanian dan peternakan; barang makanan olahan; tekstil dan produk kertas; serta industri kimia dan besi baja

    “Impor naik, biaya input naik, dan pada akhirnya ekspor turun. Ini yang kami perkirakan dalam berbagai skenario konflik,” ungkapnya.

    Untuk meredam dampak penurunan ekspor, Heri menyarankan empat strategi utama yang bisa diambil pemerintah dalam jangka pendek. Pertama, menjaga stabilitas harga BBM dan LPG, agar inflasi dan biaya produksi tetap terkendali.

    Kedua, diversifikasi pasar ekspor dan menjajaki kerja sama bilateral baru di luar kawasan konflik. Ketiga, diversifikasi rantai pasok industri agar pelaku usaha tidak terlalu tergantung pada kawasan Timur Tengah.

    Keempat, identifikasi sektor dan komoditas terdampak, guna memberikan insentif dan dukungan fiskal secara lebih terarah.

    “Kalau tidak disiapkan dari sekarang, potensi penurunan ekspor bisa menghambat pemulihan ekonomi nasional,” tutupnya.

  • Bukan Cuma soal Minyak, Indef Wanti-wanti Konflik Iran–Israel Bikin Ekspor RI Anjlok

    Bukan Cuma soal Minyak, Indef Wanti-wanti Konflik Iran–Israel Bikin Ekspor RI Anjlok

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance alias Indef memperingatkan bahwa eskalasi konflik militer antara Iran dan Israel dapat berdampak serius terhadap ekspor Indonesia, terutama ke kawasan Timur Tengah dan Eropa.

    Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus menjelaskan bahwa kawasan Timur Tengah berperan sebagai jalur penting perdagangan global, khususnya dalam pengiriman barang dari Asia ke Eropa. Potensi terganggunya jalur logistik, seperti Selat Hormuz, akan mendorong lonjakan biaya pengapalan dan mempersulit akses ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan.

    “Kalau Selat Hormuz terganggu, ekspor Indonesia ke Timur Tengah dan Eropa bisa terdampak langsung. Logistik jadi mahal, dan pasokan pun terhambat,” ujar Heri dalam diskusi publik Indef secara daring, Minggu (29/6/2025).

    Meski secara agregat porsi ekspor Indonesia ke Timur Tengah tergolong kecil, yaitu sekitar 4,6% dari total ekspor nasional, dampak tidak langsung dari konflik tetap patut diwaspadai. Menurut Heri, kawasan tersebut merupakan hub logistik penting yang menghubungkan pasar Asia, Eropa, dan Afrika.

    Selain Timur Tengah, ekspor ke Eropa juga berpotensi terdampak karena ketergantungan terhadap jalur laut yang melewati wilayah konflik.

    Jika jalur perdagangan terganggu, maka biaya logistik akan melonjak, terutama untuk pengiriman ekspor ke kawasan yang melewati jalur Teluk dan Laut Merah. Hal ini akan berdampak langsung pada daya saing produk ekspor Indonesia, terutama dari sektor manufaktur dan makanan olahan.

    “Dalam simulasi model ekonomi GTAP yang kami lakukan, biaya input akan meningkat karena lonjakan harga energi dan logistik. Ini bisa menurunkan ekspor kita, bukan hanya ke Timur Tengah, tapi juga ke negara-negara mitra seperti China, India, bahkan Jepang,” jelas Heri.

    Dampak tidak langsung juga dapat terjadi apabila mitra dagang utama Indonesia ikut terdampak, misalnya penurunan permintaan dari China karena terganggunya ekspornya ke Timur Tengah.

    Dalam simulasi kuantitatif menggunakan model GTAP (Global Trade Analysis Project), Heri memaparkan bahwa perang Iran–Israel dapat menekan ekspor Indonesia di berbagai sektor, antara lain produk pertanian dan peternakan; barang makanan olahan; tekstil dan produk kertas; serta industri kimia dan besi baja

    “Impor naik, biaya input naik, dan pada akhirnya ekspor turun. Ini yang kami perkirakan dalam berbagai skenario konflik,” ungkapnya.

    Untuk meredam dampak penurunan ekspor, Heri menyarankan empat strategi utama yang bisa diambil pemerintah dalam jangka pendek. Pertama, menjaga stabilitas harga BBM dan LPG, agar inflasi dan biaya produksi tetap terkendali.

    Kedua, diversifikasi pasar ekspor dan menjajaki kerja sama bilateral baru di luar kawasan konflik. Ketiga, diversifikasi rantai pasok industri agar pelaku usaha tidak terlalu tergantung pada kawasan Timur Tengah.

    Keempat, identifikasi sektor dan komoditas terdampak, guna memberikan insentif dan dukungan fiskal secara lebih terarah.

    “Kalau tidak disiapkan dari sekarang, potensi penurunan ekspor bisa menghambat pemulihan ekonomi nasional,” tutupnya.

  • Indef Peringatkan Lonjakan Biaya Logistik Hingga Asuransi Imbas Konflik Iran-Israel

    Indef Peringatkan Lonjakan Biaya Logistik Hingga Asuransi Imbas Konflik Iran-Israel

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti bengkaknya biaya logistik hingga premi asuransi, imbas ketegangan geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah antara Iran—Israel.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengkhawatirkan konflik Iran—Israel bisa memicu biaya logistik dan premi asuransi menjadi lebih mahal dari biasanya.

    “Perlu kita ingat bahwa harga atau ongkos logistik itu juga semakin meningkat, biaya asuransi juga semakin meningkat, sehingga biaya transportasi secara keseluruhan untuk distribusi barang atau arus barang ini juga pasti akan semakin mahal,” kata Andry kepada Bisnis, dikutip pada Sabtu (28/6/2025).

    Selain itu, dia juga mengkhawatirkan peningkatan biaya logistik yang sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia bakal menggerus pendapatan perdagangan Indonesia.

    Di sisi lain, konflik ini juga dapat berpengaruh pada kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara yang merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia.

    Kenaikan harga batu bara dan CPO diharapkan sejalan dengan peningkatan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam (SDA). Dengan begitu, penerimaan negara diharapkan akan terkerek dari CPO dan batu bara.

    “Tapi perlu diingat bahwa hal tersebut tidak long lasting, artinya kita tidak bisa mengandalkan harga komoditas atau kenaikan dari harga komoditas saja,” terangnya.

    Untuk itu, menurut Andry, pemerintah perlu mendorong keberlanjutan perdagangan darj dua komoditas ini, terutama melalui hiliriasasi. Sebab, ungkap dia, menjual komoditas mentah tidak akan membawa keberlanjutan dibandingkan produk jadi.

    Dalam kesempatan yang berbeda, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin sebelumnya memproyeksi komoditas batu bara dan CPO akan mengalami defisit perdagangan di tengah ketegangan geopolitik Iran—Israel.

    “Keduanya [batu bara dan CPO] merupakan ekspor terbesar kita. Pasti trade deficit akan makin lebar dan current account makin mengaga,” ujar Wijayanto kepada Bisnis.

    Defisit itu diperkirakan terjadi mengingat Indonesia sangat bergantung pada ekspor batu bara dan CPO. Apalagi, Wijayanto mengungkap ekspor batu bara dan CPO mewakili sekitar 20–25% total ekspor Indonesia.

    Menurutnya, pemerintah perlu bersiap mencari pasar baru, mendiversifikasi usaha, melakukan efisiensi operasional, dan menghindari keputusan-keputusan yang berisiko seperti utang berlebih. Serta, mendorong energi baru terbarukan (EBT) untuk menekan impor energi.

    Pemerintah, lanjut dia, juga perlu mempercepat hilirisasi yang berpegang pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) untuk mendongkrak nilai tambah ekonomi.

    “Lalu, mendorong percepatan industrialisasi dengan memperbaiki iklim investasi agar kita tidak terjebak sebagai eksportir komoditas yang rentan terhadap siklus komoditas global,” tambahnya.

    Menurutnya, ketegangan geopolitik di Timur Tengah akan mendorong banyak negara memperkuat kemandirian energi dan pangan.

    “Jika perang terus berkecamuk, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, akhirnya demand terhadap komoditas juga ikut melambat walaupun taraf perlambatan demand masing-masing komoditas berbeda, tergantung elastisitas permintaan,” pungkasnya.

  • Indef: Konsolidasi BUMN logistik oleh Danantara bangun kekuatan besar

    Indef: Konsolidasi BUMN logistik oleh Danantara bangun kekuatan besar

    Dengan adanya upaya untuk melakukan konsolidasi BUMN logistik ini saya kira adalah langkah bagus untuk memperbaiki kinerja BUMN logistik ke depannya,

    Jakarta (ANTARA) – Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, rencana konsolidasi BUMN-BUMN di sektor logistik oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) merupakan upaya untuk membangun kekuatan besar.

    “Itu mungkin menjadi salah satu cara karena dengan situasi persaingan di sektor logistik saat ini harus dibangun sebuah BUMN yang memiliki kekuatan besar,” ujar Eko kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Kalau kemudian BUMN-BUMN ini bisa dikonsolidasikan, maka bisa menjadi langkah bagus untuk memperkuat mereka terutama dalam konteks strategi sebetulnya bagaimana untuk bisa efisien di pasar dan juga menghasilkan keuntungan.

    “Dengan adanya upaya untuk melakukan konsolidasi BUMN logistik ini saya kira adalah langkah bagus untuk memperbaiki kinerja BUMN logistik ke depannya,” kata Eko.

    Sebagai informasi, Badan Pengelola Investasi Danantara akan melakukan konsolidasi bisnis terhadap perusahaan-perusahaan BUMN di sektor logistik dan asuransi.

    Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia Dony Oskaria mengatakan, konsolidasi bisnis itu sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing perusahaan BUMN, serta memberikan nilai tambah yang signifikan bagi Danantara Indonesia.

    Dari sektor logistik, Dony mengatakan, terdapat sekitar 18 perusahaan BUMN yang bisnisnya mirip dengan kapasitas yang masing-masing kecil di sektor tersebut.

    Ia mengatakan, perusahaan BUMN sektor logistik itu tidak ada yang bermain di first mile, namun bermain di last mile dan middle mile, serta bermain dari ujung ke ujung namun tidak cukup kompetitif.

    Dony menjelaskan, tahap pertama Danantara Indonesia telah melakukan fundamental business review terhadap perusahaan-perusahaan BUMN terkait.

    Tahap kedua, pihaknya akan melakukan business consolidation (konsolidasi bisnis) dengan merampingkan atau melakukan merger terhadap perusahaan-perusahaan BUMN tersebut.

    Sebelumnya, konsolidasi bisnis antara perusahaan BUMN seperti itu tidak dapat dilakukan karena tidak adanya interkorelasi, yang saat ini bisa dilakukan karena Danantara Indonesia merupakan pemilik dari perusahaan-perusahaan BUMN tersebut.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gaya Hidup Online Bikin Dompet Bocor di Tengah Krisis Kerja

    Gaya Hidup Online Bikin Dompet Bocor di Tengah Krisis Kerja

    Jakarta

    Fenomena ‘uang makin susah dicari tapi mudah dihabiskan’ semakin terasa di tengah masyarakat Indonesia. Kondisi terlihat dari sejumlah indikator seperti terbatasnya lapangan kerja namun jumlah pengeluaran semakin tinggi.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan salah satu penyebab utama fenomena ini semakin terasa di masyarakat modern karena gaya hidup yang semakin konsumtif.

    “Jadi memang masyarakat kita makin bergerak ke arah masyarakat yang konsumtif gitu bukan masyarakat yang produktif. Artinya pendapatannya tidak seberapa apalagi di tengah PHK dia rela untuk pinjam uang lewat pinjol atau paylater untuk memenuhi gaya hidup,” kata Bhima kepada detikcom, Rabu (18/6/2025).

    Kondisi ini semakin diperparah dengan perkembangan teknologi seperti media sosial yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Ditambah kemudahan dalam berbelanja secara online membuat produk atau barang konsumtif ini semakin mudah dijangkau.

    “Jadi banyak yang FOMO juga, banyak yang ikut-ikutan trend dan media sosial itu menciptakan kelas masyarakat yang konsumtif. Persoalannya di situ, jadi anak-anak muda sekarang itu didorong untuk lebih konsumtif dibandingkan produktif,” ucap Bhima.

    “Dengan perkembangan teknologi yang ada, internet makin cepat tapi belanja barang yang tidak diperlukan atau non-esensial itu semakin lama semakin tinggi. Sementara lapangan kerja yang diciptakan itu makin lama makin berkurang atau makin rendah,” tambahnya.

    Sementara itu, Ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad mengatakan terdapat sejumlah penyebab terjadinya fenomena ‘uang makin susah dicari tapi mudah dihabiskan’. Baik karena perubahan gaya hidup masyarakat hingga kondisi perekonomian saat ini.

    Ia menjelaskan dari sisi sulitnya untuk mencari uang secara umum disebabkan oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional kerena faktor domestik maupun karena situasi global.

    “Domestik ini karena investasi yang terjadi ini nggak cepat langsung menyerap tenaga kerja. Kedua, anggaran pemerintah di kuartal pertama itu belum bisa memberikan efek yang lebih besar, padahal banyak sektor-sektor yang sangat tergantung dengan anggaran pemerintah,” ucap Tauhid.

    “Ketiga faktor global ini ketidakpastiannya tinggi. Karena ketidakpastian tinggi bagi perusahaan-perusahaan itu berarti kan uncertainty-nya tinggi. Nah, kalau uncertainty tinggi, mereka biasanya menahan pembelian, menahan ekspansi investasi,” jelasnya lagi.

    Sementara untuk biang kerok penyebab uang makin mudah atau cepat habis dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup hingga kemudahan dalam bertransaksi yang membuat pola masyarakat konsumtif.

    “Orang sekarang karena kemudahan gadget di tangan, sekarang orang cenderung untuk gampang belanja. Sesuatu yang tadinya tidak penting, itu karena pengaruh sosial media dan sebagainya mereka akhirnya ikut belanja,” paparnya.

    “Kalau belanja-belanja yang lain, kebutuhan pokok kan sebenarnya relatif stabil ya. Nah, problemnya di pokok ini katakanlah ada kenaikan harga sedikit, misalnya beras dan sebagainya. Jadi, itu yang kemudian menyebabkan kantong masyarakat cepat habis,” sambung Tauhid.

    (igo/fdl)

  • INDEF dan Guru Besar IPB Kasih Masukan ke Kementan Soal Pupuk Subsidi

    INDEF dan Guru Besar IPB Kasih Masukan ke Kementan Soal Pupuk Subsidi

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti kebijakan pemberian pupuk bersubsidi melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025. INDEF memberikan masukan terkait beberapa pasal yang dinilai masih kurang efektif.

    Pertama, dalam pasal 15 Permentan tersebut, INDEF memberikan catatan prosedur yang diatur terlalu kompleks, sehingga banyak pihak yang harus dilapori dan dapat berujung terhadap kesulitan para petani.

    “Kalau kita lihat, kalau untuk mendapatkan subsidi pupuk, kok harus wajib lapor ke sana, kemari, jadi itu menurut saya terlalu kompleks,” ungkap Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti saat memberikan paparannya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh IPB University, Selasa (17/6/2025).

    Kedua, dalam pasal 16, pemerintah seharusnya mendorong produksi pupuk dalam negeri dengan memberikan insentif, bukan mendorong impor pupuk.

    “Dalam pasal 16, catatannya yakni mendorong impor pupuk. Seharusnya produksi pupuk di dalam negeri lebih digenjot dan juga ada pemberian insentif oleh pemerintah,” tambah Esther.

    Selain itu, INDEF juga meminta kepada pemerintah untuk menaikkan produksi pupuk dalam negeri sesuai dengan target dalam rencana pengembangan strategis untuk menjaga pertumbuhan pupuk.

    Berikutnya, INDEF juga menyoroti masih banyaknya petani yang tidak menjadi anggota Kelompok Tani (Poktan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), di mana ada 42% petani di Indonesia yang belum masuk ke Gapoktan, sehingga cukup menyulitkan verifikasi kebutuhan dan alokasi subsidi pupuk.

    INDEF juga menyoroti adanya potensi pupuk bersubsidi yang rawan diperjualbelikan kembali di luar peruntukannya.

    Sementara itu, Guru Besar IPB University menyoroti masih adanya kendala dalam penerapan kebijakan pupuk bersubsidi di sektor pertanian kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Faroby Falatehan sejatinya menyambut baik dari terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.

    Namun, Faroby menyampaikan masih banyak yang perlu dievaluasi terkait aturan ini, terutama terkait penunjukkan pihak penyalur pupuk bersubsidi.

    “Kami menyambut baik akan terbitnya Permentan 15 Tahun 2025. Namun, standarisasi penunjukkan pihak penyalur pupuk bersubsidi perlu diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis yang akan diterbitkan oleh Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian,” kata Faroby di tempat yang sama.

    Hal ini menurutnya dapat mengantisipasi hal negatif yang berpotensi terjadi seperti konflik antar penyalur pupuk bersubsidi, mundurnya para kios pengecer eksisting akibat penghasilan yang tidak lagi menguntungkan, belum profesionalnya penyalur pupuk bersubsidi yang baru ditunjuk, dan tingginya koreksi penyaluran yang dapat menjadi disinsentif bagi penyalur dapat diminimalisir.

    Dengan begitu, petani penerima manfaat program pupuk bersubsidi tetap terlayani dengan baik dan misi Asta Cita pemerintah dalam swasembada pangan dapat terwujud.

    Terkait penyiapan dan pembinaan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan koperasi sebagai penyalur pupuk bersubsidi, Faroby menyebut masih ada 79,6% Gapoktan yang belum siap menjadi penyalur pupuk bersubsidi dan 20,4% Gapoktan sudah siap dengan catatan perlu pendampingan.

    Menurutnya, ketidaksiapan Gapoktan ini karena tidak memenuhi hampir seluruh indikator kesiapan yang dipersyaratkan

    Foto: Penyaluran pupuk bersubsidi. (Dok. Kementan)
    Penyaluran pupuk bersubsidi. (Dok. Kementan)

    “Ketidaksiapan ini mencakup aspek modal, legalitas, sumber daya manusia (SDM), administrasi perkantoran, pengelolaan keuangan, distribusi pupuk, dan sarana-prasarana teknologi informasi,” ujar Faroby.

    Hingga saat ini, sudah ada 26.576 koperasi yang bergerak di bidang pupuk, di mana sebagian besar sudah berstatus menjadi Koperasi Desa Merah Putih yang baru berdiri, sehingga masih membutuhkan sosialisasi dan pendampingan terhadap regulasi, mekanisme, dan pemenuhan sarana-prasarana usaha penyaluran pupuk bersubsidi.

    Selain itu, ada potensi mundurnya beberapa kios pengecer yang sudah ada saat ini akibat penurunan pendapatan kios yang disebabkan pengurangan alokasi karena adanya penambahan pihak penyalur pupuk subsidi, sehingga alokasi harus dibagi dengan pihak penyalur pupuk subsidi lainnya seperti Gapoktan, Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), dan Koperasi.

    “Ada potensi penurunan pendapatan dari pengecer karena alokasi harus dibagi ke Gapoktan, Pokdakan, dan Koperasi, ditambah juga ada potensi konflik antar keempatnya apabila tidak ada aturan mengenai kriteria dan mekanisme penunjukan pihak penyalur pupuk subsidi,” ujar Faroby.

    Oleh karena itu, Berdasarkan hasil dari FGD tersebut, Faroby memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pihak terkait yang relevan dengan program pupuk bersubsidi, terutama berkaitan dengan kesiapan dan pembinaan Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi.

    Berikut rekomendasi dari hasil FGD tersebut:

    A. Penyiapan dan Pembinaan Gapoktan dan Koperasi sebagai Penyalur Pupuk Bersubsidi

    Perlu adanya pembinaan secara berkelanjutan dalam aspek modal, legalitas, sumber daya manusia, administrasi perkantoran, pengelolaan keuangan, distribusi pupuk, serta sarana prasarana dan teknologi informasi;
    Perlu adanya pembentukan satuan tugas yang bertanggung jawab terhadap pembinaan penyalur pupuk bersubsidi pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025 berdasarkan tugas dan kewenangan masing-masing pihak yang tergabung dalam satuan tugas tersebut.
    Dalam rangka mendukung kelancaran proses distribusi pupuk bersubsidi, maka perlu ditetapkan mekanisme yang paling memungkinkan yaitu menggunakan mekanisme penyaluran melalui Pelaku Usaha Distribusi (PUD).

    B. Pemilihan Gapoktan dan Koperasi dan Pembagian Wilayah Tanggung Jawab Penyaluran Pupuk Bersubsidi

    Perlu adanya persyaratan standarisasi kelayakan dan kesiapan yang harus dipenuhi oleh penyalur/titik serah pupuk bersubsidi, diantaranya indikator teknis, pemodalan, legalitas usaha, sarana dan prasarana, volume penyaluran, hasil pemetaan ketersediaan penyalur pupuk bersubsidi eksisting di suatu wilayah, dan pengalaman sebagai penyalur pupuk bersubsidi.
    Perlu adanya petunjuk teknis dan sosialisasi yang mengatur kelembagaan yang akan menjadi penyalur pupuk subsidi/titik serah (Kios pengecer, koperasi merah putih, Gapoktan, dan Pokdakan).

    C. Kesiapan Permodalan Gapoktan dan Koperasi sebagai penyalur pupuk subsidi

    Perlu adanya integrasi dan kemudahan penyaluran fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025;
    Perlu adanya mekanisme penerbitan bank garansi yang dananya ditanggung oleh pemerintah sebagai bentuk afirmasi pemerintah terhadap permodalan penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025

    D. Verifikasi, Validasi, dan Pengawasan Laporan Penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh Gapoktan dan Koperasi

    Perlu adanya uji surveilans terhadap kinerja dan administratif penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025;
    Perlu adanya afirmasi terhadap penyalur pupuk bersubsidi yang baru menjadi penyalur pupuk bersubsidi (Kios pengecer, Gapoktan, Pokdakan dan Koperasi) pasca terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025, dalam bentuk penyederhanaan pelaporan, verifikasi, dan validasi.

    (chd/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Habib Bugak Asyi dan Teladan Ekosistem Ekonomi Wakaf Produktif

    Habib Bugak Asyi dan Teladan Ekosistem Ekonomi Wakaf Produktif

    Bisnis.com, JEDDAH — Dua abad sebelum gagasan kampung haji Indonesia di Makkah tercetus, orang Aceh sudah punya tempat berteduh di atas sebidang tanah milik sendiri di Tanah Suci. Ratusan tahun kemudian, sebidang tanah itu memberi manfaat dan senyum semringah bagi jemaah haji Tanah Rencong setiap tahun.

    Wajah-wajah semringah itu tampak pada suatu siang di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). Wakaf produktif Habib Bugak mengalirkan manfaat yang tahun ini dinikmati oleh 4.738 jemaah haji asal Aceh, berupa uang saku sebesar 2.000 riyal Arab Saudi atau sekitar Rp8,6 juta.

    Tak hanya manfaat langsung yang diterima masyarakat Aceh, kemasyhuran wakaf Habib Bugak juga menyediakan teladan tentang bagaimana aset wakaf produktif digagas dan dikelola sampai jauh melampaui zamannya.

    Baitul Asyi atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti Rumah Aceh, adalah wakaf yang diberikan Habib Abdurrahman bin Alwi alias Habib Bugak Asyi, khusus untuk jemaah haji asal Aceh. Saat ini, wakaf Baitul Asyi berwujud beberapa hotel di Makkah yang sebagian keuntungannya dibagikan setiap musim haji kepada jemaah asal Bumi Serambi Makkah.

    Habib Bugak datang ke Makkah sekitar 1.222 Hijriah atau 1809 Masehi dan membeli sebidang tanah di sekitar bukit Marwah dengan uang hasil patungan bersama saudagar dan masyarakat Aceh.

    Habib Bugak kemudian membangun rumah yang diwakafkan atau dapat digunakan sebagai tempat tinggal orang Aceh atau jemaah haji Aceh selama di Makkah. Tanah dan bangunan itu kemudian dibeli untuk proyek perluasan Masjidil Haram.

    Uang hasil ganti rugi itu, kemudian dibelikan tanah di sekitar Masjidil Haram. Pengembang kemudian membangun sejumlah hotel di atas tanah wakaf itu. Keuntungan dari hotel-hotel itulah yang dijadikan wakaf bagi jemaah haji asal Aceh setiap tahunnya.

    Koordinator Pendistribusian Uang Wakaf Habib Bugak, Jamaluddin Affan Al Asyi mengatakan selain rutin membagikan uang saku setiap tahun kepada jemaah haji Aceh, wakaf ini juga ditargetkan bisa membiayai pembangunan hotel khusus untuk jemaah haji Aceh nantinya.

    Nazhir Wakaf Habib Bugak Asyi, Abdul Latif Balthu (kanan) memberikan bantuan dana wakaf bagi jamaah calon haji embarkasi Aceh di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). Pada 2025, jemaah haji embarkasi Aceh yang berjumlah 4.378 orang menerima dana hasil kelola wakaf dari lembaga wakaf Habib Bugak Asyi sebesar 2.000 riyal atau sekitar Rp8,6 juta per orang. /Dok. Media Center Haji

    Jamaluddin menjelaskan saat ini ada dua hotel yang pengelolaannya berada di bawah Baitul Asyi, yakni Grand Al Massa dan Prestige Hotel. Namun tahun ini, Grand Al Massa sudah akan sepenuhnya kembali ke wakaf setelah lebih dari 22 tahun dikelola pengembang.

    “Kemudian, kemarin juga Syekh Balthu [Nazhir wakaf Habib Bugak] berkeinginan ada peningkatan terus seiring dengan pemasukaan uang dari hasil dua hotel tersebut. Malahan titik akhir yang kami targetkan, beliau akan mencoba membangun hotel yang layak untuk ditempati jemaah haji Aceh,” kata Jamaluddin ditemui di Makkah, belum lama ini.

    Peningkatan yang ditargetkan juga termasuk nilai manfaat yang dibagikan kepada jemaah Aceh setiap tahun. Tahun lalu misalnya, jumlah uang saku yang diterima sebesar 1.500 riyal, meningkat menjadi 2.000 riyal tahun ini.

    Sementara itu, dalam konteks ekonomi Islam, wakaf produktif dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Dengan pengelolaan yang tepat, wakaf produktif tidak hanya mendatangkan manfaat bagi penerima, tetapi juga keuntungan yang berkelanjutan untuk kepenting masyarakat yang lebih luas.

    Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI, Faisal Ali Hasyim berharap praktik wakaf produktif seperti Baitul Asyi ini juga bisa dipraktikkan secara masif di Tanah Air. Baitul Asyi menjadi teladan pengelolaan wakaf produktif yang profesional, akuntabel, dan amanah, dengan manfaat besar yang mengular panjang.

    Faisal mengatakan pihaknya berminat mengundang Syekh Balthu berkunjung ke Tanah Air untuk membagikan pengalamannya mengelola wakaf produktif Baitul Asyi.

    “Saya sudah sampaikan ke pengelola Wakaf Habib Bugak, Syekh Balthu agar beliau berkenan men-share bagaimana pengalaman Habib Bugak ini yang Alhamdulillah sudah memberikan hasil yang luar biasa, kita bisa belajar dari beliau,” jelasnya.

    Kementerian Agama, lanjutnya, menyambut perkembangan ini dengan positif agar pemberdayaan wakaf produktif dapat direalisasikan dengan baik di Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebelumnya memperkirakan potensi aset wakaf Tanah Air mencapai Rp2.000 triliun, sementara potensi wakaf uang mencapai Rp188 triliun.

    Nazhir Wakaf Habib Bugak Asyi, Abdul Latif Balthu menghitung uang riyal bantuan dana wakaf bagi jamaah calon haji embarkasi Aceh di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). /Dok. Media Center Haji

    Namun demikian, realisasinya masih mini. Hingga akhir 2024, total aset wakaf uang yang terkumpul baru mencapai Rp2,9 triliun. BWI juga mencatat ada sekitar 440.500 titik tanah wakaf dengan luas total 57,2 hektare.

    Kampung haji berbasis wakaf

    Pemerintah baru-baru ini diketahui kembali mencuatkan rencana pembangunan kampung haji Indonesia di Arab Saudi. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan akan bertemu dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) pada awal Juli mendatang untuk membicarakan niat tersebut.

    Nur Hidayah Ketua Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef mengusulkan skema wakaf produktif untuk realisasi rencana tersebut.

    “[Proyek ini] Idealnya bersifat produktif jangka panjang perlu dipertimbangkan model long-term waqf atau build-operate-transfer,” katanya, dihubungi dari Jeddah.

    Bisa pula dipertimbangkan skema bisnis wakaf hybrid, seperti waqf-asset leasing. Wakaf hybrid adalah sebuah konsep yang menggabungkan wakaf tunai dan wakaf produktif, di mana dana wakaf tunai digunakan untuk mengembangkan aset produktif, dan hasil pengembangannya kemudian dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf.

    Jika terealisasi, Nur Hidayah mengatakan proyek ini berpeluang menjadi hub logistik layanan haji dan umrah di luar musim haji. Bisa pula menjadi pusat diplomsi budaya dan ekonomi Indonesia di dunia Islam, serta simbol kemandirian dan martabat bangsa dalam melayani warganya di Tanah Suci.

  • Habib Bugak Asyi dan Teladan Ekosistem Ekonomi Wakaf Produktif

    Mimpi Kampung Haji dan Belajar Wakaf dari Warga Aceh

    Bisnis.com, JEDDAH — Dua abad sebelum gagasan kampung haji Indonesia di Makkah tercetus, orang Aceh sudah punya tempat berteduh di atas sebidang tanah milik sendiri di Tanah Suci. Ratusan tahun kemudian, sebidang tanah itu memberi manfaat dan senyum semringah bagi jemaah haji Tanah Rencong setiap tahun.

    Wajah-wajah semringah itu tampak pada suatu siang di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). Wakaf produktif Habib Bugak mengalirkan manfaat yang tahun ini dinikmati oleh 4.738 jemaah haji asal Aceh, berupa uang saku sebesar 2.000 riyal Arab Saudi atau sekitar Rp8,6 juta.

    Tak hanya manfaat langsung yang diterima masyarakat Aceh, kemasyhuran wakaf Habib Bugak juga menyediakan teladan tentang bagaimana aset wakaf produktif digagas dan dikelola sampai jauh melampaui zamannya.

    Baitul Asyi atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti Rumah Aceh, adalah wakaf yang diberikan Habib Abdurrahman bin Alwi alias Habib Bugak Asyi, khusus untuk jemaah haji asal Aceh. Saat ini, wakaf Baitul Asyi berwujud beberapa hotel di Makkah yang sebagian keuntungannya dibagikan setiap musim haji kepada jemaah asal Bumi Serambi Makkah.

    Habib Bugak datang ke Makkah sekitar 1.222 Hijriah atau 1809 Masehi dan membeli sebidang tanah di sekitar bukit Marwah dengan uang hasil patungan bersama saudagar dan masyarakat Aceh.

    Habib Bugak kemudian membangun rumah yang diwakafkan atau dapat digunakan sebagai tempat tinggal orang Aceh atau jemaah haji Aceh selama di Makkah. Tanah dan bangunan itu kemudian dibeli untuk proyek perluasan Masjidil Haram.

    Uang hasil ganti rugi itu, kemudian dibelikan tanah di sekitar Masjidil Haram. Pengembang kemudian membangun sejumlah hotel di atas tanah wakaf itu. Keuntungan dari hotel-hotel itulah yang dijadikan wakaf bagi jemaah haji asal Aceh setiap tahunnya.

    Koordinator Pendistribusian Uang Wakaf Habib Bugak, Jamaluddin Affan Al Asyi mengatakan selain rutin membagikan uang saku setiap tahun kepada jemaah haji Aceh, wakaf ini juga ditargetkan bisa membiayai pembangunan hotel khusus untuk jemaah haji Aceh nantinya.

    Nazhir Wakaf Habib Bugak Asyi, Abdul Latif Balthu (kanan) memberikan bantuan dana wakaf bagi jamaah calon haji embarkasi Aceh di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). Pada 2025, jemaah haji embarkasi Aceh yang berjumlah 4.378 orang menerima dana hasil kelola wakaf dari lembaga wakaf Habib Bugak Asyi sebesar 2.000 riyal atau sekitar Rp8,6 juta per orang. /Dok. Media Center Haji

    Jamaluddin menjelaskan saat ini ada dua hotel yang pengelolaannya berada di bawah Baitul Asyi, yakni Grand Al Massa dan Prestige Hotel. Namun tahun ini, Grand Al Massa sudah akan sepenuhnya kembali ke wakaf setelah lebih dari 22 tahun dikelola pengembang.

    “Kemudian, kemarin juga Syekh Balthu [Nazhir wakaf Habib Bugak] berkeinginan ada peningkatan terus seiring dengan pemasukaan uang dari hasil dua hotel tersebut. Malahan titik akhir yang kami targetkan, beliau akan mencoba membangun hotel yang layak untuk ditempati jemaah haji Aceh,” kata Jamaluddin ditemui di Makkah, belum lama ini.

    Peningkatan yang ditargetkan juga termasuk nilai manfaat yang dibagikan kepada jemaah Aceh setiap tahun. Tahun lalu misalnya, jumlah uang saku yang diterima sebesar 1.500 riyal, meningkat menjadi 2.000 riyal tahun ini.

    Sementara itu, dalam konteks ekonomi Islam, wakaf produktif dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Dengan pengelolaan yang tepat, wakaf produktif tidak hanya mendatangkan manfaat bagi penerima, tetapi juga keuntungan yang berkelanjutan untuk kepenting masyarakat yang lebih luas.

    Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI, Faisal Ali Hasyim berharap praktik wakaf produktif seperti Baitul Asyi ini juga bisa dipraktikkan secara masif di Tanah Air. Baitul Asyi menjadi teladan pengelolaan wakaf produktif yang profesional, akuntabel, dan amanah, dengan manfaat besar yang mengular panjang.

    Faisal mengatakan pihaknya berminat mengundang Syekh Balthu berkunjung ke Tanah Air untuk membagikan pengalamannya mengelola wakaf produktif Baitul Asyi.

    “Saya sudah sampaikan ke pengelola Wakaf Habib Bugak, Syekh Balthu agar beliau berkenan men-share bagaimana pengalaman Habib Bugak ini yang Alhamdulillah sudah memberikan hasil yang luar biasa, kita bisa belajar dari beliau,” jelasnya.

    Kementerian Agama, lanjutnya, menyambut perkembangan ini dengan positif agar pemberdayaan wakaf produktif dapat direalisasikan dengan baik di Indonesia. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebelumnya memperkirakan potensi aset wakaf Tanah Air mencapai Rp2.000 triliun, sementara potensi wakaf uang mencapai Rp188 triliun.

    Nazhir Wakaf Habib Bugak Asyi, Abdul Latif Balthu menghitung uang riyal bantuan dana wakaf bagi jamaah calon haji embarkasi Aceh di Hotel Awqaf Al Mufti, Misfalah, Makkah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). /Dok. Media Center Haji

    Namun demikian, realisasinya masih mini. Hingga akhir 2024, total aset wakaf uang yang terkumpul baru mencapai Rp2,9 triliun. BWI juga mencatat ada sekitar 440.500 titik tanah wakaf dengan luas total 57,2 hektare.

    Kampung haji berbasis wakaf

    Pemerintah baru-baru ini diketahui kembali mencuatkan rencana pembangunan kampung haji Indonesia di Arab Saudi. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan akan bertemu dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) pada awal Juli mendatang untuk membicarakan niat tersebut.

    Nur Hidayah Ketua Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef mengusulkan skema wakaf produktif untuk realisasi rencana tersebut.

    “[Proyek ini] Idealnya bersifat produktif jangka panjang perlu dipertimbangkan model long-term waqf atau build-operate-transfer,” katanya, dihubungi dari Jeddah.

    Bisa pula dipertimbangkan skema bisnis wakaf hybrid, seperti waqf-asset leasing. Wakaf hybrid adalah sebuah konsep yang menggabungkan wakaf tunai dan wakaf produktif, di mana dana wakaf tunai digunakan untuk mengembangkan aset produktif, dan hasil pengembangannya kemudian dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf.

    Jika terealisasi, Nur Hidayah mengatakan proyek ini berpeluang menjadi hub logistik layanan haji dan umrah di luar musim haji. Bisa pula menjadi pusat diplomsi budaya dan ekonomi Indonesia di dunia Islam, serta simbol kemandirian dan martabat bangsa dalam melayani warganya di Tanah Suci.

  • Kampung Haji Indonesia di Makkah, Antara Peluang dan Halang Rintang

    Kampung Haji Indonesia di Makkah, Antara Peluang dan Halang Rintang

    Bisnis.com, JEDDAH — Gagasan untuk membangun kampung haji Indonesia di Arab Saudi bukanlah barang baru. Ide ini sudah muncul setidaknya sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di bawah Menteri Agama Maftuh Basyuni. Presiden Prabowo Subianto mengembalikan gagasan tersebut ke permukaan dan menjanjikan akan mengantongi lampu hijau dari pihak Kerajaan Arab Saudi dalam waktu dekat.

    Itulah mengapa rombongan Amirulhajj alias pemimpin Misi Haji Indonesia di Arab Saudi pada musim haji tahun ini, diamanatkan misi untuk membangun dialog menuju realisasi gagasan tersebut.

    Dilihat dari urgensinya, Indonesia sebagai pengirim jemaah haji dan umrah terbanyak setiap tahunnya memang perlu memiliki poros-poros ekonomi untuk mengembalikan sebagian keuntungan dari penyelenggaraan ibadah haji dan umrah ke dalam negeri. Kampung haji Indonesia di Makkah juga digadang-gadang bisa menurunkan biaya haji yang ditanggung jemaah secara lebih signifikan. Namun, gagasan ini tentu bukan tanpa aral melintang.

    Penasihat Khusus Presiden Bidang Haji sekaligus anggota Amirulhajj tahun ini, Muhadjir Effendi, mengatakan Prabowo diperkirakan akan bertemu dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) pada awal Juli 2025 dengan misi utama pembicaraan mengenai kampung haji. Selama ikut mengawasi penyelenggaraan ibadah haji, Muhadjir juga mengaku telah bertemu dengan investor yang berminat membangun kampung haji.

    “Kalau investor sudah banyak, mungkin lebih dari tiga, bahkan lebih. Cuma kami harus hati-hati karena skema yang kami tawarkan itu G2G [government-to-government], tidak antara negara dengan pebisnis. Karena kami harapkan ini akan perkuat kerja sama, bukan hanya haji tapi bidang-bidang lebih luas kalau kita memiliki kampung haji ini,” ujar Muhadjir ditemui sebelum kepulangannya ke Tanah Air di Bandara Jeddah, baru-baru ini.

    Dia juga mengatakan pemerintah sebenarnya telah menyiapkan skenario pendanaan kampung haji, baik melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) maupun Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    Menurutnya, bukan hal yang terlarang untuk memanfaatkan momentum haji sebagai penggerak ekonomi, terutama di antara negara-negara berpenduduk muslim, untuk membangun ekosistem ekonomi Islam secara global.

    “Saya kira akan menjadi game changer, pembeda sistem ekonomi global kalau haji ini bisa kita kapitalisasi jadi pusat transaksi internasional tahunan, konversi bisnis tahunan dari negara-negara Islam,” katanya.

    Sejumlah tantangan

    Sementara itu, posisi sebagai pengirim jemaah haji terbesar, ditengarai hanya menjadikan Indonesia kuat secara moral, tetapi lemah dari sisi legal formal. Lautan jemaah haji yang berangkat dari Tanah Air setiap tahun memang memberi Indonesia posisi daya tawar yang lebih tinggi. Akan tetapi, hal itu belum tentu cukup sebagai penguat dari sisi hukum, jika tanpa kerangka diplomasi yang kokoh.

    Nur Hidayah, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis UIN Jakarta sekaligus Ketua Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef, mengatakan Arab Saudi tidak mengenal sistem kepemilikan properti untuk pihak asing di Makkah dan Madinah. Bahkan, investasi Gulf Cooperation Council (GCC) pun dikontrol ketat oleh dekrit kerajaan.

    “Maka, jika kampung haji dimaksudkan sebagai kompleks kepemilikan, perlu dipertimbangkan model long-term waqf atau build-operate-transfer (BOT),” kata Nur Hidayah, dihubungi dari Jeddah.

    Catatan lainnya, butuh lobi tingkat tinggi dan dalam hal ini, relasi raja dengan presiden lebih penting dibandingkan dengan data ekonomi. Arab Saudi, sebagaimana diketahui, adalah negara monarki absolut. Artinya, keputusan semacam ini sangat bergantung pada kedekatan dan hubungan saling menghormati antara Presiden Prabowo dan Raja atau Putra Mahkota MBS.

    “Jika Presiden Prabowo mampu menunjukkan bahwa kampung haji Indonesia akan mendukung Vision 2030 Arab Saudi, terutama sektor pariwisata religius dan logistik haji-umrah, maka peluangnya meningkat,” katanya.

    Jemaah haji Indonesia berjalan meninggalkan tenda Mina di Makkah, Arab Saudi, Minggu (8/6/2025)./Dok. Media Center Haji

    Menurut Nur Hidayah, keberhasilan rencana ini tak hanya bersandar pada modal atau jumlah jemaah, tetapi lebih berat pada seni diplomasi presiden. Harus ada sinergi antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), diaspora, dan pelaku usaha syariah nasional.

    Lebih jauh, dia juga menekankan aspek kehati-hatian dalam investasi yang bersumber dari dana haji. Jika prinsip kehati-hatian tidak dijaga, dikhawatirkan proyek kampung haji dapat menjadi beban moral dan reputasi bagi BPKH. “Apalagi jika dianggap sebagai proyek politis, bukan investasi syariah yang prudent,” imbuhnya.

    Pengamat Haji dan Umrah Dadi Darmadi menambahkan proyek ini sebaiknya diposisikan sebagai kerja sama investasi dengan pihak Saudi, pemerintah, atau swasta. Dengan demikian, tidak terkesan menyenggol kepentingan, otoritas, atau kedaulatan Arab Saudi.

    “Pastinya cukup banyak tantangan. Penyedia jasa akomodasi informal yang selama ini banyak bermain di industri haji dan umrah di Makkah, perlu diajak dialog dan kerja sama, jangan sampai menghambat rencana,” katanya.

    Jika upaya diplomasi berjalan sesuai rencana, Dadi menyebut proyek ini cukup realistis diwujudkan dalam jangka menengah antara 5 hingga 10 tahun ke depan.

    Dengan sejumlah catatan tersebut, Indonesia tidak bisa bersikap mentang-mentang sebagai penyumbang jemaah haji terbanyak ke Tanah Suci. Jika tujuannya adalah untuk kemaslahatan jemaah haji, perlu perhitungan matang dari berbagai sisi: politik, ekonomi, hingga diplomasi.

  • Menerka Alasan Prabowo Absen KTT G7, Pilih Merapat ke Blok Putin?

    Menerka Alasan Prabowo Absen KTT G7, Pilih Merapat ke Blok Putin?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan puncak Kelompok Tujuh (G7) negara ekonomi maju di Kanada mengundang perhatian kalangan pengamat.

    Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah perlu merespons secara cermat dan strategis agar absensi tersebut tidak ditafsirkan sebagai sinyal politik negatif terhadap mitra strategis Indonesia, terutama negara-negara Barat.

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman, menekankan pentingnya melakukan diplomasi pasca-forum secara proaktif, guna menjaga relasi dan persepsi di level global.

    “Ketidakhadiran Presiden dalam forum G7 sejatinya bukan sekadar soal protokoler, tapi menyampaikan sinyal politik yang penting bagi mitra-mitra strategis Indonesia, khususnya negara-negara ekonomi maju,” ujar kepada Bisnis, Jumat (13/6/2025)

    Menurutnya, Presiden Ke-8 RI itu perlu memastikan bahwa absensinya tidak dimaknai sebagai pengabaian terhadap kemitraan strategis dengan negara-negara G7 seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Jerman, dan Inggris, yang selama ini menjadi mitra utama dalam hal perdagangan, investasi teknologi tinggi, serta pembiayaan transisi energi.

    Rizal menyarankan pemerintah untuk memperkuat peran diplomatik secara aktif, baik melalui Menteri Luar Negeri, perwakilan tetap di PBB dan negara-negara G7, maupun melalui dialog bilateral strategis di bidang perdagangan, investasi hijau, dan transformasi digital.

    “Indonesia perlu mengoptimalkan kehadirannya dalam forum-forum global lainnya seperti G20, APEC, dan ASEAN, untuk menyeimbangkan persepsi internasional sekaligus menegaskan posisinya sebagai kekuatan menengah (middle power) yang otonom dan konstruktif serta tetap bebas aktif,” katanya.

    Rizal juga menambahkan bahwa secara substansi, G7 adalah forum yang sangat strategis bagi Indonesia untuk memperkuat kanal diplomasi ekonomi dan memperluas akses pasar.

    Absennya Prabowo, menurut Rizal, bisa menimbulkan celah persepsi bahwa Indonesia mulai menjauh dari orbit Barat, meski faktanya sebagian besar arus investasi langsung dan perdagangan berteknologi tinggi masih bersumber dari negara-negara G7.

    “Jika tidak diimbangi dengan strategi diplomasi lanjutan yang aktif dan terukur, absensi ini bisa menurunkan efektivitas posisi Indonesia dalam negosiasi global, serta melemahkan momentum untuk masuk ke dalam rantai nilai strategis yang ditawarkan oleh ekosistem G7—terutama dalam hal pendanaan hijau, digitalisasi, dan supply chain re-engineering pasca-pandemi,” ucapnya

    Ketiadaan fisik Presiden Prabowo dalam forum tersebut juga dinilai membuat posisi Indonesia kurang terdengar saat pembahasan isu-isu strategis global. Terutama berkaitan dengan subsidi hijau, dan digitalisasi, meskipun delegasi Indonesia di Forum G7 tetap berpartisipasi dan hadir.

    Rizal juga menyoroti meningkatnya pengaruh Rusia dan China dalam arah kebijakan luar negeri Indonesia. Dari Rusia, penguatan kerja sama di bidang militer dan pertahanan terlihat dari intensitas pengadaan alutsista dan pelatihan militer.

    Sementara dari China, pendekatan lebih sistematis dilakukan melalui proyek-proyek infrastruktur besar seperti kereta cepat Jakarta–Bandung dan kawasan industri berbasis nikel di Sulawesi, yang masuk dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI).

    “Pendekatan Beijing yang berbasis pada kebutuhan pembangunan dan investasi Indonesia memang menggiurkan, namun mengandung risiko ketergantungan ekonomi dan tekanan politik yang tidak kecil,” imbuhnya.

    Menurutnya, strategi diversifikasi mitra global memang penting, namun harus diimbangi dengan kewaspadaan terhadap dominasi satu blok tertentu, yang bisa merusak prinsip politik luar negeri bebas aktif yang selama ini dipegang teguh Indonesia.

    Indef mengingatkan bahwa diplomasi modern tak cukup hanya dijalankan melalui forum resmi, melainkan juga melalui pengelolaan persepsi dan komunikasi strategis. Ketidakhadiran dalam forum G7 harus diikuti dengan langkah pemulihan diplomatik yang konkret, agar posisi Indonesia tetap kokoh sebagai kekuatan menengah yang dihormati di panggung global.

    Indonesia Tetap Diuntungkan Meski Absen di G7

    Sementara itu, Direktur China-Indonesia Desk dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Muhammad Zulfikar Rakhmat menilai bahwa ketidakhadiran Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 2025 tidak akan memberi dampak signifikan terhadap relasi dagang, investasi, maupun bantuan internasional.

    Menurutnya, posisi Indonesia dalam hubungan internasional tetap kuat karena mengedepankan prinsip bebas aktif dan strategi diversifikasi mitra global.

    “Indonesia masih memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara anggota G7, meski tak hadir dalam forum tersebut. Indonesia dikenal dengan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, yang artinya tetap menjalin hubungan baik dengan berbagai negara, baik di dalam maupun luar G7,” tuturnya kepada Bisnis.

    Lebih lanjut, dia menekankan bahwa Indonesia selama ini dikenal sebagai negara dengan pendekatan luar negeri yang terbuka dan pragmatis.

    Zulfikar menekankan selama ini kebijakan luar negeri pemerintah tidak berpihak ke satu blok kekuatan saja, tetapi menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak.

    Oleh sebab itu, Menurut Zulfikar, meskipun G7 merupakan kumpulan negara-negara ekonomi terbesar dunia, Indonesia memiliki ruang manuver luas di luar forum tersebut, termasuk melalui kerja sama dengan negara-negara non-G7 seperti China, Rusia, dan berbagai negara Asia lainnya.

    “Indonesia memiliki kerjasama yang luas dengan negara-negara non-G7 seperti Rusia, China, dan negara-negara Asia lainnya yang juga memberikan peluang dagang dan investasi,” katanya.

    Selain itu, Indonesia aktif dalam berbagai forum internasional seperti G20, APEC, dan ASEAN, yang dianggap lebih inklusif dan relevan bagi kepentingan pembangunan Indonesia secara keseluruhan.

    Tak hanya itu, dia menilai bahwa di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, Indonesia dikatakan makin menekankan strategi diversifikasi dalam menjalin hubungan internasional.

    Apalagi, hubungan pemerintah RI dengan Moskow, kata Zulfikar, mencerminkan upaya konkret untuk memperkuat kerja sama strategis di bidang energi dan pertahanan, yang menjadi dua pilar utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia saat ini.

    Sementara itu, kerja sama dengan China terus meluas, terutama di sektor infrastruktur dan manufaktur melalui proyek-proyek Belt and Road Initiative (BRI). China tetap menjadi mitra dagang dan investasi terbesar kedua bagi Indonesia, dengan pengaruh yang terus menguat dalam kebijakan ekonomi nasional.

    Oleh karena itu, Zulfikar menegaskan bahwa pendekatan Indonesia bukanlah berpaling dari G7, melainkan membangun otonomi strategis. Indonesia dinilai tetap menjunjung kepentingan nasional di atas kepentingan geopolitik kelompok tertentu.

    Meskipun negara-negara G7 kemungkinan akan mencermati absensi Indonesia, tetapi dia meyakini bahwa hubungan bilateral tetap dapat dijaga melalui jalur diplomatik lainnya.

    CELIOS menyimpulkan bahwa absennya Presiden Prabowo dari forum G7 bukan berarti langkah menjauh dari negara-negara maju, melainkan bagian dari strategi luar negeri yang lebih seimbang dan adaptif terhadap perubahan global. Indonesia masih memiliki banyak saluran diplomasi dan kerja sama ekonomi yang terbuka baik dengan G7 maupun kekuatan global lainnya selama kepentingan nasional tetap menjadi orientasi utama.

    “Jadi, meskipun absennya Indonesia di KTT G7 mungkin akan diikuti dengan pengamatan dari negara-negara G7, namun Indonesia tetap memiliki banyak jalur untuk menjaga hubungan perdagangan dan investasi yang positif,” pungkas Zulfikar.

    Sekadar informasi, Presiden Prabowo Subianto tidak akan menghadiri outreach session pada perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 yang akan berlangsung di Kanada pada tanggal 17 Juni 2024. Hal itu lantaran Prabowo telah lebih dulu berkomitmen untuk bertandang ke Singapura dan Rusia.

    Sebelumnya, Prabowo telah menerima secara resmi undangan untuk menghadiri salah satu sesi di KTT G7 itu. Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah mengonfirmasi bahwa Presiden tidak akan hadir pada pertemuan antara pemimpin negara G7 serta negara nonanggota sekaligus lembaga internasional itu.

    “Karena adanya beberapa komitmen pertemuan Bapak Presiden, baik itu terkait dengan pertemuan di Singapura dan juga dengan partisipasi di forum di Rusia, maka Bapak Presiden tidak dapat hadir pada pertemuan tersebut,” ujar Juru Bicara Kemlu Rolliansyah Soemirat pada taklimat media, Kamis (12/6/2025).

    Meski demikian, pria yang akrab disapa Roy Soemirat itu mengatakan bahwa undangan untuk menghadiri KTT G7 itu sudah diterima dari PM Kanada Mark Carney. Hal itu juga, katanya, menunjukkan bahwa Indonesia dipandang penting dan signifikan pada politik global saat ini kendati bukan negara anggota.

    Di sisi lain, Prabowo juga sudah menyampaikan dukungannya kepada Kanada yang menjadi tuan rumah KTT G7 itu untuk terus mendorong kolaborasi antara negara-negara adidaya serta negara nonanggota maupun lembaga internasional.

    “Dan itu sudah disampaikan langsung oleh Bapak Presiden kepada Perdana Menteri Kanada pada saat berlangsungnya teleponnya antara kedua pimpinan,” kata Roy.

    Agenda Prabowo

    Adapun Prabowo akan mengunjungi dua negara sahabat mulai dari awal pekan depan. Pertama, dia akan menghadiri pertemuan bilateral dan Leaders’ Retreat di Singapura. Pada kunjungan tersebut, Presiden ke-8 RI itu akan bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Singapura serta Presiden Singapura.

    Roy menyebut ini akan menjadi kunjungan pertama Prabowo sebagai presiden ke Singapura, serta menjadi Leaders’ Retreat pertama bagi kedua kepala pemerintahan setelah Pemilu di Singapura pada Mei 2025 lalu.

    “Pada retreat ini akan dibahas berbagai prioritas kerja sama strategis dalam konteks pemerintahan dan kabinet baru dari kedua negara. Isu-isu yang terkait dengan investasi di kedua negara di berbagai bedang juga akan banyak direncanakan, akan banyak dibahas,” paparnya.

    Kedua, Prabowo akan melanjutkan kunjungan kenegaraannya ke Rusia untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. Ketua Umum Partai Gerindra itu akan terbang ke Saint Petersburg, Rusia pada 18-20 Juni mendatang.

    Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi undangan dari Presiden Putin untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia, serta sekaligus menghadiri Saint Petersburg International Economic Forum.

    Di sisi lain, kunjungan Prabowo pertama kali ke Rusia sebagai Presiden ini juga masih dalam rangka peringatan 75 tahun hubungan diplomatik dengan Rusia.

    “Dalam pertemuan bilateral nanti, kunjungan ini juga diharapkan akan membahas perkembangan kerja sama bilateral serta melakukan tukar pikiran di antara para leaders terkait dengan isu-isu regional dan global yang menjadi common concern,” ujar Roy.

    Khususnya pada acara Saint Petersburg International Economic Forum itu, Prabowo dijadwalkan untuk menyampaikan pidato pada sesi pembukaan dan sesi pleno bersama dengan Presiden Putin.

    “Ini sebenarnya hal yang sudah pernah dijadwalkan sebelumnya hanya tertunda sehingga baru bisa terlaksana minggu depan bila tidak ada halangan,” terang Roy.