NGO: INDEF

  • 1 Juta Sarjana di RI Nganggur!

    1 Juta Sarjana di RI Nganggur!

    Jakarta

    Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan universitas alias sarjana.

    Data tersebut ditampilkan saat Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan sambutannya dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025. Tercatat bahwa tingkat pengangguran pada Februari berada di angka 4,76% dari angkatan kerja RI.

    Berdasarkan bahan paparan tersebut, dirinci jumlah pengangguran berdasarkan status per pendidikannya. Di jajaran pertama, jumlah pengangguran paling banyak berasal dari status pendidikan SD dan SMP 2,42 juta orang.

    Kemudian di posisi kedua, ada masyarakat dengan status pendidikan SMA sebanyak 2,04 juta. Disusul pendidikan SMK yang menyumbang pengangguran sebanyak 1,63 juta orang, lalu lulusan universitas ada sebanyak 1,01 juta orang, dan terakhir ada lulusan diploma dengan sumbangsih 177,39 ribu orang pengangguran.

    Yassierli menilai, pengangguran menjadi suatu permasalahan klasik sekaligus pekerjaan rumah (PR) bagi Indonesia. Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah pengangguran di Tanah Air perlu dilihat dari dua sisi yakni supply dan demand.

    “Saya tetap melihat bahwa solusi pengangguran itu kita harus melihatnya dua sisi. Yaitu adalah supply dan demand,” kata Yassierli di Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Menurutnya, secara demand atau ketersediaan lapangan kerja, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki sejumlah program prioritas yang diproyeksikan dapat menyerap jutaan tenaga kerja.

    Salah satu yang disinggungnya ialah program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih. Program yang menghabiskan anggaran hingga ratusan triliun ini akan membentuk setidaknya 80 ribu koperasi.

    “Kalau seandainya pengelola, karena koperasi itu nanti ada pengelola, ada pekerja, 25 orang saja dikali 80 ribu itu sudah 2,5 juta, 2 juta sekian (lapangan kerja terbentuk). Itu gambaran. Apalagi kemudian ketika koperasi itu diberikan insentif modal, dan dia bisa berkembang dan seterusnya,” ujarnya.

    Di samping itu, ia menilai, keberadaan Kopdes Merah Putih ini juga akan mengubah ekspektasi masyarakat terkait tentang pekerjaan. Dalam hal ini, masyarakat tidak akan lagi terpaku pada persepsi bahwa kerja harus di perusahaan-perusahaan besar yang berlokasi di Kota Metropolitan.

    Selain pengangguran, Yassierli juga menyoroti masalah kualitas tenaga kerja Indonesia. Setidaknya, sebanyak 85% tenaga kerja RI merupakan lulusan sekolah menengah seperti SMA dan SMK.

    “Dan ini menjadi tantangan kita. Kalau pengangguran standar lah,” kata dia.

    Tonton juga “Pengangguran di RI Capai 7,28 Juta, Menaker Berikan Solusinya” di sini:

    (shc/kil)

  • Perang Israel & Iran Mereda, Neraca Perdagangan RI Juni Diramal Aman

    Perang Israel & Iran Mereda, Neraca Perdagangan RI Juni Diramal Aman

    Jakarta

    Kondisi perang tarif dagang hingga konflik antara Israel-Iran dinilai tidak berdampak signifikan pada perekonomian RI. Indonesia mencatatkan surplus pada neraca perdagangan US$ 15,38 miliar secara kumulatif periode Januari-Mei 2025.

    Pandangan ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso. Ia juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat nilai ekspor Indonesia kumulatif Januari-Mei 2025 naik 6,98%, di mana tren kenaikan nilai ekspor mencapai 11,54%.

    “Artinya kalau kita lihat sekarang ini, kita belum melihat ini ada gangguan perang dagang,” kata Budi dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025 di Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Sedangkan untuk ekspor, secara kumulatif periode Januari-Mei 2025 nilainya mencapai US$ 111,98 miliar. Lalu untuk bulan Mei 2025 saja, ekspor mencapai US$ 24,61 miliar.

    Budi menyebut, ekspor RI pada bulan April lalu sempat turun dibandingkan Mei. Namun kondisi itu karena awal April terdapat libur panjang Idul Fitri, serta banyak ekspor tertunda karena para eksportir masih wait and see atas pengumuman tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.

    Hal ini apalagi mengingat bahwa Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu mitra dagang dengan penyumbang surplus terbesar bagi perdagangan RI. Budi mengatakan, pada 2024 lalu AS menduduki posisi kedua negara dengan kontribusi surplus terbesar US$ 14,34 miliar.

    Sedangkan pada Laporan Neraca Dagang BPS hingga Mei 2025, AS menduduki posisi pertama dengan kontribusi sebesar US$ 7,08 miliar. Namun hingga saat ini, proses negosiasi tarif masih berlangsung dengan AS dan diharapkan tarif impor RI bisa di turun dari 32%.

    “Sekarang bulan Mei ini ekspor kita meningkat dibanding bulan April. Jadi mudah-mudahan ke depan situasinya semakin bagus, semakin kondusif. Dan sekarang juga misalnya masalah di Timur Tengah sudah mulai mereda dan sebagainya. Itu adalah area positif supaya generasi ekspor kita tetap berjalan dengan baik,” ujarnya.

    Saat ditanya lebih lanjut menyangkut proyeksinya untuk perdagangan bulan Juni 2025, Budi belum dapat memastikannya. Namun ia optimistis, kondisi akan semakin membaik sehingga tidak mempengaruhi perdagangan RI.

    “Mudah-mudahan sih nggak akan (ada pengaruh), sekarang justru semakin reda kan ya. Kalau misalnya perang juga mudah-mudahan nggak ada lagi, sudah kondusif,” kata Budi, ditemui usai acara.

    Pemerintah Indonesia juga masih menunggu hasil atas langkah negosiasi dengan AS. Menurutnya tidak banyak hambatan dari proses negosiasi tersebut, namun memang kesepakatan belum terjalin.

    “Cuman memang belum ketemu lagi aja, belum deal dan sebagainya. Jadi nunggu waktu. Di negara lain juga belum deal semua. Ya kita maunya (turun dari tarif impor 32%),” ujarnya.

    (shc/kil)

  • Ciptakan Lapangan Kerja, Kemnaker Akan Optimalkan Program Prioritas

    Ciptakan Lapangan Kerja, Kemnaker Akan Optimalkan Program Prioritas

    Jakarta

    Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan mengoptimalkan program prioritas nasional sebagai strategi utama penciptaan lapangan kerja. Hal ini menjadi langkah konkret dalam merespons ketidakpastian ekonomi global, termasuk dampak perang dagang dan konflik geopolitik di Timur Tengah.

    “Kondisi global memang harus kita mitigasi, tetapi pada saat yang sama, potensi dalam negeri harus kita optimalkan,” ujar Yassierli dalam keterangan tertulis, Rabu (2/7/2025).

    Hal ini ia sampaikan saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025 di Jakarta. Seminar ini mengangkat tema ‘Masa Depan Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang dan Konflik Timur Tengah’.

    Dalam paparannya, Yassierli menekankan perlunya perubahan paradigma masyarakat terhadap dunia kerja. Menurutnya, selama ini masih banyak yang menganggap pekerjaan ideal hanya dapat ditemukan di kota besar atau perusahaan besar.

    Padahal, jika program-program prioritas pemerintah dimaksimalkan, maka peluang kerja produktif justru dapat tumbuh kuat di tingkat lokal. Salah satu program prioritas yang strategis adalah Koperasi Merah Putih, sebuah inisiatif Presiden Prabowo Subianto.

    Yassierli menilai koperasi ini harus diposisikan bukan sekadar sebagai koperasi konvensional yang hanya berkutat pada simpan pinjam, melainkan sebagai entitas bisnis modern yang menjadi penggerak ekonomi berbasis komunitas.

    Pemerintah menargetkan pembentukan 80 ribu koperasi di seluruh Indonesia. Jika setiap koperasi mengelola minimal 25 anggota aktif, maka sektor ini berpotensi menciptakan lebih dari 2 juta lapangan kerja baru.

    “Ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang sangat dahsyat,” tegasnya.

    Ia juga mendorong lembaga kajian seperti INDEF untuk membentuk satuan tugas atau tim khusus yang fokus mendiskusikan dan merumuskan konsep koperasi ideal di Indonesia agar selaras dengan kebutuhan dan tantangan zaman.

    Selain koperasi, Yassierli turut menyoroti program prioritas lainnya, seperti Makan Bergizi Gratis, yang dinilainya strategis dalam membuka lapangan kerja di sektor pangan, logistik, dan pelayanan publik.

    “Pemerintah sudah memiliki fokus yang jelas. Tugas kita sekarang adalah mengoptimalkannya agar selaras dengan milestone pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045,” jelasnya.

    (anl/ega)

  • Menaker optimalkan program prioritas untuk ciptakan lapangan kerja

    Menaker optimalkan program prioritas untuk ciptakan lapangan kerja

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menekankan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan mengoptimalkan pelaksanaan program-program prioritas nasional sebagai strategi utama penciptaan lapangan kerja.

    Menurut dia, ini merupakan langkah konkret dalam merespons ketidakpastian ekonomi global, termasuk dampak perang dagang dan konflik geopolitik di Timur Tengah.

    “Kondisi global memang harus kita mitigasi, tetapi pada saat yang sama, potensi dalam negeri harus kita optimalkan,” ujar Yassierli di Jakarta, Rabu.

    Ia mengatakan perubahan paradigma masyarakat terhadap dunia kerja perlu perubahan. Selama ini masih banyak yang menganggap pekerjaan ideal hanya dapat ditemukan di kota besar atau perusahaan besar.

    Lebih lanjut, katanya, jika program-program prioritas pemerintah dimaksimalkan, maka peluang kerja produktif justru dapat tumbuh kuat di tingkat lokal.

    Salah satu program prioritas yang strategis adalah Koperasi Merah Putih, sebuah inisiatif Presiden Prabowo Subianto.

    Menaker menilai koperasi ini harus diposisikan bukan sekadar sebagai koperasi konvensional yang hanya berkutat pada simpan pinjam, melainkan sebagai entitas bisnis modern yang menjadi penggerak ekonomi berbasis komunitas.

    Pemerintah menargetkan pembentukan 80 ribu koperasi di seluruh Indonesia. Menurutnya, setiap koperasi mengelola minimal 25 anggota aktif, maka sektor ini berpotensi menciptakan lebih dari 2 juta lapangan kerja baru.

    “Ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang sangat dahsyat,” katanya.

    Ia juga mendorong lembaga kajian seperti INDEF untuk membentuk satuan tugas atau tim khusus yang fokus mendiskusikan dan merumuskan konsep koperasi ideal di Indonesia agar selaras dengan kebutuhan dan tantangan zaman.

    Selain koperasi, Yassierli turut menyoroti program prioritas lainnya, seperti Makan Bergizi Gratis, yang dinilainya strategis dalam membuka lapangan kerja di sektor pangan, logistik, dan pelayanan publik.

    “Pemerintah sudah memiliki fokus yang jelas. Tugas kita sekarang adalah mengoptimalkannya agar selaras dengan milestone pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045,” imbuh Yassierli.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Celah Industri Manufaktur Tumbuh Meski Dibayangi Kontraksi 3 Bulan Beruntun

    Celah Industri Manufaktur Tumbuh Meski Dibayangi Kontraksi 3 Bulan Beruntun

    Bisnis.com, JAKARTA — Industri manufaktur dinilai masih memiliki peluang untuk tumbuh positif ditengah bayang-bayang tekanan kebijakan tarif Trump hingga kondisi geopolitik. 

    Kendati tak dipungkiri, purchasing managers index (PMI) manufaktur pada Mei 2025 kembali terkontraksi di level 46,9 atau turun dari bulan sebelumnya 47,4. Kontraksi indeks produktivitas ini menurun sejak 3 bulan terakhir. 

    Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad menilai laju kontraksi produktivitas industri manufaktur tiga bulan beruntun disebabkan kondisi industri dan pasar dalam negeri yang tidak kondusif. 

    “PMI kita dalam tiga bulan terakir dibawah 50 artinya industri ini menggambarkan domestiknya punya problem yang jauh lebih besar dibandingkan kondisi eksternal,” kata Tauhid dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025, Rabu (2/7/2025).

    Bahkan, dia menilai dampak dari situasi daya beli masyarakat yang lebih mengkhawatirkan dibandingkan efek kebijakan tarif. Pihaknya mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki tata kelola dan daya saing industri pengolahan dalam negeri.

    Tauhid juga menuturkan permintaan domestik saat ini relatif melemah ketimbang internasional. Kebijakan tarif Trump memang sempat memberikan dampak terhadap ekspor nonmigas yang menurun, tetapi kini mulai kembali normal. 

    “Namun, tetap diperlukan diversifikasi pasar, produk, jalur rantai pasok, relokasi industri hingga diversifikasi sumber energi megurangi ketidakpastian global dan domestik,” ujarnya. 

    Lebih lanjut, dia menerangkan industri manufaktur nasional juga masih dapat bertahan mengingat tarif yang dikenakan terhadap Indonesia sebesar 32% atau lebih rendah dibandingkan dengan China, Vietnam, dan lainnya. 

    Optimisme industri juga masih terlihat dari impor bahan baku/penolong yang naik 3,65% (year-on-year/yoy) menjadi US$69,40 miliar pada Januari-Mei 2025 dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya US$66,96 miliar.

    Tak hanya itu, impor barang modal juga mengalami kenaikan 17,67% menjadi US$18,82 miliar pada Januari-Mei 2025 atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu senilai US$15,99 miliar. Hal ini masih menunjukkan tingkat kepercayaan untuk aktivitas industri. 

    Lebih lanjut, Wakil Ketua Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin mengatakan penurunan PMI hingga ke level 46,9 menunjukkan permintaan barang manufaktur yang terus menurun dan perlu segera ditangani. 

    “Jangan sampai hal ini terjadi terus menerus sampai ke kuartal berikutnya akibatnya nanti pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tidak bisa tercapai, kalau tidak diantisipasi dengan berbagai kebijakan ini akan sulit dan dampaknya kalau produktivitas turun maka akibatnya PHK,” tuturnya. 

    Di sisi lain, dia juga mendorong pemerintah untuk kembali mengevaluasi penggunaan anggaran atau belanja negara ke arah yang lebih produktif dan berdampak besar bagi ekonomi. 

    “Belanja aggaran yang bisa menghasilkan efek domino dibanding belanja barang yang hanya penyusutan tidak menghasilkan apa-apa, akibatnya ekonomi kita tidak akan tumbuh,” pungkasnya. 

  • Mendag Ungkap Alasan Impor Food Tray Dilonggarkan: Untuk MBG

    Mendag Ungkap Alasan Impor Food Tray Dilonggarkan: Untuk MBG

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara ihwal pelonggaran importasi food tray (nampan makanan) untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Untuk diketahui, food tray menjadi salah satu komoditas yang diberikan relaksasi impor sebab masuk ke dalam produk penunjang program nasional, yakni MBG. Kini, food tray sudah tidak lagi termasuk dalam barang yang dikenai larangan dan/atau pembatasan (lartas).

    Menteri Perdagangan (Mendag) menjelaskan bahwa pelonggaran impor food tray itu untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

    Budi menyebut food tray sebagai wadah makanan menyajikan menu kepada penerima manfaat dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan dalam negeri.

    “[Impor food tray dilonggarkan] karena kan untuk kebutuhan di dalam negeri, untuk mendukung program makan bergizi dan sebagainya kan banyak dibutuhkan,” kata Budi saat ditemui di sela-sela acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu (2/7/2025)

    Kendati demikian, Budi menuturkan bahwa pemerintah juga menggunakan semua produk dari dalam negeri, termasuk food tray untuk MBG.

    “Ya semua, semua bisa kita pakai [termasuk food tray dari dalam negeri]. Kebutuhannya kan banyak,” ujarnya.

    Adapun, food tray sebelumnya harus mengantongi persetujuan impor (PI) berupa peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Namun, food tray saat ini sudah tidak lagi termasuk dalam barang yang dikenai lartas.

    Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan program makan bergizi gratis (MBG) tidak boleh terhambat, termasuk dalam hal persediaan food tray (nampan makanan).

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkap produsen lokal hanya mampu memproduksi dua juta unit food tray (nampan makan) per bulan untuk menyajikan hidangan di program MBG.

    Dadan menyebut angka produksi food tray di dalam negeri masih jauh dari target penerima manfaat yang harus mencapai 82,9 juta orang pada 2025.

    “Kami sedang identifikasi berapa potensi produksi lokal [memproduksi food tray]. Sekarang ini kami sudah mulai tahu ada 16 perusahaan lokal yang sudah berperan di bidang itu dan mampu memproduksi 2 juta per bulan [food tray],” kata Dadan saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Menurut Dadan, produksi food tray dari dalam negeri belum bisa mencukupi kebutuhan dari target 82,9 juta penerima manfaat MBG.

    “Kalau 2 juta [food tray] per bulan dikalikan sisa bulan ini, 6 [bulan]. Berarti kan 12 juta [food tray]. Sementara kita kan pasti akan masih membutuhkan lebih dari itu,” ujarnya.

    Dia mengatakan produksi food tray dalam negeri yang masih terbatas dan hanya mencapai dua juta unit food tray tak mampu menjangkau target 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir tahun.

    “Jadi supaya program kita tidak terhambat, maka halangan untuk itu oleh pemerintah dihilangkan. Bukan berarti kita tidak mengutamakan produk lokal, tapi nanti untuk berbasis APBN pasti kita gunakan produk lokal,” ujarnya.

    Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menyebut relaksasi impor food tray MBG menjadi alasan suatu program pemerintah, termasuk MBG, tidak boleh dilakukan tergesa-gesa.

    “Ini kan juga menjadi satu catatan bahwa satu program itu tidak bisa diburu-buru karena faktor upaya untuk memaksimalkan semua potensi di dalam negeri dulu,” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (1/7/2025).

    Pemerintah, kata Faisal, semestinya telah mengidentifikasi dan merancang program MBG secara komprehensif dengan melibatkan produk UMKM lokal dalam setiap komponen MBG, mulai dari makanan hingga kebutuhan alat makan food tray.

    “Jadi sebetulnya mestinya sudah diinventarisir segala kebutuhan untuk makan bergizi gratis, termasuk untuk food tray siapa [produsen] yang bisa memberikan suplainya di Indonesia diinventarisir, seberapa banyak [jumlahnya], dan dari sisi harga,” terangnya.

    Faisal menilai bahwa semestinya pemerintah tetap harus mengutamakan food tray yang diproduksi di dalam negeri.

    “Karena kalau hanya dari sisi harga kemudian lebih memilih impor [food tray], artinya dampak makan bergizi gratis terhadap ekonomi jadinya juga tidak maksimal,” imbuhnya.

    Padahal, dia melihat food tray bisa mengatasi rendahnya produktivitas industrialisasi di dalam negeri. Serta, mendongkrak pendapatan dan permintaan domestik.

    “Jadi kalau hanya food tray semestinya bisa diproduksi di dalam negeri asal dirancang dengan baik, dimobilisasi dan diinventarisasi dengan baik. Masalah harga dan juga jenisnya kan bisa menyesuaikan dengan kemampuan dalam negeri,” pungkasnya.

  • Mendag sebut surplus neraca perdagangan dipengaruhi mitra dagang baru

    Mendag sebut surplus neraca perdagangan dipengaruhi mitra dagang baru

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan peningkatan nilai surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada Mei 2025 dipengaruhi penambahan mitra dagang yang baru.

    “Kenapa kemudian meningkat, salah satunya sebenarnya ternyata banyak partner baru. Jadi banyak pasar-pasar atau buyer itu, yang kemudian ketika sudah ada perdagangan, itu membuat semangat mereka,” ujar Budi usai menghadiri Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu.

    Neraca perdagangan RI pada Mei 2025 kembali mencetak surplus selama 61 bulan berturut-turut.

    Nilainya surplus ini sebesar 4,30 miliar dolar AS, sedangkan pada April 2025 tercatat sebesar 0,16 miliar dolar AS.

    Meski sama-sama mencetak surplus, kata Budi, namun pada bulan April sempat terjadi penurunan.

    Ia menyebut menurunnya nilai surplus pada April disebabkan oleh banyaknya ekspor yang tertunda.

    Selain itu, isu tarif resiprokal yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat sebagian komoditas ekspor tertahan, sehingga terjadi penurunan nilai surplus.

    Namun demikian, baik nilai ekspor maupun neraca perdagangan RI pada Mei 2025 mulai memperlihatkan peningkatan yang signifikan.

    Budi juga menyebut tidak ada komoditas tertentu yang mendorong peningkatan ekspor.

    “Komoditasnya sebenarnya memang tidak banyak berubah ya. Tetapi secara sisi volume memang meningkat,” imbuhnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus Neraca Perdagangan pada Mei 2025 disumbang oleh komoditas nonmigas, yakni lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan surplus komoditas nonmigas mencapai 5,83 miliar dolar AS, sedangkan komoditas migas tercatat defisit 1,53 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.

    “Komoditas penyumbang surplus utamanya adalah lemak dan minyak hewani atau nabati HS15, bahan bakar mineral atau HS27, serta besi dan baja HS72,” ujar Pudji di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Secara kumulatif, neraca perdagangan periode Januari-Mei 2025 mencatat surplus sebesar 15,38 miliar dolar AS.

    Surplus tersebut ditopang oleh komoditas nonmigas yang sebesar 23,10 miliar dolar AS, sedangkan migas masih mengalami defisit 7,72 miliar dolar AS.

    Pudji menyampaikan tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat yaitu sebesar 7,08 miliar dolar AS, India sebesar 5,30 miliar dolar AS dan Filipina sebesar 3,69 miliar dolar AS.

    Sedangkan, negara penyumbang defisit terdalam adalah Tiongkok (8,15 miliar dolar AS), Singapura (2,79 miliar dolar AS) dan Australia (2,11 miliar dolar AS).

    Secara rinci, komoditas penyumbang surplus pada Januari-Mei 2025 adalah lemak dan minyak hewan atau nabati (12,44 miliar dolar AS), bahan bakar mineral atau (11,51 miliar dolar AS) serta besi dan baja (7,53 miliar dolar AS).

    BPS juga melaporkan nilai ekspor Indonesia pada Mei 2025 mencapai 24,61 miliar dolar AS dan impor 20,31 miliar dolar AS.

    “Secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2025 mencapai 111,98 miliar dolar AS dan nilai impor secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2025 mencapai 96,60 miliar dolar AS,” imbuh Pudji.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemnaker Catat 7,28 Juta Pengangguran di RI, 1 Juta Sarjana Belum Kerja

    Kemnaker Catat 7,28 Juta Pengangguran di RI, 1 Juta Sarjana Belum Kerja

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 7,28 juta orang pengangguran pada 2025. Terungkap pula lulusan universitas yang masih menganggur mencapai 1 juta orang.

    Berdasarkan tampilan layar yang dibagikan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, terlihat sebanyak 1,01 juta lulusan universitas menganggur pada 2025.

    Adapun, jumlah lulusan universitas yang menganggur itu setara 6,2% dari total pengangguran yang mencapai 7,28 juta orang di Indonesia.

    Selain dari universitas, data Kemnaker juga mengungkap sebanyak 177.399 lulusan diploma merupakan pengangguran.

    Sementara itu, lulusan dengan angka pengangguran terbanyak berasal dari tingkat SD dan SMP yang mencapai 2,42 juta orang atau setara 3% dari total pengangguran di Indonesia. Kemudian, sebanyak 2,03 juta lulusan SMA dan 1,63 juta lulusan SMK juga berstatus pengangguran.

    Secara keseluruhan, jumlah angkatan kerja mencapai 145,77 juta orang, sedangkan 7,28 juta orang adalah pengangguran.

    Yassierli menyebut kualitas tenaga kerja di Indonesia masih didominasi lulusan SMA/SMK. “Unfortunately kualitas tenaga kerja kita ini juga problem. 85% itu adalah lulusan SMA, SMK maksimum. Nah ini menjadi tantangan kita. Ya kalau pengangguran standar lah ya,” kata Yassierli di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Di sisi lain, Yassierli juga mengungkap status angkatan kerja di Indonesia masih didominasi sektor informal yang mencapai 60%. Bahkan, dia menyebut angka tenaga kerja di sektor ini bisa terus menggulung.

    Merujuk data Kemnaker, sebanyak 56,57% angkatan kerja bekerja di sektor informal (termasuk setengah pengangguran), 38,67% pekerja sektor formal, dan 4,76% merupakan pengangguran.

    “Sektor informal itu sekarang 60% dan ini bisa bertambah gitu ya. Ini juga tergantung definisi sektor informalnya. Dan sepertinya memang tren akan semakin besar,” ujarnya.

    Menurutnya, pekerja dari sektor informal menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, termasuk dalam hal perlindungan sosial.

    Dia juga menyoroti angka produktivitas Indonesia yang rendah. Padahal, ungkap dia, beberapa studi mengatakan total produktivitas berbanding lurus dengan GDP.

    “Kalau produktivitas kita bicara long term. Nggak bisa kita ingin meningkatkan produktivitas 10% langsung kemudian dalam 2 tahun—3 tahun. Itu panjang,” pungkasnya.

  • Menaker segera luncurkan Lembaga Produktivitas Nasional

    Menaker segera luncurkan Lembaga Produktivitas Nasional

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan pemerintah akan meluncurkan Lembaga Produktivitas Nasional (LPN), yang bertujuan untuk mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja.

    Menurut Yassierli, kehadiran LPN sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2023 tentang Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Nasional.

    “Kita akan launching (LPN). Itu nanti kita akan melibatkan banyak, seperti lembaga,” kata Yassierli saat ditemui di Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu.

    Yassierli mengatakan LPN akan menjadi pemandu terkait dengan kebijakan dan rekomendasi-rekomendasi untuk meningkatkan produktivitas nasional.

    Lebih lanjut, Yassierli mengatakan akan bertindak sebagai ketua pengarah yang membawahi beberapa tim.

    Lembaga tersebut juga terdiri dari delapan kementerian, yang diwakili oleh sekretaris jenderal kementerian, tim kerja untuk sektor swasta, industri, pendidikan dan organisasi masyarakat.

    “Kita akan launching segera. Jadi, launching itu sekaligus SDM-nya sudah ada, kemudian skema sertifikasinya sudah ada, kemudian LPK-LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) yang siap men-support,” jelasnya.

    Namun demikian, Yassierli menyebut belum memberikan target peluncuran LPN.

    Menurutnya, hal ini baru akan dilakukan apabila seluruh kebutuhan untuk berjalannya LPN telah terpenuhi.

    Ia berharap lembaga baru tersebut dapat menyiapkan SDM yang unggul, sehingga mampu diserap oleh industri.

    “Ketika industri kita produktivitasnya meningkat, tentu kemudian industrinya akan lebih punya daya tahan. Maka kemudian, tentu dia akan lebih bisa bersaing, dan kita harap industrinya, kemudian perusahaannya menjadi tumbuh,” imbuh Yassierli.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Misbakhun Yakin Indonesia Masih Aman dari Efek Perang Israel dan Iran

    Misbakhun Yakin Indonesia Masih Aman dari Efek Perang Israel dan Iran

    Jakarta

    Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, meyakini perekonomian Indonesia masih relatif aman dari efek perang Israel vs Iran. Namun legislator Partai Golkar itu meminta pemerintah agar tak menggelontorkan dana untuk hal yang tidak semestinya dilakukan.

    “Semuanya masih aman,” kata Misbakhun dalam diskusi publik bertema ‘Dampak Perang Iran-Israel Terhadap Perekonomian Indonesia’ yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) secara daring pada Minggu (29/6/2025) sore.

    Dalam diskusi itu, Misbakhun memaparkan sejumlah indikator untuk memperkuat argumennya. Misalnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih bertahan dari gejolak.

    “Nilai tukar rupiah terhadap (dolar Amerika Serikat (USD) juga masih stabil,” ucapnya.

    Indikator lainnya yakni harga minyak dunia juga masih di bawah asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di APBN 2025 yang dipatok USD 82 per barel. Selama harga minyak dunia masih di bawah patokan ICP, Misbakhun meyakini beban APBN masih aman.

    “Harga minyak masih dalam range moderat, situasi ini harus kita jaga,” ujar Misbakhun.

    “Apakah itu ditanggung pemerintah atau dengan menaikkan harga (BBM). Pasti pemerintah memikirkan ulang. Risiko kenaikan harga BBM pasti ke inflasi,” katanya.

    Meski demikian, Misbakhun mengatakan kenaikan harga minyak dunia juga tidak serta-merta menjadi tekanan bagi Indonesia. Misalnya, kenaikan harga minyak akan diikuti peningkatan harga batu bara dan mineral lainnya.

    Indikator lain yang membuat Misbakhun optimistis ialah pendapatan negara di APBN 2025 per Mei 2025 yang mencapai Rp 995,3 triliun atau 33,1 persen dari target. Jumlah itu bersumber dari pemasukan perpajakan sebesar Rp 806,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 188,7 triliun.

    Adapun belanja negara mencapai Rp 1.016,3 triliun. Dengan demikian, defisitnya di angka Rp 21 triliun atau 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB) 2025 yang ditargetkan mencapai Rp 24 ribu triliun.

    “Angka defisitnya masih 0,09 persen dari PDB,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Misbakhun menyebut perang Israel vs Iran justru menjadi semacam ujian bagi berbagai skenario dalam menjaga perekonomian nasional. Kalaupun konflik di Timur Tengah yang menyeret AS itu berlanjut, Misbakhun memprediksi efeknya pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

    Namun sepanjang harga minyak terjaga, Misbakhun meyakini APBN masih aman. “Pemerintah tidak perlu memberikan governance financing (tata kelola pembiayaan) yang baru,” katanya.

    Oleh karena itu, Misbakhun menegaskan pentingnya para pembantu Presiden Prabowo Subianto untuk menyodorkan data yang sahih. “Pengelola fiskal harus memberikan data detail kepada Bapak Presiden,” ucapnya.

    Sementara itu, ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad mengatakan pemerintah hendaknya juga melakukan penyesuaian-penyesuaian karena lembaga keuangan dunia seperti Dana Motener Internasional (IMF) dan World Bank Dunia MF dan Bank Dunia juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dari sebelumnya sekitar 5,1 persen menjadi 4,7 persen.

    Menurut Tauhid, penyesuaian itu diperlukan agar target di APBN yang realisainya meleset pada kuartal pertama dan kedua bisa tercapai sesuai asumsi.

    “Paling tidak memberikan keyakinan bagi market bahwa prospek kita masih bagus meski ada perlambatan,” ujar Tauhid.

    (fas/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini