NGO: IDAI

  • Video: IDAI Ingatkan Prioritaskan Makan Gratis untuk Anak di Daerah 3T

    Video: IDAI Ingatkan Prioritaskan Makan Gratis untuk Anak di Daerah 3T

    Video: IDAI Ingatkan Prioritaskan Makan Gratis untuk Anak di Daerah 3T

  • Heboh Jajan Seblak-Bakso Disebut Picu Remaja Anemia, Ini Kata IDAI

    Heboh Jajan Seblak-Bakso Disebut Picu Remaja Anemia, Ini Kata IDAI

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) buka suara soal anggapan bahwa kebiasaan mengonsumsi bakso dan seblak dapat memicu masalah anemia. Hal tersebut menyusul adanya laporan lebih dari 8 ribu remaja putri di Kabupaten Karawang yang mengalami anemia sepanjang tahun 2024.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI Dr dr Meta Herdiana Hanindita SpA(K) menuturkan bahwa kebiasaan makan seblak dan bakso tidak serta merta menjadi penyebab anemia. Pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan untuk memeriksa apakah ada sebab lainnya.

    Namun, ketika terlalu sering jajan seblak atau bakso, mereka mungkin menjadi jarang mengonsumsi makanan sumber zat besi dan protein hewani. Ketika mereka kekurangan nutrisi tersebut, maka masalah anemia tersebut dapat muncul.

    “Nggak bisa sesederhana itu juga, karena kita perlu melihat keseluruhan, dalam satu hari itu apa saja yang dimakan. Kalau gara-gara seblak itu tadi, dia jadi mengurangi makanan yang benar-benar diperlukan oleh dia, seperti protein hewani, ya bisa-bisa aja,” kata dr Meta dalam temu media bersama IDAI, Selasa (21/1/2025).

    Menurut dr Meta, makanan seblak yang dijual umumnya memang rendah protein hewani serta zat besi. Penting untuk masyarakat mengetahui pentingnya konsumsi makanan seimbang agar tubuh terhindar dari risiko anemia.

    Salah satu faktor yang sering terlewatkan adalah kurangnya asupan protein hewani pada makanan yang dikonsumsi. Padahal protein hewani memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan nutrisi dan berperan dalam pencegahan anemia, selain zat besi.

    “Kalau seblaknya ada telur puyuh, mungkin masih ada zat besinya ya atau misalnya seblaknya ada hati ayamnya, tapi kayaknya tadi nggak pernah lihat seblaknya ada hati ayam,” ujar dr Meta.

    “Remaja putri harus tahu bahwa makan sumber protein hewani tetap penting lho. Ayam, telur, daging itu penting dikonsumsi untuk meningkatkan pembentukan hemoglobin,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • IDAI: Balita di kota bisa kena ISPA sembilan kali dalam setahun

    IDAI: Balita di kota bisa kena ISPA sembilan kali dalam setahun

    Jakarta (ANTARA) – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DKI Jakarta menyatakan balita yang tinggal di perkotaan bisa mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebanyak tujuh hingga sembilan kali dalam setahun atau lebih banyak dibandingkan balita yang tinggal di pedesaan.

    “Seorang balita bisa mengalami tujuh sampai sembilan kali episode ISPA per tahun. Dan ini akan lebih sering di perkotaan dibanding pedesaan. Kenapa? Mungkin terkait polusi dan kepadatan penduduk,” kata perwakilan IDAI DKI Jakarta dr. Madeleine Ramdhani Jasin, Sp.A (K) dalam diskusi daring “Kenali ISPA dan Pneumonia untuk Kita Cegah dan Obati” yang digelar oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta di Jakarta, Senin.

    ISPA disebabkan satu dari 23 mikroorganisme, salah satunya Human Metapneumovirus (HMPV) yang masuk ke saluran pernapasan. Gejala yang dialami pasien antara lain batuk dan pilek, bisa disertai demam yang berkelanjutan, sakit tenggorokan, sulit bernapas, sakit kepala, dan lemas atau lelah.

    Pasien ISPA, kata dia, biasanya pulih kurang dari tujuh hari atau 14 hari melalui penanganan yang tepat. Adapun terapi yang dapat diberikan yakni pemberian cairan dan nutrisi yang cukup, obat-obat sesuai gejala, lalu pemberian antibiotik atau antivirus bila dibutuhkan.

    Namun, ada kondisi yang dikhawatirkan dari ISPA yakni apabila infeksi berkembang pneumonia atau radang paru. Kondisi pneumonia dapat menyebabkan pasien sesak napas, bahkan membutuhkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dinkes DKI temukan 214 kasus ISPA akibat HMPV di awal 2025

    Dinkes DKI temukan 214 kasus ISPA akibat HMPV di awal 2025

    Pemeriksaan virus HMPV. ANTARA/HO-Dinkes Kota Bogor

    Dinkes DKI temukan 214 kasus ISPA akibat HMPV di awal 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 11 Januari 2025 – 13:43 WIB

    Elshinta.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta menemukan sebanyak 214 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang diakibatkan oleh Human Metapneumovirus (HMPV) pada Januari 2025.

    “Sejak 2023 hingga Januari 2025, kami mencatat total kasus ISPA akibat HMPV yang tersebar di wilayah Jakarta sebanyak 214 kasus,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati di Jakarta, Sabtu.

    Ani merinci dari angka ratusan itu yakni 13 kasus pada 2023, 121 kasus pada 2024, dan 79 kasus pada 2025.

    Maka itu, pemerintah mengajak masyarakat untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap HMPV.

    Meski telah teridentifikasi beberapa kasus di Jakarta, situasi tersebut dapat diatasi dengan langkah pencegahan sederhana dan penanganan yang tepat.

    “Kami ingin tekankan agar masyarakat ikut berperan melakukan pencegahan, seperti menjaga kebersihan tangan, pola makan sehat, dan menggunakan masker saat sakit untuk mencegah penularan,” ujarnya.

    Terlebih, pihaknya terus memantau kondisi kesehatan masyarakat melalui program edukasi kesehatan berbasis komunitas, serta menyediakan informasi yang mudah dipahami seputar gejala HMPV dan langkah penanganan awal.

    Hal itu diwujudkan dengan penyuluhan di sekolah melibatkan siswa, guru, dan orang tua dalam memahami pentingnya kebersihan diri dan lingkungan.

    “Edukasi ini dilakukan melalui kegiatan interaktif, seperti simulasi mencuci tangan dan pemberian informasi tentang cara menjaga daya tahan tubuh. Selain itu, kegiatan penyuluhan di komunitas juga kerap dilakukan melalui posyandu, puskesmas, kelompok masyarakat, dan kader kesehatan,” ungkapnya.

    Sebagai salah satu bentuk kewaspadaan, Dinkes Provinsi DKI Jakarta juga telah meningkatkan upaya penemuan kasus ISPA bekerja sama dengan rumah sakit dan laboratorium pemeriksa.

    “Dari hasil pemeriksaan panel respirasi di beberapa rumah sakit dan laboratorium, dominasi virus yang ditemukan adalah Rhinovirus, Influenza AH3, Respiratory Syncytial Virus (RSV) A+B, Influenza A 135 spesimen, Influenza B 134 spesimen, Influenza H1N1 pdm09 128 spesimen, dan HMPV dari 23 jenis agen atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan ISPA,” jelasnya.

    Ia juga mengajak seluruh masyarakat di Jakarta untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran dalam mencegah infeksi saluran pernapasan.

    Jika ada gejala seperti batuk, pilek, atau demam yang berkelanjutan, masyarakat dianjurkan segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan terdekat.

    Dipastikan fasilitas layanan kesehatan di Provinsi DKI Jakarta siap siaga untuk melayani masyarakat.

    “Bersama kita wujudkan lingkungan Jakarta yang sehat dan aman dari penyakit,” ujarnya.

    Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Tim Kerja ISPA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia akan menyelenggarakan webinar secara umum “Yuk Kenal Lebih Dekat dengan Penyakit ISPA dan Pneumonia Agar Dapat Mencegahnya”.

    Adapun kegiatan berlangsung pada Senin (13/1), pukul 08.30-12.00 WIB melalui aplikasi Zoom pada tautan https://s.id/surveilansjakarta dengan ID Rapat: 933 1926 6984 dan kode sandi: hmpvjkt.

    Masyarakat juga bisa mengikuti kegiatan melalui tautan YouTube: www.youtube.com/@dinkesdkijakarta.

    Sumber : Antara

  • Berikut Tips Ajarkan Anak Menggunakan Toilet Jongkok – Halaman all

    Berikut Tips Ajarkan Anak Menggunakan Toilet Jongkok – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Umumnya saat ini, di fasilitas umum atau sebagian rumah sudah menggunakan toilet duduk.

    Namun, ada beberapa tempat yang masih menggunakan toilet jongkok.

    Oleh karena itu, tidak ada salahnya mengajarkan anak menggunakan toilet jongkok ini.

    Anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Meitha Pingkan Esther pun bagikan tips anak menggunakan toilet jongkok.

    “Memang sekarang ini agak menjadi kesulitan pada anak-anak yang biasa duduk di rumah, kemudian akan (menggunakan) closet jongkok,” ungkapnya pada media briefing virtual, Minggu (29/12/2024).

    Oleh karena itu, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah orang tua bisa mencontoh pada anak.

    Anak-anak bisa meniru, orangtua mungkin bisa mencontohkan bagaimana posisi di toilet jongkok.

    Sebelumnya dicontohkan, orang tua perlu memastikan bahwa anak sudah memahami betul toilet training.

    Toilet training adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur.

    Serta, mengenali sinyal tubuhnya untuk buang air kecil dan besar.

    “Makanya anak-anak yang sudah bisa untuk toilet training itu dia sudah mampu untuk meniru. Oh orangtuanya kalau di toilet jongkok seperti ini,” imbuhnya.

    Jadi, anak bisa belajar dengan orangtua sebagai role model dulu.

    Jangan lupa, setiap anak yang berhasil, itu juga karena selalu diberikan penguatan positif.

    “Supaya anak itu tahu, ternyata saya melakukan itu dengan benar. Jadi selalu penguatan positif dan anak itu jangan dihukum,” tutupnya.

  • Berikut Tips Ajarkan Anak Menggunakan Toilet Jongkok – Halaman all

    Berikut Tips Melatih Anak Gunakan Toilet Secara Mandiri – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Meitha Pingkan Esther bagikan tips melatih anak agar bisa menggunakan toilet secara mandiri untuk buang air kecil atau besar.

    Pertama, mempersiapkan jadwal pelatihan dan persiapan menggunakan toilet secara mandiri. 

    “Untuk perlengkapan, perlu sisipan yang ditempatkan di dudukan toilet. Sehingga membuat anak agak lebih nyaman dan membantu keberhasilan toilet training,” ungkapnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Selasa (24/12/2024).

    Kedua, dibutuhkan bangku dan pelindung pada bagian dudukan toilet. 

    Sehingga pada anak laki-laki, kita dapat memastikan bahwa urin itu akan mengalir ke toilet bukan ke dirinya. 

    Tujuan penggunaan bangku untuk toilet training ini akan memudahkan anak naik ke atas toilet dengan aman dan nyaman. 

    “Dan dapat digunakan untuk meletakkan kakinya di atas bangku saat anak duduk di toilet,” imbuhnya. 

    Ketiga, anak diajarkan bagaimana cara duduk dengan nyaman di toilet.

    Yaitu, kaki ditempatkan pada posisi V terbuka, agar anak dapat duduk dengan stabil dan meningkatkan kenyamanannya.

    Keempat, perlu diingat bahwa penggunaan kursi toilet atau potty chair yang diletakkan di luar kamar mandi tidak dianjurkan.

    “Karena dapat menghambat pencapaian tujuan anak pergi ke kamar mandi.  Kalau mau, diletakkan mungkin di kamar mandi.  Bukan di kamar tidur atau di ruangan bermain anak,” imbaunya. 

    Cara Mengenalkan Jadwal dan Pelatihan ke  Toilet pada Anak

    Lebih lanjut Meitha memaparkan cara mengenalkan jadwal dan pelatihan ke toilet pada anak. 

    Orang tua bisa mengajak anak ke kamar mandi setiap 90 menit. 

    “Kalau tidak buang air kecil, interval berikutnya mungkin pendekkan, kita bisa bikin 60 menit. Kalau anak itu buang air kecil, jadwal ke toiletnya kita kembalikan ke 90 menit sehingga di sini anak akan diajar menunggu sampai dia dibawa ke toilet,” jelas Meitha. 

    Ia juga menjelaskan orang tua perlu memberi penguatan agar anak bisa bertahan duduk di toilet selama tiga menit atau lebih. 

    Salah satunya, orang tua bisa mengajak anak bernyanyi atau membawakan mainan agar anak lebih tenang tetapi tetap ingat dia sedang berada di toilet karena perlu buang air kecil atau buang air besar.

    Jika saat jeda ke kamar mandi anak berkemih di celana atau mengompol maka orang tua bisa melakukan koreksi dengan melibatkan anak dalam mengatasi konsekuensi.

    “Ini dilakukan agar anak mengalami konsekuensi alami dan dapat dijadikan pencegah terjadinya insiden lagi,” lanjutnya. 

    Selain itu, orang tua harus memperhatikan frekuensi anak mengompol. 

    Jika anak sering kencing di celana maka orang tua sebaiknya mempersingkat jadwal kunjungan ke toilet. 

    Tidak hanya itu, Meitha juga menyarankan orang tua tidak memakaikan popok atau celana dalam selain pada waktu tidur siang atau malam pada tahap awal toilet training.

  • Berikut yang Perlu Dipersiapkan saat Akan Mengenalkan Toilet Training pada Anak – Halaman all

    Berikut yang Perlu Dipersiapkan saat Akan Mengenalkan Toilet Training pada Anak – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan penting memulai toilet training pada anak.

    Meski, dalam proses ini kerap menjadi tantangan tersendiri, baik bagi orang tua maupun anak itu sendiri.

    Toilet training sendiri adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur, sekaligus mengenali sinyal tubuhnya untuk buang air kecil dan besar. 

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang IDAI, Meitha PE Togas mengatakan, keterlambatan dalam memulai toilet training dapat berpotensi menyebabkan stres.

    Tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi lingkungan seperti tempat penitipan anak dan sekolah.

    Lebih lanjut, Meitha pun menjelaskan faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum memulai toilet training. 

    Pertama, melihat usia usia perkembangan anak.

    Dokter Meitha menjelaskan jika pelatihan menggunakan toilet bisa dilakukan pada rentang usia 12-36 bulan. 

    “Pada usia toddler, di mana periode usia 12 sampai 36 bulan. Pada periode ini anak akan mengeksplorasi lingkungannya dengan sangat cepatnya,” ungkapnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Selasa (24/12/2024).

    Menurut dr Meitha, pada fase ini juga akan muncul fase anal. 

    Yaitu fase yang tepat mengenalkan anggota tubuh pada anak dengan tujuan memudahkan penggunaan toilet. 

    “Dan dikatakan bahwa pada usia 24 bulan, anak memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut, dr Meitha menjelaskan bahwa pada usia 18-30 bulan, kemampuan fisiologis,kognitif dan emosional anak sudah jauh berkembang.

    Dan kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk menjalani toilet training 

    Kedua, anak diketahui sudah mampu menahan kencingnya selama 60 sampai 90 menit.

    Ketiga, anak sudah mengenal sensasi kandung kemihnya penuh atau tidak.

    Keempat, anak harus dapat duduk terus menerus di toilet selama sekitar 15 menit.

    Kelima, tentu anak sudah harus mampu menemukan kamar mandi secara mandiri.

    “Atau dia mampu mengkomunikasikan kebutuhannya ke toilet,” imbuhnya. 

    Keenam, anak sudah harus mampu melepas pakaian, menyeka, menyiram, merapikan, dan mencuci tangan setelah melakukan toilet. 

    “Penting diingat di sini bahwa tidak hanya melihat usianya atau usia perkembangannya. Tapi untuk memulai toilet training, kita juga tidak melakukannya di saat anak dalam keadaan sakit ataupun anak dalam keadaan tegang,”paparnya. 

    Misalnya, toilet training tidak dilakukan saat baru pindah rumah atau mungkin pindah day care.

    “Atau pindah sekolah atau malah ada kelahiran adiknya. Dan toilet training ini juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang.. Sehingga dengan suka rela anak akan belajar untuk kemandirian,” tutupnya. 

  • Ketahui Umur Berapa Sebaiknya Mengenalkan Toilet Training pada Anak – Halaman all

    Ketahui Umur Berapa Sebaiknya Mengenalkan Toilet Training pada Anak – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Toilet training adalah salah satu hal penting dalam tumbuh kembang anak menuju kemandirian.

    Sebagai informasi, toilet training adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur, sekaligus mengenali sinyal tubuhnya untuk buang air kecil dan besar. 

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Meitha P.E. Togas, SpA(K) pun mengungkapkan umur berapa sebaiknya memulai pelatihan toilet atau training toilet pada anak. 

    Dr Meitha menjelaskan jika pelatihan menggunakan toilet bisa dilakukan pada rentang usia 12-36 bulan. 

    “Pada usia toddler, di mana periode usia 12 sampai 36 bulan. Pada periode ini anak akan mengeksplorasi lingkungannya dengan sangat cepatnya,” ungkapnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Selasa (24/12/2024).

    Menurut dr Meitha, pada fase ini juga akan muncul fase anal. 

    Yaitu fase yang tepat mengenalkan anggota tubuh pada anak dengan tujuan memudahkan penggunaan toilet. 

    “Dan dikatakan bahwa pada usia 24 bulan, anak memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut, dr Meitha menjelaskan bahwa pada usia 18-30 bulan, kemampuan fisiologis,kognitif dan emosional anak sudah jauh berkembang.

    Dan kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk menjalani toilet training.

    “Dari beberapa kepustakaan dikatakan bahwa rata-rata usia anak tanpa autisme untuk dilatih toilet training adalah pada usia 2 tahun 6 bulan,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut, dr Meitha memaparkan apa saja faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai program toilet training, seperti: 

    Usia kronologis & usia perkembangan.
    Mampu menahan kencing selama 60-90 menit.
    Mengenal sensasi kandung kemih penuh.
    Duduk terus menerus di toilet selama 15 menit.
    Mampu menemukan kamar mandi secara mandiri atau mampu mengkomunikasikan kebutuhan ke toilet.
    Mampu melepas pakaian, menyeka, menyiram, merapikan dan mencuci tangan. 

    Tidak hanya itu, penting untuk diingat, jangan memulai toilet training disaat anak dalam keadaan sakit atau tegang. 

    Misalnya, ketika baru pindah rumah, pindah day care atau bersamaan dengan kelahiran adiknya. 

    Toilet training juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang sehingga dengan sukarela anak akan belajar untuk kemandirian.

    “Jangan lupa, toilet training harus dilakukan dalam kondisi anak senang dan bebas stres, seperti saat tidak ada perubahan besar dalam hidupnya, misalnya pindah rumah atau kelahiran adik,” tutup dr. Meitha.

  • Penundaan ‘Toilet Training’ Pada Anak Bisa Bikin Penyakit dan Orangtua Stres – Halaman all

    Penundaan ‘Toilet Training’ Pada Anak Bisa Bikin Penyakit dan Orangtua Stres – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Toilet training merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan anak menuju kemandirian. Namun, proses ini tidak jarang menjadi tantangan besar bagi orang tua, keluarga, guru, hingga lingkungan tempat anak berada.

    Sebagai informasi, toilet training adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar dan teratur. Tidak hanya itu, anak juga harus mengenali sinyal dari tubuhnya untuk buang air kecil dan besar.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Meitha P.E. Togas, SpA(K) menyebut memberikan toilet training pada anak jangan sampai tertunda. Sebab bakal memicu stres bagi orang tua dan orang-orang di sekelilingnya.

    “Pada toilet training yang tertunda, ini dapat berpotensi menyebabkan stres bagi orang tua, baik keluarga, tempat penitipan anak, maupun pada guru-guru sekolah,” ujarnya pada Media Briefing dengan topik: Mengenalkan Toilet Training pada Anak yang akan diadakan secara virtual, Rabu(25/12/2024).

    Selain itu, dampak dari penundaan toilet training adalah dikhawatirkan dapat menimbulkan adanya peningkatan penyebaran penyakit seperti infeksi, diare, dan juga hepatitis A. Tidak hanya itu, bisa pula meningkatkan risiko beban kerja kepada guru-guru taman bermain, atau kelompok bermain.

    Kondisi ini dikarenakan kurangnya anak-anak yang terlatih menggunakan toilet. Pada toilet training yang tertunda juga, pada anak akan lebih mudah menolak toilet training.

    Sehingga menyebabkan penolakan untuk buang air besar. Situasi ini bisa menyebabkan terjadinya konstipasi, hingga pemeliharaan kontrol kandung kemih.  “Pada toilet training yang tertunda, terhadap lingkungan dan sosial juga, ini akan meningkatkan biaya. (Misal) akibat penggunaan popok, dan akan berpengaruh juga terhadap lingkungan sekitar,” paparnya.

    Lebih lanjut, dr Meitha memaparkan apa saja faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai program toilet training, seperti:

    1. Usia kronologis dan usia perkembangan.

    2. Mampu menahan kencing selama 60-90 menit.

    3. Mengenal sensasi kandung kemih penuh.

    4. Duduk terus menerus di toilet selama 15 menit.

    5. Mampu menemukan kamar mandi secara mandiri atau mampu mengkomunikasikan kebutuhan ke toilet.

    6. Mampu melepas pakaian, menyeka, menyiram, merapikan dan mencuci tangan.

    Tidak hanya itu, penting untuk diingat, jangan memulai toilet training disaat anak dalam keadaan sakit atau tegang.  Misalnya, ketika baru pindah rumah, pindah daycare atau bersamaan dengan kelahiran adiknya.

    Toilet training juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang sehingga dengan sukarela anak akan belajar untuk kemandirian. “Jangan lupa, toilet training harus dilakukan dalam kondisi anak senang dan bebas stres, seperti saat tidak ada perubahan besar dalam hidupnya, misalnya pindah rumah atau kelahiran adik,” tutup dr. Meitha​.

  • Anak Kecil Laki-laki Harus Diajarkan Duduk Saat Buang Air Kecil, Setelah Itu Baru Berdiri – Halaman all

    Anak Kecil Laki-laki Harus Diajarkan Duduk Saat Buang Air Kecil, Setelah Itu Baru Berdiri – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seiring pertumbuhan si kecil, orang tua tentu pelan-pelan harus berupaya mengajarkan anak agar mandiri melakukan beberapa hal. Salah satunya melatih anak untuk buang air sendiri di kamar mandi atau toilet. 

    Namun sampai saat ini masih menjadi perdebatan terkait anak laki-laki, sebaiknya diajarkan buang air kecil berdiri atau duduk. 

    Konsultan tumbuh kembang anak Dr. Meitha P. E. Togas, Sp.A (K), pun menjawab pertanyaan tersebut. Menurutnya, sama dengan anak perempuan, anak laki-laki juga harus diajarkan duduk saat buang air kecil.

    “Mungkin sama dengan pertanyaan tadi ya. Kalau pada anak laki-laki kita ajarkan dulu duduk,” ujarnya pada seminar media yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Selasa (24/12/2024).

    Selain itu, orang tua juga harus memastikan bahwa anak mesti paham dulu posisi yang tepat ketika menggunakan kloset. Baru nanti setelahnya diajarkan bagaimana untuk dia buang air kecil secara berdiri. 

    “Jadi kita ajarkan dulu duduk,” imbuhnya. 

    Baru, setelah anak tahu dan paham menggunakan kloset duduk, orang tua bisa menuju ke tahap selanjutnya.

    “Nanti setelah dia paham bagaimana toilet duduk, dia merasakan sensasi kandung kemihnya untuk eliminasi, baru nanti kita mengajarkan anak ini bagaimana kalau buang air kecil secara berdiri,” tutupnya.