NGO: IDAI

  • Praktisi ingatkan pemberian MPASI bagian dari pencegahan stunting

    Praktisi ingatkan pemberian MPASI bagian dari pencegahan stunting

    Jakarta (ANTARA) – Praktisi kesehatan anak dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya (Jawa Timur) dr. Meta Hanindita, Sp.A(K) mengingatkan bahwa pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat kepada anak menjadi bagian dari pencegahan stunting.

    “Untuk mencegah stunting, prioritaskan pemberian protein hewani pada MPASI anak,” ujar dia saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

    Merujuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada umumnya, setelah usia enam bulan, kebutuhan nutrisi bayi baik makronutrien maupun mikronutrien tidak dapat terpenuhi hanya dengan ASI.

    Selain itu, keterampilan makan (oromotor skills) terus berkembang dan bayi mulai memperlihatkan minat pada makanan lain selain susu (ASI atau susu formula).

    Karena itu, memulai pemberian MPASI pada saat yang tepat akan sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang bayi.

    Meta mengatakan, selain tepat waktu, pemberian MPASI juga harus adekuat yakni kandungannya sesuai usia anak, aman dan higienies serta diberikan dengan cara benar demi mencegah anak terkena stunting.

    Namun, bahasan terkait MPASI luput dari paparan para calon gubernur DKI Jakarta saat membahas pencegahan stunting dalam debat kedua Pilkada Jakarta 2024 pada Minggu (27/10).Titik berat paparan mereka hanya seputar pemberian ASI eksklusif yang memang menjadi pertanyaan panelis.

    Padahal, kata dia, dalam kaitan dengan kesehatan anak, stunting masih menjadi masalah kesehatan di Jakarta.

    Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta sepanjang Januari hingga Agustus 2024, tercatat sebanyak 36.664 balita menghadapi masalah gizi. Dari angka tersebut, sebanyak 26,74 persen atau 10.340 anak mengalami stunting.

    “Saya lihat, titik beratnya hanya ke ASI saja. Padahal ASI eksklusif hanya enam bulan, setelah itu ASI tetap diberikan tetapi persentasenya akan berkurang seiring bertambahnya usia. MPASI-nya tidak ada sama sekali (dibahas),” ujar Meta.

    Meta yang tergabung dalam Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengapresiasi usulan program-program dalam debat tersebut. Namun, dia menyoroti tak adanya usulan terkait MPASI dalam program para cagub.

    “Tetapi bagaimana dengan pemberian makanan tambahannya misalnya untuk anak-anak yang sedang masa MPASI, dari enam bulan sampai dua tahun (sebagai upaya lainnya untuk mencegah stunting)?,” katanya.

    Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil menekankan program ASI harus menyertai ibu hamil karena pemberantasan kasus anak gagal tumbuh (stunting) harus dilakukan sejak sang ibu masih hamil dan hingga seribu hari pertama anak.

    Selain ruang laktasi, dia juga membahas terkait pemberian subsidi penambahan gizi.

    Calon Gubernur nomor urut 2 Dharma Pongrekun juga mengangkat tentang perlunya penyediaan ruang laktasi, lalu konsumsi daun katuk oleh ibu demi memperlancar produksi ASI. Dia juga mendukung cuti menyusui dan sistem bekerja dari rumah.

    Di sisi lain, Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung menyebutkan tiga aksi untuk mencegah terjadinya stunting, yakni penyediaan tempat penitipan anak (daycare), ruang laktasi dan Posyandu.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • IDAI Berikan Panduan Perawatan Flu Singapura di Rumah untuk Keamanan Keluarga

    IDAI Berikan Panduan Perawatan Flu Singapura di Rumah untuk Keamanan Keluarga

    Jakarta, Beritasatu.com – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan panduan bagi pengasuh dan orang tua untuk merawat anak yang terinfeksi Flu Singapura atau hand foot and mouth disease (HFMD) di rumah, agar tidak menular ke anggota keluarga lainnya.

    Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik IDAI, Prof Edi Hartoyo menjelaskan, langkah pertama dalam perawatan anak dengan HFMD di rumah adalah mengisolasi pasien dari anggota keluarga lainnya serta memisahkan barang-barang pribadi yang digunakan sehari-hari.

    “HFMD dapat menular melalui kontak langsung maupun tidak langsung, sehingga penting untuk mengisolasi pasien. Tempat minum dan makan harus dipisahkan karena bisa menjadi sumber penularan,” jelas dokter Edi dilansir dari Antara, Selasa (29/10/2024).

    Ia menyebut, apabila di rumah terdapat lebih dari satu anak, orang tua disarankan untuk memisahkan mereka agar tidak bertemu hingga pasien pulih, demi mencegah penularan.

    Lebih lanjut, ia merekomendasikan agar orang tua memperhatikan pola makan dan asupan gizi pasien HFMD untuk mempercepat proses penyembuhan.

    Pastikan anak mendapatkan nutrisi yang seimbang dari karbohidrat, protein, lemak, serat, mineral, dan vitamin, agar sistem imunnya dapat berfungsi dengan baik dalam melawan virus penyebab HFMD.

    Setelah berkonsultasi dengan tenaga medis dan anak diberikan obat, penting untuk memastikan obat-obatan tersebut diminum agar gejala yang muncul dapat dikurangi.

    Misalnya, apabila anak mengalami demam dan diberi parasetamol, obat tersebut harus diminum dan diimbangi dengan istirahat yang cukup agar daya tahan tubuhnya dapat meningkat selama masa pemulihan.

    Ia juga menyarankan agar pasien tetap mandi secara teratur untuk menjaga kesehatan kulit, mengingat HFMD dapat menyerang kulit dan mulut.

    “HFMD ditandai dengan adanya vesikel di kulit. Apabila pasien tidak mandi, bisa terjadi kontaminasi yang menyebabkan vesikel menjadi nanah, sehingga infeksi dapat terjadi. Mandilah dengan antiseptik jika memungkinkan,” tuturnya.

    Selain itu, ia juga mengingatkan agar orang tua untuk mewaspadai gejala-gejala tertentu yang memerlukan perhatian medis segera, guna mencegah komplikasi HFMD.

    Gejala yang perlu diwaspadai meliputi demam tinggi di atas 38,5 derajat celsius, penolakan makan karena lesi di mulut, serta penurunan kesadaran yang disertai demam terus-menerus.

    “Apabila kesadaran anak menurun, segera bawa ke fasilitas kesehatan, karena salah satu komplikasi berbahaya adalah radang otak atau meningitis,” jelasnya.

    Dalam beberapa tahun terakhir, kasus flu Singapura dan HFMD meningkat di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, sebanyak 6.500 kasus selama triwulan pertama pada 2024.

    Dokter Edi menjelaskan, penyakit ini disebabkan oleh virus coxsackie A16 dan enterovirus 71 (EV71) dan dapat menjangkiti baik anak-anak maupun dewasa, meskipun anak berusia 0-5 tahun lebih rentan.

  • Cukai minuman manis kemasan diperlukan untuk melindungi masyarakat

    Cukai minuman manis kemasan diperlukan untuk melindungi masyarakat

    Jakarta (ANTARA) –

    Ketua Umum Forum Warga Kota (Fakta) Indonesia, Ari Subagio kembali menegaskan bahwa regulasi mengenai cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sangat diperlukan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari konsumsi berlebihan karena berbahaya untuk kesehatan khususnya anak-anak.

     

    “Kami berkomitmen mendukung pemberlakuan cukai MBDK. Ini penting untuk segera diterapkan,” kata Ari dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

     

    Ari mengatakan hal itu menanggapi unjuk rasa yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) di depan kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Kamis (10/10).

     

    Aksi tersebut menyuarakan penolakan pemberlakuan aturan mengenai MBDK pada Pasal 194 dan 195 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

     

     

    Dia menyebutkan MBDK adalah salah satu penyebab masalah kesehatan yang sangat berat saat ini.

     

    Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak mencapai 1.645 jiwa per Januari 2023. Anak muda dan remaja yang sudah menjadi korban penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, obesitas dan gagal ginjal yang mengancam kehidupan mereka.

     

    “Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi MBDK. Melihat kondisi dampak buruk dari konsumsi berlebihan produk MBDK diperlukan adanya upaya pengendalian konsumsi dengan menerapkan cukai,” tuturnya.

     

    Berdasarkan Obesity Evidence Hub 2023, sampai saat ini sudah lebih dari 50 negara telah menerapkan cukai MBDK. Data dari Meksiko, Inggris, Afrika Selatan dan beberapa negara lain menunjukkan bahwa cukai MBDK berhasil mengurangi konsumsi gula.

     

    Bahkan, diprediksi selama 10 tahun, cukai MBDK di Meksiko mencegah 239.900 kasus obesitas. Dari jumlah tersebut, 39 persen mencegah kasus obesitas pada anak-anak.

     

    “Kami mendukung upaya pemerintah menerapkan Cukai MBDK di Indonesia sebagai bentuk kehadiran negara untuk memberikan perlindungan bagi hak hidup sehat untuk seluruh warga negaranya, terutama anak-anak dan generasi muda sebagai masa depan bangsa Indonesia,” kata Ari.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024