NGO: IDAI

  • Udara Lembab Musim Pancaroba Tempat Ideal Kuman Penyebab ISPA, Ini Tips Perlindungan Dari Dokter – Halaman all

    Udara Lembab Musim Pancaroba Tempat Ideal Kuman Penyebab ISPA, Ini Tips Perlindungan Dari Dokter – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Dokter spesialis anak dr. Nitish Basant Adnani menyebut, udara yang lembab di musim pancaroba menjadi tempat ideal bagi kuman penyebab ISPA (seperti virus, bakteri dan sebagainya).

     

    Infeksi saluran pernafasan anak (ISPA) menjadi salah satu penyakit yang lebih sering dialami oleh anak di musim pancaroba seperti saat ini.

    Pada musim ini, anak cenderung lebih banyak beraktivitas di ruangan tertutup seperti rumah, sehingga penularan virus maupun bakteri menjadi semakin cepat.

    Hal ini turut berpengaruh terhadap penurunan pajanan vitamin D yang diperoleh dari sinar matahari. Padahal, vitamin D mampu menunjang imunitas tubuh.

     

    Bagaimana melindungi dan mencegah anak terserang ISPA?

    “Gunakan masker di sekolah, tempat umum (untuk anak berusia lebih dari 2 tahun). Biasakan Si Kecil mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau dengan hand sanitizer, serta membatasi kontak dengan orang yang sedang sakit,” tutur dia.

     

    Penting juga memberikan suplementasi dan vaksinasi. Saat ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan suplementasi vitamin D dengan dosis 400 unit per hari untuk anak berusia 0-1 tahun dan 600–1.000 unit per hari untuk anak berusia 1 tahun ke atas.

     

    “Juga asupan yang mencakup gizi seimbang, yakni proporsi karbohidrat, protein, dan lemak yang sesuai anjuran. Jangan lupa untuk vitamin dan mineral seperti sayur dan buah, agar dapat menunjang imunitasnya,” ungkap dokter yang berpraktek di RS Pondok Indah Jakarta ini.

     

    Penanganan Ketika Si Kecil Sakit

     

    Saat anak mulai menunjukkan gejala sakit, sebaiknya segera lakukan pertolongan pertama agar tidak semakin parah.

    Ilustrasi batuk pada anak (freepik)

    Orang tua bisa melakukan hal-hal berikut ini kompres dan waslap si kecil dengan air hangat, terutama pada area dahi dan lipatan tubuh seperti leher, lipatan ketiak, dan lipatan paha, berikan asupan cairan yang lebih untuk hindari dehidrasi, anak disarankan untuk menggunakan pakaian yang tipis, apabila kondisi Si Kecil cukup nyaman, boleh diajak untuk mandi dengan air hangat

     

    Bagi Si Kecil yang mengalami batuk dan pilek, pastikan asupan cairannya tercukupi dengan baik.

     

    Saat sedang mengalami batuk dan pilek, Si Kecil juga disarankan untuk menghindari asupan makanan yang digoreng atau berminyak, serta makanan atau minuman yang manis karena dapat merangsang batuk.

     

    Jika gejala demam, batuk, atau pilek yang dialami Si Kecil cenderung menetap atau terdapat tanda bahaya seperti napas cuping hidung (gerakan hidung yang kembang kempis saat bernapas), tarikan dinding dada saat bernapas, atau napas tampak cepat, segera bawa Si Kecil untuk berobat ke fasilitas kesehatan.

     

    “Orang tua tidak disarankan untuk memberikan obat kepada Si Kecil tanpa dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis anak. Selain jenis obat ditentukan berdasarkan kondisi anak, dosisnya juga harus disesuaikan dengan berat badannya,” pesan dia.

     

    Menjaga kesehatan Si Kecil di musim pancaroba dilakukan dengan penerapan pola hidup sehat serta tindakan pencegahan yang tepat dapat memberikan perlindungan optimal bagi Si Kecil, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit yang mengintai.

     

     

  • Indonesia Posisi Keenam Negara dengan Jumlah Anak Tertinggi yang Belum Dapat Imunisasi Dasar – Halaman all

    Indonesia Posisi Keenam Negara dengan Jumlah Anak Tertinggi yang Belum Dapat Imunisasi Dasar – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia menempati posisi keenam, sebagai negara dengan jumlah anak tertinggi yang belum mendapatkan Imunisasi atau zero dose.

    Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh hoaks dan informasi yang keliru terkait imunisasi.

    Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Prima Yosephine, MKM, memaparkan, data WHO tahun 2023 mencatat bahwa 14,5 juta anak di dunia tidak mendapatkan imunisasi (zero dose), dengan Indonesia menempati posisi keenam tertinggi, yaitu 1.356.367 anak tidak menerima imunisasi dasar pada periode 2019-2023.

    “Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling cost-effective dalam mencegah penyakit dan menyelamatkan 3,5 hingga 5 juta nyawa setiap tahun dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),” ujar dia dalam Pertemuan Jurnalis Pekan Imunisasi Dunia 2025 di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Ia menuturkan, jika anak-anak tidak segera mendapatkan imunisasi kejar, maka risiko terjadinya KLB PD3I akan semakin besar.

    Sebagai solusi, pemerintah meluncurkan inovasi Sepekan Mengejar Imunisasi (PENARI) untuk meningkatkan cakupan imunisasi secara serentak di seluruh pos layanan imunisasi.

    Sejalan dengan itu, Team Leader for Risk Resilience and Governance a.i. United Nations Development Programme (UNDP), Siprianus Bate Soro, menegaskan bahwa hoaks dan misinformasi menjadi hambatan utama dalam meningkatkan cakupan imunisasi.

    “Kami semua harus bersama-sama memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya,” ujarnya.

    Dengan sinergi pemerintah, masyarakat, dan media, imunisasi dapat menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045—demi generasi yang lebih sehat, kuat, dan terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah.

    Ketua Pokja Imunisasi Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Hartono Gunardi, menekankan, meski lingkungan tampak bersih dan bayi tampak sehat, imunisasi tetap diperlukan untuk perlindungan jangka panjang.

    Imunisasi dari Sudut Pandang Agama

    Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Arif Fahrudin, menegaskan bahwa imunisasi sejalan dengan prinsip Islam yang berorientasi pada kemaslahatan dan pencegahan bahaya (madharat).

    Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi:
    1. Imunisasi diperbolehkan (mubah) sebagai upaya membangun kekebalan tubuh.
    2. Vaksin yang digunakan harus halal dan suci.
    3. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.
    4. Penggunaan vaksin berbahan haram/najis hanya diperbolehkan jika: a. dalam kondisi darurat (al-dlarurat) atau kebutuhan mendesak (al-hajat); b. belum tersedia vaksin yang halal dan suci; c. adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.
    5. Jika tidak imunisasi menyebabkan risiko kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen, maka hukumnya menjadi wajib.
    6. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar).

  • Pakar kesehatan sarankan anak-anak tak mandi air hujan

    Pakar kesehatan sarankan anak-anak tak mandi air hujan

    Udara lembap di musim pancaroba menjadi tempat yang ideal bagi kuman penyebab ISPA

    Jakarta (ANTARA) – Pakar kesehatan anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Nitish Basant Adnani menyarankan anak-anak tak mandi hujan kendati ada sumber yang berpendapat bermain di bawah guyuran hujan bisa melatih kreativitas.

    “Paparan terhadap air yang tercemar berisiko membawa kuman, bakteri, maupun virus tertentu. Lebih baik hindarkan si kecil untuk mandi hujan,” ujar dr. Nitish dalam keterangan tertulisnya, Sabtu.

    Nitish mengatakan beberapa sumber menyatakan mandi air hujan dapat memberikan sejumlah manfaat pada anak, seperti melatih kemampuan motorik dan sensorik, memberikan pengalaman bermain di alam, mengurangi rasa cemas, serta mengurang paparan layar (screen time).

    Tapi, dia kembali menegaskan bahwa kegiatan itu lebih baik dihindari karena alasan kesehatan.

    Lalu, kalaupun, anak terpapar air hujan, maka segera lepaskan pakaian yang basah itu.

    “Ajak (anak) mandi dengan air hangat dan sabun,” ujar Nitish yang berpraktik di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya itu.

    Dia mengingatkan pada musim pancaroba seperti seperti beberapa hari terakhir ini rentan memunculkan penyakit terutama bagi anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah.

    Salah satu jenis penyakit yang lebih sering dialami oleh anak di musim pancaroba adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

    “Udara lembap di musim pancaroba menjadi tempat yang ideal bagi kuman penyebab ISPA (seperti virus, bakteri, dan sebagainya) untuk berkembang biak dengan cepat dan meningkatkan risiko penularan pada anak,” jelas Nitish.

    Untuk melindungi anak dari paparan penyakit, penting untuk membiasakan dia mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta membatasi kontak dengan orang yang sedang sakit.

    Pencegahan lainnya yakni menggunakan masker di sekolah, tempat umum, dan tempat ramai lainnya (untuk anak berusia lebih dari dua tahun).

    Selain itu, berikan anak asupan yang mencakup gizi seimbang, yakni proporsi karbohidrat, protein, dan lemak yang sesuai anjuran.

    “Jangan lupa untuk memberikan si kecil makanan dan minuman yang kaya akan vitamin dan mineral seperti sayur dan buah, agar dapat menunjang imunitasnya,” ujar Nitish.

    Penting juga untuk memberikan perlindungan lebih pada anak, antara lain melalui suplementasi dan vaksinasi.

    IDAI pada musim pancaroba merekomendasikan pemberian suplemen vitamin D dengan dosis 400 unit per hari untuk anak berusia 0-1 tahun dan 600–1.000 unit per hari untuk anak berusia 1 tahun ke atas.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ramai-Ramai Dokter Protes Kebijakan Pajak Penghasilan Sri Mulyani

    Ramai-Ramai Dokter Protes Kebijakan Pajak Penghasilan Sri Mulyani

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak lebih dari 5 ribu dokter spesialis anak mengajukan keberatan dengan kebijakan pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023.

    Peraturan ini mengatur tentang ketentuan umum, pemotongan pajak dan penerima penghasilan, penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan.

    Seruan keberatan ini dituangkan dalam surat keberatan permohonan evaluasi kebijakan, yang diteken Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, Senin (17/2/2025).

    Dikutip dari Detik Health, aturan ini dinilai berimbas bagi dokter yang utamanya melayani pasien JKN. Pasalnya, dalam regulasi tersebut, pajak penghasilan dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto, sebelum dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional.

    “Ini berarti dokter membayar pajak atas (pendapatan) yang tidak mereka terima,” ujar Piprim Basarah dalam surat tersebut, dikutip Rabu (19/2/2025).

    Perihal aturan ini, IDAI mengungkapkan pemotongan pajak berdasarkan penghasilan bruto juga membuat dokter yang mendapat honor dari berbagai sumber, seperti seminar, pelatihan, hingga jasa konsultasi lain, juga terbebani pajak progresif lebih tinggi.

    “Ini berpotensi membuat dokter harus membayar pajak tambahan 5% hingga 30% dari pendapatan riil yang mereka terima, pada akhirnya semakin memberatkan,” ungkap IDAI.

    Akibat pemotongan ini, IDAI menilai minat dokter untuk melayani pasien JKN dinilai berpotensi menurun atas kebijakan tersebut. Sebab, sebagian besar dokter anak di RS melayani pasien JKN menggunakan tarif standar yang ditetapkan pemerintah. Apabila, tetap dikenakan pajak atas penghasilan bruto, bukan netto yang diterima dan beban pajak semakin tinggi.

    Menurut IDAI, aturan PMK ini membuat dokter dinilai seolah-olah ditempatkan sebagai pajak perusahaan, saat pajak dikenakan atas omset atau penghasilan bruto, bukan laba bersih.

    Atas keberatan ini, IDAI menyerukan penundaan pelaporan pajak 2024, sebagai bentuk protes dari kebijakan pajak dokter, sampai muncul keputusan yang diharapkan lebih adil dari Kementerian Keuangan.

    “Kami mengajak Kementerian Keuangan untuk berdialog bersama perwakilan IDAI agar kebijakan ini dapat dikaji ulang dengan mempertimbangkan prinsip keadilan bagi dokter yang melayani masyarakat, khususnya pasien JKN,” tegas Piprim Basarah.

    (haa/haa)

  • IDAI Keluhkan Beban Pajak Dokter Tinggi, Kemenkes Buka Suara

    IDAI Keluhkan Beban Pajak Dokter Tinggi, Kemenkes Buka Suara

    Jakarta – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) baru-baru ini melayangkan surat keberatan terkait beban pajak tinggi pada dokter yang berpraktik di RS. Dokter disebut dipaksa membayar pajak atas pendapatan yang tidak mereka terima.

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 168 Tahun 2023, PPh dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto, sebelum dikurangi bagi hasil dengan RS dan biaya operasional.

    “Mayoritas dokter yang terdampak adalah dokter yang melayani pasien JKN. Sebagian besar dokter anak di RS melayani pasien JKN yang menggunakan tarif standar yang ditetapkan pemerintah, jika tetap dikenakan penghasilan bruto, beban pajak yang tinggi bisa menurunkan minat dokter untuk terus melayani pasien JKN,” demikian protes IDAI dalam surat yang diteken Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, Senin (17/2/2025).

    Penurunan minat dikhawatirkan ikut berdampak pada rasio dokter yang berpraktik di rumah sakit, utamanya rumah sakit pemerintah, di tengah masalah distribusi dan kekurangan jumlah dokter.

    Apa Kata Kemenkes?

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Azhar Jaya mengklaim sejauh ini belum ada tren penurunan tenaga dokter yang menangani pasien JKN. Meski begitu, pihaknya masih mengkaji kemungkinan untuk ikut mengusulkan evaluasi kebijakan pajak dokter yang berpraktik di RS.

    “Sampai saat ini kami belum melihat ada penurunan kinerja,” beber dia saat dihubungi detikcom Selasa (18/2).

    “Namun, Ditjen Nakes sedang menganalisis peraturan ini,” lanjutnya.

    Sebelumnya diberitakan, IDAI yang mewakili 5.496 dokter spesialis anak menyerukan penundaan pelaporan pajak, sampai ada perbaikan yang dinilai lebih adil bagi dokter untuk melayani masyarakat. IDAI juga terbuka dengan diskusi dan dialog bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan pengkajian ulang regulasi pajak dokter berpraktik di RS.

    (naf/up)

  • IDAI Serukan Tunda Lapor Pajak, Desak Kemenkeu Kaji Pajak Dokter Praktik di RS

    IDAI Serukan Tunda Lapor Pajak, Desak Kemenkeu Kaji Pajak Dokter Praktik di RS

    Jakarta – Lebih dari 5 ribu dokter spesialis anak mengaku keberatan dengan kebijakan pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023. Hal ini dinilai berimbas bagi dokter yang utamanya melayani pasien JKN.

    Pasalnya, dalam regulasi tersebut, pajak penghasilan dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto, sebelum dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional.

    Dalam praktiknya, dokter hanya mendapat bagian tarif jasa medis lantaran harus berbagi dengan RS, tetapi pajak yang dihitung tetap dari penghasilan bruto yang dibayar pasien.

    “Ini berarti dokter membayar pajak atas (pendapatan) yang tidak mereka terima,” demikian surat keberatan permohonan evaluasi kebijakan, yang diteken Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, Senin (17/2/2025).

    Pemotongan pajak berdasarkan penghasilan bruto juga membuat dokter yang mendapat honor dari berbagai sumber, seperti seminar, pelatihan, hingga jasa konsultasi lain, juga terbebani pajak progresif lebih tinggi.

    “Ini berpotensi membuat dokter harus membayar pajak tambahan 5 persen hingga 30 persen dari pendapatan riil yang mereka terima, pada akhirnya semakin memberatkan,” lanjut surat itu.

    Minat dokter untuk melayani pasien JKN dinilai berpotensi menurun atas kebijakan tersebut. Sebab, sebagian besar dokter anak di RS melayani pasien JKN menggunakan tarif standar yang ditetapkan pemerintah. Bila tetap dikenakan pajak atas penghasilan bruto, bukan netto yang diterima dan beban pajak semakin tinggi.

    Dalam kebijakan tersebut, dokter dinilai seolah-olah ditempatkan sebagai pajak perusahaan, saat pajak dikenakan atas omset atau penghasilan bruto, bukan laba bersih.

    Karenanya, para dokter anak yang tergabung dalam IDAI menyerukan penundaan pelaporan pajak 2024, sebagai bentuk protes dari kebijakan pajak dokter, sampai muncul keputusan yang diharapkan lebih adil dari Kementerian Keuangan.

    “Kami mengajak Kementerian Keuangan untuk berdialog bersama perwakilan IDAI agar kebijakan ini dapat dikaji ulang dengan mempertimbangkan prinsip keadilan bagi dokter yang melayani masyarakat, khususnya pasien JKN,” tandas dia.

    (naf/up)

  • Sosialisasi Pemenuhan Zat Besi pada Anak di Tangerang, Seperti Apa?

    Sosialisasi Pemenuhan Zat Besi pada Anak di Tangerang, Seperti Apa?

    Liputan6.com, Jakarta Zat besi ternyata sangat penting untuk usia anak, terlebih di usia golden age-nya. Kekurangan zat besi akan sangat berbahaya, bukan hanya untuk tumbuh kembang, tapi juga kecerdasan otak anak.

    Menurut data yang dihimpun dari laman IDAI.or.id, kebutuhan zat besi pada anak disesuaikan dengan usianya. Seperti bayi usia 6 hingga 12 bulan adalah 11 mg per hari, sedangkan anak berusia 1- 3 tahun atau batiya membutuhkan zat besi lebih sedikit, yaitu 7 mg per hari. 

    Untuk memantau hal tersebut, merk supermarket Alfamidi, bekerja sama dengan SGM Eksplor menggelar Keluarga Sehat Alfamidi dalam program Edukasi Kesehatan Anak bertajuk “Cegah Kekurangan Zat Besi pada si Kecil”. 

    “Acara berlangsung di gerai Alfamidi Super Teluknaga, Tangerang. Kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi mengenai pentingnya pencegahan kekurangan Zat Besi pada anak serta cara menjaga kesehatan anak sejak dini,”ujar Retriantina Marhendra, Corporate Communication Manager Alfamidi, Kamis (6/3/2025).

    Menurutnya, ini langkah untuk mendukung pemerintah ciptakan Generasi Emas 2045. 

    Selain edukasi, berbagai aktivitas juga dihadirkan dalam kegiatan ini, diantaranya cek kesehatan dan pemantauan tumbuh kembang anak. Menariknya, salah satu metode pengecekan menggunakan Kalkulator Zat Besi yang diinisiasi oleh SGM Eksplor.

    Di tempat yang sama, Siti Hanifah selaku Ahli Gizi menjelaskan, saat ini banyak orang tua yang masih belum memahami dan menganggap kondisi kekurangan zat besi bukanlah hal yang penting bagi anak, padahal dampaknya sangat berpengaruh pada kognitif anak kedepannya. 

    “Jika dibiarkan, kekurangan zat besi pada anak dapat menghambat perkembangan daya pikir anak seperti fokus dan aktif belajar yang nantinya berpengaruh pada menurunnya kualitas hidup anak. Faktanya, saat ini 1 dari 3 anak Indonesia masih mengalami kekurangan zat besi,”ujarnya.

    Beberapa faktor menjadi pemicu kondisi kekurangan zat besi seperti kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan penyerapan zat besi yang buruk. Untuk itu penting memastikan anak-anak mendapatkan asupan zat besi yang cukup melalui makanan yang kaya akan zat besi seperti daging, ikan, telur, atau sayuran hijau. 

    Jika diperlukan atau disarankan oleh dokter anak, susu pertumbuhan dapat menjadi salah satu sumber tambahan gizi untuk mencegah kekurangan zat besi pada anak-anak. Di sisi lain, orang tua juga perlu melakukan skrining kekurangan zat besi atau konsultasi ke tenaga ahli sebagai salah satu pencegahan kekurangan zat besi pada anak.

    Sementara, Anggi Septie Morika, Head of Brand SGM Eksplor menjelaskan, pihaknya berkolaborasi bersama Alfamidi untuk terus memenuhi kecukupan zat besi anak Indonesia. SGM Eksplor terus berkomitmen untuk dukung generasi maju Indonesia sejak 1954 dengan menyediakan produk nutrisi berkualitas dan inovatif. 

    “Kami juga menghadirkan Kalkulator Zat Besi, alat interaktif digital yang dirancang untuk memberi indikasi non-medis terkait kecukupan zat besi si kecil. Harapannya orang tua bisa melakukan cek mandiri kecukupan zat besi si kecil secara berkala dan sedini mungkin,”katanya.

     

     

     

     

  • Tips Kenalkan Puasa pada Anak, Begini Saran Dokter Agar Si Kecil Tak Trauma

    Tips Kenalkan Puasa pada Anak, Begini Saran Dokter Agar Si Kecil Tak Trauma

    Jakarta

    Bulan Ramadan dapat menjadi momen baik bagi orang tua untuk bisa melatih anak berpuasa. Tapi, mungkin masih ada banyak orang tua yang belum tahu bagaimana cara mengajari anak berpuasa dengan benar dan sehat.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Harjoedi Adji Tjahjono SpA, SubSpEndo menuturkan bahwa salah satu cara terbaik melatih anak untuk berpuasa adalah dengan cara tidak memaksa. Kenalkan ibadah puasa Ramadan secara perlahan dan buat puasa menjadi hal yang menyenangkan.

    “Jadi puasa itu ya memang wajib tapi jangan terlalu memaksa kepada anak kita, buat supaya dia tidak trauma. Dikenalkan, diajak, kita beri contoh, jadi bareng-bareng. Jadi beberapa kesalahan itu biasanya orang tua mungkin terlalu memaksa untuk puasa penuh, padahal mereka belum siap,” kata dr Adji dalam webinar IDAI, Selasa (4/3/2025).

    Pengenalan bisa dilakukan dengan memperlihatkan momen kebersamaan saat buka puasa, diajak sholat tarawih, dan apabila anak sudah sedikit lebih besar boleh mulai diajak sahur. Ketika ingin mencoba puasa, kenalkan anak dengan puasa setengah hari terlebih dahulu.

    Proses belajar dan pengenalan tersebut bisa terus ditingkatkan pada anak secara berkala. Apabila anak berhasil menjalankan puasanya baik penuh atau setengah hari, jangan lupa untuk memberikan pujian.

    dr Adji juga mengingatkan orang tua untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi anak selama puasa. Pastikan nutrisi anak selama puasa cukup, tidak kekurangan apalagi berlebihan. Berikan anak makanan yang mengandung protein, karbohidrat kompleks, serta serat yang baik untuk tubuh.

    Jangan lupa juga untuk mengajarkan anak mengatur pola makan selama menjalani ibadah puasa.

    “Gizi itu perlu diperhatikan bagaimana menu sahur, bagaimana menu berbuka, jangan langsung makan yang banyak, pelan-pelan. Misalnya takjil dulu, lalu solat, baru makan besar. Kemudian setelah tarawih ada snack seperti itu,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • Pilih Makanan Sahur yang Tepat, Anak Lebih Kuat Puasa Seharian

    Pilih Makanan Sahur yang Tepat, Anak Lebih Kuat Puasa Seharian

    Jakarta, Beritasatu.com – Memilih makanan sahur yang tepat sangat penting agar anak tetap bertenaga dan tidak mudah lapar selama berpuasa. Kuncinya adalah mengonsumsi karbohidrat kompleks, yang dapat memberikan energi tahan lama.

    Menurut Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Harjoedi Adji Tjahjono, nasi adalah sumber karbohidrat kompleks yang baik dikonsumsi saat sahur karena dicerna lebih lambat oleh tubuh.

    “Karbohidrat kompleks dipecah lebih lama di dalam tubuh, sehingga energi dilepaskan bertahap sepanjang hari. Contohnya adalah nasi dan roti gandum,” ujar Harjoedi dalam media briefing IDAI secara virtual, Selasa (4/3/2025).

    Selain nasi, roti gandum juga menjadi pilihan makanan sahur mengandung karbohidrat kompleks, yang baik untuk anak karena memberikan efek kenyang lebih lama.

    Selain karbohidrat kompleks, protein juga berperan penting dalam menjaga rasa kenyang lebih lama dan mendukung pertumbuhan anak. Protein bisa diperoleh dari telur, ayam, tempe, dan tahu.

    “Untuk lemak, pilih yang sehat, seperti alpukat, kacang-kacangan, atau minyak zaitun. Ini bisa menjadi sumber energi tahan lama bagi anak,” tambahnya.

    Agar anak tetap terhidrasi selama puasa, pastikan konsumsi sayur dan buah kaya air seperti bayam, brokoli, melon, dan jeruk. Kombinasi gizi yang seimbang ini akan membantu anak menjalani puasa dengan lebih segar dan bertenaga sepanjang hari.

    Dengan pola makan sahur yang tepat, anak bisa menjalani puasa dengan lebih nyaman dan tetap sehat selama Ramadan.

  • Awas, Diabetes Mengintai! Hindari Konsumsi Makanan dan Minuman Manis Berlebih Saat Berbuka Puasa

    Awas, Diabetes Mengintai! Hindari Konsumsi Makanan dan Minuman Manis Berlebih Saat Berbuka Puasa

    Jakarta, Beritasatu.com – Berbuka puasa dengan makanan manis memang menggoda, terutama setelah seharian menahan lapar dan haus. Namun, konsumsi gula berlebihan bisa berdampak negatif bagi kesehatan, termasuk meningkatkan risiko diabetes.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Harjoedi Adji Tjahjono, menjelaskan ada alasan biologis di balik keinginan makan manis saat berbuka. Setelah berpuasa, kadar gula dalam darah menurun, sehingga tubuh secara alami mencari sumber energi cepat.

    “Memberikan anak makanan atau minuman manis sebenarnya tidak masalah, karena tubuh membutuhkan energi setelah seharian berpuasa,” ujar Harjoedi dalam media briefing IDAI secara virtual, Selasa (4/3/2025).

    Meskipun tubuh membutuhkan gula, konsumsi berlebihan bisa menimbulkan efek samping. Selain meningkatkan risiko diabetes, lonjakan gula dalam tubuh dapat menyebabkan energi naik drastis dan turun dengan cepat, yang justru membuat tubuh lemas.

    “Harus hati-hati, terlalu banyak konsumsi gula bisa menyebabkan lonjakan energi yang cepat, tetapi kemudian turun drastis, membuat tubuh jadi lemas,” tambahnya.

    Oleh karena itu, penting untuk mengontrol jumlah gula yang dikonsumsi dan memilih sumber gula alami yang lebih sehat.

    Untuk berbuka puasa yang lebih sehat, Harjoedi menyarankan konsumsi buah dengan kadar air tinggi seperti kurma, pepaya, melon, semangka, dan jeruk. Buah-buahan ini tidak hanya memberikan energi yang cukup tetapi juga membantu menjaga hidrasi tubuh.

    “Boleh berikan jus atau es buah, tetapi hindari terlalu banyak gula tambahan. Sebaiknya pilih sumber gula alami, seperti kurma, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, atau buah segar seperti pepaya, semangka, dan jeruk,” jelasnya.

    Dengan pola makan yang tepat, berbuka puasa tidak hanya menyegarkan tetapi juga lebih sehat bagi tubuh.