NGO: IDAI

  • Dokter Ingatkan Bahaya Putus Obat TBC, Risiko Kuman Kebal Obat

    Dokter Ingatkan Bahaya Putus Obat TBC, Risiko Kuman Kebal Obat

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua unit kerja koordinasi respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr Nastiti Kaswandani,  mengingatkan masyarakat akan bahaya dari  menghentikan pengobatan tuberkulosis (TBC) sebelum waktunya. Ia menyebut, hal tersebut dapat membuat pasien menjadi kebal obat.

    “Itu ada bahayanya, bukan hanya tidak sembuh, tetapi si kuman yang sedang diobati itu menjadi kebal obat,” kata Dr Nastiti, dikutip dari Antara, Minggu (1/6/2025).

    Kondisi ini dikenal sebagai tuberkulosis resisten obat (TB RO), ketika obat antituberkulosis (OAT) lini pertama tidak lagi efektif melawan bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam tubuh pasien. Akibatnya, pasien harus menjalani pengobatan yang lebih lama dan dengan jumlah obat yang lebih banyak serta harus di bawah pengawasan ketat tim klinis.

    “Pengobatan TB RO memerlukan waktu antara sembilan hingga 24 bulan dan harus disertai pemantauan ketat untuk memastikan efektivitas pengobatan,” tambah Dr Nastiti.

    Ia  menambahkan pasien TB RO juga berpotensi menularkan kuman yang sudah kebal terhadap obat kepada orang lain, sehingga memperburuk upaya pengendalian penyakit TBC. Mencegah terjadinya TB RO, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi obat secara teratur hingga tuntas sesuai aturan medis.

    Putus obat bisa terjadi karena pasien lupa mengonsumsi obat selama beberapa hari berturut-turut atau karena muntah setelah minum obat. Namun, ia menekankan jika satu atau dua hari pasien lupa minum obat, misalnya karena bepergian, tidak secara otomatis mengharuskan pasien mengulang pengobatan dari awal.

    “Dokter akan memperhitungkan berapa persentase obat yang sudah berhasil  asudah dikonsumsi dan seberapa banyak yang terlewat. Jika jumlah yang terlewat sedikit, pengobatan bisa tetap dilanjutkan,” pungkas Dr Nastiti.

  • Video Risiko Jika Anak Minum Susu 2 Liter per Hari

    Video Risiko Jika Anak Minum Susu 2 Liter per Hari

    Jakarta – Beberapa waktu lalu Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana singgung tinggi badan anaknya yang mencapai 180 cm. Dadan berujar, anak-anaknya memiliki tinggi 180 cm karena minum susu 2 liter per hari.

    Pernyataan Kepala BGN tersebut akhirnya ramai dibicarakan. Tak terkecuali di kalangan dokter. Dokter anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia Damayanti Rusli pun mengatakan, anak yang terlalu banyak meminum susu justru bisa menyebabkan munculnya dampak negatif.

    (/)

  • Pakar Gizi IDAI: Minum Susu 2 Liter Sehari Tidak Realistis, Bukan Solusi Tinggi Badan

    Pakar Gizi IDAI: Minum Susu 2 Liter Sehari Tidak Realistis, Bukan Solusi Tinggi Badan

    Jakarta

    Profesor ilmu nutrisi dan penyakit metabolik anak angkat bicara soal testimoni minum susu 2 liter sehari yang disebut punya dampak positif bagi pertumbuhan tinggi badan anak. Ditegaskan, minum susu dalam jumlah tersebut tidak realistis dan malah membahayakan.

    Pendapat ini disampaikan oleh Prof dr H Dida Akhmad Gurnida, SpA, Subsp.NPM, pakar penyakit metabolik anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Ia menegaskan, mengonsumsi susu 2 liter sehari punya risiko bagi kesehatan.

    “Mengonsumsi 2 liter susu per hari bukan praktik yang realistis atau aman untuk semua anak,” katanya dalam penjelasan tertulis kepada detikcom, Jumat (30/5/2025).

    Prof Dida menuturkan, kapasitas lambung anak usia sekolah bervariasi antara 500 hingga 1.000 mililiter. Karenanya, mustahil asupan makanan lain bisa masuk jika anak mengonsumsi susu hingga 2 liter.

    “Meskipun susu memiliki nutrisi penting untuk pertumbuhan, konsumsi berlebihan bisa menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan penyerapan nutrisi dan anemia,” tegasnya.

    Catatan penting lainnya adalah soal kandungan protein di dalam susu sapi. Menurut Prof Dida, mayoritas kandungan protein dalam susu sapi adalah kasein yang secara biologis memang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak sapi.

    “Kebutuhan buat bertumbuh anak manusia jauh lebih kompleks, butuh protein yang lebih bervariasi, seperti leusin, lisin, histidin, dan juga asam amino esensial lainnya,” tegasnya.

    Mengutip rekomendasi IDAI, Prof Dida merinci batasan konsumsi susu pada anak berdasarkan kategori usia:

    Bayi (0-6 bulan): ASI (Air Susu Ibu) eksklusif selama 6 bulan pertama sangat disarankan. Jumlah ASI yang dibutuhkan bervariasi, tergantung kebutuhan bayiAnak (1-2 tahun): Anak usia 1-2 tahun yang sudah mulai MPASI (Makanan pendamping ASI) dapat diberikan susu pertumbuhan 2-3 gelas per hari (sekitar 400-600 ml) untuk melengkapi asupan nutrisi harianAnak (2-5 tahun): Anak usia 2-5 tahun disarankan mengonsumsi sekitar 2-2,5 gelas susu per hari, setara dengan 500 ml.Anak (5-8 tahun): Disarankan 2,5 gelas susu per hariAnak (9-12 tahun): Disarankan 3 gelas susu per hari

    Berlebihan mengonsumsi susu sapi, menurut Prof Dida berisiko memicu berbagai masalah kesehatan. Di antaranya konstipasi, obesitas, hingga kekurangan gizi karena asupan sumber nutrisi lain jadi berkurang.

    “Pemberian susu dua liter per hari bukan solusi tepat untuk menambah tinggi badan anak,” tegasnya lagi.

    NEXT: Alternatif sumber nutrisi dan faktor penentu tinggi badan

    Menurut Prof Dida, pola makan sehat dan seimbang lebih penting bagi pertumbuhan tinggi badan. Sumber nutrisi yang mengandung protein, kalsium, dan vitamin D, termasuk telur, ayam, hingga sayuran dan kacang-kacangan, paling dibutuhkan untuk tujuan tersebut.

    “Pada dasarnya, protein hewani dapat merangsangsan produksi IGF-1 atau Insulin light Growth Factor 1, yaitu hormon yang penting dalam pertumbuhan linear/pembentukan masa tulang dan masa otot buat manusia,” jelas Prof Dida.

    Terkait faktor yang mempengaruhi tinggi badan, Prof Dida menyebut genetik punya peran sebesar 60-80 persen dalam berbagai penelitian. Gen HMGA2 merupakan salah satu yang punya peran penting.

    “Perubahan pada salah satu huruf dasar dalam kode genetik HMGA2, yaitu perubahan dari huruf C (Cytosine) menjadi T (Thymine), dapat mempengaruhi tinggi badan,” jelas Prof Dida.

    “Seseorang yang hanya memiliki C dari salah satu orangtuanya akan lebih tinggi dari yang hanya memiliki T ganda,” tandasnya.

    Perkiraan tinggi akhir anak saat dewasa antara lain dapat dihitung dari tinggi badan orang tua, dengan rumus Tinggi Potensi Genetik (TPG).

    TPG anak laki-laki = ((TB ibu (cm) + 13 cm) + TB ayah (cm))/2 ± 8,5 cmTPG anak perempuan = ((TB ayah (cm) – 13 cm) + TB ibu (cm))/2 ± 8,5 cm

    Simak Video “Video: Ini Batas Normal Tantrum Anak, Waspada Bila Berlebihan “
    [Gambas:Video 20detik]

  • Menkes Bawa Kabar Baik, Angka Stunting RI Turun Jadi 19,8 Persen!

    Menkes Bawa Kabar Baik, Angka Stunting RI Turun Jadi 19,8 Persen!

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI resmi mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024. Hasilnya, prevalensi stunting nasional turun dari 21,5 persen pada 2023 menjadi 19,8 persen tahun ini.

    Pengumuman disampaikan dalam acara diseminasi di Auditorium Siwabessy, Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).

    “Target kita tahun lalu 20,1 persen. Alhamdulillah, hasilnya 19,8 persen. Artinya, kita berhasil melampaui target sebesar 0,3 persen,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya.

    Meski begitu, Budi mengingatkan tantangan masih besar. Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun jadi 18,8 persen pada 2025 dan 14,2 persen di 2029, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

    “Target ini cukup menantang. Kita harus turun 7,3 persen dalam lima tahun,” ujarnya.

    Budi juga menyebut enam provinsi dengan jumlah balita stunting tertinggi yang jadi prioritas penanganan, yakni:

    Jawa Barat: 638 ribu balitaJawa Tengah: 485.893 balitaJawa Timur: 430.780 balitaSumatera Utara: 316.456 balitaNTT: 214.143 balitaBanten: 209.600 balita

    “Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10 persen, maka nasional bisa turun 4-5 persen,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Menkes menyoroti pentingnya intervensi sejak masa kehamilan. Ia menekankan distribusi tablet tambah darah, pengukuran lingkar lengan ibu hamil, pemeriksaan hemoglobin (Hb), dan suplementasi mikronutrien.

    “Stunting itu dimulai dari kandungan. Jangan sampai ibu hamil anemia atau kurang gizi,” jelasnya.

    Program penguatan Posyandu juga terus dilakukan, termasuk distribusi 300 ribu alat antropometri, dukungan ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.

    NEXT: Menyelamatkan 337 ribu balita dari stunting

    Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes, Prof Asnawi Abdullah, menyebut penurunan stunting ini berhasil menyelamatkan sekitar 337 ribu balita dari risiko stunting, lebih tinggi dari target RPJMN sebesar 325 ribu.

    Namun, ia mengingatkan adanya kesenjangan prevalensi antarwilayah dan kelompok sosial ekonomi.

    “Kelompok pendapatan sangat rendah jauh lebih rentan terhadap stunting. Ini perlu jadi fokus intervensi,” ujarnya.

    SSGI 2024 dilakukan di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota, dengan dukungan berbagai pihak termasuk WHO, CEMMIO, RedPhone, dan Prospera. Data hasil survei juga bisa diakses publik melalui situs resmi BKPK Kemenkes.

    “Data ini harus dimanfaatkan untuk perencanaan dan evaluasi program, agar kebijakan benar-benar berdampak,” tutup Prof Asnawi.

    Simak Video “Video: IDAI Minta Kinerja Menkes Dievaluasi Presiden Prabowo”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Kolegium dan Ancaman Terhadap Reformasi Kesehatan

    Kolegium dan Ancaman Terhadap Reformasi Kesehatan

    Jakarta

    Setiap tahun, jutaan warga Indonesia dari kalangan menengah ke atas berobat ke luar negeri. Dana yang dihabiskan? Lebih dari Rp 170 triliun – uang yang semestinya bisa memperkuat sistem kesehatan dalam negeri.

    Mirisnya, setelah hampir 80 tahun merdeka, Indonesia masih mengalami kekurangan dokter spesialis secara kronis. Bahkan, ada dokter senior dan guru besar yang justru merasa bangga menjadi satu-satunya ahli di bidang tertentu-tanpa niat menurunkan ilmunya atau melahirkan generasi penerus.

    Akibatnya, sistem pendidikan kedokteran kita tertahan, tidak mencetak cukup tenaga ahli yang dibutuhkan masyarakat.

    Sementara itu, alat kesehatan dan obat-obatan yang digunakan di banyak rumah sakit Indonesia tertinggal hingga 5-10 tahun dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam.

    Padahal, dokter-dokter kita punya potensi luar biasa. Namun sayangnya, sistem pendukung seperti prosedur tindakan, kurikulum pendidikan, dan teknologi medis tertinggal jauh karena tidak diperbarui sesuai perkembangan zaman.

    Apa penyebabnya? Salah satu masalah utamanya adalah peran dan kewenangan Kolegium dalam dunia kedokteran.

    Apa Itu Kolegium, dan Mengapa Penting?

    Kolegium adalah kumpulan para pakar dari setiap cabang ilmu kesehatan yang bertanggung jawab atas mutu, kurikulum, prosedur medis, hingga kompetensi dokter. Kolegium inilah yang menentukan prosedur tindakan medis apa yang boleh dilakukan dokter, standar obat dan alat medis yang digunakan, serta kualitas dokter yang akan diluluskan.

    Artinya, kalau kelompok ini tertutup, stagnan, atau bahkan memiliki konflik kepentingan-maka seluruh sistem pelayanan kesehatan bisa ikut rusak. Bayangkan jika para pengurus Kolegium masih memaksakan prosedur dari 20-30 tahun lalu, hanya karena itu yang mereka pelajari dulu, meski dunia medis sudah berkembang jauh lebih maju.

    Lebih parah lagi, jika ada oknum yang sudah lama memiliki hubungan dengan perusahaan farmasi atau produsen alat medis tertentu, maka bisa terjadi keberpihakan dalam menentukan obat yang ‘diwajibkan’ digunakan dokter, meski sudah ada alternatif yang lebih baik, lebih murah, dan lebih aman.

    Negara Pernah Tak Bisa Mengawasi

    Yang membuat situasi makin rawan adalah-selama bertahun-tahun, negara tidak punya wewenang untuk meminta pertanggungjawaban dari Kolegium. Tidak ada mekanisme untuk mengecek apakah mereka bekerja demi kemajuan ilmu atau demi kepentingan pribadi atau kelompok. Negara absen. Dan rakyat tak punya ruang untuk menggugat.

    Namun, harapan muncul saat Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 disahkan. Untuk pertama kalinya, negara memiliki kewenangan untuk membenahi sistem ini. Kolegium tidak lagi berada di bawah Organisasi Profesi (OP) yang cenderung tertutup dan dikendalikan oleh segelintir elit.

    Kini, Kolegium menjadi bagian dari Konsil Kesehatan Indonesia (KKI)-lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan kepada Kementerian Kesehatan ataupun OP.

    Ancaman Balik Arah: Siapa yang Diuntungkan?

    Sayangnya, sejak reformasi ini mulai berjalan pada Oktober 2024, muncul gelombang penolakan dari sejumlah tokoh senior kedokteran. Mereka menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), menuntut agar Kolegium dikembalikan ke struktur lama di bawah OP, dengan alasan ‘independensi keilmuan’.

    Tapi publik perlu waspada. Jika MK mengabulkan gugatan ini, maka negara akan kehilangan kembali haknya untuk mengawasi dan membina lembaga yang sangat penting ini.

    Sistem kesehatan akan kembali dikendalikan oleh segelintir elit dokter yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, namun punya kuasa menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dokter dalam mengobati pasien.

    Pertanyaannya: apakah mereka benar-benar independen? Atau justru semakin terbuka terhadap intervensi industri farmasi dan alat kesehatan?

    NEXT: Jangan Sampai Reformasi Gagal di Tengah Jalan

    Jangan Sampai Reformasi Gagal di Tengah Jalan

    Kita tidak boleh tertipu oleh jargon ‘independensi keilmuan’ jika kenyataannya yang terjadi adalah ‘imunitas tanpa akuntabilitas’. Bila reformasi ini gagal, maka Indonesia bisa menjadi satu-satunya negara di dunia di mana layanan kesehatan rakyatnya sebagian besar ditentukan oleh kelompok tertutup yang tidak dapat diawasi negara, namun justru terbuka terhadap kepentingan bisnis dan tidak independen dari pengaruh perusahaan obat dan alat medis.

    Reformasi baru saja dimulai. Jangan biarkan ia kandas karena tekanan dari kelompok-kelompok yang selama ini nyaman berada di menara gading kekuasaan tanpa kontrol.

    Perjuangan membenahi sistem kesehatan bukan hanya urusan para ahli, tapi juga urusan seluruh rakyat Indonesia yang berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, transparan, dan bebas dari kepentingan tersembunyi.

    Mari jaga arah reformasi ini bersama-sama agar cita cita bangsa dan negara menuju Indonesia Emas di tahun 2045 bisa terwujud. Kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara. Jangan serahkan kepada segelintir elit dokter sehingga muncul kembali ‘negara dalam negara’.

    Catatan redaksi: Penulis merupakan dokter yang juga pemerhati reformasi kesehatan Indonesia.

    Simak Video “Video: Anggota DPR Soroti Komunikasi Menkes-IDAI soal Polemik Kolegium”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Dokter Anak Protes Kolegium Diambil Alih, Menkes: Orang Lama Kehilangan “Power”

    Dokter Anak Protes Kolegium Diambil Alih, Menkes: Orang Lama Kehilangan “Power”

    Dokter Anak Protes Kolegium Diambil Alih, Menkes: Orang Lama Kehilangan “Power”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, dokter yang mempersoalkan pengambilalihan kolegium oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah dokter-dokter yang merasa kehilangan kekuasaan.
    Hal ini disampaikan Budi merespons sikap sejumlah
    dokter anak
    yang menentang pengambilalihan kolegium menjadi di bawah Kemenkes.
    “Nah, memang yang lama-lama, mungkin dulu kehilangan kekuasaan karena kolegium kan punya
    regulatory power
    ya,” ujar Budi di Kantor Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (9/5/2025).
    Budi menuturkan, dahulu pemilihan ketua kolegium hanya ditentukan oleh suara dari sekelompok elite senior dalam organisasi profesi.
    “Yang mengeluh adalah orang-orang yang lama, yang dulu memiliki
    power
    untuk menentukan, sekarang pemilihnya dilakukan oleh seluruh termasuk yang muda,” kata dia.
    Namun, sejak kolegium di bawah naungan Kemenkes, semua dokter memiliki kesempatan untuk memilih.
    “Jadi yang tadinya hanya ditentukan oleh 10 orang, sekarang ditentukan oleh 2.000 orang. Nah, 10 orang ini yang marah,” kata dia.
    Menkes justru heran, mereka yang menentang kolegium malah tidak memberikan tanggapan ketika ditemukan adanya kasus
    bullying
    hingga pemerkosaan di ruang lingkup kesehatan.
    “Seperti
    bullying
    kan, banyak sekali kejadian, mereka enggak berani mereka ngomong sampai ada yang meninggal, sampai ada yang diperkosa,” ucap dia.
    Persoalan kolegium ini muncul ke permukaan setelah sejumlah dokter anak dimutasi oleh Kemenkes.
    Ketua Umum Ikatan
    Dokter Anak
    Indonesia  (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyebut mutasi tersebut adalah bentuk hukuman karena IDAI menolak pengambilalihan kolegium oleh Kemenkes.
    “Jadi menurut saya ini sebuah pola menghukum sikap IDAI yang konsisten menolak kolegium yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan,” kata Piprim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
     
    Sementara itu, Staf Khusus Menteri Bidang Dukungan Strategis Organisasi Kementerian Kesehatan Rendi Witular menuturkan, dahulunya kolegium memang dipegang oleh organisasi profesi yang dikuasai elite-elite tertentu.
    Namun UU Kesehatan mengatur bahwa kolegium dipegang oleh Kemenkes karena mengatur standar pelayanan yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
    “Sebelumnya itu di bawah organisasi profesi, orangnya itu-itu saja dikuasai elite-elite tertentu. Karena (kolegium) menentukan kurikulum, standar pelayanan, segala macam, ya kan harusnya kewenangannya pemerintah untuk mengatur,” kata Rendi kepada
    Kompas.com
    , Rabu (7/5/2025).
    “Enggak bisa kita serahkan standar untuk hajat hidup orang-orang yang begini kepada organisasi profesi,” sambungnya.
    Sebagai informasi, kolegium dalam konteks UU Kesehatan mengatur tentang standar pelayanan, kurikulum, dan hal-hal lain terkait cabang ilmu kesehatan.
    Kolegium juga menetapkan standar pemenuhan satuan kredit profesi untuk tenaga medis dan kesehatan, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap 2024 Masih Dibawah Target, Apa Dampaknya? – Halaman all

    Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap 2024 Masih Dibawah Target, Apa Dampaknya? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, MKM mengatakan, cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) pada tahun 2024 masih dibawah target untuk terbentuknya herd immunity.

    Adapun herd immunity adalah ketika sebagian besar populasi kebal terhadap penyakit menular tertentu sehingga memberikan perlindungan tidak langsung atau kekebalan kelompok bagi mereka yang tidak kebal terhadap penyakit menular tersebut.

    Penyebabnya karena kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang pentingnya imunisasi dan adanya hoaks atau misinformasi.

    Ia menekankan pentingnya memperkuat kolaborasi dan sinergi untuk menghadapi tantangan imunisasi.

    Sebagai tenaga kesehatan misalnya bisa turut menyukseskan cakupan imunisasi, dengan selalu menanyakan status imunisasi bayi atau anak dalam setiap kesempatan, bukan hanya saat akan mendapatkan imunisasi.

    “Cakupan IDL  pada tahun 2024 adalah 87,3 persen dan antigen baru seperti PCV dan RV adalah 86,6 persen, cakupan ini masih dibawah target untuk terbentuknya herd immunity,” tutur dia dalam kegiatan yang digelar Merck Sharp & Dohme Indonesia (MSD) di Jakarta.

    Ketua Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K), menegaskan, imunisasi dapat melindungi anak dari penyakit yang bisa dicegah dan juga komplikasi serius yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.

    “Pentingnya edukasi kepada masyarakat melalui tenaga kesehatan, bahwa penanganan penyakit setelah terjadinya komplikasi akan jauh lebih sulit, sehingga penting bagi orang tua untuk tidak ragu memberikan imunisasi pada anak sesuai anjuran,” jelasnya.

    Saat ini ada 15 jenis vaksin yang direkomendasikan IDAI untuk diberikan sesuai tahapan usia anak, termasuk PCV untuk mencegah pneumonia, MMRV untuk penyakit akibat virus campak, gondongan, rubella, dan cacar air, Rotavirus untuk melindungi anak dari infeksi rotavirus yang menyebabkan diare berat, serta HPV untuk mencegah kanker serviks.

    “Karenanya, baik tenaga kesehatan maupun orang tua untuk dapat terus mengikuti pembaruan informasi terkait jadwal imunisasi, agar setiap anak memperoleh perlindungan yang optimal,” tambah Prof. Hartono.

    Hal senada disampaikan Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Dewasa PAPDI, Dr. dr. Sukamto Koesnoe, Sp.PD-KAI, FINASIM.

    Ia menuturkan, banyak orang dewasa dan lansia yang tidak lagi terproteksi oleh vaksin yang diterima pada usia anak, bahkan ada pula yang belum mendapatkan imunisasi lengkap ketika usia anak.

    Padahal kalangan ini rentan terhadap berbagai ancaman penyakit berbahaya.

    Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023, kelompok usia 65–74 tahun memiliki prevalensi pneumonia tertinggi kedua setelah bayi dibawah usia satu tahun, yakni sebesar 0,86 persen.

    Risiko yang meningkat seiring bertambahnya usia, ditambah penurunan imunitas, membuat lansia rentan mengalami komplikasi serius.

    “Sudah saatnya mengubah paradigma bahwa vaksinasi hanya dibutuhkan pada masa kanak-kanak. Perlindungan melalui vaksinasi perlu menjadi prioritas juga bagi populasi berisiko tinggi, seperti lansia, individu dengan penyakit kronis, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Kesadaran ini harus dibangun sejak dini, termasuk di kalangan tenaga kesehatan,” ungkap dr. Sukamto.

    Indonesian Vaccine Convention (IVAXCON) 2025 yang digelar pada 26-27 April 2025 di Jakarta ini melibatkan lebih dari 1.000 tenaga kesehatan dari berbagai wilayah di Indonesia bersama puluhan pakar kesehatan, dalam upaya meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam upaya pemerataan vaksinasi di Indonesia.

     

  • Dokter Piprim Bongkar Banyak Dokter yang Dimutasi Kemenkes karena Mendukungnya

    Dokter Piprim Bongkar Banyak Dokter yang Dimutasi Kemenkes karena Mendukungnya

    Dokter Piprim Bongkar Banyak Dokter yang Dimutasi Kemenkes karena Mendukungnya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (
    IDAI
    ) dr. Piprim B. Yanuarso menyampaikan bahwa banyak rekan sejawatnya yang juga dimutasi oleh Kementerian Kesehatan (
    Kemenkes
    ).
    “Yang dimutasi bukan saya saja. Desember lalu Ketua IDAI Jateng periode lalu dimutasi dari RSUP Dr. Kariadi Semarang ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito,” kata Piprim kepada
    Kompas.com
    , Selasa (6/5/2025).
    Kemudian, lanjut Piprim, dr. Fitri Hartanto konsultan tumbuh kembang juga dimutasi dari RSUP Dr. Kariadi Semarang.
    “Padahal di RS Kariadi hanya ada satu konsultan yaitu beliau sendiri. Di Sardjito sudah ada 3 konsultan malah ditambah dia jadi 4 konsultan tumbuh kembang,” paparnya.
    Piprim mengatakan, Kemenkes menyampaikan keputusan mutasi itu bertujuan untuk pemerataan pelayanan.
    “Alasan Kemenkes pemerataan pelayanan, pemerataan apanya kalau jadi kosong konsultan tumbuh kembang, di Kariadi dan di Yogyakarta malah jadi 4,” imbuhnya.
    Selain itu, dr. Hikari Sekjen PP IDAI juga dimutasi meski berprestasi baik. Hikari dimutasi ke RSAB Harapan Kita.
    “Lalu akun pelayanan dia diblokir di RSCM sehingga enggak bisa praktik lagi,” ujar Piprim.
    Selanjutnya, dr. Rizky Adriansyah dipecat mendadak tanpa ada proses pemanggilan atau surat SP1, SP2 oleh RS Adam Malik Medan.
    “Langsung diputus kerjasama sepihak karena sebelumnya dia protes atas mutasi saya,” kata Piprim.
    Sebelumnya, Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, FINACS, M.Kes menegaskan bahwa keputusan rotasi Piprim merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
    “Surat keputusan rotasi dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan,” kata Supriyanto kepada Kompas.com, Senin (5/5/2025).
    Supriyanto mengatakan bahwa hal tersebut adalah kebijakan dalam konteks organisasi atau lembaga (tour of duty) demi pemerataan kompetensi rumah sakit Kemenkes.
    “(Itu) Tour of Duty dalam rangka pemerataan kompetensi rumah sakit Kemenkes. Untuk meningkatkan aksesibilitas
    pelayanan kesehatan
    kepada masyarakat yang terjangkau dan berkualitas,” kata Supriyanto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dokter Piprim Bongkar Banyak Dokter yang Dimutasi Kemenkes karena Mendukungnya

    3 Dimutasi ke RS Fatmawati, Dokter Piprim: Ini Hukuman Karena Menentang Pengambilalihan Kolegium Nasional

    Dimutasi ke RS Fatmawati, Dokter Piprim: Ini Hukuman Karena Menentang Pengambilalihan Kolegium
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim B. Yanuarso membantah mutasi dirinya karena kebijakan dalam konteks organisasi atau lembaga (
    tour of duty
    ).
    Menurut Piprim, mutasi ini merupakan hukuman untuk para pengurus IDAI yang secara konsisten menentang pengambilalihan Kolegium, termasuk Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.
    “Enggak benar kalau
    tour of duty
    . Ini hukuman buat pengurus IDAI yang konsisten menentang pengambialihan Kolegium. Jadi dibikin sendiri oleh Menkes,” ujar Piprim kepada
    Kompas.com
    , Selasa (6/5/2025).
    Piprim mengatakan, mutasi dirinya juga bukan keputusan direksi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), melainkan kewenangan dari
    Kemenkes
    .
    “Bisa ditambahkan bahwa itu (mutasi) bukan keputusan direksi RSCM (tetapi Kemenkes),” sambungnya.
    Diketahui, Piprim dimutasi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF).
    Piprim merupakan salah satu pengajar bagi calon dokter subspesialis kardiologi anak bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di RSCM.
    Apabila dimutasi, Piprim tak bisa lagi mengajar anak-anak muridnya. Sebab, RS Fatmawati bukan RS pendidikan.
    Ia pun mempertanyakan alasan Kemenkes melakukan mutasi dengan tujuan untuk memajukan layanan jantung anak di RS Fatmawati.
    “Untuk memajukan layanan jantung anak di RS Fatmawati bisa dilakukan dengan meknisme pengampuan yang dilakukan divisi kardiologi anak,” katanya.
    Menurut Piprim, masih banyak cara yang bisa dilakukan Kemenkes tanpa harus mengorbankan pelayanan jantung anak di RSCM.
    “Jadi banyak cara, tanpa harus mengorbankan pelayanan jantung anak di RSCM, mengorbankan murid-murid saya sebagai calon konsultan anak,” tambah dia.
    Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, FINACS, M.Kes menegaskan bahwa keputusan rotasi Piprim merupakan kewenangan Kemenkes.
    “Surat keputusan rotasi dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan,” kata Supriyanto kepada
    Kompas.com
    , Senin (5/5/2025).
    Supriyanto mengatakan bahwa hal tersebut adalah kebijakan dalam konteks organisasi atau lembaga (tour of duty) demi pemerataan kompetensi rumah sakit Kemenkes.
    “(Itu) Tour of Duty dalam rangka pemerataan kompetensi rumah sakit Kemenkes. Untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terjangkau dan berkualitas,” kata Supriyanto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mutasi Dokter Piprim Mendadak, RSCM: Surat Keputusan dari Kemenkes

    Mutasi Dokter Piprim Mendadak, RSCM: Surat Keputusan dari Kemenkes

    Mutasi Dokter Piprim Mendadak, RSCM: Surat Keputusan dari Kemenkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Supriyanto Dharmoredjo, Sp.B, FINACS, M.Kes menegaskan bahwa keputusan rotasi kepada salah satu dokter di RS yang dipimpinnya merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan (
    Kemenkes
    ).
    Hal ini merespons mutasi mendadak dr. Piprim B. Yanuarso, yang juga dikenal sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF).
    “Surat keputusan rotasi dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan,” kata Supriyanto kepada Kompas.com, Senin (5/5/2025).
    Supriyanto mengatakan bahwa hal tersebut adalah kebijakan dalam konteks organisasi atau lembaga (tour of duty).
    “(Itu) Tour of Duty dalam rangka pemerataan kompetensi rumah sakit Kemenkes,” jelas Supriyanto.
    Supriyanto mengungkapkan, tujuan dari dilakukannya mutasi tersebut adalah untuk meningkatkan aksesibilitas dan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas.
    “Untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terjangkau dan berkualitas,” tambahnya.
    Seperti dikutip dari
    Tribunnews.com
    , dr. Piprim Yanuarso menilai bahwa mutasi tersebut menyalahi prosedural, tidak adil, dan diskriminatif.
    Piprim menyebut jika ia belum menerima secara fisik surat mutasi tersebut.
    “Jadi kronologinya pada hari Jumat sekitar jam 10-an saya ditelepon oleh salah seorang teman sejawat yang melihat potongan foto yang memuat ada nama saya dimutasi dokter. Bukan hanya saya, ada beberapa dokter. Dan saya dimutasikan dari
    RSCM
    ke RS Fatmawati,” kata dr. Piprim lewat keterangan resmi, Selasa (29/4/2025).
    “Itu tanggal 25 April. Sampai dengan kemarin 28 April saya sendiri belum menerima fisik surat mutasi tersebut. Sehingga saya juga tidak tahu ini beneran atau hoaks. Tapi sepertinya beneran ya,” sambungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.