NGO: IDAI

  • Wamenkes Janjikan Insentif Rp 30 Juta buat Dokter Spesialis yang Praktik di Pangkep

    Wamenkes Janjikan Insentif Rp 30 Juta buat Dokter Spesialis yang Praktik di Pangkep

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan RI I Dante Saksono Harbuwono menjanjikan insentif Rp 30 juta bagi dokter spesialis yang mau mengabdi di wilayah terpencil, termasuk di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Hal tersebut menurutnya sejalan dengan pemenuhan dokter spesialis di daerah 3T.

    “Insentifnya Rp 30 juta buat mereka (dokter spesialis) yang mau datang ke Pangkep dan Rp 10 juta dari daerah,” kata Dante di Desa Mattiro Kanja, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Selasa (16/12/2025).

    Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengapresiasi Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep yang berhasil melaksanakan program cek kesehatan gratis (CKG) dengan tingkat kehadiran tertinggi di Regional II.

    Menurut Dante, strategi jemput bola yang dilakukan Dinkes Pangkep menjadi salah satu alasan program CKG berhasil diikuti 84 persen warganya, meskipun tenaga kesehatan harus menempuh perjalanan darat dan laut mengunjungi masyarakat yang berada di pulau.

    “Mereka tidak menunggu warga CKG ke puskesmas, mereka datang ke pulau-pulau dan datang ke desa. Meski sulit daerahnya, tapi mereka membuktikan atas kerja keras, mereka bisa maksimal sehingga bisa datang ke masyarakat untuk CKG,” beber Dante.

    Dukungan Anggaran Rp 44,9 Miliar

    Atas capaian tersebut, Wamenkes mengatakan Kemenkes akan memberikan dukungan besar berupa bantuan alat kesehatan (alkes) dan anggaran untuk Pangkep sebesar Rp 44,9 miliar. Kemenkes akan membantu pengadaan alkes senilai Rp 31,9 Miliar untuk melengkapi rumah sakit di Pangkep. Alat-alat tersebut mencakup kateterisasi, USG, mammografi dan CT scan.

    Di samping itu Kemenkes disebut akan memberikan dana Rp 12 miliar untuk 23 Puskesmas guna melengkapi alkes yang masih kurang, termasuk USG portable. Selain itu, ada tambahan dana impuls Rp 1 Miliar.

    “Akan saya prioritaskan alat mammografi karena salah satu penyebab kematian tertinggi perempuan di Indonesia itu kanker payudara,” tutur Dante.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: IDAI Kasih Catatan soal Kebijakan Tunjangan Dokter di Daerah 3T”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/naf)

  • Wamenkes Kirim Dokter Spesialis Tambahan ke Lokasi Bencana Utara Sumatera

    Wamenkes Kirim Dokter Spesialis Tambahan ke Lokasi Bencana Utara Sumatera

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan pihaknya telah mendirikan pusat kritis di Sumatera yang terdampak oleh bencana alam. Kementerian Kesehatan juga akan mengirimkan tambahan dokter spesialis untuk memastikan pelayanan kesehatan tetap terjaga.

    Menurutnya dokter spesialis tambahan sangat dibutuhkan oleh korban yang terdampak. Ia mencontohkan dokter spesialis ortopedi dan bedah tambahan dibutuhkan untuk membantu pasien patah tulang di lokasi bencana.

    “Ada untuk pengiriman dokter spesialis tambahan kita bisa lakukan. Misalnya patah tulang, masih butuh dokter ortopedi, ada dokter bedah. Untuk anak-anak, kita kirimkan dokter anak,” ungkap Wamenkes ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).

    Selain itu, Wamenkes menyebut dokter umum juga akan diperbantukan di wilayah bencana alam di Sumatera tersebut. Menurutnya, penyakit infeksi jadi ancaman masalah kesehatan yang banyak muncul pasca bencana.

    “Bahkan ada beberapa teman-teman dari dokter-dokter yang mendedikasikan untuk minta dikirim. Itu juga banyak,” tandasnya.

    Sebelumnya, pihak Kemenkes menyebut akan mengirimkan sejumlah dokter spesialis untuk membantu penanganan korban bencana alam di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Jenisnya meliputi, spesialis emergensi, ortopedi, obgyn, anak, dan anestesi.

    Sampai tanggal 1 Desember 2025, Kemenkes juga telah mengirimkan bantuan logistik medis berupa:

    103 unit oxygen concentrator11.200 dus PMT (pemberian makanan tambahan) Balita dan 6.000 dus PMT Ibu HamilObat-obatan, BMHP (bahan medis habis pakai), 2.000 masker bedah, 500 sarung tangan medis, 10 set APD (alat pelindung diri) petugas5 pasang sepatu boot, 2 sprayer manual, 2 paket water quality test kit, 100 jerigen lipat93 kantong jenazah, 5.500 kantong sampah medis berbagai ukuran, serta paket penjernih dan desinfektan air25 dus obat-obatan untuk layanan kesehatan

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: IDAI Kasih Catatan soal Kebijakan Tunjangan Dokter di Daerah 3T”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/up)

  • IDAI Ungkap 3 Penyakit yang Mengintai Anak Korban Banjir Sumatera

    IDAI Ungkap 3 Penyakit yang Mengintai Anak Korban Banjir Sumatera

    JAKARTA – Bencana banjir dan longsor yang melanda berbagai wilayah di Sumatera memicu keprihatinan mendalam, terutama karena dampaknya terhadap anak-anak dan kelompok rentan.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjadi salah satu lembaga pertama yang bergerak cepat memberikan layanan kesehatan, dukungan psikologis, hingga bantuan logistik di wilayah terdampak.

    Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menegaskan bahwa dalam kondisi darurat, anak-anak, lansia, difabel, dan ibu hamil adalah kelompok yang paling rentan. Menurutnya keselamatan mereka harus menjadi perhatian utama selama proses evakuasi. Piprim menyebut kesehatan dan keselamatan mereka harus menjadi prioritas utama dalam proses evakuasi ke tempat yang aman.

    Laporan IDAI menunjukkan korban jiwa mencapai angka mengkhawatirkan. Di Sumatera Barat, tercatat 148 orang meninggal dunia, termasuk 4 anak-anak. Sebanyak 123 telah teridentifikasi, 25 masih dalam proses, sementara 105 orang dinyatakan hilang dan 8 orang sedang dirawat.

    Situasi serupa juga terjadi di Sumatera Utara serta Aceh, di mana puluhan korban meninggal dan ratusan lainnya terdampak, terutama di daerah dengan akses layanan kesehatan yang terganggu.

    Sebagai respon cepat, tim dokter dari tiga cabang IDAI di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang bergerak memberikan pelayanan langsung.

    “Tim dokter spesialis anak dari ketiga cabang IDAI, Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, telah turun langsung ke lokasi bencana, berkolaborasi dengan BNPB, Dinas Kesehatan setempat, dan organisasi profesi lainnya,” tegas Piprim, dikutip dari laman Antaranews.

    Selain layanan medis, IDAI juga menyediakan dukungan psikososial, nutrisi balita, bantuan logistik, hingga pemulihan pendidikan bagi anak-anak yang terdampak.

    Penyakit yang Mengancam Korban Banjir

    Di balik bantuan logistik, kebutuhan terbesar saat ini adalah obat-obatan. Bencana banjir dikenal meningkatkan risiko sejumlah penyakit, terutama karena lingkungan yang lembap, air kotor, sanitasi tidak memadai, serta paparan dingin berkepanjangan. IDAI mengidentifikasi tiga penyakit yang paling banyak muncul pada anak-anak di lokasi pengungsian.

    1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

    ISPA menjadi penyakit paling umum pascabencana. Udara dingin, tempat pengungsian yang padat, serta paparan asap atau debu dapat memicu batuk, demam, hingga sesak napas. Pada anak, kondisi ini bisa berkembang menjadi pneumonia bila tidak segera ditangani.

    2. Diare

    Kontaminasi air bersih adalah penyebab utama diare pascabanjir. Air minum yang kotor, alat makan tidak higienis, hingga bakteri dan virus dari lingkungan basah membuat anak sangat rentan. Diare dapat menyebabkan dehidrasi berat yang membahayakan.

    3. Dermatitis dan Infeksi Kulit

    Kulit anak yang lebih sensitif membuat mereka mudah mengalami iritasi, alergi, dan infeksi jamur akibat air banjir yang tercemar. Kondisi lembap serta kurangnya pakaian kering memperparah risiko ini.

    IDAI menyampaikan ketersediaan obat-obatan untuk tiga kelompok penyakit tersebut saat ini sangat terbatas. Mereka juga menghadapi tantangan logistik, akses yang sulit, dan kurangnya tenaga kesehatan.

    “Bantuan yang paling dibutuhkan saat ini adalah obat-obatan anak (ISPA, diare, salep kulit), susu formula, makanan bayi, pakaian anak, selimut, air bersih, dan perlengkapan kebersihan diri,” beber Piprim.

    Kebutuhan ini menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya wabah penyakit di pengungsian, risiko yang kerap muncul ketika bencana berskala besar terjadi.

    Ketua Satgas Penanggulangan Bencana IDAI, Kurniawan Taufiq Kadafi, menekankan bahwa koordinasi terus diperluas. Ia mengatakan IDAI memperkuat kolaborasi interprofesional dengan tenaga medis lintas organisasi, pemerintah daerah, hingga lembaga kemanusiaan. Fokus mereka tidak hanya penanganan darurat, tetapi juga masa pemulihan.

    “Selain itu, juga bersiap untuk fase pemulihan dengan memprioritaskan kesehatan anak, penyediaan air bersih, pemantauan penyakit berbasis imunisasi seperti campak, dan dukungan psikososial berkelanjutan,” ujar Taufiq.

    Di tengah keterbatasan sumber daya, IDAI mengajak masyarakat luas untuk membantu para korban. Donasi, tenaga relawan, atau dukungan logistik akan sangat berarti bagi anak-anak dan keluarga yang kehilangan tempat tinggal.

    “Kami sangat mengapresiasi para ketua dan seluruh anggota IDAI Cabang dan juga tim satgas bencana IDAI di wilayah terdampak bencana yang sigap berkolaborasi dengan BNPB, dinas kesehatan, TNI/Polri, dan relawan untuk memastikan bantuan kesehatan tepat sasaran,” ujar Piprim.

  • Cerita Dokter Anak di Aceh Tangani Korban Banjir Meski Ikut Terdampak

    Cerita Dokter Anak di Aceh Tangani Korban Banjir Meski Ikut Terdampak

    Jakarta

    Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Aceh menyisakan tantangan berat bagi tenaga kesehatan, termasuk para dokter anak. Ketua IDAI Cabang Aceh, Dr. dr. Raihan, Sp.A, Subsp.Inf.P.T(K), mengungkap kondisi lapangan yang jauh lebih sulit daripada yang terlihat di permukaan.

    Ia menjelaskan bahwa sejumlah wilayah seperti Langsa, Aceh Tengah, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, hingga Aceh Timur mengalami kerusakan infrastruktur parah. Jembatan putus dan jalan rusak membuat distribusi bantuan medis tersendat. Beberapa daerah bahkan hanya bisa dijangkau menggunakan perahu atau transportasi udara.

    Menurut dr Raihan, tenaga medis di beberapa wilayah berada dalam kondisi kritis. Salah satunya Pidie Jaya, yang nyaris kolaps karena jumlah tenaga kesehatannya sangat terbatas, sebagian dari mereka adalah korban banjir juga.

    “Pidie Jaya tenaga medisnya sangat sedikit karena mereka juga korban, hampir kolaps,” ujarnya.

    Sebagian dokter anak yang terdampak pun mengungsi di bangsal rumah sakit agar tetap dapat bertugas.

    Langkah ini dilakukan untuk memastikan layanan anak tidak terhenti meski fasilitas dan tenaga terbatas.

    “Agar RS tidak kolaps, dokter dan perawat terdampak tidak bisa keluar, bahkan doker anak mengungsinya di bangsal anak karena untuk membantu pelayanan supaya tidak kolaps,” kata dr Raihan.

    Hingga saat ini, tim medis pertama dari IDAI masih berada di wilayah terdampak. Tiga dokter anak yang juga menjadi korban banjir tetap menjalankan layanan dengan dukungan dokter dari Banda Aceh.

    Meski menghadapi tantangan berat, menurut dr Raihan, 144 dokter anak di Aceh tetap dalam kondisi sehat dan menyatakan komitmen untuk terus bertugas.

    “Alhamdulillah 144 dokter anak dalam keadaan sehat dan menyatakan komitmen meski terdampak,” tegas dr Raihan.

    (kna/sao)

  • IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan saat ini anak-anak korban bencana alam banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh membutuhkan bantuan-bantuan khusus.

    Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Dr dr Eka Airlangga, MKed(Ped), SpA mengatakan perlengkapan kebutuhan harian untuk bayi seperti popok, hingga pasokan air bersih kini menjadi prioritas bantuan.

    “Popok bayi, tidak sempat terbawa banyak oleh orang tuanya pada saat banjir terjadi dan juga air bersih,” kata dr Eka dalam konferensi pers daring, Senin (1/12/2025).

    “Air bersih ini kemarin kami sudah distribusikan 15 ribu (liter) besok, besok 5 ribu lagi masuk ke Langkat, kalau Sibolga kami belum tahu untuk Pantai Timur, karena akses ke sana baru bisa kami tembus nanti di hari Jumat,” sambungnya.

    Dukungan logistik, lanjut dr Eka untuk wilayah Sumut telah didapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi berupa obat-obatan sederhana untuk dewasa. Sementara IDAI, memberikan bantuan obat-obatan untuk anak.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat dr Asrawati, M. Biomed, SpA, Subsp T.K.P.S(K), FISQua mengatakan kebutuhan yang mendesak di wilayahnya tak jauh berbeda dengan apa yang ada di Sumut.

    “Air bersih ya, karena nanti terkait dengan pengolahan makanan dan MPASI, kemudian pakaian bersih baju bayi, baju anak, dan selimut. Kemudian popok bayi, dan perlengkapan untuk mandi anak juga diperlukan,” katanya.

    Di Sumbar sendiri, tanggal 28 November dr Asrawati mengatakan bantuan sudah diberikan oleh Menteri Kesehatan di beberapa lokasi.

    Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, SpA, Subsp.Inf.P.T(K) mengatakan di wilayahnya juga membutuhkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

    “Paling penting habis banjir itu anak-anak tidak ada pakaian, bukan hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Jadi pakaian layak pakai, selimut, lalu makanan yang seminimal mungkin membutuhkan air, jadi yang siap mereka makan, obat-obatan, karena apoteknya terbatas,” kata dr Raihan.

    Di beberapa wilayah, seperti Pidie Jaya menurut dr Raihan bantuan-bantuan untuk korban bencana alam mulai bisa teratasi. Hal ini karena sebelumnya telah dikunjungi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/naf)

  • IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    IDAI: Anak Terdampak Bencana Sumut dan Aceh Krisis Baju Bersih-Popok Bayi

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan saat ini anak-anak korban bencana alam banjir dan longsor di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh membutuhkan bantuan-bantuan khusus.

    Wakil Ketua IDAI Cabang Sumatera Utara Dr dr Eka Airlangga, MKed(Ped), SpA mengatakan perlengkapan kebutuhan harian untuk bayi seperti popok, hingga pasokan air bersih kini menjadi prioritas bantuan.

    “Popok bayi, tidak sempat terbawa banyak oleh orang tuanya pada saat banjir terjadi dan juga air bersih,” kata dr Eka dalam konferensi pers daring, Senin (1/12/2025).

    “Air bersih ini kemarin kami sudah distribusikan 15 ribu (liter) besok, besok 5 ribu lagi masuk ke Langkat, kalau Sibolga kami belum tahu untuk Pantai Timur, karena akses ke sana baru bisa kami tembus nanti di hari Jumat,” sambungnya.

    Dukungan logistik, lanjut dr Eka untuk wilayah Sumut telah didapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi berupa obat-obatan sederhana untuk dewasa. Sementara IDAI, memberikan bantuan obat-obatan untuk anak.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua IDAI Cabang Sumatera Barat dr Asrawati, M. Biomed, SpA, Subsp T.K.P.S(K), FISQua mengatakan kebutuhan yang mendesak di wilayahnya tak jauh berbeda dengan apa yang ada di Sumut.

    “Air bersih ya, karena nanti terkait dengan pengolahan makanan dan MPASI, kemudian pakaian bersih baju bayi, baju anak, dan selimut. Kemudian popok bayi, dan perlengkapan untuk mandi anak juga diperlukan,” katanya.

    Di Sumbar sendiri, tanggal 28 November dr Asrawati mengatakan bantuan sudah diberikan oleh Menteri Kesehatan di beberapa lokasi.

    Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, SpA, Subsp.Inf.P.T(K) mengatakan di wilayahnya juga membutuhkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

    “Paling penting habis banjir itu anak-anak tidak ada pakaian, bukan hanya anak-anak tapi juga orang dewasa. Jadi pakaian layak pakai, selimut, lalu makanan yang seminimal mungkin membutuhkan air, jadi yang siap mereka makan, obat-obatan, karena apoteknya terbatas,” kata dr Raihan.

    Di beberapa wilayah, seperti Pidie Jaya menurut dr Raihan bantuan-bantuan untuk korban bencana alam mulai bisa teratasi. Hal ini karena sebelumnya telah dikunjungi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/naf)

  • Wamenkes Kirim Dokter Spesialis Tambahan ke Lokasi Bencana Utara Sumatera

    IDAI Laporkan 4 Anak Meninggal Akibat Banjir di Sumatera Barat

    Jakarta

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumatera Barat dr Asrawati, SpA, Subsp TKPS (K) mengatakan pihaknya mencatat ada 4 anak-anak yang meninggal dunia dalam bencana alam banjir bandang dan longsor.

    Melalui data yang dikumpulkan hingga 28 November 2025, keempat anak itu teridentifikasi dari Padang (2 anak), Pasaman Barat (1), dan belum teridentifikasi satu anak.

    “Kami tentu berharap tidak ada lagi korban anak dalam bencana ini. Namun, fakta di lapangan mengungkapkan, banyak anak dan ibu terisolasi, membuat mereka sulit mendapatkan bantuan,” ungkap dr Asrawati dalam konferensi pers daring IDAI, Senin (1/12/2025).

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mendorong pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam bencana alam ini, seperti menetapkan sebagai bencana nasional.

    “Ini saya kira sudah cukup besar dampaknya. Mudah-mudahan pemerintah bisa memasukkan ini sebagai bencana nasional ya,” ujar dr Piprim.

    Menurut dr Piprim, rangkaian banjir yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berlangsung bersamaan dengan bencana lain seperti erupsi abu vulkanik Semeru, sehingga memunculkan dampak yang lebih luas pada layanan kesehatan, terutama untuk anak-anak.

    “Kami dari IDAI menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah banjir yang melanda Aceh, Sumut, Sumbar, sebelumnya juga ada erupsi abu vulkanik Semeru,” kata dr Piprim.

    Ia menegaskan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap situasi darurat ini karena mudah mengalami trauma, ketakutan, serta meningkatnya risiko penyakit menular di pengungsian.

    “Pastikan anak-anak dapat air bersih, sanitasi, makanan bergizi,” tutupnya.

    (dpy/kna)

  • Berdampak Besar, Ketua IDAI Harap Banjir Sumatera Ditetapkan Jadi Bencana Nasional

    Berdampak Besar, Ketua IDAI Harap Banjir Sumatera Ditetapkan Jadi Bencana Nasional

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyerukan perhatian lebih besar terhadap dampak banjir besar yang melanda berbagai wilayah di Sumatera. Ketua Umum IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), berharap pemerintah menetapkan kejadian ini sebagai bencana nasional.

    “Ini saya kira sudah cukup besar dampaknya. Mudah-mudahan pemerintah bisa memasukkan ini sebagai bencana nasional ya,” ujarnya.

    Menurut dr Piprim, rangkaian banjir yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berlangsung bersamaan dengan bencana lain seperti erupsi abu vulkanik Semeru, sehingga memunculkan dampak yang lebih luas pada layanan kesehatan, terutama untuk anak-anak.

    “Kami dari IDAI menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah banjir yang melanda Aceh, Sumut, Sumbar, sebelumnya juga ada erupsi abu vulkanik Semeru,” kata dr Piprim.

    Ia menegaskan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap situasi darurat ini karena mudah mengalami trauma, ketakutan, serta meningkatnya risiko penyakit menular di pengungsian.

    Prioritas Utama Air Bersih, Imunisasi, dan ASI

    IDAI menekankan bahwa anak-anak yang berada di pengungsian sangat rentan terserang penyakit seperti ISPA, penyakit kulit, diare, leptospirosis, dan bahkan potensi penyebaran campak.

    “Pastikan anak-anak dapat air bersih, sanitasi, makanan bergizi,” tegas dr Piprim.

    Ia juga menyoroti pentingnya keberlanjutan imunisasi di wilayah terdampak, serta dukungan penuh untuk ibu menyusui agar bayi tetap mendapat ASI eksklusif meskipun dalam kondisi darurat.

    Anak-anak jadi korban

    Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumatera Barat dr Asrawati, Sp.A, Subsp TKPS (K) mengungkapkan, sebanyak empat anak meninggal dunia dalam musibah banjir bandang Sumbar. Data ini dikumpulkan hingga 28 November 2025.

    Menurut data IDAI Sumbar, keempat anak itu teridentifikasi dari Padang (2 anak), Pasaman Barat (1), dan belum teridentifikasi satu anak.

    Selain itu, di lokasi berbeda, Wakil Ketua IDAI Sumatera Utara, Dr dr Eka Airlangga, menjelaskan bahwa di posko-posko pengungsian, penyakit yang berkaitan dengan air bersih masih menjadi keluhan terbanyak pada anak-anak. Kasus diare serta berbagai infeksi atau luka pada kulit mendominasi, terutama akibat sanitasi yang kurang memadai dan kondisi lingkungan yang serba terbatas.

    Untuk wilayah Aceh, Ketua IDAI Cabang Aceh Dr dr Raihan, Sp A, Subsp Inf P T(K) menjelaskan bahwa pendataan masih terus berlangsung karena akses ke sejumlah daerah terdampak belum sepenuhnya terbuka.

    Hingga saat ini, tim medis baru dapat menjangkau wilayah Pidie Jaya, sementara sejumlah kawasan lain masih terisolasi akibat kerusakan infrastruktur.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Anak-anak Korban Bencana Sumatera Dihantui Risiko Campak Imbas Imunisasi Rendah

    Anak-anak Korban Bencana Sumatera Dihantui Risiko Campak Imbas Imunisasi Rendah

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendesak pemerintah daerah untuk segera membentuk posko imunisasi darurat di wilayah terdampak bencana sebagai langkah cepat mencegah lonjakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, terutama campak. Imbauan ini muncul menyusul temuan kasus campak di sejumlah daerah serta rendahnya cakupan imunisasi dasar di kawasan terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    dr Asrawati M Biomed SpA, Subsp, dari IDAI Sumatera Barat menjelaskan rendahnya cakupan imunisasi di provinsi tersebut sudah berdampak nyata.

    “Dari pengalaman kami di lapangan, cakupan imunisasi di Sumbar saat ini masih rendah. Dampaknya terlihat dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang terjadi di Sumbar,” ujarnya dalam konferensi pers Senin (1/12/2025).

    Menurutnya, kasus tak kalah penting yang perlu ditangani adalah TBC, tumpang tindih masalah kesehatan di daerah pasca bencana semakin memperbesar risiko penyebaran penyakit.

    “Dalam kondisi saat ini kalau anak belum lengkap imunisasinya, kita siapkan pos untuk melengkapinya. Kasus lain yang masih ditemukan hingga sekarang adalah diare dan infeksi saluran napas, komplikasinya bisa menjadi pneumonia,” jelasnya.

    Ia menegaskan imunisasi tetap dapat diberikan selama anak berada dalam kondisi sehat. “Kalau ada batuk pilek, tunda dulu. Tapi imunisasi kejar nanti tetap bisa dilakukan,” lanjutnya.

    Senada dengan itu, Dr dr Raihan, SpA(K), Subsp, Nefrologi, dari IDAI Aceh menyebut kondisi di wilayahnya sangat mirip dengan Sumbar. Identifikasi pasien menunjukkan anak-anak terdampak bencana di beberapa kabupaten, terutama Pidie Jaya mengalami luka dengan cakupan imunisasi yang jauh lebih rendah dibandingkan daerah lain.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Di provinsi, kami menyiapkan vaksin dan pencegahan profilaksis untuk tetanus sudah disampaikan. Koordinasi sudah berjalan, hanya memang di daerah kami, termasuk Pidie Jaya, cakupan imunisasinya lebih rendah,” beber dia.

    IDAI menekankan penyakit-penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi justru berpotensi muncul kembali jika intervensi tidak dilakukan cepat.

    Sementara Wakil Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Eka Airlangga Cabang Sumatera Utara menyebut telah menemukan kasus campak di lapangan. Penanganan cepat dilakukan melalui isolasi untuk mencegah penularan ke anak lain.

    “Kalaupun ada kasus-kasus measles, kita isolasi untuk tidak menyebarkan ke yang lain,” jelas dr Eka.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • 100-an Anak di Sumut Kena ISPA-Masalah Kulit Pasca Bencana, Krisis Pasokan Obat

    100-an Anak di Sumut Kena ISPA-Masalah Kulit Pasca Bencana, Krisis Pasokan Obat

    Jakarta

    Wakil Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Eka Airlangga Cabang Sumatera Utara menyebut banyak anak jatuh sakit pascabencana di Sumatera Utara. Dari posko pengungsian yang terpantau di sejumlah titik, anak-anak dilaporkan mengalami diare hingga penyakit kulit.

    Misalnya pada Desa Gohor Lama Kec Wampu Kab Langkat. Hasil skrining IDAI bekerja sama dengan Dinkes setempat menunjukkan 37 anak mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), 18 anak mengeluhkan diare, 7 anak dengan kondisi tinea, dan bacterial dermatitis yang menyerang 4 orang anak.

    “Masalah yang dihadapi kekurangan obat untuk diare, dermatitis, ISPA, kami juga butuh obat drops untuk bayi, obat kombinasi untuk ISPA, hingga kebutuhan air untuk melarutkan antibiotik, juga sendok obat,” lapor dr Eka, dalam konferensi pers Senin (1/12/2025).

    Kondisi yang tak jauh berbeda juga ditemukan di Desa Batu Malenggang. Dari pemeriksaan yang dilakukan pada 125 anak, 55 di antaranya mengalami ISPA, 12 anak diare, 35 anak tinea, dan 23 lainnya mengeluhkan bacterial dermatitis.

    Banyak di antara mereka masih menghadapi kekurangan pasokan medis, seperti kekurangan obat zalp antibiotik, obat dalam bentuk sirop dan drop, air untuk kebutuhan melarutkan antibiotik, sendok obat.

    dr Eka juga mencatat banyak yang membutuhkan minyak kayu putih hingga makanan dan snack anak.

    “Kita juga menemukan kasus berat, 2 kasus yang kami rujuk ke RS dengan gejala pneumonia,” pungkasnya.

    (naf/kna)