NGO: CSIS

  • 100 Hari Kerja Prabowo: Anggaran Infrastruktur Dipangkas, PSN Belum Jelas

    100 Hari Kerja Prabowo: Anggaran Infrastruktur Dipangkas, PSN Belum Jelas

    Bisnis.com, JAKARTA – Masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tepat memasuki 100 hari kerja pada hari ini, Selasa (28/1/2025). Sebelumnya, keduanya dilantik pada 20 Oktober 2024.

    Meski telah mengeluarkan sejumlah kebijakan, sektor infrastruktur tampak menjadi salah satu yang kurang tersentuh sepanjang 100 hari pertama kepemimpinan Prabowo-Gibran.

    Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri menyoroti keputusan pemerintah yang belum kunjung menerbitkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    Pasalnya, dokumen itu diperlukan sebagai pedoman awal rencana pembangunan Indonesia sepanjang satu periode pemerintahan.

    “Satu hal yang patut diperhatikan yakni RPJMN sebagai dokumen teknokratis kebijakan ekonomi itu belum. Sampai saat ini juga belum di-publish dan belum diresmikan,” kata Yose dalam Diskusi Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo yang dilakukan secara Daring, dikutip Selasa (28/1/2025).

    Padahal, tambah Yose, pemerintahan baru semestinya sudah harus merilis dokumen RPJMN terhitung 3 bulan sejak dilantik.Dengan demikian, dirinya meminta agar hal itu dapat segera direalisasikan guna mempertajam arah pembangunan nasional.

    “Jadi policy-nya masih ad hoc, masih kelihatannya seperti masih di tahap kampanye. Sehingga retorika-retorika itu yang masih terus kemungkinan dikeluarkan. Padahal tentu dunia bisnis, dunia usaha dan akademisi sudah menunggu-nunggu arah kebijakan itu seperti apa,” ujarnya.

    Pemangkasan Anggaran Infrastruktur

    Selain masalah pembentukan dokumen RPJMN yang tidak kunjung terlihat, isu mengenai pemangkasan anggaran infrastruktur juga menjadi salah satu yang disorot sepanjang 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam kabar terbarunya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025. Dalam beleid tersebut dituliskan bahwa Anggaran Infrastruktur bakal dipangkas hingga 34,3%.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa surat tersebut merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

    “Efisiensi atas anggaran belanja seluruh Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp256,1 triliun,” tulis Sri Mulyani dalam suratnya.

    Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad memproyeksi pemangkasan itu bakal berdampak pada kondisi ekonomi nasional.

    “Infrastruktur itu kan sebagian besar belanja modal. Kalau belanja modal berkurang, biasanya government expenditure dalam pembentukan PDB atau ekonomi secara umum pasti mengalami koreksi gitu ya. Jadi saya kira ya dampak ekonominya masih agak cukup besar lah begitu ya,” kata Tauhid.

  • Ancaman Sanksi Monopoli KPPU ke Google dan Bayang-Bayang Trump

    Ancaman Sanksi Monopoli KPPU ke Google dan Bayang-Bayang Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda kepada Google sebesar Rp202,5 miliar atas dugaan pelanggaran persaingan usaha. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan apakah langkah tersebut berpotensi memicu retaliasi atau balasan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

    Sebagai informasi, Ketua Majelis Komisi KPPU Hilman Pujana menilai Google LLC terbukti melakukan praktik monopoli dan menggunakan posisi dominan untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang No.5/1999 terkait Penerapan Google Play Billing System.  

    Akibat pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar dan memerintahkan Google untuk menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing (GPB) di platform Google Play Store.

    Sedangkan, diberitakan sebelumnya, Google dan Trump memiliki hubungan yang lekat. Google dengan perusahaan lain seperti Amazon dan Meta, masing-masing menyumbangkan US$1 juta untuk dana pelantikan Trump, yakni sekitar Rp16,3 miliar. 

    Para ahli juga berpendapat bahwa Trump mungkin akan mengurangi beberapa kebijakan anti monopoli, kebijakan yang sebelumnya diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden. 

    Bayang-bayang Trump ke RI

    Peneliti Departemen Hubungan Internasional Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) Muhammad Habib kemudian berpendapat bahwa retaliasi tersebut bergantung pada bagaimana perilaku dan kebijakan sang Tanah Air secara keseluruhan. 

    “Situasi yang akan dilihat Trump tentunya apakah upaya-upaya mencegah monopoli di Indonesia hanya menargetkan perusahaan AS atau berlaku juga pada perusahaan teknologi asing dari negara lain ataupun perusahaan asal Indonesia,” tuturnya kepada Bisnis, Kamis (23/1/2025). 

    Lanjutnya, dikatakan bahwa sejauh ini terdapat beberapa keputusan Indonesia yang secara tidak langsung dapat dianggap tidak menguntungkan perusahaan teknologi AS. Hal ini termasuk dinamika dengan Apple, dan juga dengan Starlink sebelumnya. 

    “Kalau memang kasusnya banyak dan hanya menargetkan kepada perusahaan teknologi AS saja, maka kita perlu khawatir,” ujarnya. 

    Adapun, Apple dan Starlink tersebut juga memiliki hubungan dengan Trump. Kedua petinggi perusahaan tersebut menghadiri pelantikan Donald Trump pada Senin (21/1/2025). 

    Terlebih, sang CEO Starlink, Elon Musk, menghabiskan seperempat miliar dolar untuk kampanye Trump pada November 2024. Trump sendiri juga telah menunjuk Elon untuk memimpin kementerian baru, bernama Departemen Efisiensi Pemerintahan atau Department of Government Efficiency.

    Kemudian, CEO Apple, Tim Cook menyumbangkan US$1 juta untuk dana pelantikan Trump dari dompetnya sendiri, bukan dari perusahaannya. Bahkan Cook juga memuji pemerintahan pertama Trump yang membantu Apple masuk ke pasar ritel di India .

    Menanti Langkah Selanjutnya

    Menanggapi putusan yang dikeluarkan oleh KPPU itu, Google LLC kemudian menolak putusan dari KPPU dan akan menempuh jalur banding. 

    Perwakilan Google meyakini bahwa praktik yang diterapkan perusahaan saat ini berdampak positif pada ekosistem aplikasi di Indonesia, dengan mendorong terciptanya lingkungan yang sehat dan kompetitif, melalui penyediaan platform yang aman, akses ke pasar global, serta keberagaman pilihan, termasuk alternatif sistem penagihan sesuai pilihan pengguna (User Choice Billing) di Google Play.

    “Kami tidak sepakat  dengan keputusan KPPU dan akan menempuh jalur banding,” tulis perwakilan Google dalam keterangan resmi, Rabu (22/1/2025). 

    Tambahnya, Google mengatakan bahwa perusahaan terus memberikan dukungan aktif kepada para pengembang Indonesia melalui berbagai inisiatif yang diklaim komprehensif. Hal ini meliputi program Indie Games Accelerator, Play Academy, dan Play x Unity, yang merefleksikan investasi mendalam perusahaan. 

    “Kami berkomitmen untuk selalu patuh kepada hukum Indonesia dan akan terus berkolaborasi secara konstruktif dengan KPPU dan seluruh pihak terkait sepanjang proses banding berjalan,” ujar perwakilan Google. 

  • Kenaikan UMP 6% Dinilai Tak Banyak Berpengaruh untuk Kesejahteraan Pekerja

    Kenaikan UMP 6% Dinilai Tak Banyak Berpengaruh untuk Kesejahteraan Pekerja

    Bisnis.com, JAKARTA – Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai kebijakan kenaikan UMP 6% tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan para pekerja.

    Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri mengemukakan bahwa pada 2023, kebijakan pemerintah menaikan UMP hanya berdampak pada 36% pekerja yang memiliki upah di atas UMP.

    “Itu saja masih penurunan di dibandingkan kenaikan UMP tahun 2019 sebesar 42%,” tuturnya di Jakarta, Kamis (23/1/2025).

    Yose juga mengaku khawatir jika kenaikan UMP 6% itu akan dijadikan instrumen politisasi pemerintah untuk kepentingan politik.

    “Apalagi dengan hilangnya formulasi upah minimum. Jadi UMP ini semakin tidak bisa dikontrol atau diprediksi,” katanya.

    Kendati demikian, Yose mengapresiasi sikap pemerintah yang telah mengumumkan ke publik terkait kenaikan UMP 6 persen.

    “Masalahnya, hal itu terkait juga dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut beberapa ketentuan dalam UU Ciptaker. Salah satunya adalah pembahasan formulasi dari UMP itu sendiri,” ujarnya.

  • Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global usai Pelantikan Trump, Indonesia Harus Apa?

    Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global usai Pelantikan Trump, Indonesia Harus Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Center for Strategic and International Studies alias CSIS mewanti-wanti agar pemerintah tidak gegabah menghadapi ketidakpastian ekonomi global, terutama setelah Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat periode 2025—2029.

    Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri menekankan pemerintah harus menyiapkan strategi yang lebih komprehensif menghadapi ketidakpastian global ke depan. Menurutnya, kini perspektif geopolitik, ekonomi, hingga perdagangan tidak bisa dipisahkan.

    “Sayangnya memang kita tidak terlalu menempatkan hal tersebut secara komprehensif. Contohnya ketika kita memutuskan untuk bergabung dengan BRICS,” ujar Yose dalam diskusi Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintah Prabowo Bidang Ekonomi secara daring, Rabu (22/1/2025).

    Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengaku bingung dengan keputusan pemerintah bergabung dengan BRICS. Menurutnya, keputusan pemerintah hanya diambil dari satu perspektif.

    Yose mencontohkan dari perspektif perdagangan, Indonesia tidak memiliki untung bergabung dengan BRICS. Alasannya, kebanyakan negara yang tergabung dalam BRICS merupakan eksportir bukan importir.

    “Kalau kita mau mengharapkan ekspor ke negara-negara mereka, ya agak sulit. Jadi ini hal-hal yang sifatnya geopolitik itu tidak nyambung dengan kebijakan ekonomi Indonesia,” jelasnya.

    Sementara khusus untuk menghadapi Trump, Yose menyarankan agar pemerintah menyiapkan respons dalam segi kebijakan. Selain itu, pemerintah perlu bernegosiasi dengan pemerintah baru Trump.

    Dia mengingatkan, pada periode pertama (2017—2021), pemerintah Trump sempat mengancam ingin menghentikan fasilitas GSP [generalized system of preferences] yang didapatkan Indonesia. Saat itu, pemerintah Indonesia harus bernegosiasi kembali.

    “Untuk bernegosiasi ini kita harus tahu kelemahan kita seperti apa, apa yang bisa kita tawarkan, apa bargaining chip [alat tawar menawar] yang bisa kita punya,” kata Yose.

  • Amerika Serikat Keluar dari WHO, Donald Trump Hentikan Transfer Dana, Apa Efek pada Kesehatan Dunia? – Halaman all

    Amerika Serikat Keluar dari WHO, Donald Trump Hentikan Transfer Dana, Apa Efek pada Kesehatan Dunia? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JENEWA – Pernyataan mengejutkan keluar dari Donald Trump usai resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Senin (20/1/2025).

    Donald Trump mengumumkan AS keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

    Pernyataan resmi ini dilontarkan dari Gedung Putih pada Senin (20/1/2025) waktu setempat. 

    Mengutip dari BCC, kebijakan itu diumumkan pada Senin (20/1/2025) melalui penandatangan perintah eksekutif.

    Apa dampaknya pada kelangsungan sistem kesehatan dunia? Berikut ulasannya

    Banyak yang menduga jika efek pertama keluarnya Amerika Serikat (AS) sebagai anggota WHO ialah pada pendanaan dan anggaran WHO.

    Kritik Trump Pada WHO, Merasa Ditipu Soal Covid-19 dan Memilih Keluar 

    Induk kesehatan dunia milik PBB itu berulang kali dikritik Trump atas penanganannya terhadap pandemi Covid-19.

    Beberapa jam setelah pelantikan, Trump berujar bahwa AS membayar jauh lebih banyak ke WHO daripada China.

    Presiden Donald Trump mengumumkan keputusan untuk menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari WHO. (Tangkap layar ABC News)

    “(Badan) Kesehatan Dunia menipu kita,” lanjutnya, dikutip Kompas.com.

    Trump sering mengkritik cara badan internasional tersebut menangani Covid-19 dan memulai proses penarikan diri dari lembaga yang berbasis di Jenewa tersebut selama pandemi.

    Sayangnya saat masa Presiden Joe Biden, Biden membatalkan keputusan itu.

    “WHO sangat menginginkan USA kembali, jadi  dilihat saja apa yang terjadi,” kata Trump.

    Trump beralasan jika AS menarik diri karena kesalahan organisasi tersebut dalam menangani pandemi Covid-19 yang muncul di Wuhan, Tiongkok, dan krisis kesehatan global lainnya, kegagalan organisasi tersebut untuk mengadopsi reformasi yang sangat diperlukan, dan ketidakmampuannya untuk menunjukkan kemandirian.

    Trump menuduh WHO bias terhadap Tiongkok dalam cara mereka mengeluarkan pedoman selama wabah ini terjadi.

    Bukan Kali Pertama, Trump Pernah Berupaya Bawa AS Keluar dari WHO

    Kali kedua Trump memerintahkan AS keluar dari WHO.

    Tindakan ini merupakan kali kedua Trump memerintahkan AS keluar dari WHO.

    Awalnya, ia berupaya membawa AS keluar dari WHO saat masa jabatan pertamanya.

    Trump sebagai presiden ke-45 AS menuduh WHO dipengaruhi China selama awal pandemi.

    Namun, upaya Trump dibatalkan oleh Joe Biden setelah politisi Demokrat itu menang pemilihan presiden atau pilpres AS 2020.

    AS Jadi Donatur Terbesar, Trump Perintahkan Stop Transfer Dana ke WHO

    Kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Geneva, Swiss. WHO menyerukan tindakan segera dan terpadu untuk menindaklanjuti temuan kasus kematian anak-anak di sejumlah negara usai mengonsumsi obat batuk sirup. (Global Times/VCG)

    Pada keputusannya kali ini, Trump meneken perintah eksekutif yang memerintahkan badan-badan terkait menghentikan sementara transfer dana, dukungan, atau sumber daya Pemerintah AS ke WHO.

    Amerika Serikat adalah donatur terbesar bagi organisasi yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, tersebut. 

    Dukungan finansial AS sangat penting bagi operasional WHO.

    Di bawah pemerintahan Biden, AS terus menjadi penyandang dana terbesar bagi WHO dan pada tahun 2023 menyumbang hampir seperlima anggaran badan tersebut. 

    Anggaran tahunan organisasi ini adalah $6,8 miliar (£5,5 miliar).

    Efek untuk Amerika Jika Keluar dari WHO

    Pakar kesehatan masyarakat mengkritik keputusan Trump untuk keluar dari WHO, dan memperingatkan bahwa mungkin ada konsekuensi bagi kesehatan masyarakat Amerika.

    Beberapa orang berpendapat bahwa langkah ini memutus kemajuan AS dalam memerangi penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis, dan Hiv & Aids.

    “Ini adalah keputusan presiden yang sangat dahsyat. Penarikan diri dari program ini merupakan luka yang sangat menyedihkan bagi kesehatan dunia, namun luka yang lebih dalam bagi Amerika Serikat,” kata pakar kesehatan masyarakat global dan profesor di Universitas Georgetown, Lawrence Gostin.

    Jika Amerika keluar dari WHO, akan memicu restrukturisasi besar-besaran lembaga itu dan dapat mengganggu rencana-rencana kesehatan global.

    Kabinet Trump juga mengumumkan rencana meninjau dan membatalkan Strategi Keamanan Kesehatan Global AS 2024, yang dirancang Biden untuk mencegah, mendeteksi, serta menanggapi ancaman penyakit menular.

    AS keluar dari WHO saat kekhawatiran dunia meningkat mengenai pandemi flu burung (H5N1). Puluhan orang terinfeksi dan satu pasien meninggal di Amerika Serikat.

    Negara-negara anggota WHO sejak akhir 2021 merundingkan perjanjian pertama di dunia tentang pencegahan, kesiapsiagaan, dan tanggapan pandemi.

    Dengan keluarnya AS, negosiasi akan dilanjutkan tanpa partisipasi Washington.

    Situasi Kesehatan Dunia Jika AS Keluar dari WHO

    Keputusan Presiden Trump yang mengeluarkan Amerika Serikat dari keanggotaaan WHO menimbulkan kekhawatiran pada situasi kesehatan global.

    Hal ini disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Prof Tjandra Yoga Aditama (HO/TRIBUNNEWS)

    Ia menuturkan, Amerika Serikat mempunyai berbagai pusat kajian kesehatan yang diakui dunia seperti Center of Diseases Control and Prevention (CDC), National Institute of Health (NIH) dan lainnya.

    “Bagaimana peran berbagai organisasi ini sesudah Amerika Serikat menarik diri dari WHO,” ujar Prof Tjandra.

    Banyak pakar Amerika Serikat yang aktif dalam kesehatan global, termasuk bekerja di World Health Organization (WHO).

    Ada berbagai Universitas ternama di Amerika Serikat yang bergerak dalam kesehatan global pula.

    “Tentu patut ditelusuri bagaimana peran para pakar ini di kesehatan global kelak, sehubungan dengan kebijakan Trump di hari pertama kerjanya ini,” kata dia.

    Lebih jauh, aspek pendanaan dan anggaran WHO terkena dampak cukup bermakna jika kontribusi dari Amerika Serikat dihentikan.

    Amerika Serikat sudah lama dikenal sebagai donatur WHO.

    Imbasnya, apakah kondisi setelah ini tetap bisa terjaga kesehatan dunia.

    Situasi kesehatan dunia akan jadi perhatian penting karena besarnya jumlah penduduk Amerika Serikat, yang juga banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara di dunia.

    Kondisi ini membawa dampak dalam pengawasan perjalanan kesehatan internasonal.

    “Harus ditunggu bagaimana implementasi atau eksekusi keputusan itu, apakah akan ada waktu tertentu sampai ini benar-benar terlaksana. Pernah ada informasi bahwa prosesnya akan memakan waktu 1 tahun, tetapi mungkin saja situasinya berbeda kini,” kata direktur pascasarjana RS YARSI ini.

    Respon WHO, Masih Berharap AS  Tak Keluar dari Keanggotaan

     (Times of Israel)

    Organisasi kesehatan dunia atau WHO buka suara terkait keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan WHO.

    Melalui keterangan tertulis, WHO menyesalkan pengumuman penarikan diri Amerika Serikat dari organisasi tersebut.

    WHO memainkan peran penting dalam melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat dunia, termasuk warga Amerika dalam merespons keadaan darurat kesehatan seperti wabah penyakit.

    Amerika Serikat merupakan anggota pendiri WHO pada tahun 1948 dan telah berpartisipasi dalam membentuk dan mengatur kerja WHO sejak saat itu, bersama dengan 193 Negara Anggota lainnya, termasuk melalui partisipasi aktifnya dalam Majelis Kesehatan Dunia dan Dewan Eksekutif. 

    Selama lebih dari tujuh dekade, WHO dan Amerika Serikat telah menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi warga Amerika dan semua orang dari ancaman kesehatan. 

    “Bersama-sama, WHO dan AS mengakhiri penyakit cacar, dan bersama-sama kita membawa polio ke ambang pemberantasan. Institusi-institusi Amerika telah berkontribusi dan memperoleh manfaat dari keanggotaan WHO,” tulis WHO dilaman resminya, Selasa (22/1/2025).

    Dengan partisipasi Amerika Serikat dan Negara Anggota lainnya, WHO selama 7 tahun terakhir telah menerapkan rangkaian reformasi terbesar dalam sejarahnya, untuk mengubah akuntabilitas, efektivitas biaya, dan dampaknya di berbagai negara. 

    “Kami berharap Amerika Serikat akan mempertimbangkan kembali dan kami berharap dapat terlibat dalam dialog konstruktif untuk mempertahankan kemitraan antara Amerika Serikat dan WHO, demi kepentingan kesehatan dan kesejahteraan jutaan orang di seluruh dunia,” lanjut keterangan tersebut.

    Pengamat: Potensi Amerika Serikat jadi ‘Preman Dunia’ di Bawah Kendali Donald Trump 2.0

    Terpisah, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri membeberkan soal kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di dunia global usai Donald Trump kembali memimpin Amerika Serikat.

    Menurut Yose, pemerintahan administrasi Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump jilid dua dimungkinkan akan lebih kontroversial dibandingkan periode pertama Trump memimpin.

    “Dan kemarin-kemarin juga dengan statement-statement yang diberikan itu kelihatan sekali bahwa presiden Trump dan administrasi nya itu akan menjadi kontroversial dibandingkan tahun tahun sebelumnya,” kata Yose saat media briefing dengan tema Pelantikan Trump Dinamika Baru persaingan AS-China dan Tantangan bagi Indonesia, di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Bahkan, pada hari ini atau belum tepat 24 jam Donald Trump dilantik, presiden yang berasal dari Republican Party tersebut sudah meneken beberapa kesepakatan.

    Satu di antaranya keputusan Amerika Serikat yang keluar dari Paris Agreement dan keluar sebagai anggota World Health Organization (WHO).

    “Sudah ada beberapa eksekutif order yang sudah ditandatangani yang kemudian memperlihatkan bahwa berbagai tindak kontroversial itu akan dijalankan oleh presiden Trump sendiri,” kata dia.

    “Jadi kelihatan nya ada keinginan dari administrasi baru ini untuk work the talk, apa yang mereka sudah kabarkan sudah beritakan sebelumnya,” sambung Yose.

    Atas hal itu, Yose menilai kondisi tersebut harus diantisipasi ke depan dan jangan sampai setiap bangsa khususnya Indonesia, merasa terkejut dengan berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Trump yang baru ini.

    “Dan untuk itu kita di Indonesia juga perlu untuk mengantisipasi serta merespons dengan tepat berbagai kemungkinan-kemungkinan tadi,” beber dia.

    Tak cukup di situ, Yose juga melihat kalau kebijakan Trump yang dinilai bakal menuai kontroversial itu akan turut didukung oleh banyak pihak.

    “Catatan saya adalah bahwa ini kelihatan nya kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh adminstrasi baru ini mendapatkan dukungan yang cukup luas dari berbagai pihak di Amerika Serikat sendiri,” kata dia.

    “Baik itu dari, sisi pemerintahannya karena memang kita bisa lihat sendiri Republikan itu sendiri mendapatkan porsi dukungan yang cukup kuat di kongres serta juga di berbagai tempat-tempat yang lainnya,” sambung Yose.

    Bahkan lebih jauh, beberapa pegiat bisnis yang berbasis di Amerika Serikat juga sudah mulai mengarah untuk memberikan dukungan terhadap kebijakan Trump.

    Padahal menurut Yose, pada masa kepemimpinan Trump yang pertama, banyak pebisnis yang tidak sejalan dengan kebijakan Presiden berusia 78 tahun itu.

    “Dan itu mungkin catatan yang pertama, jadi ada kecenderungan dukungan yang cukup kuat juga dari dunia usaha terutama yang datangnya dari Amerika Serikat sendiri tentunya ini diberikan dengan berbagai konsesi-konsesi yang ada,” ucap Yose.

    Lebih lanjut, dia juga berpandangan kalau ke depan di sektor ekonomi, pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump akan lebih mementingkan negaranya itu sendiri.

    Terkait dengan itu tentunya menurut Yose, posisi geopolitik Amerika Serikat akan menjadi lebih penting.

    Bahkan bukan tidak mungkin, Amerika Serikat ke depan akan banyak menarik diri dari beragam kesepakatan-kesepakatan internasional.

    “Itu dalam rangka agar Amerika Serikat sendiri bisa menerapkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya lebih unilateral dan menekan mitra-mitra atau negara-negara yang lainnya,” ujar dia.

    Dalam momen ini, Yose berkelakar kalau bukan tidak mungkin, Amerika Serikat di bawah Donald Trump akan membuat kebijakan-kebijakan baru yang sifatnya lebih menekan kepada mitra negara.

    Lebih jauh, dirinya menyebut, jika sebelumnya Amerika Serikat kerap disebut Polisi Dunia, maka bukan tidak mungkin ke depan Amerika Serikat akan bersikap sebagai Preman Dunia.

    “Mungkin bisa dibilang secara bercanda ya, kalau dulu kita selalu komplain karena Amerika Serikat menempatkan diri sebagai polisi dunia, mengatur-atur dunia dan mencoba memberikan menetapkan rambu-rambu dunia, tapi ke depannya mungkin kita harus mengantisipasi ketika Amerika Serikat menjadi preman dunia,” kata dia.

    Preman di sini artinya menurut Yose, Amerika Serikat akan membuat kebijakan yang sifatnya unilateral dengan menekan berbagai negara mitra untuk mengikuti keinginan mereka.

    “Preman ini artinya memang maunya hanya menekan kepada berbagai negara-negara lain mitra-mitra lainnya untuk mengikuti keinginan atau interest mereka bahkan tidak mengindahkan rambu-rambu yang tadinya atau berbagai agreement-agreement yang tadinya dibuat oleh Amerika Serikat sendiri, ataupun juga bersama dengan negara-negara lainnya,” tukas dia.

    (Tribunnews.com/Anita K Wardhani/Rina Ayu/Rizki Sandi Saputra/BBC/Kompas.com)

  • Kemenperin Sebut TKDN Tingkatkan Investasi dan Produktivitas Industri

    Kemenperin Sebut TKDN Tingkatkan Investasi dan Produktivitas Industri

    Jakarta

    Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan penerapan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) memberikan perlindungan bagi industri dalam negeri. Perlindungan dari kebijakan ini diberikan dalam bentuk jaminan tumbuhnya permintaan (demand) bagi industri melalui belanja pemerintah Pusat/Daerah dan BUMN/BUMD dan jaminan permintaan pasar domestik bagi industri Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT). Tidak hanya itu, implementasi kebijakan TKDN juga merupakan jaminan investasi bagi investor manufaktur dan penciptaan lapangan kerja domestik.

    “Penerapan TKDN menunjukkan adanya peningkatan investasi baru, produktivitas industri, dan penyerapan tenaga kerja baru, seperti pada industri alat kesehatan, farmasi, juga elektronik termasuk HKT. Realisasi belanja pemerintah atas produk manufaktur ber-TKDN selalu meningkat setiap tahun, dari Rp 989,97 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 1.499,75 triliun di tahun 2023,” jelas Febri dalam siaran persnya, Kamis (16/1/2025).

    TKDN juga dikatakan berhasil mengurangi impor HKT dan komponennya. Meski impor berkurang, permintaan atas produk HKT masih tetap tinggi. Artinya, kebutuhan HKT di Indonesia yang terus meningkat bisa dipasok dari produksi dalam negeri. Febri mengatakan ini merupakan keberhasilan penerapan TKDN di subsektor industri HKT.

    Dalam kesempatan tersebut, Febri sekaligus menanggapi opini dari peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dimuat oleh salah satu surat kabar harian nasional pada Selasa (14/1).

    “Dalam opini tersebut, penulis menyatakan bahwa kebijakan TKDN bertentangan dengan kepentingan dunia usaha dan pembangunan industri nasional. Penulis mengajukan bukti empiris untuk mendukung argumentasinya dengan mengacu pada hasil penelitian Thee (1997) serta Aswicahyono, Basri, dan Hill (2000). Bahkan penulis mengacu pada hasil penelitian dari lembaganya sendiri, CSIS (2022), terkait dampak ekonomi kebijakan TKDN,” kata Febri.

    Menurutnya, dua penelitian pertama yang diajukan oleh penulis sebagai bukti empiris sudah tidak sesuai dengan kondisi sektor manufaktur Indonesia saat ini. Contohnya penetapan persentase local purchase yang sejalan dengan TKDN pada program PPNBM DTP kendaraan roda empat pada tahun 2021 terbukti menjadi game changer industri otomotif Indonesia.

    “Kebijakan tersebut mampu mendongkrak penjualan kendaraan roda empat yang terpuruk karena Covid-19. Tidak hanya itu, meningkatnya penjualan produk otomotif pada periode tersebut juga meningkatkan produktivitas industri komponen otomotif pada tier 1 dan tier 2 dalam negeri yang memasok kebutuhan komponen industri otomotif itu sendiri,” jelasnya.

    Febri menerangkan kebijakan TKDN yang diterapkan saat ini berdasarkan pada UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Artinya, kebijakan ini muncul lebih dari satu dekade pasca dua penelitian pertama yang menjadi acuan penulis opini tersebut. Terdapat perbedaan mendasar kebijakan TKDN saat ini dan kebijakan pada saat penelitian berlangsung, seperti ukuran dan parameter, produk yang wajib disertifikasi, threshold, kewajiban pemerintah, dan kepatuhan industri dalam implementasi kebijakan tersebut.

    “Dengan demikian, bukti empiris pertama dan kedua tidak tepat dapat dijadikan dasar untuk mendukung argumentasi penulis tersebut,” papar Febri.

    Begitu juga dengan hasil penelitian CSIS (2022) yang menurut Febri juga sulit diterima sebagai dasar kegagalan kebijakan TKDN, sebagaimana yang dinyatakan penulis. Penelitian CSIS didasarkan analisis atas raw data SI (Survey Industri Besar Sedang) BPS tahun 2018-2019. Meski pada periode data tersebut kebijakan TKDN telah berlaku, namun jumlah produk manufaktur yang telah tersertifikasi TKDN baru 3.207 produk.

    “Bandingkan dengan tahun 2022 yang telah terdapat sebanyak 8.040 produk telah bersertifikasi TKDN, dan realisasi belanja dalam negeri pemerintah sebesar Rp989,97 triliun. Sayangnya, hal ini tidak tertangkap oleh peneliti CSIS, terlebih lagi dampak dari belanja pemerintah tersebut pada industri manufaktur dalam negeri. Peneliti CSIS perlu memperbarui perhitungan ekonometrinya dengan menggunakan data lebih mutakhir,” terangnya.

    Menurut Febri, peneliti CSIS perlu mencermati hal ini, mengingat pada tahun 2018-2019 tidak semua produk industri didaftarkan sertifikasi TKDN-nya oleh produsen atau distributor. “Produk yang didaftarkan sertifikat TKDN-nya merupakan produk yang dipasarkan untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah,” terang Febri.

    Peningkatan jumlah produk yang telah bersertifikat TKDN merupakan bukti bahwa pelaku industri menyambut kebijakan ini. Hal ini terbukti dari minat para pelaku industri untuk berbondong-bondong mendaftarkan produk mereka. “Coba lihat ke lapangan, banyak investor mendirikan pabrik baru dan merekrut tenaga kerja baru agar produknya bisa mencapai atau melebihi threshold TKDN, tayang di e-katalog, dan dibeli oleh pemerintah,” ujar Febri.

    Terkait pendapat bahwa kebijakan TKDN berdampak negatif pada industri pengguna komponen dan industri hilir, serta meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing ekspor, Febri menyampaikan bahwa tidak masuk akal jika penerapan TKDN justru membuat produktivitas dan daya saing industri yang bersertifikat TKDN menjadi lebih rendah.
    Sebaliknya, karena kebijakan TKDN, permintaan produk jadi pada industri hilir semakin meningkat dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas industri tersebut, serta berdampak terhadap produktivitas industri intermediate, bahkan sampai pada produktivitas industri hulunya.

    Tidak hanya itu, nilai tambah yang tercipta bagi industri yang produknya ber-TKDN dapat dimanfaatkan oleh industri tersebut untuk menciptakan inovasi produk baru, meningkatkan efisiensi produksi, dan produktivitas. Sehingga menurutnya, studi tersebut seharusnya meneliti dampak penerapan TKDN pada industri satu langkah sebelum industri hilir, atau industri intermediate-nya, dan bukan diukur dari share impor bahan baku pada industri paling hulu.

    “Kami berpendapat bahwa CSIS perlu memahami pohon industri terlebih dulu untuk bisa mengkaji efektivitas atau dampak kebijakan TKDN terhadap perekonomian nasional. Terutama dampak kebijakan TKDN pada industri hilir, intermediate, dan hulu lebih signifikan. Share impor bahan baku adalah indikator keberhasilan program substitusi impor dan bukan indikator atau variabel kebijakan TKDN,” kata jelas Febri.

    Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (Kapus P3DN) Kemenperin, Heru Kustanto menambahkan Pusat P3DN Kemenperin dibentuk pada tahun 2019. Sejak saat itu, unit kerja tersebut terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri melalui berbagai program dan kegiatan, termasuk fasilitasi sertifikasi P3DN, sosialisasi kepada pelaku industri, dan pemberian kemudahan sertifikasi TKDN kepada industri kecil (TKDN IK).

    “Dalam perkembangannya, produk yang pengadaannya banyak oleh pemerintah, investasinya juga meningkat. Selain investasi baru, perusahaan juga menambah kapasitas produksinya karena meningkatnya permintaan di dalam negeri,” jelas Heru.

    TKDN Produk Apple

    Dalam opini tersebut, CSIS juga mengaitkan persyaratan TKDN yang diterapkan di Indonesia dengan investasi perusahaan multinasional. CSIS menyampaikan klaim bahwa kebijakan ini mengurangi keinginan investasi, contohnya bagi perusahaan seperti Apple yang memiliki model produksi berdasarkan rantai pasok global (global supply chain).
    Opini tersebut juga menyampaikan bahwa pemerintah menolak proposal Apple, karena menganggap AirTag bukan komponen dari produk HKT dan belum bisa memberikan sertifikasi TKDN agar Apple bisa menjual produknya di Indonesia.

    Febri meluruskan, proposal Apple yang belum disetujui oleh pemerintah adalah mengenai usulan investasi dengan skema 3 untuk periode 2024-2026, bukan proposal Pembangunan pabrik AirTag. “Kami mendukung dan mengapresiasi pembangunan pabrik AirTag senilai US$ 1 Miliar di Batam. Yang jadi catatan kami, investasi US$ 1miliar tersebut untuk memproduksi aksesoris yang bukan merupakan komponen di dalam iPhone, sehingga tidak bisa dihitung sebagai TKDN ponsel jenis tersebut,” kata Febri.

    Ia juga menambahkan, apabila Apple berniat berinvestasi membangun pabrik senilai US$ 1 miliar, angka yang dihitung sebagai investasi murni untuk capex berupa tanah, bangunan, dan mesin. Sehingga proyeksi nilai ekspor atau biaya pembelian bahan baku impor atau dalam negeri tidak bisa ikut dihitung dalam total investasi tersebut.

    Adapun skema 3 adalah skema investasi berdasarkan inovasi. Kemenperin belum menyetujui proposal tersebut karena tidak sesuai dengan prinsip berkeadilan. Angka yang diajukan Kemenperin dalam counter proposal adalah sebesar 7 kali lipat dari angka yang diajukan oleh Apple dalam proposal periode 2024-2026 yang juga masih dalam skema 3. Belum adanya kesepakatan tentang hal ini yang membuat Kemenperin belum mengeluarkan sertifikat TKDN dan Tanda Pengenal Produk (TPP) bagi iPhone 16 series.

    Febri berujar, Apple sudah memanfaatkan Permenperin 29/2017 sejak lama. Investasi Apple pada 2017-2023 menggunakan skema 3. Ini menunjukkan bahwa kebijakan TKDN bukan kebijakan yang kaku dan gagal, terbukti Apple selama ini telah memanfaatkan kebijakan tersebut.

    “Kami juga bersikap fleksibel dengan tetap menawarkan 3 skema tersebut pada Apple. Memang keinginan kami Apple untuk memilih skema 1 atau pembangunan pabrik untuk meningkatkan job creation dalam eksosistem. Tapi Apple tetap memilih skema 3 untuk periode transisi dari 2024-2026,” terang Febri.

    Jubir Kemenperin meminta agar CSIS juga menyampaikan kepada publik dari mana asal sumber pendanaan penelitian TKDN tahun 2022 tersebut. Hal ini penting mengingat diseminasi penelitian dilakukan tanggal 9 Mei 2023, sebulan sebelum periode sertifikasi TKDN produk Apple habis berlaku pada bulan Juni 2023. Apalagi Kepala Pusat P3DN Kemenperin juga diundang oleh Kedutaan Amerika membahas hasil penelitian TKDN CSIS tersebut pada bulan Oktober 2023.

    (prf/ega)

  • Pemerintah Dinilai Belum Tegas Interpretasikan Prinsip Bebas Aktif Indonesia – Page 3

    Pemerintah Dinilai Belum Tegas Interpretasikan Prinsip Bebas Aktif Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Departemen Hubungan Internasional CSIS Lina Alexandra menilai, pemerintah Indonesia belum terlihat secara tegas menginterpretasikan prinsip bebas dan aktif dalam kebijakan luar negeri. Menurutnya, pemerintah seringkali ada salah tafsir dalam menerapkan prinsip bebas aktif.

    Hal ini disampaikan Lina merespons pernyataan tahunan Menteri Luar Negeri 2025 dan Jelang 100 Hari Diplomasi Prabowo dalam diskusi CSIS Indonesia, Senin (13/1/2025).

    “Kita tidak bisa melihat secara tegas bagaimana pemerintahan yang baru ini menginterpretasikan prinsip bebas dan aktif dan ini merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu, karena seringkali yang kita lihat ada kesalahan penerjemahan dari prinsip bebas aktif ini,” ujar Lina.

    Bahkan, kata Lina, dalam beberapa waktu terakhir banyak kritik bahwa pemerintah Indonesia terlihat sudah meninggalkan prinsip bebas aktif. Menurutnya, penjelasan Menlu Sugiono terkait bebas aktif pun tidak terlalu jelas.

    “Bahkan memang banyak disampaikan, karena kita tahu banyak sekali kritik bahwa pemerintah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir itu sudah pada prinsipnya meninggalkan bebas aktif ini,” ucapnya.

    “Dan Menlu di dalam pidatonya sendiri menyebutkan, ketika menyebutkan BRICS disebutkan bahwa Indonesia tidak meninggalkan prinsip ini, tetapi penjelasannya tidak terlalu jelas,” sambung Lina.

    Lina menambahkan, seringkali bebas aktif dijadikan sebuah tujuan. Padahal hal itu adalah sebuah prinsip bagi Indonesia yang mesti tetap dipegang.

    “Seringkali kesalahannya adalah bebas aktif ini dijadikan tujuan, kita bebas, kita aktif, ini suatu tujuan, padahal ini sebenarnya adalah prinsip yang meng-guide bagaimana kita berusaha melakukan kebijakan luar negeri kita,” pungkasnya.

  • Indonesia Gabung BRICS, Akan Ada Perubahan Apa? – Halaman all

    Indonesia Gabung BRICS, Akan Ada Perubahan Apa? – Halaman all

    Indonesia telah secara resmi menjadi anggota BRICS, menambahkan ekonomi terbesar di Asia Tenggaradengan populasi terbanyak di kawasan tersebut ke dalam blok itu.

    BRICS didirikan oleh Brasil, Rusia, Cina, dan India pada tahun 2009, dan telah berkembang relevansinya sebagai forum internasional bagi negara-negara berkembang. Afrika Selatan bergabung segera setelah pertemuan puncak pertama. Lalu pada tahun 2024, Mesir, Iran, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab menjadi anggota.

    Didorong oleh anggota-anggota baru, BRICS berusaha memperkuat reputasinya sebagai alternatif bagi kelompok ekonomi utama G7 yang dipimpin Amerika Serikat.

    “Kami telah menegaskan beberapa kali bahwa BRICS merupakan platform penting bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan dan memastikan bahwa suara dan aspirasi negara-negara Selatan Global terwakili dengan baik dalam proses pengambilan keputusan global,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Rolliansyah Soemirat, kepada DW.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Jakarta “berkomitmen untuk berkontribusi pada agenda yang dibahas oleh BRICS, termasuk upaya untuk mempromosikan ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, dan kesehatan masyarakat,” lanjut Rolliansyah Soemirat.

    Gabung BRICS, Prabowo berisiko ‘dimusuhi’ Barat?

    Presiden Indonesia sebelumnya, Joko Widodo, menolak bergabung dengan BRICS pada tahun 2023, dengan mengatakan Jakarta masih mempertimbangkan pro dan kontra dan tidak ingin “terburu-buru.” Sementara presiden yang baru saja terpilih yakni Prabowo Subianto tidak terlihat khawatir.

    Namun pergeseran di Jakarta menandakan lebih dari sekadar perubahan pemerintahan. Dengan tatanan global yang dipimpin Barat yang dipandang sebagai terkoyak secara politik, dilemahkan oleh kekacauan ekonomi dan perang di Ukraina dan Timur Tengah, negara-negara di Global Selatan semakin bersedia untuk bergerak lebih dekat ke Beijing dan Moskow dan berisiko membuat Washington berang.

    Lebih dari 30 negara, termasuk negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam, kini telah menyatakan minat atau secara resmi mengajukan keanggotaan BRICS.

    BRICS inginkan dunia yang multipolar

    Evolusi BRICS menjadi blok geopolitik yang lebih besar juga didorong oleh kebangkitan Cina sebagai kekuatan ekonomi dan politik global. Pemerintah Cina sering menyerukan tatanan dunia yang multipolar, dan infrastruktur keamanan dan keuangan yang tidak secara eksklusif didominasi oleh AS. Anggota BRICS juga sering membahas dominasi global dolar AS, dan perlunya kerangka keuangan alternatif antarnegara.

    Secara diplomatis, BRICS penting bagi Cina dan Rusia sebagai simbol lanskap multipolar yang sedang berkembang. Forum BRICS pada 2024 yang diselenggarakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin menunjukkan bahwa Moskow masih punya banyak kawan di seluruh dunia meskipun ada sanksi Barat.

    Mengomentari keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun, memujinya sebagai “negara berkembang utama dan kekuatan penting di Dunia Selatan.”

    Penting untuk dicatat bahwa BRICS bukanlah kelompok yang secara terang-terangan anti-Barat. Indonesia, seperti halnya anggota pendiri BRICS, India, menikmati hubungan baik dengan negara-negara Barat, dan tidak mungkin memihak dalam pertikaian geopolitik antara AS dan para pesaingnya.

    Indonesia diharapkan jadi penyeimbang

    “Indonesia tidak bermaksud melepaskan diri dari Barat baik perlahan-lahan maupun secepatnya,” kata M. Habib Abiyan Dzakwan, peneliti di departemen hubungan internasional di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, kepada DW.

    “Dalam DNA kebijakan luar negeri Indonesia, semua adalah sahabat sebagaimana dinyatakan oleh Prabowo juga,” katanya. Ia menambahkan bahwa Jakarta “hanya ingin memperluas lapangan permainannya.”

    “Jika Indonesia dapat mempertahankan posisi non-bloknya dan memengaruhi agenda BRICS dengan pandangan inklusif untuk tidak mengecualikan atau meniadakan Barat, saya kira mungkin tidak akan berdampak banyak pada hubungan kita dengan Barat,” menurut Habib.

    Teuku Rezasyah, pakar hubungan internasional lainnya dan dosen dari Universitas Padjadjaran di Jawa Barat, mengatakan kepada DW bahwa Indonesia dapat bertindak sebagai “penyeimbang” dalam BRICS, sekaligus menjaga hubungannya dengan AS dan UE.

    “Sebagai kekuatan menengah, menjadi anggota BRICS memberi Indonesia pengaruh dalam tatanan global,” katanya.

    Efek Donald Trump terhadap negara BRICS

    Ketika Presiden AS terpilih Donald Trump menjabat akhir bulan ini, AS diperkirakan akan menarik diri dari keterlibatan multilateral. Pada bulan November 2024, Trump juga mengancam anggota BRICS akan diputus dari ekonomi AS jika mata uang BRICS diciptakan.

    Alexander Raymond Arifianto, peneliti senior di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam (RSIS), percaya bahwa pendekatan yang lebih transaksional oleh pemerintahan Trump dapat memberi Indonesia kesempatan untuk membangun kemitraan yang lebih kuat dalam organisasi regional.

    “Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya tidak hanya akan memperkuat posisi non-blok kawasan tersebut dalam tatanan geopolitik yang semakin tidak pasti, tetapi juga akan memperkuat status Indonesia sebagai pemimpin ASEAN serta mandat multilateralnya pada saat Amerika Serikat condong ke arah unilateralisme,” tulis Arifianto dalam sebuah artikel baru-baru ini.

    Laporan tambahan dari Jakarta oleh Prita Kusumaputri dan Iryanda Mardanuz

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Diam-Diam China Bangun Kapal Serbu Amfibi Raksasa Muat 40.000 Ton

    Diam-Diam China Bangun Kapal Serbu Amfibi Raksasa Muat 40.000 Ton

    Jakarta, CNBC Indonesia – China terus berupaya untuk bisa menyaingi kekuatan Amerika Serikat (AS) dari semua sisi. Terbaru, militer China meluncurkan kapal serbu amfibi generasi berikutnya.

    Kapal seri 076 itu diluncurkan pada sebuah upacara di Shanghai pada hari Jumat waktu setempat. Sichuan, nama kapal ini, memiliki bobot lebih dari 40 ribu ton dan termasuk yang terbesar di dunia.

    China membangunnya dengan dua bagian superstruktur serta dek penerbangan. Kapal ini mengadopsi sistem ketapel elektromagnetik, seperti dilansir CNN Internasional, dikutip Sabtu (28/12/2024).

    Sistem tersebut membuat kapal bisa meluncurkan pesawat lebih besar dan lebih berat dari yang bisa dilakukan tanpa teknologi. Artinya pesawat membawa lebih banyak bahan bakar dan banyak bom serta rudal.

    Sebagai perbandingan baru kapal induk milik AS, USS Gerald R Ford yang telah menggunakan sistem ketapel yang sama. Menyusul China juga tengah menyiapkan sistem ketapel pada kapal induk Fujian yang tengah dalam masa uji coba di laut.

    Center for Strategic and International Studies (CSIS) melaporkan awal tahun ini jika kapal Tipe 076 bisa menggunakan platform drone berawak yang sangat besar. Sementara kekuatan lebih besar bisa menampung untuk sistem tanpa awak.

    “Jika terbatas pada sistem tidak berawak, sayap udara Type 076 akan sangat mumpuni. China membanggan senjata UAV yang canggih dan terus bertambah, termasuk pesawat nirawak tempur siluman GJ-11, nirawak pengintai WZ-7 dan UCAV CASC Rainbow dan lainnya,” ucap laporan tersebut.

    CSIS juga menjelaskan kapal ini kemungkinan akan bisa menampung helikopter dan kapal pendarat amfibi. Ukurannya yang besar kemungkinan bisa membawa lebih banyak barang dari Type 075 yang berukuran lebih kecil.

    Analis militer, Carl Schuster menjelaskan Type 076 jadi komitmen angkatan laut China untuk kemampuan perangnya. Termasuk untuk persaingan kekuatan militer dengan AS.

    “Ini menunjukkan peningkatan kemampuan proyeksi kekuatan maritim China saat komitmen dan kemampuan Angkatan Laut AS untuk misi ekspedisi, amfibi dan bantuan kemanusiaan menurun signifikan,” ucapnya.

    (dce)

  • China Pamer Kapal Amfibi Terbesar di Dunia, Diklaim Punya Teknologi Elektromagnetik – Halaman all

    China Pamer Kapal Amfibi Terbesar di Dunia, Diklaim Punya Teknologi Elektromagnetik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer China meluncurkan kapal serbu amfibi Tipe 076 generasi pertama, di tengah meningkatnya ketegangan teritorial di Laut China Selatan (LCS).

    Kapal serbu amfibi Tipe 076 yang dijuluki Sichuan ini kapal generasi baru dengan bobot lebih dari 40.000 ton, yang mampu membawa pesawat sayap tetap, helikopter, dan pesawat amfibi,

    Dalam memulai debutnya kapal yang dinamai berdasarkan provinsi di barat daya China ini berlayar dari Shanghai dan diberi nomor lambung 51.

    “Kapal serbu amfibi Tipe 076 memasuki air pada hari Jumat pada upacara peluncuran di galangan kapal di Shanghai,” kata Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN) mengutip dari CNN International.

    Setelah peluncurannya, kapal ini akan menjalani pengujian lebih lanjut, termasuk uji coba Komisioning Peralatan untuk memastikan seluruh sistem operasional berfungsi optimal.

    Selanjutnya kapal akan melalui uji tambahan serta uji coba laut guna memverifikasi kinerja kapal sebelum sepenuhnya operasional untuk menjaga wilayah strategis China.

    Kapal amfibi Sichuan dikembangkan secara independen sebagai “aset utama” untuk memajukan transformasi Angkatan Laut China.

    Kapal itu, bahkan digambarkan sebagai kapal serbu amfibi terbesar di dunia oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional.

    Membawa lebih banyak kekuatan udara ke angkatan laut Tiongkok saat negara Asia itu menghadapi titik-titik panas di Laut Cina Selatan dan di Selat Taiwan. 

    Serta meningkatkan kemampuan serangan bawah laut sekaligus memperkuat posisi strategis militer China di kawasan Asia-Pasifik yang dikenal memiliki kekuatan angkatan laut terbesar di dunia.

    Kapal serbu amfibi Tipe 076 ini diklaim berbeda dan lebih canggih bila dibandingkan dengan kapal tempur lainnya.

    Dengan bobot perpindahan muatan penuh lebih dari 40.000 ton, tipe 076 termasuk di antara kapal serbu amfibi terbesar di dunia.

    Menariknya kapal ini memiliki superstruktur pulau kembar dan dek penerbangan panjang penuh, kata Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN) dalam sebuah pernyataan .

    Kapal ini memiliki juga dilengkapi dengan konfigurasi superstruktur “two island”, desain yang belum pernah digunakan pada kapal Tiongkok lainnya.

    Keunggulan yang menonjol lainnya, yakni kapal ini mengadopsi sistem ketapel elektromagnetik.

    Memungkinkannya membawa pesawat sayap tetap bersama dengan helikopter dan peralatan amfibi yang biasanya ditemukan pada kapal perang.

    Tak hanya itu, sistem ketapel elektromagnetik yang disematkan dalam kapal memungkinkan Type 076 untuk meluncurkan pesawat yang lebih besar dan lebih berat daripada yang dapat dilakukannya tanpa teknologi tersebut. 

    Itu berarti pesawat dapat membawa lebih banyak bahan bakar, memperluas jangkauannya dan jangkauan kapal sebagai platform tempur dan lebih banyak bom atau rudal, yang membuat kapal itu lebih mematikan.

    Lebih lanjut kemampuan Tipe 076 sebagai kapal pendarat amfibi, mampu mengerahkan lebih dari 1.000 marinir.

    Laporan CSIS menyatakan bahwa dengan ukuran kapal yang besar, Tipe 076 mampu membawa lebih banyak barang daripada kapal serbu amfibi tipe 075 milik China yang lebih kecil.

    Hingga kapal serbu amfibi kelas Amerika milik Angkatan Laut AS, dan kapal induk helikopter kelas Izumo milik Jepang, yang sedang diubah untuk membawa F-35B.

    Peluncuran tipe 076 Sichuan menandai langkah maju Tiongkok dalam teknologi militer maritim, mencerminkan ambisi negara tersebut untuk terus memperkuat kehadirannya di perairan internasional.

    “Itu menunjukkan komitmen Angkatan Laut PLA terhadap peperangan ekspedisi dan amfibi serta perluasan kemampuan untuk melakukannya,” kata Carl Schuster, seorang analis militer dan mantan kapten Angkatan Laut AS.

    (Tribunnews.com / Namira Yunia)