NGO: IDAI

  • Video IDAI Gelar Doa Bersama 3 Hari Berturut-turut, Ada Apa?

    Video IDAI Gelar Doa Bersama 3 Hari Berturut-turut, Ada Apa?

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengumumkan gerakan ‘Mengetuk Pintu Langit’ lewat doa bersama selama tiga hari berturut-turut mulai 5-7 Mei 2025. Dalam keterangannya, IDAI menyebut gerakan ini merupakan bentuk solidaritas dan dukungan untuk rekan sejawat mereka yang terzalimi. Mereka juga menggaungkan #DokterAnakBerduka #IDAIBerduka #StopIntimidasi #LawanKezaliman #SaveDokterSavePasien di media sosial. Ketua IDAI dr Piprim B. Yanuarso dalam pernyataannya pun menyinggung tentang kewenangan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dianggap menekan dokter-dokter.

  • Video 8 Poin Pernyataan Kemenkes Merespons Protes IDAI

    Video 8 Poin Pernyataan Kemenkes Merespons Protes IDAI

    Video 8 Poin Pernyataan Kemenkes Merespons Protes IDAI

  • Kemenkes Sayangkan Ada Aksi Pita Hitam IDAI karena Mutasi Dokter Anak di RSCM – Halaman all

    Kemenkes Sayangkan Ada Aksi Pita Hitam IDAI karena Mutasi Dokter Anak di RSCM – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menyayangkan, aksi pita hitam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai protes dimutasinya dokter anak di RS vertikal Kemenkes.

    Juru bicara Kemenkes Drg. Widyawati MKM, menyatakan, Kemenkes menghormati hak menyampaikan aspirasi, termasuk melalui doa bersama oleh IDAI.

    Namun, pihaknya menyayangkan bila kegiatan tersebut berpotensi mengganggu layanan kesehatan anak atau digunakan sebagai alat tekanan untuk kepentingan pribadi.

    Fokus utama Kemenkes adalah menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan anak di seluruh Indonesia.

    “Anak-anak adalah kelompok rentan yang hak atas layanannya tidak boleh dikorbankan oleh dinamika politik organisasi profesi,” ujar dia kepada wartawan Senin (5/5/2025).

    Dokter Widya mengungkapkan, Kemenkes menyesalkan bila organisasi profesi seperti IDAI dimobilisasi untuk membangun narasi seolah terjadi penzoliman terhadapt elit-elit IDAI.

    “Kami menegaskan yang terjadi (mutasi) adalah penataan sistem berdasarkan kebutuhan masyarakat dan kepentingan publik,” tutur drg Widya.

    Dokter-dokter anak yang berstatus ASN, perlu menempatkan kepentingan pasien dan institusi di atas loyalitas personal, apalagi jika berisiko merugikan rumah sakit tempat mereka bekerja dan masyarakat yang dilayani.

    Kemenkes menolak narasi mutasi ini merupakan bentuk tekanan atau pembungkaman.
    Rotasi ASN adalah bagian dari tata kelola sumber daya manusia demi efisiensi dan pemerataan layanan.

    “Kami mengajak semua dokter anak untuk tetap profesional, rasional, dan berfokus pada kepentingan pasien. Jangan sampai pelayanan terganggu oleh provokasi yang membelokkan semangat organisasi profesi,” tutur dia.

    Kemenkes membuka ruang dialog dengan seluruh organisasi profesi, termasuk IDAI.

    Namun menyayangkan penggunaan organisasi profesi sebagai alat untuk menekan kebijakan publik demi kepentingan individu adalah hal yang tidak dapat dibenarkan.

    Masyarakat berhak atas pelayanan yang optimal.

    Kemenkes akan terus memastikan layanan kesehatan anak tetap berjalan tanpa gangguan di seluruh fasyankes Indonesia.

    Mutasi Ketua IDAI

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pusat dr. Piprim Basarah Yanuarso dimutasi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF).

    Menurut Kemenkes, pemindahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak di RS Fatmawati, Jakarta.

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K). (dok. Konsula)

    Tidak lama setelah pemindahan dr Piprim melalui media sosial Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI Rizky Adriansyah berkomentar.

    Rizky menuturkan, keputusan itu tidak terlepas dari sikap IDAI yang menolak pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak oleh Kemenkes.

    Dalam unggahan tersebut, disebutkan sejumlah dampak pemindahan tersebut antara lain kualitas pendidikan dokter subspesialis kardiologi anak yang akan memburuk, karena dengan pemindahan tersebut, hanya ada satu pengajar yang kompeten memberikan materi tersebut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

    Pemindahan ini membuat para pasien tak bisa berkonsultasi dengan dr. Piprim secara langsung lagi. Selain itu, dia menilai hal ini tidak sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter subspesialis kardiologi anak.

    Dalam unggahan terpisah, Rizky menyebutkan apabila ingin menguatkan dan mengembangkan layanan jantung anak, maka seharusnya dipindahkan ke daerah, bukan di Jakarta yang sudah banyak RS yang mampu melaksanakan layanan itu.

    Namun demikian, pemindahan tugas ini tidak akan mengubah sikap IDAI terkait kolegium.

    Tidak lama setelah itu dikabarkan bahwa dr. Rizky Adriansyah diberhentikan dari posisinya di Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.

     

     

  • PB IDI Keberatan atas Mutasi Mendadak Dokter oleh Kemenkes

    PB IDI Keberatan atas Mutasi Mendadak Dokter oleh Kemenkes

    PB IDI Keberatan atas Mutasi Mendadak Dokter oleh Kemenkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (
    PB IDI
    ) Slamet Budiarto menyampaikan keprihatinan yang mendalam mengenai banyaknya anggota IDI di rumah sakit vertikal yang dimutasi secara mendadak.
    Menurutnya, anggota IDI yang terakhir dimutasi secara mendadak adalah beberapa dokter yang bertugas di rumah sakit vertikal. Satu orang dokter yang bertugas di Rumah Sakit H Adam Malik diberhentikan secara mendadak.
    Slamet menyampaikan, tindakan dan keputusan secara sepihak oleh
    Kementerian Kesehatan
    (Kemenkes) tersebut dinilai kontraproduktif dan dapat berdampak negatif terhadap layanan kesehatan di rumah sakit vertikal tersebut.
    “Mutasi atau pemberhentian mendadak ini berpotensi menciptakan situasi dan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian di kalangan dokter, dan mengganggu pelayanan di rumah sakit vertikal,” ujar Slamet kepada Kompas.com, Minggu (4/5/2025) malam.
    Dia pun menekankan, dokter memiliki hak untuk menyampaikan pendapat yang konstruktif, dan masukan terkait kebijakan Kemenkes berpotensi dapat merugikan pelayanan kesehatan.
    “Sebagai organisasi profesi, kami mendorong dialog antara Kementerian Kesehatan dan tenaga medis untuk mencapai kesepakatan yang memberi manfaat kesehatan bagi masyarakat,” sambungnya.
    Slamet mengatakan, PB IDI memohon kepada Kemenkes untuk menghormati dan melindungi hak dokter, terutama dalam menyampaikan pendapat, serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pelayanan kesehatan.
    Sebagai bentuk keprihatinan atas tindakan dan keputusan sepihak ini, PB IDI meminta Kemenkes untuk meninjau kembali dan membatalkan keputusan mutasi dan pemberhentian terhadap dokter tersebut demi kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat.
    Dikutip dari Tribunnews.com baru-baru ini ramai soal mutasi dr Piprim B Yanuarso, yang juga dikenal sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). dr Piprim Yanuarso pindah dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF).
    Terkait hal ini, dr Piprim pun memberikan responsnya.
    Ia mengungkapkan, mutasi ini dianggap menyalahi prosedural, tidak adil, dan diskriminatif.
    Pada keterangannya, dr Piprim menyebut jika ia belum menerima secara fisik surat mutasi tersebut.
    “Jadi kronologinya pada hari Jumat sekitar jam 10-an saya ditelepon oleh salah seorang teman sejawat yang melihat potongan foto yang memuat nama saya dimutasi. Bukan hanya saya, ada beberapa dokter. Dan saya dimutasikan dari Rumah Sakit RSCM ke RS Fatmawati,” kata dr Piprim lewat keterangan resmi, Selasa (29/4/2025).
    “Itu tanggal 25 April. Sampai dengan kemarin, 28 April, saya sendiri belum menerima fisik surat mutasi tersebut. Sehingga saya juga tidak tahu ini benar-benar atau hoaks. Tapi sepertinya benar-benar ya. Surat mutasi yang ditandatangani oleh Dirjen Azhar Jaya itu sampai sekarang belum saya terima,” sambungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Sejumlah Dokter Dimutasi dan Diberhentikan Mendadak oleh Kemenkes
                        Nasional

    6 Sejumlah Dokter Dimutasi dan Diberhentikan Mendadak oleh Kemenkes Nasional

    Sejumlah Dokter Dimutasi dan Diberhentikan Mendadak oleh Kemenkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Sejumlah
    dokter diberhentikan
    dan dimutasi mendadak dari rumah sakit vertikal atau yang berada di bawah Kementerian Kesehatan.
    Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menyampaikan, anggota IDI yang terakhir dimutasi secara mendadak adalah beberapa dokter yang bertugas di rumah sakit vertikal.
    Satu orang dokter yang bertugas di Rumah Sakit H Adam Malik diberhentikan secara mendadak.
     
    Slamet pun menyampaikan keprihatinan yang mendalam mengenai kejadian ini.
    “Mutasi atau pemberhentian mendadak ini berpotensi menciptakan situasi dan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian di kalangan dokter, dan mengganggu pelayanan di rumah sakit vertikal,” ujar Slamet kepada Kompas.com, Minggu (4/5/2025) malam.
    Seperti dikutip dari Tribunnews.com, baru-baru ini ramai soal mutasi
    dr Piprim
    B Yanuarso, yang juga dikenal Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
    Piprim Yanuarso pindah dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF).
    Terkait hal ini, dr Piprim pun memberikan responsnya. Ia mengungkapkan mutasi ini dianggap menyalahi prosedural, tidak adil dan diskriminatif.
    Pada keterangannya, dr Piprim menyebut jika ia belum menerima secara fisik surat mutasi tersebut.
    “Jadi kronologinya pada hari Jumat sekitar jam 10-an saya ditelepon oleh salah seorang teman sejawat yang ada melihat potongan foto yang memuat ada nama saya dimutasi dokter. Bukan hanya saya, ada beberapa dokter. Dan saya dimutasikan dari RSCM ke RS Fatmawati,” kata dr Piprim lewat keterangan resmi, Selasa (29/4/2025).
    “Itu tanggal 25 April. Sampai dengan kemarin 28 April saya sendiri belum menerima fisik surat mutasi tersebut. Sehingga saya juga tidak tahu ini beneran atau hoax. Tapi sepertinya beneran ya,” sambungnya.
    Slamet menyampaikan, tindakan dan keputusan secara sepihak oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut dinilai kontraproduktif dan dapat berdampak negatif terhadap layanan kesehatan di rumah sakit vertikal tersebut.
    Dia pun menekankan bahwa dokter memiliki hak untuk menyampaikan pendapat yang konstruktif, dan masukan terkait kebijakan Kemenkes berpotensi dapat merugikan pelayanan kesehatan.
    “Sebagai organisasi profesi, kami mendorong dialog antara Kementerian Kesehatan dan tenaga medis untuk mencapai kesepakatan memberi manfaat kesehatan bagi masyarakat,” sambungnya.
    Slamet mengatakan, PB IDI memohon kepada Kemenkes untuk menghormati dan melindungi hak dokter, terutama dalam menyampaikan pendapat, serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pelayanan kesehatan.
    Sebagai bentuk keprihatinan atas tindakan dan keputusan sepihak ini, PB IDI meminta Kemenkes untuk meninjau kembali dan membatalkan keputusan mutasi dan pemberhetian terhadap dokter tersebut demi kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PB IDI Prihatin Kebijakan Mutasi dan Pemberhentian Mendadak Sejumlah Dokter di Rumah Sakit Vertikal – Halaman all

    PB IDI Prihatin Kebijakan Mutasi dan Pemberhentian Mendadak Sejumlah Dokter di Rumah Sakit Vertikal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan mutasi dan pemberhentian mendadak sejumlah dokter yang bertugas di rumah sakit vertikal milik pemerintah.

    PB IDI menilai keputusan sepihak dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini tidak hanya mencederai hak profesional tenaga medis, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas dan kualitas pelayanan kesehatan nasional.

    Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto menyebut bahwa mutasi dilakukan tanpa alasan yang jelas dan dilakukan secara tiba-tiba, termasuk terhadap seorang dokter di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik yang diberhentikan secara mendadak.

    “Tindakan dan keputusan sepihak oleh Kementerian Kesehatan ini dinilai kontraproduktif dan dapat berdampak negatif terhadap layanan kesehatan di rumah sakit vertikal tersebut,” kata Slamet Budiarto dalam keterangan yang diterima pada Minggu (4/5/2025).

    PB IDI menegaskan bahwa setiap dokter memiliki hak untuk menyampaikan pendapat secara konstruktif dan memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan masyarakat.

    Organisasi profesi ini juga menyebut bahwa kebijakan mutasi tanpa kejelasan dan transparansi dapat menimbulkan ketidakpastian di kalangan dokter, serta menciptakan iklim kerja yang tidak sehat.

    “Mutasi atau pemberhentian mendadak ini menciptakan situasi yang penuh ketidakpastian di kalangan dokter dan mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat, terutama di rumah sakit vertikal,” kata Slamet.

    Sebagai organisasi profesi, PB IDI mendorong agar Kementerian Kesehatan membuka ruang dialog yang sehat dan transparan dengan tenaga medis, guna mencapai kebijakan yang adil dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan nasional.

    Menurutnya, PB IDI juga secara tegas meminta Kemenkes untuk meninjau ulang dan membatalkan kebijakan mutasi dan pemberhentian tersebut.

    “PB IDI memohon kepada Kementerian Kesehatan untuk menghormati dan melindungi hak-hak dokter, terutama dalam hal menyampaikan pendapat serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada pelayanan kesehatan,” katanya.

    Sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap rekan sejawat yang terdampak, PB IDI menyerukan kepada seluruh dokter di Indonesia untuk tetap bersatu, mendukung kebebasan berpendapat, dan berjuang bersama demi terciptanya sistem kesehatan yang lebih baik.

    Pernyataan PB IDI tersebut sekaligus merespon pemindahan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pusat dr. Piprim Basarah Yanuarso dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF). Menurut Kementerian Kesehatan, pemindahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak di RS Fatmawati, Jakarta.

    Tidak lama setelah pemindahan dr Piprim melalui media sosial Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI Rizky Adriansyah berkomentar. Menurutnya, keputusan itu tidak terlepas dari sikap IDAI yang menolak pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak oleh Kemenkes.

    Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa sejumlah dampak pemindahan tersebut antara lain kualitas pendidikan dokter subspesialis kardiologi anak yang akan memburuk, karena dengan pemindahan tersebut, hanya ada satu pengajar yang kompeten memberikan materi tersebut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

    Pemindahan ini, katanya, membuat para pasien tak bisa berkonsultasi dengan dr. Piprim secara langsung lagi. Selain itu, dia menilai bahwa hal ini tidak sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter subspesialis kardiologi anak.

    Dalam unggahan terpisah, Rizky menyebutkan bahwa apabila ingin menguatkan dan mengembangkan layanan jantung anak, maka seharusnya dipindahkan ke daerah, bukan di Jakarta yang sudah banyak RS yang mampu melaksanakan layanan itu.

    Namun demikian, kata Rizky, pemindahan tugas ini tidak akan mengubah sikap IDAI terkait kolegium.

    Tidak lama setelah itu dikabarkan bahwa dr. Rizky Adriansyah diberhentikan dari posisinya di Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.

    Respons Kemenkes

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memberikan penjelasan terkait mutasi dokter spesialis di RS vertikal milik pemerintah.

    Melalui keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Kemenkes menegaskan rotasi tersebut merupakan hal biasa dalam organisasi.

    Selaim dr. Piprim, ada 12 dokter lainnya dari spesialis yang berbeda yang turut dirotasi untuk pengembangan RS Kemenkes.

    Kemenkes menilai, perpindahan dr Piprim untuk memenuhi kebutuhan mendesak di Rumah Sakit Fatmawati (RSF).

    Saat ini di RSF, hanya memiliki satu sub-spesialis kardiologi anak dan akan segera memasuki masa pensiun.

    “Kehadiran dr.Piprim diperlukan untuk memperkuat dan mengembangkan layanan kardiologi anak di RSF,” tulis keterangan itu pada Selasa (29/4/2025).

    Kemenkes menjelaskan,RSF juga merupakan rumah sakit pendidikan utama bagi Fakultas Kedokteran UIN serta menjadi bagian dari jejaring rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI).

    Kemenkes juga membantah adanya informasi bahwa RSCM akan kekurangan pendidik dokter sub-spesialis jantung anak adalah tidak tepat.

    Saat ini, RSCM memiliki 4 dokter sub-spesialis jantung anak aktif lainnya, sehingga pelayanan kepada peserta didik dan pasien tetap terjamin dan tidak terganggu.

    Pasien yang sebelumnya mendapatkan layanan dari dr. Piprim di RSCM tetap dapat dilayani di RSF.

    Jarak tempuh antara RSCM dan RSF tidaklah jauh sehingga pelayanan kesehatan pediatrik/anak masih bisa dilakukan.

    “Adapun mutasi ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan regulasi yang berlaku. Mutasi juga berdasarkan pada kebutuhan institusi dan pengembangan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” tegas rilis tersebut.

    Kemenkes menegaskan, rotasi ini bukan penghambatan karir dr. Piprim.

    Namun, penugasan ini merupakan kepercayaan untuk memperluas peran beliau dalam membangun dan mengembangkan layanan jantung anak di RSF, sekaligus memperkuat layanan kesehatan anak tingkat nasional.

  • Mutasi Mendadak dr. Piprim Basarah Yanuarso: Ini Penjelasan Resmi Kemenkes

    Mutasi Mendadak dr. Piprim Basarah Yanuarso: Ini Penjelasan Resmi Kemenkes

    JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara soal pemindahan mendadak Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati (RSUP Fatmawati). Mutasi tersebut disebut sebagai bagian dari strategi pengembangan layanan kesehatan dan pendidikan kedokteran nasional.

    “Pemindahan dr. Piprim dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak di RS Fatmawati, yang saat ini hanya memiliki satu dokter subspesialis kardiologi anak dan akan segera memasuki masa pensiun,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, dalam keterangan resmi yang dikutip dari Antara, Selasa 30 April.

    Aji menjelaskan bahwa kehadiran dr. Piprim di RS Fatmawati diharapkan dapat memperkuat dan mengembangkan layanan kardiologi anak di rumah sakit tersebut, yang juga merupakan rumah sakit pendidikan utama bagi Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah serta bagian dari jejaring pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

     

    Pelayanan Pasien dan Pendidikan Tetap Terjamin di RSCM

    Menanggapi kekhawatiran publik, Aji memastikan bahwa pelayanan di RSCM tidak akan terganggu. “Saat ini RSCM masih memiliki empat dokter subspesialis kardiologi anak aktif lainnya, sehingga baik pelayanan kepada pasien maupun pendidikan tetap berjalan seperti biasa,” ujarnya.

    Menurut Aji, mutasi ini tidak akan mengurangi akses pasien terhadap layanan dr. Piprim. Pasien masih bisa mendapatkan pelayanan di RS Fatmawati, yang jaraknya relatif dekat dari RSCM.

    “Mutasi ini sudah sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan institusi. Ini bukan bentuk penghentian karier, tetapi justru kepercayaan untuk memperluas kontribusi dr. Piprim dalam pengembangan layanan kesehatan anak secara nasional,” tegas Aji.

    Respons Terhadap Kritik di Media Sosial

    Sebelumnya, pemindahan dr. Piprim sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial. Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI, dr. Rizky Adriansyah, menyebut mutasi ini berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dokter subspesialis kardiologi anak di RSCM.

    Dalam unggahannya, dr. Rizky menyatakan bahwa pemindahan tersebut membuat RSCM kekurangan pengajar kompeten untuk mendidik calon dokter subspesialis, sementara di RS Fatmawati sendiri layanan jantung anak belum sepenuhnya berjalan optimal.

    Rizky juga mengaitkan mutasi ini dengan sikap IDAI yang menolak rencana pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak oleh Kemenkes. Meski begitu, ia menegaskan bahwa pemindahan tugas dr. Piprim tidak akan mengubah sikap organisasi.

    Akibat aksi pembelaan yang dilakukannya Rizky juga mengalami pembebastugasan mendadak. Dia yang selama ini bertugas di RS Adam Malik, Medan, dibebastugaskan dari rumah sakit tersebut. Ada dugaan pembebastugasan ini ada korelasinya dengan pembelaan yang ia lakukan untuk koleganya dr. Piprim Basara Yanuarso.

    Rotasi Dokter adalah Hal Biasa

    Aji Muhawarman menekankan bahwa rotasi seperti ini adalah hal lazim dalam organisasi besar seperti Kemenkes. Selain dr. Piprim, terdapat 12 dokter spesialis lain yang turut dimutasi sebagai bagian dari upaya penguatan rumah sakit vertikal Kemenkes.

    “Rotasi ini adalah langkah strategis untuk mendistribusikan tenaga ahli secara merata dan memastikan layanan kesehatan berkualitas di berbagai rumah sakit pemerintah,” tambahnya.

  • Selain Genetik, Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak Bisa Dipengaruhi Lingkungan – Halaman all

    Selain Genetik, Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak Bisa Dipengaruhi Lingkungan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi IDAI, DR Dr. Nur Rochmah sampaikan diabetes melitus (DM) tipe 1 yang dialami anak dipengaruhi risiko genetik hingga faktor lingkungan. 

    “Patogenesisnya jadi ada proses kerentanan genetik ada gen yang berperan ini, kalau terpicu faktor lingkungan itu baru manifest, jadi proses autoimun,” ungkapnya dalam media talk yang digelar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara daring, Jumat (2/5/2025). 

    Ia menjelaskan meskipun Diabetes Melitus tipe 1 pada anak dikaitkan dengan faktor genetik, ternyata itu hanya sekitar 20 persen menyumbangkan faktor risiko.

    Namun, pada beberapa kondisi DM tipe 1 dipicu karena proses autoimun, di mana itu sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya

    “Ada faktor genetik ber disposisi ketemu faktor lingkungan dan ini bisa kekurangan vitamin D, bisa infeksi sebelumnya. Kemudian selama bertahun-tahun terjadi destruksi dan ketika pasien datang ke kita dengan gejala itu sudah tinggal 10 persen insulin secara teorinya,” paparnya lagi. 

    Faktor risiko genetik, kata dr Nur bisa dilakukan upaya pencegahan dengan pemberian vitamin D.

    “Faktor risiko dari genetik menjadi manifest itu hanya sekitar 20 persen, jadi bagaimana supaya tetap silent? Bisa memberikan pola hidup yang baik, terus ada peran vitamin D juga di situ untuk primary prevention ya, lifestyle yang sehat,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut pada kesempatan yang sama Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dokter spesialis anak konsultan kardiologi Piprim Basarah Yanuarso ungkap kasus diabetes melitus tipe 1 masih banyak yang tidak terdiagnosis. 

    Umumnya, pasien baru datang jika kondisi sudah parah atau stadium lanjut.

    “Masalahnya adalah masih banyak kasus diabetes melitus tipe 1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis.”

    “Jadi, anak-anak yang terdeteksi diabetes ini (sudah) dalam kondisi yang sudah berat, baru ketahuan,” ungkapnya pada media briefing virtual, Jumat (2/5/2025). 

    Diabetes melitus tipe 1 adalah kondisi penyakit autoimun di mana pankreas tidak bisa memproduksi atau sedikit sekali produksi insulin.

    Berbeda dengan diabetes tipe 2 yang memang disebabkan oleh gaya hidup, sehingga bisa menyerang siapa saja. 

    Menurut dr Piprim, salah satu penyebab terlambatnya deteksi dini adalah karena kurangnya kesadaran akan gaya hidup sehat. 

    Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum begitu mengenal gejala atau tanda dari penyakit ini. 

     

  • Selain Genetik, Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak Bisa Dipengaruhi Lingkungan – Halaman all

    5 Langkah Tata Laksana Agar Kadar Gula Anak dengan Diabetes Melitus Tipe 1 Tetap Stabil – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menjaga kadar gula anak dengan diabetes melitus tipe 1 agar tetap stabil adalah salah satu upaya mencegah terjadinya komplikasi. 

    Lantas, bagaimana menjaga kadar gula darah anak dengan diabetes tetap stabil?

    Terkait hal ini, Dokter Spesialis Anak, DR Dr. Nur Rochmah, Sp.A, Subsp.Endo(K), dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) beri penjelasan. 

    Setidaknya ada lima langkah tata laksana agar gula anak dengan diabetes melitus tipe 1 stabil. 

    “Untuk cara menjaga kadar gula darah anak dengan diabetes tetap stabil, itu ada lima langkah tata laksana,” ungkapnya dalam media talk yang digelar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara daring, Jumat (2/5/2025). 

    Berikut lima langkah tata laksana tersebut:

    Penberian insulin

    Anak dengan diabetes melitus tipe 1 tidak memiliki insulin. 

    Hal ini disebabkan pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara memadai. 

    Insulin sendiri merupakan hormon penting yang berfungsi mengatur kadar gula darah dalam tubuh.

    “Karena tidak memiliki insulin jadi kita berikan insulin,” imbuhnya.

    2. Pola makan seimbang

    Anak dengan diabetes melitus tipe 1 butuh makanan yang sehat.

    Namun orang tua tetap harus dihitung kalorinya. Kalori makanan untuk anak dengan diabetes tipe 1 ini harus diperhatikan.

    “Nanti akan dihitung sehari berapa, nanti dihitung pagi, siang, malam dan zat di antara makan besarnya berapa. Jadi anak dengan diabetes tipe satu tetap makan 3 kali dan snack 3 kali,” kata dr Nur lagi. 

    3. Aktivitas fisik

    Bukan hanya mengatur pola makan saja agar kadar gula darah seimbang. 

    Aktivitas fisik atau olahraga juga jadi hal penting yang perlu dilakukan. 

    Ini dikarenakan olahraga membantu tubuh memanfaatkan glukosa dengan baik dan membuat kerja insulin jadi lebih optimal.

    Aktivitas fisik menjadi salah satu cara efektif jaga keseimbangan gula darah dan mencegah lonjakan yang berbahaya.

    4. Pemberian edukasi

    Dr Nur Rochmah mengungkapkan edukasi menjadi kunci utama agar anak serta keluarga dapat memahami kondisi diabetes dan cara mengelolanya dengan baik. 

    Keluarga yang teredukasi dengan baik akan lebih mudah dalam mengambil langkah-langkah yang tepat dalam perawatan anak dengan diabetes.

    5. Monitoring gula secara mandiri

    Diketahui jika orang dengan diabetes melitus tipe 1 diharuskan melakukan pengecekan gula sebelum maka. 

    Pengecekan dilakukan untuk mengetahui berapa kadar gula darah, dan kemudian akan diberikan suntik insulin mandiri oleh pasien atau keluarga di rumah

    “Kemudian setelah disuntik 2 jam, dilakukan pemeriksaan gula darah untuk memastikan insulin yang diberikan sudah sesuai. Dan setiap 3 bulan, pasien perlu melakukan pemeriksaan HbA1c,” pungkasnya. 

  • Kasus Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak Masih Jarang Terdiagnosis – Halaman all

    Kasus Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak Masih Jarang Terdiagnosis – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dokter spesialis anak konsultan kardiologi Piprim Basarah Yanuarso ungkap kasus diabetes melitus tipe 1 masih banyak yang tidak terdiagnosis. 

    Menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini, umumnya pasien baru datang jika kondisi sudah parah atau stadium lanjut.

    “Masalahnya adalah masih banyak kasus diabetes melitus tipe 1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis. 

    Jadi, anak-anak yang terdeteksi diabetes ini (sudah) dalam kondisi yang sudah berat, baru ketahuan,” ungkapnya pada media briefing virtual, Jumat (2/5/2025). 

    Diabetes melitus tipe 1 adalah kondisi penyakit autoimun di mana pankreas tidak bisa memproduksi atau sedikit sekali produksi insulin.

    Berbeda dengan diabetes tipe 2 yang memang disebabkan oleh gaya hidup, sehingga bisa menyerang siapa saja. 

    Menurut dr Piprim, salah satu penyebab terlambatnya deteksi dini adalah karena kurangnya kesadaran akan gaya hidup sehat. 

    Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum begitu mengenal gejala atau tanda dari penyakit ini. 

    Padahal, kata dr Piprim, salah satu ciri yang mudah dikenali pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 ini adalah berat badan yang berkurang atau kurus.  

    Selain itu anak yang alami penyakit ini juga menunjukkan tanda seperti haus berlebihan, kelaparan, kelelahan atau berkeringat. 

    Penanganan anak dengan diabetes melitus tipe 1 ini adalah diberikan insulin sepanjang usianya.

    Jika tidak tertangani dengan segera, anak berisiko mengalami berbagai komplikasi serius. Dan ini tentu saja bisa menganggu tumbuh kembang anak. 

    “Sebetulnya ini bisa dilakukan skrining untuk diabetes melitus tipe 1. Sehingga bisa terdeteksi lebih awal,” kata dr Piprim lagi. 

    Oleh karena itu, dr Piprim pun mengimbau kepada orang tua untuk lebih waspada dengan gejala diabetes tipe 1 ini. 

    Kalau muncul gejala yang mengarah pada diabetes melitus tipe 1, segera bawa anak ke fasilitas layanan kesehatan. 

    Sehingga anak bisa mendapatkan perawatan yang optimal. 

    Anak pun bisa tumbuh kembang dengan dengan baik dan mampu meraih cita-citanya.

    Selain itu pihaknya juga mendorong pemerintah untuk memastikan akses dan fasilitas di layanan kesehatan tersedia dengan baik. 

    Terlebih saat ini masih ditemukan anak-anak yang sulit mengakses insulin. 

    “Di daerah juga masih banyak anak-anak yang akses ke insulinnya terbatas, padahal diabetes tipe 1 ini dia independent insulin. Seumur hidupnya dia butuh sedikit insulin,”tegasnya. 

    Terakhir dr Piprim mengingatkan pada orang tua jika anak-anak perlu juga diajarkan bagaimana memantau gula darah dan cara menggunakan insulin.