NGO: IDAI

  • Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!

    Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!

    Akhir-akhir ini berita seputar kasus keracunan massal seusai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) bermunculan. Kasus yang dilaporkan mencapai ribuan yang terdampak. Kok bisa ya sampai kejadian begini?

    Bicara soal keracunan, dokter anak dan Ketua UKK Emergensi & Terapi Intensif Anak IDAI, Dr. Yogi Prawira, Sp.A, Subs ETIA(K), bilang keracunan itu bisa dipicu karena konsumsi makanan/minuman yang terkontaminasi seperti bakteri, virus, parasit, toksin atau racun, hingga bahan kimia. Gejala seperti meliputi mual, muntah, diare, pusing, demam bisa muncul dalam beberapa jam hingga 1-2 hari.

    Ketika muncul gejala keracunan, ada beberapa langkah pertolongan pertama yang perlu dilakukan. KuTips share di video ini ya catatannya, yuk simak!

    Selain keracunan, ada beragam tips lainnya juga di link video ini…

  • Ketua IDAI Soal MBG : Bukan karena Gak Pakai Sendok atau Cuci Tangan

    Ketua IDAI Soal MBG : Bukan karena Gak Pakai Sendok atau Cuci Tangan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyoroti hasil lab dari Makanan Bergizi Gratis (MBG).

    Belakangan kasus keracunan MBG terjdi di beberapa daerah. Ribuan anak terkonfirmasi keracunan MBG.

    Piprim dalam unggahannya di thread memposting hasil uji lab dari sampel makanan di Sukabumi.

    Terdapat 3 kasus yang terjadi si Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terjadi dengan rentan Agustus hingga September yang menimpa 125 anak.

    Hasilnya 32 anak di Cidolog keracunan karena adanya kontaminasi jamur Kontaminasi Jamur pada semangka, Bakteri Enterobacter Cloacae pada Tempe Orek dan Bakteri Macrococcus Caseolyticus pada Telur Dadar.

    SPPG Parakansalak terjadi pada 24 anak akibat Bakteri Bacillus Cereus pada Telur.

    Sementara kasus pada 69 anak di SPPG Cibadak masih menunggu hasil uji lab.

    Dokter Piprim lantas menyebutkan memang MBG yang bermasalah bukan dari kebiasaan anak yang makan tanpa sendok ataupun tidak cuci tangan sebelum makan.

    “Jadi bukan karena ga pake sendok atau ga cuci tangan,” tulisnya dikutip Sabtu (27/9/2025).

    Sebelumnya, Piprim juga dalam Seminar Media IDAI: Mengenali dan Mengatasi Keracunan Makanan pada Anak pada Kamis, 25 September 2025 mengungkap keprihatinannya terhadap kasus keracunan ini.

    “Sebenarnya, IDAI ingin agar kasus ini dicegah semaksimal mungkin. Satu korban keracunan itu sesuatu yang besar apalagi ribuan,” jelasnya.

    Piprim meminta adanya perhatian khusus pada kasus ini dan tidak menganggapnya sepele.

    “Jangan sampai abai terhadap pencegahan keracunan sehingga nauzubillahiminzalik muncul korban jiwa, ini sangat-sangat tidak kita harapkan,” lanjutnya. 

  • Sederet Kasus Keracunan MBG: Dari Ikan Hiu di Kalbar hingga Ribuan Siswa di Jabar

    Sederet Kasus Keracunan MBG: Dari Ikan Hiu di Kalbar hingga Ribuan Siswa di Jabar

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) menuai sorotan setelah kasus keracunan terus bermunculan di berbagai daerah. Rentetan kasus ini terjadi di banyak provinsi, dengan ratusan hingga ribuan pelajar harus mendapatkan perawatan medis.

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyerukan evaluasi total program makan bergizi gratis setelah memicu ribuan anak keracunan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Menurutnya, meski tujuan MBG untuk meningkatkan nutrisi anak sekolah, insiden keracunan massal yang berulang tidak bisa terus dibiarkan.

    “Kami mengimbau dengan sangat pihak yang berwenang atau penyelenggara MBG supaya mengevaluasi menyeluruh dari berbagai tingkatannya supaya sudah cukup lah, enough is enough, berhenti sampai di sini keracunannya,” beber dr Piprim dalam konferensi pers, Kamis (25/9/2025).

    Berikut sederet kasus keracunan MBG dari berbagai daerah.

    1. Provinsi Jawa Barat

    Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan jumlah kasus keracunan MBG terbanyak. Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat mengungkap bahwa penyebab utama kasus keracunan ini adalah makanan basi, pertumbuhan bakteri, serta kontaminasi silang dari dapur yang tidak higienis. Berikut beberapa di antaranya:

    Bandung Barat (Cipongkor dan Cihampelas)

    Kasus paling besar terjadi di Kabupaten Bandung Barat, tepatnya di Cipongkor dan Cihampelas. Sebanyak 1.333 siswa mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG.

    Korban melaporkan gejala mual, muntah, dan sakit perut. Investigasi menyebutkan makanan dimasak terlalu dini sehingga saat dibagikan sudah dalam kondisi tidak layak konsumsi.

    Di Kabupaten Sumedang, sebanyak 164 siswa dilaporkan keracunan usai menyantap makanan MBG. Kasus ini membuat pemerintah daerah mengambil langkah investigasi tambahan terhadap dapur penyedia.

    Ratusan siswa di Yayasan Al Bayyinah 2, Kadungora, Garut juga mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG. Dinas Kesehatan menyebutkan sampel makanan sudah dikirim ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut.

    2. Provinsi Jawa Tengah: Banyumas

    Kasus keracunan juga terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Ratusan siswa dari tingkat TK hingga SD dilaporkan mengalami mual, muntah, dan diare usai menyantap hidangan MBG di sekolah.

    Per 26 September, jumlah korban terus bertambah hingga mencapai lebih dari 115 siswa.

    3. Provinsi Sulawesi Tengah: Banggai Kepulauan

    Di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, tercatat 335 siswa mengalami keracunan setelah mengonsumsi MBG sampai tanggal 20 September 2025. Sebanyak 34 di antaranya masih harus menjalani perawatan intensif di fasilitas kesehatan setempat. Beberapa gejala yang dikeluhkan mulai dari sesak napas hingga kram otot.

    Investigasi dari Balai POM setempat menyebutkan adanya masalah dalam kualitas bahan pangan serta kebersihan dapur penyedia MBG yang memicu insiden keracunan

    4. Kalimantan Barat: Kabupaten Ketapang

    Kasus yang paling menyita perhatian publik terjadi di Ketapang, Kalimantan Barat. Sebanyak 25 orang terdiri dari siswa dan guru SDN 12 Benua Kayong dilaporkan mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG. Menariknya, menu yang disajikan saat itu adalah ikan hiu goreng.

    Sebagian korban mengeluhkan gejala mual, muntah, hingga sesak napas. Beberapa siswa harus dirawat di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang. Menu ikan hiu ini memicu sorotan tajam, karena selain berisiko tinggi mengandung merkuri, pemilihan bahan pangan tersebut dianggap tidak tepat untuk anak-anak.

    Halaman 2 dari 3

    (kna/kna)

  • Ikan Hiu Goreng Jadi Menu MBG di Ketapang, Dokter: Merkurinya Tinggi

    Ikan Hiu Goreng Jadi Menu MBG di Ketapang, Dokter: Merkurinya Tinggi

    Jakarta

    Sebanyak 25 orang yang terdiri dari 24 siswa dan satu orang guru di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat, keracunan makanan program makan bergizi gratis. Pemicunya disebut-sebut karena menu ikan hiu goreng yang disajikan sebagai menu MBG.

    Menanggapi kejadian tersebut, dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Yogi Prawira, SpA mengatakan ikan hiu berpotensi menyebabkan keracunan karena kandungan logam merkurinya tinggi.

    “Tentang keracunan setelah makan ikan hiu, kita tahu laut kita ini memang sangat kaya, tapi juga polutan yang ada itu berisiko menyebabkan jenis-jenis ikan tertentu mengalami akumulasi zat-zat yang sifatnya toksin, salah satunya adalah logam seperti merkuri,” ucap dr Yogi dalam konferensi pers, Kamis (25/9/2025).

    Ada beberapa jenis ikan yang memang tinggi kandungan merkuri, salah satunya hiu. Sehingga tidak disarankan untuk diberikan kepada anak sebagai menu makan.

    Efek konsumsi hiu

    Meskipun belum jelas bagaimana tingkat merkuri yang tinggi memengaruhi hiu, dampaknya terhadap manusia sudah diketahui secara luas. Lembaga-lembaga seperti European Commission (EC), the World Health Organization (WHO), the United States Environmental Protection Agency (EPA) and the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) menyarankan ibu hamil dan anak-anak untuk menghindari konsumsi daging hiu karena paparan merkuri yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan otak dan sistem saraf pusat, serta mengganggu perkembangan kognitif janin.

    Selain itu dalam penelitian berjudul Increase of blood mercury level with shark meat consumption: A repeated-measures study before and after Chuseok, Korean holiday, penulis studi menemukan konsumsi daging hiu secara signifikan meningkatkan kadar merkuri dalam darah partisipan.

    Risiko kesehatan yang terkait dengan peningkatan kadar merkuri bervariasi bergantung pada beberapa faktor, termasuk kelompok populasi, tingkat paparan, serta bentuk dan jenis merkuri. Selain itu, laporan literatur telah mengaitkan paparan metilmerkuri dengan berbagai dampak kesehatan seperti imunotoksisitas, karsinogenisitas, dan efek kardiovaskular.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/up)

  • IDAI Ungkap Gejala Keracunan MBG pada Anak, Segera ke RS Jika Mengalami

    IDAI Ungkap Gejala Keracunan MBG pada Anak, Segera ke RS Jika Mengalami

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) digadang-gadang pemerintah sebagai salah satu prioritas nasional untuk memperbaiki status gizi anak, menurunkan angka stunting, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, beberapa kasus keracunan massal yang muncul di sejumlah daerah justru bertolakbelakang dengan tujuan utama tersebut.

    Alih-alih menjadi solusi, makanan yang seharusnya menyehatkan malah berubah menjadi ancaman. Kasus luar biasa (KLB) keracunan pangan di Kabupaten Bandung Barat misalnya, sudah menimpa lebih seribu pelajar dalam kurun kurang dari sepekan. Ini menjadi bukti ada celah serius dalam aspek keamanan pangan program MBG.

    Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, menekankan kasus keracunan makanan pada anak bukanlah hal sepele. Orang tua, guru, dan pihak sekolah harus sigap melakukan langkah pertama ketika gejala muncul.

    Tanda Perlu Segera Dibawa ke RS

    dr Piprim menekankan keluhan tertentu menjadi tanda anak perlu segera mendapatkan penanganan lebih lanjut di puskesmas maupun rumah sakit terdekat. Berikut ciri-cirinya:

    Muntah atau diare terus-menerusAda darah dalam muntahan atau tinjaAnak sangat lemas hingga tidak mampu minumSegera menghentikan konsumsi menu MBG saat dicurigai terdapat bau tidak sedap menyengat dan pangan yang tidak segar.

    “Begitu ada gejala, hentikan segera konsumsi makanan tersebut,” jelas dr Piprim dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

    Sisa makanan maupun kemasan sebaiknya tidak dibuang. IDAI mengimbau untuk menyimpannya dalam wadah tertutup agar bisa diperiksa oleh petugas kesehatan. “Ini penting untuk melacak sumber kontaminasi dan mencegah kejadian serupa terulang,” tegas dia.

    Bila anak menunjukkan gejala ringan, orang tua disebutnya bisa melakukan langkah awal seperti:

    Pastikan anak cukup minum air bersih untuk mencegah dehidrasi.Biarkan anak istirahat di tempat yang nyaman.

    Orang tua atau pihak sekolah juga disarankan untuk melaporkan kasus ke puskesmas atau dinas kesehatan terdekat. Hal ini krusial agar dilakukan investigasi dan mencegah penyebaran kasus ke wilayah lain.

    dr Piprim mengingatkan bahwa makanan sehat bukan hanya dilihat dari sisi kandungan gizinya, tetapi juga keamanan pangan dari dapur hingga meja makan. Kontaminasi dalam proses pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi bisa mengubah makanan bergizi menjadi ancaman kesehatan.

    “Gizi penting, tapi keamanan pangan tidak kalah penting. Kedua hal itu harus berjalan beriringan,” tegas dr Piprim.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    8 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Ketua IDAI Soroti Kasus Keracunan Akibat MBG

    Ketua IDAI Soroti Kasus Keracunan Akibat MBG

    Ketua Umum IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso menyampaikan keprihatinan atas kasus keracunan makanan yang terus terjadi dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

    dr Piprim mengatakan meski tujuan MBG baik untuk pemenuhan gizi anak, namun saat ini banyak kasus siswa yang keracunan setelah menyantap menu MBG. Ia meminta pemerintah dan penyelenggara mengevaluasi seluruh proses program agar kejadian serupa tidak terulang.

    Klik di sini untuk menonton video-video lainnya!

  • Konsultasi dengan Dokter Anak Bisa Dapat Saldo E-Wallet, Ini Caranya

    Konsultasi dengan Dokter Anak Bisa Dapat Saldo E-Wallet, Ini Caranya

    Jakarta

    Mengonsumsi air mineral tidak hanya mampu menyegarkan tubuh saja. Namun juga bisa memberikan banyak manfaat bagi kesehatan tubuh termasuk untuk anak-anak.

    Bagi anak-anak, mengonsumsi air mineral memiliki segudang manfaat bagi tumbuh kembangnya. Sebab air mineral mampu memenuhi kebutuhan kalsium dan magnesium untuk kesehatan tulang.

    Manfaat dari air mineral tidak hanya sebatas itu saja. Dikutip dari berbagai sumber berikut adalah manfaat mengonsumsi air mineral bagi anak-anak.

    1. Menyehatkan Pencernaan

    Sembelit menjadi salah satu gangguan saluran cerna yang kerap dirasakan oleh anak-anak. Bahkan tidak sedikit anak-anak yang mengalami kesulitan buang air besar hingga berhari-hari.

    Tak jarang anak-anak harus menahan rasa sakit saat buang air besar. Sebab kotoran yang dibuang berbentuk besar dan padat membuat anak sulit untuk mengeluarkan.

    Ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak mengalami sembelit seperti kurangnya mengonsumsi serat hingga jarang minum air mineral. Padahal mengonsumsi air mineral dan serat yang cukup mampu membuat saluran cerna anak-anak menjadi lebih sehat.

    2. Membantu Anak untuk Belajar

    Selain lain menyehatkan pencernaan, mengonsumsi air mineral juga dapat membantu anak-anak untuk fokus belajar. Pasalnya air mineral mampu membuat otak menjadi lebih berkembang serta memberikan energi tambahan untuk anak-anak berpikir.

    Lewat beragam manfaat tersebut membuat anak-anak bisa lebih berprestasi khususnya di dunia pendidikan.

    3. Mencegah Dehidrasi

    Mengonsumsi air mineral untuk anak-anak juga terbukti mampu mencegah anak-anak dari dehidrasi. Pasalnya air mineral mampu memenuhi kebutuhan cairan tubuh.

    Dikutip dari IDAI kebutuhan cairan berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, massa otot, dan lemak tubuh. Diperkirakan, bayi usia 0 – 6 bulan memerlukan cairan 700 mL per hari, bayi 7 – 12 bulan memerlukan cairan 800 mL per hari, anak 1 – 3 tahun memerlukan 1300 mL per hari, anak 4 – 8 tahun memerlukan 1700 mL per hari, anak 9 – 13 tahun memerlukan 2400 mL per hari pada laki – laki serta 2100 mL per hari pada perempuan, dan anak 14 – 18 tahun memerlukan 3300 mL per hari (laki – laki) serta 2300 mL per hari untuk perempuan.

    Meskipun begitu, dalam setiap mengonsumsi air mineral tetap perlu bijak. Pastikan mengonsumsi air mineral yang bebas Bisphenol A (BPA). BPA adalah zat kimia sintetis yang umum dipakai dalam plastik keras seperti galon. Meski membuat galon lebih kokoh, BPA berisiko larut ke dalam air jika wadah sudah tua, tergores, dicuci dengan air panas, atau terpapar sinar matahari berulang kali.

    Air mineral yang terkontaminasi BPA berpotensi untuk mengganggu kesehatan anak. Adapun zat kimia tersebut berisiko menyebabkan berbagai macam penyakit mulai dari gangguan kognitif, infertilitas, hingga kanker.

    Terakhir, tidak lupa untuk selalu berkonsultasi dengan dokter agar tumbuh kembang anak bisa maksimal. Orang tua pun dapat mengikuti program Tanya Dokter yang diselenggarakan oleh detik, IDI, dan Le Minerale.

    Dalam program tersebut, orang tua bisa langsung berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak RS MMC Jakarta dr. Reza Fahlevi, Sp.A (K) dan Dokter Spesialis Anak RS Hermina Jatinegara Jakarta dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A.

    Dua dokter tersebut bakal menjawab sejumlah pertanyaan dari para orang tua untuk tumbuh kembang anak. Menariknya, 25 pertanyaan tercepat bisa mendapatkan saldo e-wallet senilai Rp 100 ribu.

    Adapun program itu berlangsung 11 September hingga 24 September 2025. Sementara itu, untuk mengirimkan pertanyaan, orang tua bisa langsung kunjungi website detik.com/tanyadokter.

    (akn/ega)

  • Potret Anak-anak Jalani Imunisasi Gratis, Para Ortu Antusias

    Potret Anak-anak Jalani Imunisasi Gratis, Para Ortu Antusias

    Foto Health

    Averus Kautsar – detikHealth

    Sabtu, 20 Sep 2025 20:00 WIB

    Jakarta – Sebuah klinik di Jaktim melakukan kerjasama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk membuat imunisasi gratis. Orang tua yang datang terlihat antusias.

  • Kasus Keracunan Usai Makan MBG Berulang, IDAI Ingatkan Soal Ini

    Kasus Keracunan Usai Makan MBG Berulang, IDAI Ingatkan Soal Ini

    Jakarta

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) buka suara terkait kasus keracunan setelah makan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berulang dalam beberapa waktu ini. Terakhir, 250 lebih pelajar di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG.

    dr Piprim menyebut MBG secara umum merupakan program yang bagus. Tujuannya adalah agar anak sekolah bisa tercukupi kebutuhan gizinya, tapi memang perlu pengawalan yang lebih baik.

    Berkaitan dengan beberapa kasus keracunan yang terjadi, dr Piprim menyebut program MBG harus memenuhi standar keamanan pangan.

    “Nah, misalnya nih, kalau penyiapan makanan itu, karena makanan bergizi itu di jam-jam sekolah ya, disiapkannya di pagi hari misalkan, itu seperti apa supaya pangan itu ketika sampai ke anak-anak, itu tetap aman, memenuhi standar keamanan pangan,” kata dr Piprim ketika ditemui awak media di Jakarta Timur, Sabtu (20/9/2025).

    dr Piprim mengingatkan program MBG itu bukan hanya soal membagikan makan pada anak. Namun, ini juga tentang soal memenuhi kebutuhan gizi anak dan menjaga standar pangan.

    “Nah, ini saya kira tidak sesederhana sekedar membagikan makanan, tapi satu, kualitas nutrisinya harus tercukupi, kemudian standar keamanan pangannya juga harus tercukupi. Jadi sudah cukuplah, jangan lagi ada korban kemudian keracunan di mana-mana pada anak sekolah,” sambungnya.

    Untuk menciptakan program MBG yang lebih baik, menurut dr Piprim, diperlukan kerja sama oleh banyak pihak. Ini harus melibatkan pihak pemerintah, sekolah, guru, serta orang tua. Selain itu, respons atau masukan dari anak-anak yang menerima MBG juga perlu didengar.

    “Saya kira ini butuh banyak pihak yang dilibatkan supaya maksud pemerintah mengadakan MBG ini tercapai dengan syarat-syarat yang dipenuhi,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • Kondisi Balita di Bengkulu yang Muntah Cacing dari Mulut-Hidung

    Kondisi Balita di Bengkulu yang Muntah Cacing dari Mulut-Hidung

    Jakarta

    Balita yang mengalami cacingan terjadi lagi, kini di Seluma, Bengkulu. Balita tersebut diketahui berusia 1 tahun 8 bulan bernama Khaira Nur Sabrina, yang kini tengah menjalani perawatan intensif.

    Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, Endriwan Mansyur menjelaskan balita yang dirujuk dari Rumah Sakit Seluma telah sampai di RSUD M Yunus Bengkulu. Bocah tersebut telah mendapat perawatan dari pihak rumah sakit.

    Endriwan menjelaskan, kondisi Khaira saat ini masih lemah. Tim medis RSUD M Yunus terus memberikan perawatan intensif untuk membantu pemulihan kesehatan sang balita.

    Ia menambahkan, tim medis juga memberikan makanan bergizi tinggi untuk memperbaiki kondisi pasien. Pasalnya, dari informasi yang dihimpun, selama ini balita tersebut hanya mengonsumsi makanan seadanya sehingga diduga mengalami kekurangan gizi.

    “Kita melakukan pengawasan ekstra pada pasien, untuk adanya dugaan larva di paru-paru berdasarkan radiologi akan kita cek kembali,” tutup Endriwan, dikutip dari detiksumbagsel, Rabu (17/9/2025).

    Sebelumnya, pihak Dinas kesehatan menduga cacing gelang yang bersarang di tubuh bocah tersebut berasal dari lingkungan rumah yang kotor dan tidak sehat.

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma, Rudi Syawaludin mengatakan, setelah dilakukan pengecekan ke rumah pasien di Desa Sungai Petai ditemukan kondisi rumah yang tidak layak huni.

    “Saat ditemukan adanya pasien dengan gejala mengeluarkan cacing dari mulut dan hidung, kita langsung melakukan investigasi ke rumah dan lingkungan pasien,” kata Rudi.

    Rudi menjelaskan, kondisi rumah bocah tersebut cukup memprihatinkan, rumah hanya beralas tanah dan dinding papan yang sudah rusak. Bahkan banyak kotoran ayam di sekitar rumah.

    Di sisi lain, cacing gelang atau Ascaris lumbricoides merupakan jenis cacing yang paling banyak menginfeksi manusia, baik di Indonesia maupun di dunia. Dari seluruh populasi yang terinfeksi, hampir 80 persen adalah anak usia sekolah, yakni 5-10 tahun.

    Menurut Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Riyadi, SpA, Subsp IPT(K), MKes, tingginya angka kasus pada kelompok ini erat kaitannya dengan aktivitas anak.

    “Karena mereka mereka aktif bermain di tanah, aktif bermain di luar. Nah ini mungkin kemampuan mereka, edukasi mereka tentang perilaku hidup bersih dan sehat belum optimal, makanya kenapa anak usia sekolah yang paling banyak,” jelas dr Riyadi dalam agenda temu media IDAI, Jumat (22/8/2025).

    Kelompok kedua yang paling rentan adalah anak usia prasekolah, yakni 2-5 tahun. Pada usia ini, anak sudah mulai bisa berjalan dan bermain di luar rumah.

    “Bagaimana kita mengedukasi nih orang tua, karena anak-anak ini, apalagi usia 2-5 tahun sama sekali kalau dilihat, ada yang bergerak di tanah mikirnya, oh ada mainan baru, malah dia pegang” tambahnya.

    Lebih lanjut, dr Riyadi menyebutkan sekitar seperdelapan populasi dunia terinfeksi cacing gelang. Parasit ini sangat menyukai lingkungan yang hangat dan lembap, sehingga negara tropis seperti Indonesia menjadi tempat ideal bagi perkembangannya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kemenkes soal Balita di Sukabumi Meninggal dengan Tubuh Penuh Cacing”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/kna)