NGO: CSIS

  • Ekonomi RI Kuartal I Cuma 4,87%, Pengamat Sebut Bisa Lebih Mengkhawatirkan

    Ekonomi RI Kuartal I Cuma 4,87%, Pengamat Sebut Bisa Lebih Mengkhawatirkan

    Jakarta

    Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 melambat ke 4,87% (year on year). Perolehan itu lebih rendah dari kuartal I-2024 yang sebesar 5,11% dan pada kuartal IV-2024 yang sebesar 5,02%.

    Executive Director Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan ketidakpastian global yang semakin meningkat membuat kondisi ekonomi Indonesia ke depan lebih mengkhawatirkan. Mengingat kuartal I yang sudah alami pelemahan, padahal dampak dari gonjang-ganjing global baru akan dimulai.

    “Ini sebelum gonjang-ganjing yang ada di tingkatan eksternal dan itu juga sudah ditopang dengan Ramadan serta Lebaran, tapi ternyata memang ada pelemahan. Jadi kelihatannya ke depan masih agak lebih mengkhawatirkan lagi,” kata Yose dalam acara Innovation Summit Southeast Asia di The Energy Building SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (6/5/2025).

    Yose melihat ekspor Indonesia akan terpengaruh dengan kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dengan kondisi itu, bukan tidak mungkin jika pertumbuhan ekonomi turun lebih jauh.

    “Ekspor kita bukan hanya ke AS, tetapi dengan pelemahan yang ada di tingkatan global, itu harga-harga komoditas akan turun, padahal banyak pemasukan kita asalnya dari komoditas dan itu tentunya akan berpengaruh juga kepada ekspor kita yang akhirnya menurunkan lebih jauh lagi pertumbuhan ekonomi kita,” ucap Yose.

    Menurut Yose, pemerintah harus lebih bersiap diri menghadapi kondisi-kondisi yang semakin tidak menentu ke depan. Pasalnya permasalahan ke depan disebut akan lebih kompleks.

    “Jadi ini belum ada apa-apanya nih kelihatannya, jadi memang perlu pegangan lebih erat lagi, lebih keras lagi. Permasalahannya dalam ekonomi kita internal sendiri itu tidak terlalu kelihatan menjanjikan. Kalau tahun 2008 atau 2012 ketika ada krisis itu, Indonesia kan bahkan sempat disebut komodo dragons economy karena kulitnya tebal, resilien, tetapi ternyata sekarang ini nggak terlalu seperti itu,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Chief Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini menghadapi banyak tantangan. Terlebih sejak Trump mulai menerapkan kebijakan tarif impor tinggi.

    “Ekonomi Indonesia saat ini menghadapi banyak tantangan. Kondisi eksternal tidak mendukung prospek pertumbuhan jangka pendek kita sejak Presiden Trump mulai memainkan tarif,” tutur David.

    Populasi kelas menengah dan konsumsi rumah tangga yang turun turut melemahkan perekonomian. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025 tumbuh 4,89%, melambat jika dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang tumbuh 4,91%.

    (kil/kil)

  • Pendiri CSIS nilai Prabowo pemimpin tepat untuk masa sulit dan kompleks

    Pendiri CSIS nilai Prabowo pemimpin tepat untuk masa sulit dan kompleks

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Pendiri CSIS nilai Prabowo pemimpin tepat untuk masa sulit dan kompleks
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 30 April 2025 – 17:55 WIB

    Elshinta.com – Jusuf Wanandi, Peneliti Senior sekaligus pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS), menyampaikan pandangannya mengenai arah kepemimpinan nasional di bawah Presiden RI Prabowo Subianto.

    Dalam opininya yang dimuat di The Jakarta Post berjudul “My Personal Take on President Prabowo’s Achievements and Challenges”, Jusuf menyatakan keyakinannya bahwa Prabowo adalah sosok yang paling tepat memimpin Indonesia di tengah situasi global yang penuh tantangan dan ketidakpastian.

    Menurut Jusuf, kepemimpinan strategis sangat dibutuhkan dalam menghadapi masa depan yang tidak mudah. Ia menilai pendekatan Prabowo terhadap pembangunan nasional selama ini menunjukkan arah kebijakan yang kuat dan berpijak pada kepentingan jangka panjang bangsa.

    “Itulah sebabnya saya mendukungnya—karena saya yakin dialah satu-satunya pemimpin yang mampu membimbing Indonesia melewati masa-masa sulit dan rumit ini. Di luar visi strategisnya, saya juga mengenalnya secara pribadi dan dapat menjamin komitmennya yang mendalam kepada rakyatnya, bangsanya, dan kemanusiaan secara keseluruhan,” ujar Jusuf dalam tulisannya.

    Ia menambahkan, berbagai tantangan yang telah dan akan dihadapi Indonesia, mulai dari perlambatan ekonomi global hingga transformasi teknologi dan sosial, membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya tegas, tetapi juga memiliki arah yang jelas dan komitmen yang tulus terhadap rakyat.

    Jusuf melihat bahwa Prabowo memiliki kemampuan untuk menggabungkan visi besar dengan pendekatan praktis di lapangan. Menurutnya, inilah yang dibutuhkan Indonesia agar dapat terus melangkah maju dan menjaga stabilitas nasional dalam berbagai sektor.

    Ke depan, ia mengusulkan agar pemerintah membangun narasi pertumbuhan yang lebih terarah dan kuat.

    Selain itu, Jusuf menilai pentingnya komitmen fiskal yang berkelanjutan. Ia mengapresiasi sikap Menteri Keuangan yang telah menegaskan disiplin fiskal sebagai pijakan kebijakan ekonomi nasional. 

    Tak kalah penting, komunikasi langsung antara Presiden dengan pelaku pasar dan investor dinilai sangat strategis dalam menjaga kepercayaan. Jusuf menyarankan agar Prabowo secara berkala berdialog dengan investor untuk menjelaskan arah kebijakan pemerintah, serta menegaskan komitmen terhadap tata kelola ekonomi dan reformasi BUMN yang transparan.

    “Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan sentimen pasar akan membaik dan stabilitas ekonomi Indonesia akan tetap terjaga dalam jangka panjang,” tutup Jusuf.

    Sumber : Elshinta.Com

  • Regulasi Berjibun dan Kerap Berubah Bikin Investor Ragu Tanam Modal di RI

    Regulasi Berjibun dan Kerap Berubah Bikin Investor Ragu Tanam Modal di RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Tumpukan regulasi yang jumlahnya hingga puluhan ribu dan kerap berubah-ubah menjadi salah satu alasan investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Tanah Air. 

    Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyampaikan bahwa regulasi tersebut membuat ekonomi berbiaya mahal alias high cost economy. 

    “Indikator [high cost economy] salah satunya adalah jumlah regulasi yang begitu besar, sering sekali berubah-ubah. Di tingkat peraturan menteri saja itu tercatat ada hampir 19.000 regulasi,” ujarnya dalam diskusi publik Universitas Paramadina, Senin (28/4/2025). 

    Dalam paparannya, Yose menunjukkan jumlah peraturan menteri saat ini berjumlah 18.309 beleid. Lalu, UU berjumlah 1.751 dokumen, peraturan pemerintah mencapai 4.887 ketentuan. Sementara peraturan daerah saja melebihi jumlah peraturan menteri dengan mencapai 18.817 peraturan. 

    Meski kondisi high cost economy ini kerap disebut-sebut bersumber dari korupsi, tetapi rumitnya regulasi yang ada menambah beban dalam ekonomi tersebut. 

    Belum lagi, satu peraturan dan lainnya kerap tumpang tindih dan berlawanan satu sama lain sehingga menyebabkan ketidakpastian yang tinggi. 

    Salah satu peraturan yang membebankan dunia usaha adalah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mengarah kepada inward looking atau menjadi perekonomian tertutup. 

    Yose menyampaikan dari hasil studi yang dilakukan oleh CSIS menunjukkan TKDN memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan sektor industri Tanah Air. 

    Di satu sisi sektor industri yang sifatnya downstream tidak mendapatkan manfaat karena kesulitan mendapatkan part dan komponen. 

    “Di sisi lain yang upstream-nya juga tidak terbangun, yang ada malah akhirnya hanya investasi padat modal yang mau masuk ke perekonomian Indonesia dan berinvestasi di Indonesia,” lanjutnya. 

    Padahal, realisasi investasi padat karya diharapkan terjadi lebih cepat karena menjadi harapan untuk mengungkit pertumbuhan sektor industri yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi. 

    Bank Dunia atau World Bank dalam laporan Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025 meramalkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor industri hanya mencapai 3,8% pada 2025, lebih rendah dari estimasi 2024 yang sebesar 5,2%. 

  • Makin banyak, PLN sebut total SPKLU roda empat capai 3.772 unit

    Makin banyak, PLN sebut total SPKLU roda empat capai 3.772 unit

    SPKLU roda dua yang telah terbangun sejak 2021 hingga Maret 2025 telah mencapai 9.956 SPKLU

    Jakarta (ANTARA) – PT PLN (Persero) menyebutkan total jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) untuk kendaraan roda empat telah mencapai 3.772 unit di seluruh wilayah Indonesia per Maret 2025.

    “SPKLU roda empat per Maret 2025, kita sudah bangun 3.772 unit di seluruh Indonesia,” kata VP Perencanaan dan Strategi Pengembangan Produk Niaga PLN Rudiana Nurhadia saat acara RE Invest Indonesia 2025 dengan tema “Indonesia as the Next EV Production Hub” yang diselenggarakan Tenggara Strategics dan Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Indonesia di Jakarta, Kamis.​​​​​​​

    Dia menyebutkan ribuan SPKLU roda empat itu tersebar di 2.515 lokasi dengan rincian Jawa 2.667 SPKLU di 1.645 lokasi; Sumatera 442 SPKLU di 364 lokasi; dan Kalimantan 217 SPKLU di 170 lokasi.

    Selanjutnya, Sulawesi 148 SPKLU tersebar pada 125 lokasi; Bali dan Nusa Tenggara 246 SPKLU di 167 lokasi; Maluku 25 SPKLU di 25 lokasi; serta di Papua 27 SPKLU di 19 lokasi.

    “Dengan semangat mendukung mobilitas kendaraan listrik, PLN bersama mitra berkolaborasi dalam membangun infrastruktur SPKLU nasional,” ujarnya.

    Selain SPKLU roda empat, Rudiana menyebutkan SPKLU roda dua yang telah terbangun sejak 2021 hingga Maret 2025 telah mencapai 9.956 SPKLU.

    Kemudian, stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) atau swap station yang juga telah terbangun sebanyak 2.240 unit.

    “Untuk home charging yang terintegrasi dengan sistem PLN sampai saat ini 33.086 unit,” bebernya.

    PLN menyediakan SPBKLU dengan jenis standar charging, medium charging, fast charging, hingga ultra fast charging agar mampu menjangkau kebutuhan beragam pengguna kendaraan listrik di seluruh wilayah.

    Kendati demikian, Rudiana mengatakan ketersediaan SPKLU masih menjadi tantangan utama dalam mengadopsi kendaraan listrik, karena belum meratanya infrastruktur membuat masyarakat ragu untuk beralih ke kendaraan berbasis energi listrik.

    Sebagai pemegang penugasan dari pemerintah, PLN bertanggung jawab memastikan masyarakat nyaman dan percaya diri untuk mulai menggunakan kendaraan listrik dalam aktivitas sehari-hari mereka.

    Membangun infrastruktur pengisian daya membutuhkan investasi besar, sehingga PLN mengembangkan berbagai model kemitraan sejak tahun 2020 untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem EV nasional.

    Saat ini, sekitar 30 persen dari total 3.772 SPKLU roda empat berasal dari kemitraan, dengan 1.450 mesin mitra dan lebih dari 2.700 mitra yang menyediakan lahan, sementara perangkat disiapkan oleh PLN.

    PLN terus mengembangkan skema kemitraan agar pertumbuhan EV dapat terakselerasi secara sehat dan seimbang melalui kolaborasi yang saling menguntungkan antara perusahaan dan mitra.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Dampak ekonomi kebijakan reklasifikasi mitra platform menjadi karyawan

    Dampak ekonomi kebijakan reklasifikasi mitra platform menjadi karyawan

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Dampak ekonomi kebijakan reklasifikasi mitra platform menjadi karyawan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 22 April 2025 – 23:45 WIB

    Elshinta.com – Pemaksaan kebijakan ketenagakerjaan (seperti reklasifikasi mitra menjadi karyawan platform atau memaksakan pemberian manfaat setara karyawan) pada sektor mobilitas dan pengantaran digital dapat memberikan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia, termasuk menurunnya pendapatan jutaan UMKM yang bergantung pada platform digital serta meningkatnya pengangguran.

    Kebijakan ini akan menghilangkan kemampuan platform digital sebagai bantalan ekonomi nasional. Efek domino dari kebijakan ini termasuk memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional, menimbulkan gejolak sosial politik, dan turunnya kepercayaan investor baik dalam maupun luar negeri, terutama di masa perekonomian dunia yang menantang saat ini

    “Saat ini Industri ojol (ojek online), taksol (taksi online), dan kurol (kurir online) berkontribusi sebesar 2% PDB (Riset ITB tahun 2023). Perubahan status menjadi karyawan akan mengakibatkan banyak hal. Pertama, hanya sebagian kecil dari mitra pengemudi yang bisa terserap (diperkirakan hanya 10-30% mitra yang terserap, atau 70-90% tidak memiliki pekerjaan),” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) Agung Yudha kepada media di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    “Kedua, penurunan aktivitas ekonomi digital yang berujung pada penurunan PDB sebesar 5.5% dan 1.4 juta orang kehilangan pekerjaan (Data Svara 2023). Ketiga, dampak total pada perekonomian Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 178 triliun, yang mencakup efek lanjutan di sektor lain,” kata Agung Yudha lagi.

    Wacana untuk menjadikan mitra pengemudi dan mitra kurir sebagai pegawai tetap sudah banyak terjadi di berbagai negara, namun hal tersebut bukan berarti serta merta merupakan kebijakan yang harus diikuti oleh Indonesia.

    Direktur Eksekutif  Modantara Agung Yudha juga menjelaskan beberapa negara telah mereklasifikasi Mitra Platform menjadi karyawan maupun memberikan klasifikasi sendiri, namun dengan hak dan manfaat yang menyerupai karyawan. Dampak reklasifikasi tersebut menimbulkan beberapa risiko seperti di Spanyol dengan 48 juta penduduk: jumlah mitra pengemudi menyusut, aplikasi Uber melakukan putus mitra pengemudi, aplikasi Deliveroo hengkang, aplikasi Glovo hanya mampu menyerap sebagian, sehingga 83% mitra diputus mitra dan tidak memiliki kesempatan pendapatan.

    Sementara itu, di Amerika (Seattle, Negara Bagian Washington dengan 8 juta penduduk): sejak diberlakukannya upah minimum, volume pesanan pengiriman makanan melalui UberEats turun 45% karena Uber menaikkan biaya pengiriman dan konsumen tidak menggunakan layanannya karena harga yang lebih tinggi.

    Kemudian, di Singapura (6 juta penduduk): platform menaikkan harga layanan transportasi dan pengantaran online. Lalu di Swiss (Geneva dengan 9 juta penduduk): perkembangan UMKM tersendat, penurunan permintaan terhadap layanan pemesanan makanan sebesar 42%, estimasi potensi pendapatan yang hilang bagi restoran sebesar 16 juta Euro (Rp260 miliar) per tahun dan potensi pendapatan negara atas pajak hilang.

    Bagaimana dengan Indonesia? Dampak ekonomi langsung: pertama, pelanggan kehilangan akses. Konsumen yang mengandalkan delivery karena keterbatasan mobilitas (misalnya orang tua, penyandang disabilitas, atau mereka yang tinggal jauh dari pusat kota) akan sangat terdampak. Jika layanan delivery mencakup makanan, obat-obatan, atau kebutuhan pokok, maka risiko krisis logistik bisa meningkat, apalagi di daerah terpencil atau saat ada bencana/krisis.

    Dampak ekonomi langsung yang kedua adalah penurunan pendapatan. Banyak UMKM menggunakan layanan pengantaran dan mobilitas digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas dari sekedar area mereka beroperasi. Tanpa platform, bisnis mereka bisa stagnan atau bahkan rugi. Selain itu, dengan adanya reklasifikasi mitra sebagai pegawai, ada potensi untuk menekan perusahan teknologi pengantaran digital untuk menaikan harga yang dibebankan kepada pengguna layanan. Ini dapat berdampak pada naiknya beban operasional yang lebih besar bagi pengguna terutama UMKM.

    Apalagi bisnis yang sangat bergantung pada delivery seperti restoran, supermarket, apotek, dan e-commerce akan mengalami penurunan penjualan drastis. UMKM yang tidak punya outlet fisik kuat atau tidak punya banyak pelanggan setia akan lebih terdampak: Restoran yang hanya beroperasi secara online akan kehilangan jalur utama penjualan dan hanya dapat bergantung pada area penjualan di mana outlet fisik berada.

    “Shopee, Tokopedia, dan e-commerce lainnya juga bekerja sama dengan layanan kurir instan terjadi penurunan layanan, sehingga bisa memengaruhi kepuasan pelanggan, dan berdampak pada berkurangnya omzet penjualan,” ungkapnya.

    Untuk efek sosial dan tenaga kerja antara lain: ribuan mitra pengemudi kehilangan penghasilan atau pekerjaan, karena serapan tenaga kerja pasti mengalami recruitment barrier, dan hanya sebagian kecil dari mitra pengemudi yang ada sekarang yang bisa terserap (diperkirakan hanya 10-30% yang terserap, atau terjadi penurunan sebesar 70-90%). Ini berarti potensi lonjakan pengangguran informal di kota besar, dan menambah beban negara.

    Pendapatan driver yang cenderung turun itu bisa menurunkan daya beli, yang mempengaruhi sektor lain seperti makanan, kebutuhan pokok, dan layanan finansial (misalnya cicilan motor atau pinjaman online).

    Efek domino ke sektor lain: restoran, toko, dan layanan logistik yang mengandalkan delivery. Dampak lebih jauh jika hal-hal tersebut terjadi: investasi di Indonesia turun dikarenakan hilangnya kepercayaan investor dalam dan luar negeri; penerimaan pajak negara menurun; terjadi gejolak sosial politik dikarenakan kondisi ekonomi yang rentan; dapat berujung pada ketidakstabilan keamanan nasional.

    Untuk multiplier effect, berdasarkan riset dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics, pada tahun 2019, kontribusi industri mobilitas dan pengantaran digital terhadap perekonomian Indonesia mencapai Rp127 triliun.

    Setiap peningkatan sebesar 10% pada jumlah mitra pengemudi, secara signifikan akan berkontribusi pada peningkatan tenaga kerja di industri mikro dan kecil sebesar 3,93%. Diperkirakan Industri ini menaungi lebih dari 1.5 juta UMKM dan perubahan status menjadi karyawan berpotensi mengakibatkan 1,4 juta orang kehilangan kesempatan pendapatan, dan penurunan aktivitas ekonomi digital yang berujung pada penurunan PDB sebesar 5.5% – Svara Institute, 2023

    Jika layanan delivery berkurang drastis hingga 70-90%, dampak ekonominya dapat dihitung berdasarkan kontribusi sektor tersebut (lebih dari Rp89 triliun). Jika menggunakan multiplier ekonomi yang sering digunakan untuk perhitungan sektor jasa (umumnya antara 1,5 hingga 2,5), maka kita bisa memperkirakan efek ekonomi lebih lanjut. Misalnya, jika multiplier rata – rata = 2, maka Rp89 triliun × 2 = Rp178 triliun.

    “Artinya, dampak total pada perekonomian Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 178 triliun, yang mencakup efek lanjutan di sektor lain, seperti: UMKM yang bergantung pada pengiriman cepa, ekonomi digital dan jasa  logistik lain, kehilangan pendapatan bagi pekerja di sektor terkait, yang berkurang daya belinya, yang selanjutnya berdampak pada konsumerisme dan sektor ritel,” ungkap Agung menguraikan.daya belinya, yang selanjutnya berdampak pada konsumerisme dan sektor ritel,” ungkap Agung menguraikan.

    Sumber : Antara

  • 2 Tahun Tanpa Serangan Teror, Ancaman Baru Berkembang Senyap – Halaman all

    2 Tahun Tanpa Serangan Teror, Ancaman Baru Berkembang Senyap – Halaman all

    Indonesia boleh berbangga karena selama dua tahun berturut-turut tak mencatatkan satu pun serangan teror. Namun, aparat keamanan terus memperingatkan ancaman terorisme yang berkembang mengikuti zaman.

    Demikian diungkapkan dalam seminar Global Terrorism Index 2025 berjudul Findings and Lessons Learned for Indonesia oleh lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada awal April di Jakarta.

    Radikalisasi daring, bisa menyusup lewat media sosial hingga gim online, serta konten berbau konflik. Ini menjadi ancaman bagi generasi muda dan tantangan baru bagi orang tua, karena dilakukan secara senyap.

    Menebar radikalisasi lewat daring

    Dalam kesempatan yang sama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan bahwa meski tidak ada serangan, ancaman tetap nyata.

    Mereka menggarisbawahi bahwa terorisme modern bukan hanya soal bom dan senjata, tapi juga penyalahgunaan teknologi digital. Karena itu, membangun literasi jadi upaya penting melindungi seseorang dari ancaman radikalisasi di dunia maya.

    “Kalau kita lihat secara keseluruhan dari GTI (Global Terrorism Index) 2025, Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara menunjukkan kemajuan. Tapi yang harus kita waspadai adalah: the tools are out there. Internet itu powerful, dan mereka pasti manfaatkan,” ujar Andhika Chrisnayudhanto, Deputi Kerja Sama Internasional BNPT, dalam seminar tersebut.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Menurut Andhika, saat ini ruang digital menjadi salah satu kanal ancaman baru penyebaran ideologi radikalis hingga ekstremis, terutama kepada generasi muda dan berpotensi melahirkan aktor tunggal atau lone wolf actors.

    “Jika melihat tren dan pola dari paparan Global Terrorism Index 2025, ancaman terorisme itu masih nyata dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Di negara-negara barat misalnya, belakangan yang berhasil melakukan aksi teror adalah lone actors, dengan usia yang cenderung muda dan spektrum ideologi yang luas. Mereka lebih sulit untuk dimonitor,” tuturnya.

    Risiko serangan oleh pelaku perorangan

    Kekhawatiran radikalisasi daring diperkuat pendapat Steve Killelea, pendiri Institute for Economics and Peace (IEP), lembaga yang menyusun Global Terrorism Index (GTI). Lone wolf actors telah menjadi tren terorisme global, tak hanya di barat tapi juga Indonesia. Sekitar 92 persen kematian akibat serangan teror disebabkan oleh aktor tunggal tersebut.

    Ia mengakui bahwa media sosial, khususnya grup percakapan tertutup, dan bahkan gim online, telah menjadi ruang rekrutmen baru yang sulit diawasi secara langsung dan kerap dimanfaatkan teroris.

    “Kami melihat platform digital mendorong terjadinya radikalisasi dan dapat terjadi dengan berbagai cara, seperti media sosial dan gim online yang digunakan sebagai ruang interaksi awal antara ekstremis dengan target potensial,” ujar Killelea pada kesempatan yang sama.

    “Ini menjadi tantangan global yang serius, di mana proses radikalisasi yang dulu membutuhkan waktu hingga 16 bulan, tahun 2025 ini hanya butuh beberapa minggu,” lanjutnya.

    Masyarakat, pertahanan pertama lawan potensi teror

    Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menyoroti meningkatnya potensi serangan tunggal atau lone wolf actors, terutama yang dipicu radikalisasi daring oleh kemarahan spontan terhadap tayangan-tayangan konflik kemanusiaan, seperti yang terjadi di Timur Tengah.

    Kepada DW, Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana menyatakan: “Kalau punya niat tapi tidak ada kesempatan, belum tentu jadi kejahatan. Tapi ketika ada kesempatan kemudian melihat tayangan yang sangat tidak manusiawi, bisa timbul kemarahan. Ditambah provokasi dan hoaks, konflik yang kawin dengan ideologi berpotensi menjadi teror dan lone wolf actors.”

    Oleh karenanya, ia meminta peran aktif masyarakat untuk bisa melakukan asesmen, khususnya oleh orang tua dan komunitas.

    “Radikalisasi biasanya membuat seseorang nyeleneh, berbeda dari komunitasnya. Bagi generasi muda, orang tua berperan penuh memberi kontrol kepada anak-anaknya, kemudian komunitas-komunitas lokal. Pagar pertahanan pertama ya masyarakat sendiri. Penegakan hukum adalah pilihan terakhir,” ujarnya.

    Global Terrorism Index 2025

    Meski secara faktual Indonesia tidak mencatat serangan teror sejak 2023, laporan GTI 2025 menempatkan Indonesia di peringkat ke-30, turun dua tingkat dari tahun sebelumnya dan masuk kategori ancaman menengah.

    Padahal, 2024 menjadi tahun penting bagi upaya penanganan terorisme di Indonesia dengan bubarnya kelompok Jemaah Islamiyah, salah satu jaringan teroris terbesar di kawasan.

    Penurunan terjadi karena laporan tahun ini memasukkan serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua ke dalam indikator penilaian. Meski begitu, BNPT tetap melihat skor ini sebagai indikasi keberhasilan penanganan terorisme. Mereka menekankan bahwa era digital menuntut pendekatan baru, di mana pencegahan menjadi senjata utama.

    Editor: Arti Ekawati

  • Kemenlu Bantah Rencana Rusia Bangun Pangkalan Militer di Papua

    Kemenlu Bantah Rencana Rusia Bangun Pangkalan Militer di Papua

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) angkat bicara terkait kabar rencana Rusia untuk membuka pangkalan militer di Papua, Indonesia. 

    Juru bicara Kemenlu RI Rolliansyah Soemirat mengatakan pihaknya belum pernah mendengar permintaan semacam itu dari Rusia.

    Dia juga mengatakan, kabar tersebut dapat dikonfirmasi lebih lanjut pada kementerian atau instansi terkait. 

    “Kami belum pernah mendengar mengenai permintaan Rusia untuk menempatkan pesawatnya di pangkalan udara milik Indonesia di wilayah Papua,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (16/4/2025).

    Secara terpisah, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menuturkan sejauh ini, kebijakan luar negeri RI tidak memberikan adanya penempatan aset-aset militer asing di Indonesia. Arif menegaskan, kebijakan politik luar negeri bebas aktif Indonesia juga menyebut Indonesia tidak bergabung dalam blok militer manapun. 

    “Politik luar negeri kita kan jelas, bebas aktif. Kalau kerja sama militer atau latihan bersama itu banyak,” dalam diskusi CSIS “70th Anniversary of the Asian-African Conference di Jakarta pada Rabu (16/4/2025). 

    Sebagai informasi, media pertahanan internasional, Janes, melaporkan bahwa Rusia secara resmi mengajukan permintaan kepada pemerintah Indonesia untuk menempatkan pesawat jarak jauhnya milik Russian Aerospace Forces (VKS) di Lanud Manuhua.

    Disebutkan bahwa permintaan tersebut disampaikan dalam pertemuan antara Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin dengan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia pada Februari 2025 lalu. Adapun, isu ini juga turut menjadi pembahasan di media The Sydney Morning Herald.

  • Wamenlu Bicara Peluang Peningkatan Kerja Sama Negara Nonblok saat Geopolitik Memanas

    Wamenlu Bicara Peluang Peningkatan Kerja Sama Negara Nonblok saat Geopolitik Memanas

    Bisnis.com, JAKARTA – Peningkatan kerja sama antaranegara non blok dapat ditingkatkan pada berbagai bidang di tengah kondisi geopolitik yang terfragmentasi.

    Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menjelaskan, gerakan non blok yang dilahirkan dari Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 70 tahun lalu bahkan semakin relevan di tengah situasi geopolitik saat ini. 

    Dia menjelaskan, gerakan non blok dilahirkan di tengah kondisi Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet yang bertujuan agar negara-negara anggotanya tidak berpihak pada salah satu pihak yang berseteru. 

    Arif menuturkan, fragmentasi geopolitik yang terjadi saat ini adalah kondisi yang serupa dengan Perang Dingin, di mana negara-negara terkadang dipaksa untuk memilih satu sisi dalam konflik yang berbeda. 

    “Jadi itu membuatnya lebih relevan bagi negara-negara dalam gerakan non blok untuk bergerak maju secara strategis dengan lebih mandiri. Menurut saya negara-negara non blok memiliki lebih banyak daya tawar dalam berdiskusi dengan negara-negara besar yang berbeda,” kata Arif dalam diskusi CSIS “70th Anniversary of the Asian-African Conference di Jakarta pada Rabu (16/4/2025).

    Di sisi lain, dia mengatakan gerakan ini perlu ditindaklanjuti dengan beragam kerja sama yang saling menguntungkan untuk negara-negara non blok ataupun negara global south.

    Salah satu bidang potensial yang dapat dikerja samakan antara negara non blok adalah mineral kritis (critical mineral). Arif menyebut, beberapa negara non blok memiliki kekayaan mineral kritis, seperti Indonesia, Afrika Selatan, Chile, dan lainnya.

    Arif menjelaskan, hingga saat ini negara-negara non blok belum pernah melakukan diskusi secara komprehensif. Padahal, mineral kritis memiliki peran krusial pada teknologi-teknologi terkini yang dapat meningkatkan perekonomian sebuah negara.

    “Karena mineral kritis yang sedang kita bicarakan relevan untuk teknologi baru. Kita dapat saling belajar tentang cara mengelola mineral kritis masing-masing,” jelasnya.

    Bidang lain yang potensial untuk dikembangkan untuk negara-negara non blok adalah iklim, terutama dari sisi pendanaan. Arif memaparkan, dalam Perjanjian Paris, negara-negara Barat telah menjanjikan US$100 miliar kepada negara-negara berkembang untuk pendanaan iklim (climate financing). 

    Namun, melihat kondisi geopolitik yang kurang optimal, hal ini kemungkinan tidak terwujud. Dia menuturkan, negara-negara non blok perlu bekerja sama untuk melihat apa saja alternatif dari pendanaan iklim. 

    Selanjutnya, negara-negara non-blok juga dapat bekerja sama pada sisi penentuan harga emisi gas rumah kaca atau carbon pricing. Menurut Arif, negara-negara tersebut perlu duduk bersama untuk membahas metode penentuan carbon pricing yang tepat.

    Dia menilai, metode penetapan harga karbon, belum disetujui atau bahkan belum dipahami oleh banyak negara nonblok. Oleh karena itu, penyeragaman metode penghitungan carbon pricing menjadi vital karena hal itu dapat membantu dalam pembiayaan iklim hingga pembangunan negara-negara tersebut.

  • SBY hingga CT Hadiri Diskusi The Yudhoyono Institute Bahas Situasi Global

    SBY hingga CT Hadiri Diskusi The Yudhoyono Institute Bahas Situasi Global

    Jakarta

    Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Founder & Chairman CT Corp Chairul Tanjung (CT) menghadiri acara diskusi yang digelar oleh The Yudhoyono Institute (TYI). Diskusi itu membahas mengenai dinamika dan perkembangan dunia terkini: geopolitik, keamanan dan ekonomi global.

    Pantauan detikcom, Minggu pagi (13/4/2025), sejumlah tokoh berdatangan ke lokasi diskusi di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta. CT direncanakan akan menjadi salah satu panelis dalam acara diskusi ini. Acara juga dihadiri oleh mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggono hingga Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara.

    Acara ini akan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama akan membahas ekonomi dengan pidato pembukaan disampaikan oleh Direktur Eksekutif TYI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

    Sesi pertama juga akan dihadiri oleh Mari Elka Pangestu (Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional), M. Chatib Basri (Anggota Dewan Ekonomi Nasional/Menteri Keuangan ke-28), Hermanto Siregar (Ekonom & Akademisi), serta Raden Pardede yang akan menjadi moderator.

    Lalu sesi kedua akan membahas seputar geopolitik dan keamanan internasional. Acara akan ditutup oleh pidato dari SBY yang juga sebagai Chairman TYI.

    Sesi kedua akan dihadiri oleh H.E. Arrmanatha Christiawan Nasir (Wakil Menteri Luar Negeri), Dino Patti Djalal (Wakil Menteri Luar Negeri ke-5), Rizal Sukma (Senior Fellow, CSIS), Ossy Dermawan (Wakil Menteri ATR/BPN).

    (ial/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Tarif Trump Bikin China dan Eropa Panik Pindahkan Lapak

    Jakarta

    “Pengurangan risiko, diversifikasi, dan mengarahkan ulang lokasi perdagangan” adalah sebuah mantra yang dahulu ditujukan untuk melawan cengkeraman Cina yang semakin kuat dalam perdagangan global.. Namun kini mantra itu justru digunakan untuk menghadapi Amerika Serikat.

    Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, yang kini mencapai angka mencengangkan sebesar 125% terhadap barang-barang buatan Cina, telah mengguncang pasar keuangan, mulai dari Sydney, Australia, hingga Sao Paolo, Brasil.

    Karena banyak barang Cina diproduksi khusus untuk pasar Amerika Serikat, para ekonom khawatir bahwa Cina akan kesulitan untuk menjual barang-barang tersebut ke konsumen domestik.

    Sebagai gantinya, Beijing tengah menata ulang strategi ekspornya, mengutamakan mitra dagang global lain demi meredam pukulan akibat menurunnya ekspor ke Amerika Serikat.

    Diana Choyleva, pendiri sekaligus kepala ekonom di Enodo Economics, sebuah lembaga riset berbasis di London, Inggris, yang berfokus pada Cina, meyakini bahwa Beijing akan berupaya meningkatkan ekspor ke negara-negara tetangganya di kawasan, termasuk mereka yang secara historis pernah berselisih.

    Cina mencoba merajut kembali hubungan dengan musuh lama

    “Pemulihan dialog ekonomi Beijing dengan Jepang baru-baru ini — yang pertama kali setelah enam tahun — dan Korea Selatan menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan regional tengah menilai ulang hubungan mereka sebagai respons terhadap ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat,” ujar Choyleva kepada DW.

    “Meskipun Seoul membantah klaim media negara Cina tentang ‘respons bersama’ terhadap tarif AS, dimulainya kembali kerja sama ekonomi trilateral setelah bertahun-tahun hubungan yang tegang menunjukkan titik balik yang strategis,” imbuhnya.

    “[Para produsen Cina] akan mencari celah-celah kesempatan di Asia Tenggara yang sebelumnya mungkin tidak mereka investasikan waktu, tenaga dan uang di masa lalu karena mereka memiliki pasar Amerika yang menguntungkan yang menyerap semua yang mereka produksi,” ujar Kepala Kebijakan Perdagangan Hinrich Foundation yang bermarkas di Singapura, Deborah Elms.

    Eropa pun perlu mendiversifikasi perdagangan

    Meskipun diberi jeda selama 90 hari, Uni Eropa menghadapi ancaman tarif baru sebesar 20% terhadap ekspor senilai hingga €380 miliar ke Amerika Serikat.

    Para pengambil kebijakan di Brussels. Belgia, kini tengah menimbang langkah serupa seperti yang dilakukan Cina. Uni Eropa menyatakan rencananya untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik dan Selatan Global sebagai upaya menghadapi proteksionisme Amerika.

    Dalam kunjungan tiga harinya ke Vietnam pekan ini, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menegaskan bahwa Eropa harus menjelajahi pasar-pasar baru dan menyatakan bahwa pemerintahnya “sangat berkomitmen” untuk membuka Spanyol dan Eropa bagi lebih banyak perdagangan dengan Asia Tenggara.

    Namun analis kebijakan dari European Policy Centre (EPC), Varg Folkman, memperingatkan bahwa Eropa akan kesulitan menggantikan pasar ekspor lintas-Atlantik dengan pasar lain, karena ekonomi Amerika Serikat “lebih besar dan lebih makmur.”

    Folkman mencatat adanya “perlawanan kuat” di antara negara-negara anggota Uni Eropa terhadap perjanjian dagang baru, dan menyoroti kewaspadaan Prancis dalam membuka sektor pertaniannya terhadap Brasil dan Argentina dalam kesepakatan dagang Uni Eropa dengan Mercosur, blok regional Amerika Selatan.

    Kesepakatan tersebut memakan waktu 25 tahun untuk dinegosiasikan, namun hingga kini belum juga diratifikasi.

    “Perjanjian perdagangan memang kontroversial,” katanya kepada DW. “Mungkin akan sangat sulit untuk menerapkan yang baru, meskipun dengan urgensi yang kita saksikan saat ini.”

    Walau Uni Eropa dan Cina dapat saling meningkatkan perdagangan bilateral, para ekonom dan pembuat kebijakan juga khawatir Eropa akan kesulitan menghadapi pukulan ganda berupa lonjakan tarif AS dan persaingan dagang baru dengan Cina — ekonomi terbesar kedua di dunia.

    Kelebihan pasokan Cina mengancam pesaing di Eropa

    Dalam sebuah komentar yang dipublikasikan pekan ini, Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah lembaga pemikir di Washington, menulis bahwa “Tarif AS terhadap Cina kemungkinan besar akan mengarah pada pengalihan barang ekspor Cina ke Uni Eropa, yang akan memberikan tekanan tambahan pada produsen Eropa dan kemungkinan besar akan memicu tuntutan untuk respons proteksionis dari Brussels.”

    Uni Eropa telah lama menyuarakan keprihatinan atas besarnya subsidi negara yang diberikan kepada produsen Cina, yang memungkinkan mereka “membuang” barang dengan harga yang sangat murah ke pasar Eropa. Subsidi ini, bersama dengan biaya tenaga kerja yang rendah dan skala ekonomi yang besar, telah menekan para pesaing di Eropa, menyebabkan kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja yang signifikan.

    Kendaraan listrik (EV) adalah contoh terbaru. Berkat subsidi pemerintah, insentif pajak, dan pinjaman murah, merek-merek EV Cina seperti BYD, Nio, dan XPeng kini menyerbu pasar Uni Eropa dengan harga jauh lebih rendah dari pesaing lokalnya.

    Industri otomotif Eropa kini tengah menjalani restrukturisasi besar-besaran, mengancam penutupan pabrik, pengurangan kapasitas produksi, dan hilangnya puluhan ribu lapangan kerja — terutama di Jerman.

    Sementara Washington memberlakukan tarif 100% terhadap kendaraan listrik buatan Cina, yang secara efektif menutup pasar Amerika bagi para pembuat mobil Cina, tarif Uni Eropa bervariasi menurut produsen. Maksimalnya 35,3%, dan hanya 17% untuk BYD.

    Elms, dari Hinrich Foundation, meyakini akan terjadi “ledakan awal” barang-barang murah dari Asia ke berbagai penjuru dunia karena para produsen saat ini sedang “duduk di atas gunungan produk.”

    “Tapi mereka tidak akan terus memproduksi barang-barang yang tidak menghasilkan untung, jadi perusahaan-perusahaan Cina akan segera beralih untuk membuat produk lain. Kalau tidak, mereka akan gulung tikar,” tambahnya.

    Sistem peringatan dini baru dapat mencegah ‘dumping’

    Jörg Wuttke, mantan kepala raksasa industri Jerman BASF di Cina, memperingatkan akan datangnya “tsunami kapasitas berlebih” dari Cina ke Eropa — yang ia harapkan takkan memicu penghalang dagang baru dari Uni Eropa. Ia menyerukan perbaikan “komunikasi dan kepercayaan” antara Brussels dan Beijing guna menghindari gelombang dumping barang yang baru.

    Volkman, pakar kebijakan industri Eropa, meragukan bahwa Uni Eropa akan menerima distorsi perdagangan lebih lanjut tanpa perlawanan, dan mengatakan kepada DW: “Komisi Eropa telah memberi isyarat bahwa mereka akan mengawasi dengan ketat arus impor dan akan mengambil tindakan jika terjadi lonjakan dari Cina atau dari mana pun, yang memaksa mereka untuk bertindak.”

    Pada tahun 2023, Uni Eropa mengumumkan rencana pembentukan satuan tugas pengawasan impor guna memantau lonjakan tiba-tiba dalam arus barang masuk yang dapat mengancam industri dalam negeri. Sistem peringatan dini ini diciptakan sebagai bagian dari upaya Uni Eropa untuk derisk dari Cina di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas praktik dumping.

    Namun demikian, ada pula kekhawatiran bahwa eksportir Asia lain — bahkan Amerika Serikat — bisa ikut membanjiri pasar Eropa dengan barang murah. Satuan tugas tersebut diharapkan mampu membuat Brussels bergerak lebih sigap dalam menghadapi ancaman dari berbagai penjuru, melalui penyelidikan antidumping, tarif, dan pembatasan sementara terhadap impor.

    Namun, langkah semacam itu kemungkinan akan memicu kritik, karena dianggap meniru kebijakan proteksionis Trump — suatu penyimpangan dari komitmen lama Uni Eropa terhadap perdagangan bebas, sekaligus memperlemah norma-norma Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan berisiko memperuncing ketegangan dagang global.

    *Artikel ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris.

    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini