Video: IDAI Ingatkan Prioritaskan Makan Gratis untuk Anak di Daerah 3T
NGO: IDAI
-

IDAI: Balita di kota bisa kena ISPA sembilan kali dalam setahun
Jakarta (ANTARA) – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DKI Jakarta menyatakan balita yang tinggal di perkotaan bisa mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebanyak tujuh hingga sembilan kali dalam setahun atau lebih banyak dibandingkan balita yang tinggal di pedesaan.
“Seorang balita bisa mengalami tujuh sampai sembilan kali episode ISPA per tahun. Dan ini akan lebih sering di perkotaan dibanding pedesaan. Kenapa? Mungkin terkait polusi dan kepadatan penduduk,” kata perwakilan IDAI DKI Jakarta dr. Madeleine Ramdhani Jasin, Sp.A (K) dalam diskusi daring “Kenali ISPA dan Pneumonia untuk Kita Cegah dan Obati” yang digelar oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta di Jakarta, Senin.
ISPA disebabkan satu dari 23 mikroorganisme, salah satunya Human Metapneumovirus (HMPV) yang masuk ke saluran pernapasan. Gejala yang dialami pasien antara lain batuk dan pilek, bisa disertai demam yang berkelanjutan, sakit tenggorokan, sulit bernapas, sakit kepala, dan lemas atau lelah.
Pasien ISPA, kata dia, biasanya pulih kurang dari tujuh hari atau 14 hari melalui penanganan yang tepat. Adapun terapi yang dapat diberikan yakni pemberian cairan dan nutrisi yang cukup, obat-obat sesuai gejala, lalu pemberian antibiotik atau antivirus bila dibutuhkan.
Namun, ada kondisi yang dikhawatirkan dari ISPA yakni apabila infeksi berkembang pneumonia atau radang paru. Kondisi pneumonia dapat menyebabkan pasien sesak napas, bahkan membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025 -

Berikut Tips Ajarkan Anak Menggunakan Toilet Jongkok – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Umumnya saat ini, di fasilitas umum atau sebagian rumah sudah menggunakan toilet duduk.
Namun, ada beberapa tempat yang masih menggunakan toilet jongkok.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya mengajarkan anak menggunakan toilet jongkok ini.
Anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Meitha Pingkan Esther pun bagikan tips anak menggunakan toilet jongkok.
“Memang sekarang ini agak menjadi kesulitan pada anak-anak yang biasa duduk di rumah, kemudian akan (menggunakan) closet jongkok,” ungkapnya pada media briefing virtual, Minggu (29/12/2024).
Oleh karena itu, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah orang tua bisa mencontoh pada anak.
Anak-anak bisa meniru, orangtua mungkin bisa mencontohkan bagaimana posisi di toilet jongkok.
Sebelumnya dicontohkan, orang tua perlu memastikan bahwa anak sudah memahami betul toilet training.
Toilet training adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur.
Serta, mengenali sinyal tubuhnya untuk buang air kecil dan besar.
“Makanya anak-anak yang sudah bisa untuk toilet training itu dia sudah mampu untuk meniru. Oh orangtuanya kalau di toilet jongkok seperti ini,” imbuhnya.
Jadi, anak bisa belajar dengan orangtua sebagai role model dulu.
Jangan lupa, setiap anak yang berhasil, itu juga karena selalu diberikan penguatan positif.
“Supaya anak itu tahu, ternyata saya melakukan itu dengan benar. Jadi selalu penguatan positif dan anak itu jangan dihukum,” tutupnya.
-

Berikut Tips Melatih Anak Gunakan Toilet Secara Mandiri – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Meitha Pingkan Esther bagikan tips melatih anak agar bisa menggunakan toilet secara mandiri untuk buang air kecil atau besar.
Pertama, mempersiapkan jadwal pelatihan dan persiapan menggunakan toilet secara mandiri.
“Untuk perlengkapan, perlu sisipan yang ditempatkan di dudukan toilet. Sehingga membuat anak agak lebih nyaman dan membantu keberhasilan toilet training,” ungkapnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Selasa (24/12/2024).
Kedua, dibutuhkan bangku dan pelindung pada bagian dudukan toilet.
Sehingga pada anak laki-laki, kita dapat memastikan bahwa urin itu akan mengalir ke toilet bukan ke dirinya.
Tujuan penggunaan bangku untuk toilet training ini akan memudahkan anak naik ke atas toilet dengan aman dan nyaman.
“Dan dapat digunakan untuk meletakkan kakinya di atas bangku saat anak duduk di toilet,” imbuhnya.
Ketiga, anak diajarkan bagaimana cara duduk dengan nyaman di toilet.
Yaitu, kaki ditempatkan pada posisi V terbuka, agar anak dapat duduk dengan stabil dan meningkatkan kenyamanannya.
Keempat, perlu diingat bahwa penggunaan kursi toilet atau potty chair yang diletakkan di luar kamar mandi tidak dianjurkan.
“Karena dapat menghambat pencapaian tujuan anak pergi ke kamar mandi. Kalau mau, diletakkan mungkin di kamar mandi. Bukan di kamar tidur atau di ruangan bermain anak,” imbaunya.
Cara Mengenalkan Jadwal dan Pelatihan ke Toilet pada Anak
Lebih lanjut Meitha memaparkan cara mengenalkan jadwal dan pelatihan ke toilet pada anak.
Orang tua bisa mengajak anak ke kamar mandi setiap 90 menit.
“Kalau tidak buang air kecil, interval berikutnya mungkin pendekkan, kita bisa bikin 60 menit. Kalau anak itu buang air kecil, jadwal ke toiletnya kita kembalikan ke 90 menit sehingga di sini anak akan diajar menunggu sampai dia dibawa ke toilet,” jelas Meitha.
Ia juga menjelaskan orang tua perlu memberi penguatan agar anak bisa bertahan duduk di toilet selama tiga menit atau lebih.
Salah satunya, orang tua bisa mengajak anak bernyanyi atau membawakan mainan agar anak lebih tenang tetapi tetap ingat dia sedang berada di toilet karena perlu buang air kecil atau buang air besar.
Jika saat jeda ke kamar mandi anak berkemih di celana atau mengompol maka orang tua bisa melakukan koreksi dengan melibatkan anak dalam mengatasi konsekuensi.
“Ini dilakukan agar anak mengalami konsekuensi alami dan dapat dijadikan pencegah terjadinya insiden lagi,” lanjutnya.
Selain itu, orang tua harus memperhatikan frekuensi anak mengompol.
Jika anak sering kencing di celana maka orang tua sebaiknya mempersingkat jadwal kunjungan ke toilet.
Tidak hanya itu, Meitha juga menyarankan orang tua tidak memakaikan popok atau celana dalam selain pada waktu tidur siang atau malam pada tahap awal toilet training.
-

Berikut yang Perlu Dipersiapkan saat Akan Mengenalkan Toilet Training pada Anak – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan penting memulai toilet training pada anak.
Meski, dalam proses ini kerap menjadi tantangan tersendiri, baik bagi orang tua maupun anak itu sendiri.
Toilet training sendiri adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur, sekaligus mengenali sinyal tubuhnya untuk buang air kecil dan besar.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang IDAI, Meitha PE Togas mengatakan, keterlambatan dalam memulai toilet training dapat berpotensi menyebabkan stres.
Tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi lingkungan seperti tempat penitipan anak dan sekolah.
Lebih lanjut, Meitha pun menjelaskan faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum memulai toilet training.
Pertama, melihat usia usia perkembangan anak.
Dokter Meitha menjelaskan jika pelatihan menggunakan toilet bisa dilakukan pada rentang usia 12-36 bulan.
“Pada usia toddler, di mana periode usia 12 sampai 36 bulan. Pada periode ini anak akan mengeksplorasi lingkungannya dengan sangat cepatnya,” ungkapnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Selasa (24/12/2024).
Menurut dr Meitha, pada fase ini juga akan muncul fase anal.
Yaitu fase yang tepat mengenalkan anggota tubuh pada anak dengan tujuan memudahkan penggunaan toilet.
“Dan dikatakan bahwa pada usia 24 bulan, anak memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dr Meitha menjelaskan bahwa pada usia 18-30 bulan, kemampuan fisiologis,kognitif dan emosional anak sudah jauh berkembang.
Dan kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk menjalani toilet training
Kedua, anak diketahui sudah mampu menahan kencingnya selama 60 sampai 90 menit.
Ketiga, anak sudah mengenal sensasi kandung kemihnya penuh atau tidak.
Keempat, anak harus dapat duduk terus menerus di toilet selama sekitar 15 menit.
Kelima, tentu anak sudah harus mampu menemukan kamar mandi secara mandiri.
“Atau dia mampu mengkomunikasikan kebutuhannya ke toilet,” imbuhnya.
Keenam, anak sudah harus mampu melepas pakaian, menyeka, menyiram, merapikan, dan mencuci tangan setelah melakukan toilet.
“Penting diingat di sini bahwa tidak hanya melihat usianya atau usia perkembangannya. Tapi untuk memulai toilet training, kita juga tidak melakukannya di saat anak dalam keadaan sakit ataupun anak dalam keadaan tegang,”paparnya.
Misalnya, toilet training tidak dilakukan saat baru pindah rumah atau mungkin pindah day care.
“Atau pindah sekolah atau malah ada kelahiran adiknya. Dan toilet training ini juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang.. Sehingga dengan suka rela anak akan belajar untuk kemandirian,” tutupnya.
-

Ketahui Umur Berapa Sebaiknya Mengenalkan Toilet Training pada Anak – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Toilet training adalah salah satu hal penting dalam tumbuh kembang anak menuju kemandirian.
Sebagai informasi, toilet training adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur, sekaligus mengenali sinyal tubuhnya untuk buang air kecil dan besar.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Meitha P.E. Togas, SpA(K) pun mengungkapkan umur berapa sebaiknya memulai pelatihan toilet atau training toilet pada anak.
Dr Meitha menjelaskan jika pelatihan menggunakan toilet bisa dilakukan pada rentang usia 12-36 bulan.
“Pada usia toddler, di mana periode usia 12 sampai 36 bulan. Pada periode ini anak akan mengeksplorasi lingkungannya dengan sangat cepatnya,” ungkapnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Selasa (24/12/2024).
Menurut dr Meitha, pada fase ini juga akan muncul fase anal.
Yaitu fase yang tepat mengenalkan anggota tubuh pada anak dengan tujuan memudahkan penggunaan toilet.
“Dan dikatakan bahwa pada usia 24 bulan, anak memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dr Meitha menjelaskan bahwa pada usia 18-30 bulan, kemampuan fisiologis,kognitif dan emosional anak sudah jauh berkembang.
Dan kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk menjalani toilet training.
“Dari beberapa kepustakaan dikatakan bahwa rata-rata usia anak tanpa autisme untuk dilatih toilet training adalah pada usia 2 tahun 6 bulan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dr Meitha memaparkan apa saja faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai program toilet training, seperti:
Usia kronologis & usia perkembangan.
Mampu menahan kencing selama 60-90 menit.
Mengenal sensasi kandung kemih penuh.
Duduk terus menerus di toilet selama 15 menit.
Mampu menemukan kamar mandi secara mandiri atau mampu mengkomunikasikan kebutuhan ke toilet.
Mampu melepas pakaian, menyeka, menyiram, merapikan dan mencuci tangan.Tidak hanya itu, penting untuk diingat, jangan memulai toilet training disaat anak dalam keadaan sakit atau tegang.
Misalnya, ketika baru pindah rumah, pindah day care atau bersamaan dengan kelahiran adiknya.
Toilet training juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang sehingga dengan sukarela anak akan belajar untuk kemandirian.
“Jangan lupa, toilet training harus dilakukan dalam kondisi anak senang dan bebas stres, seperti saat tidak ada perubahan besar dalam hidupnya, misalnya pindah rumah atau kelahiran adik,” tutup dr. Meitha.
-

Penundaan ‘Toilet Training’ Pada Anak Bisa Bikin Penyakit dan Orangtua Stres – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Toilet training merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan anak menuju kemandirian. Namun, proses ini tidak jarang menjadi tantangan besar bagi orang tua, keluarga, guru, hingga lingkungan tempat anak berada.
Sebagai informasi, toilet training adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur. Tidak hanya itu, anak juga harus mengenali sinyal dari tubuhnya untuk buang air kecil dan besar.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Meitha P.E. Togas, SpA(K) menyebut memberikan toilet training pada anak jangan sampai tertunda. Sebab bakal memicu stres bagi orang tua dan orang-orang di sekelilingnya.
“Pada toilet training yang tertunda, ini dapat berpotensi menyebabkan stres bagi orang tua, baik keluarga, tempat penitipan anak, maupun pada guru-guru sekolah,” ujarnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Rabu(25/12/2024).
Selain itu, dampak dari penundaan toilet training adalah dikhawatirkan dapat menimbulkan adanya peningkatan penyebaran penyakit seperti infeksi, diare, dan juga hepatitis A. Tidak hanya itu, bisa pula meningkatkan risiko beban kerja kepada guru-guru taman bermain, atau kelompok bermain.
Kondisi ini dikarenakan kurangnya anak-anak yang terlatih menggunakan toilet. Pada toilet training yang tertunda juga, pada anak akan lebih mudah menolak toilet training.
Sehingga menyebabkan penolakan untuk buang air besar. Situasi ini bisa menyebabkan terjadinya konstipasi, hingga pemeliharaan kontrol kandung kemih. “Pada toilet training yang tertunda, terhadap lingkungan dan sosial juga, ini akan meningkatkan biaya. (Misal) akibat penggunaan popok, dan akan berpengaruh juga terhadap lingkungan sekitar,” paparnya.
Lebih lanjut, dr Meitha memaparkan apa saja faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai program toilet training, seperti:
1. Usia kronologis dan usia perkembangan.
2. Mampu menahan kencing selama 60-90 menit.
3. Mengenal sensasi kandung kemih penuh.
4. Duduk terus menerus di toilet selama 15 menit.
5. Mampu menemukan kamar mandi secara mandiri atau mampu mengkomunikasikan kebutuhan ke toilet.
6. Mampu melepas pakaian, menyeka, menyiram, merapikan dan mencuci tangan.
Tidak hanya itu, penting untuk diingat, jangan memulai toilet training disaat anak dalam keadaan sakit atau tegang. Misalnya, ketika baru pindah rumah, pindah daycare atau bersamaan dengan kelahiran adiknya.
Toilet training juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang sehingga dengan sukarela anak akan belajar untuk kemandirian. “Jangan lupa, toilet training harus dilakukan dalam kondisi anak senang dan bebas stres, seperti saat tidak ada perubahan besar dalam hidupnya, misalnya pindah rumah atau kelahiran adik,” tutup dr. Meitha.
-

Anak Kecil Laki-laki Harus Diajarkan Duduk Saat Buang Air Kecil, Setelah Itu Baru Berdiri – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seiring pertumbuhan si kecil, orang tua tentu pelan-pelan harus berupaya mengajarkan anak agar mandiri melakukan beberapa hal. Salah satunya melatih anak untuk buang air sendiri di kamar mandi atau toilet.
Namun sampai saat ini masih menjadi perdebatan terkait anak laki-laki, sebaiknya diajarkan buang air kecil berdiri atau duduk.
Konsultan tumbuh kembang anak Dr. Meitha P. E. Togas, Sp.A (K), pun menjawab pertanyaan tersebut. Menurutnya, sama dengan anak perempuan, anak laki-laki juga harus diajarkan duduk saat buang air kecil.
“Mungkin sama dengan pertanyaan tadi ya. Kalau pada anak laki-laki kita ajarkan dulu duduk,” ujarnya pada seminar media yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Selasa (24/12/2024).
Selain itu, orang tua juga harus memastikan bahwa anak mesti paham dulu posisi yang tepat ketika menggunakan kloset. Baru nanti setelahnya diajarkan bagaimana untuk dia buang air kecil secara berdiri.
“Jadi kita ajarkan dulu duduk,” imbuhnya.
Baru, setelah anak tahu dan paham menggunakan kloset duduk, orang tua bisa menuju ke tahap selanjutnya.
“Nanti setelah dia paham bagaimana toilet duduk, dia merasakan sensasi kandung kemihnya untuk eliminasi, baru nanti kita mengajarkan anak ini bagaimana kalau buang air kecil secara berdiri,” tutupnya.


