NGO: Buzzer

  • Suami Reza Gladys Dituduh Kerahkan Buzzer untuk Menyerang Nikita Mirzani

    Suami Reza Gladys Dituduh Kerahkan Buzzer untuk Menyerang Nikita Mirzani

    Jakarta, Beritasatu.com – Suami dokter kecantikan Reza Gladys Prettyani Sari, Attaubah Mufid, akhirnya buka suara terkait perseteruan yang melibatkan istrinya dengan Nikita Mirzani. Ia juga menanggapi tudingan yang menyebut pihaknya menggunakan buzzer untuk merusak reputasi atau nama baik Nikita.

    Attaubah mengaku, dirinya tidak ingin terlalu terbebani dengan tuduhan tersebut. Sebagai seorang suami ia hanya berharap huru-hara anatara Reza Gladys dan Nikita Mirzani segera selesai.

    “Biarkan saja kami dituduh menggunakan buzzer. Malahan itu menjadi pahala untuk kami,” ujar Attaubah di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan belum lama ini.

    Ia juga mengingatkan kepada siapa pun yang menuduhnya menggunakan buzzer dapat membuktikan tuduhan tersebut dengan bukti yang jelas dan nyata.

    “Silakan buktikan. Itu dua hal yang berbeda dari kasus yang sedang berjalan, jadi kami fokus pada masalah hukum,” tegasnya.

    Sementara itu, terkait ketidakhadiran Nikita Mirzani dalam panggilan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka, Attaubah berharap agar ibunda Laura Meizani atau Lolly dapat lebih kooperatif dalam menjalani proses hukum.

    Ia menambahkan, di mata hukum semua orang adalah sama. Oleh karena itu dirinya mengingatkan Nikita Mirzani agar lebih kooperatif dan memenuhi panggilan polisi.

    Reza Gladys juga menanggapi tindakan Nikita yang sempat mempublikasikan rekaman percakapannya dengan Mail, yaitu asisten Nikita Mirzani. Menurunya, langkah tersebut justru dapat merugikan pemain film Nenek Gayung tersebut.

    “Seharusnya tidak dipublikasikan karena sudah menjadi barang bukti dalam proses hukum. Kalau sudah masuk ke ranah hukum, biarkan pengadilan yang membuktikan,” jelas Reza Gladys yang tengah berseteru dengan Nikita Mirzani.

  • Ingat 1998, Soeharto Tumbang Meski Didukung Penuh Militer dan Konglomerat Besar – FAJAR

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto memberi pernyataan menarik terkait rezim saat ini.

    Melalui cuitan di akun media sosial X pribadinya, Gigin menyebut Rezim di era Presiden Prabowo Subianto percaya dengan pembungkaman.

    Baik pembungkaman media massa resmi dan pengarahan yang dilakukan dengan skala yang besar.

    Kemudian lewat metode inilah kaum yang tertindas kemudian dibuat tunduk ke rezim yang berkuasa.

    “Rezim ini percaya pembungkaman media massa resmi dan pengerahan buzzer secara besar-besaran bisa menundukkan kaum tertindas,” tulisnya dikutip Selasa (25/2/2025).

    Namun, Rezim yang berkuasa tentunya harus menaruh waspada. Sebab menurut Gigin ada kemarahan akn terus bertumbuh.

    Kemarahan yang terus bertumbuh ini yang suatu saat nanti akan meledak dan tentunya mengancam penguasa.

    “Kemarahan akan terus tumbuh di hati mereka dan akan meledak pada waktunya,” sebut.

    Gigin pun memberikan peringatan keras dan menyinggung terkait insiden yan terjadi ke Presiden Soeharto di tahun 1998.

    Saat itu, mantan Presiden kedua RI itu juga berhasil dilengserkan oleh rakyat meski mendapatkan dukungan dari militer dan konglomerat

    “Ingat 1998, Suharto tumbang meski didukung penuh militer dan konglomerat besar,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Populix: 167 Jurnalis Alami Kekerasan pada 2024, Terbanyak dari Ormas

    Populix: 167 Jurnalis Alami Kekerasan pada 2024, Terbanyak dari Ormas

    Jakarta, Beritasatu.com – Lembaga survei Populix melaporkan sepanjang 2024 terdapat 167 jurnalis mengalami kekerasan dengan total 321 kejadian. Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi adalah pelarangan liputan (56%) dan larangan pemberitaan (51%).

    “Organisasi masyarakat (23%), buzzer (17%), dan aparat kepolisian (13%) disebut sebagai pihak yang paling sering terlibat dalam kasus-kasus ini,” ujar Manajer Riset Sosial Populix Nazmi Haddyat dalam acara peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 di Jakarta, Kamis (20/2/2025) dikutip dari Antara.

    Dia menyebut dari aspek regulasi, UU ITE dan KUHP masih menjadi ancaman utama bagi kebebasan pers.

    “Kami berharap temuan ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah, industri media, serta masyarakat sipil dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi jurnalis,” kata Nazmi.

    Sementara itu, indeks keselamatan jurnalis 2024 mencatat skor sebesar 60,5 dan masuk dalam kategori “agak terlindungi.” Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,7 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun ada kenaikan, sebagian besar jurnalis tetap merasa waspada terhadap masa depan kebebasan pers.

    Survei yang melibatkan 760 jurnalis serta analisis data sekunder dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini mengungkapkan jurnalis masih menghadapi berbagai ancaman, baik fisik maupun digital.

    Dewan Pengawas Yayasan TIFA, Natalia Soebagjo, mengungkapkan 66% jurnalis lebih berhati-hati dalam menyajikan berita akibat ancaman kriminalisasi, sensor, dan tekanan dari berbagai pihak.

    “Dalam lima tahun ke depan, bentuk kekerasan yang diperkirakan akan meningkat adalah pelarangan liputan sebesar 56% serta larangan pemberitaan sebesar 51%. Adapun pihak yang dianggap paling berpotensi mengancam adalah organisasi masyarakat (23%) dan buzzer (17%),” ujar Natalia.

    Natalia menegaskan meskipun ada peningkatan skor indeks, masih banyak tantangan dalam menjaga kebebasan pers. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak.

    Menanggapi temuan ini, Deputi II Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Noudhy Valdryno, menekankan pentingnya peran negara dalam menjamin keselamatan jurnalis.

    “Kami berkomitmen untuk melindungi jurnalis, tidak hanya dalam hal keamanan fisik, tetapi juga dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kebebasan pers,” ujarnya.

    Menurutnya, kebebasan pers yang sehat akan berdampak positif terhadap demokrasi dan stabilitas nasional. Dengan adanya informasi yang akurat dan transparan, diharapkan kepercayaan publik terhadap media dan pemerintah dapat terus meningkat.

    “Kita patut bersyukur atas kenaikan skor indeks ini, tetapi harapan ke depan adalah agar angka tersebut benar-benar masuk kategori ‘terlindungi’,” tutupnya.

  • Aplikasi Penghasil Uang Terbaru 2025 Ngasih hingga Rp250.000 Cair Langsung ke Rekening

    Aplikasi Penghasil Uang Terbaru 2025 Ngasih hingga Rp250.000 Cair Langsung ke Rekening

    JABAR EKSPRES – Siapa sih yang nggak pengen dapet duit gampang cuma dari rumah dengan memanfaatkan aplikasi penghasil uang terbaru 2025?

    Bayangin, cuma modal internet dan jempol, kamu bisa dapetin penghasilan Rp250 ribu per hari.

    Baca juga : Klaim Saldo DANA Gratis hingga Rp264.000 Langsung dari Aplikasi Uang Baru 2025 ini

    Baca juga : Dapat Saldo DANA Gratis hingga Rp500.000 Cuma Scroll Video TikTok

    Nggak perlu skill khusus, nggak perlu pengalaman, cukup rajin komen di media sosial, dan saldo rekening kamu bisa nambah terus. Gokil kan?

    Kalau di hitung-hitung, Rp250 ribu per hari itu kalau di kalikan 30 hari udah jadi Rp7,5 juta sebulan.

    Cuan segede itu tanpa harus keluar rumah atau pakai otot? Bisa banget! Yuk, simak gimana cara dapetin duit dari internet ini, yang di rangkum dari YouTuber Bang Gaptek ID.

    Cara Dapat hingga Rp250.00 dari Aplikasi Penghasil Uang

    Kunci dari kerjaan ini simpel banget, kamu cuma perlu jadi komentator alias buzzer di media sosial.

    Jadi, tugasnya cuma berkomentar di akun-akun Instagram, YouTube, Facebook, bahkan ngasih rating di Google Play Store.

    Untuk setiap komentar yang kamu tulis, kamu bakal di bayar mulai dari Rp1.000.

    Nggak cuma di Instagram aja, kamu juga bisa dapetin duit dari komen di YouTube, Facebook, dan banyak platform lainnya.

    Kalau punya waktu luang dan tekun ngerjain tugas-tugas ini, sehari dapetin puluhan komentar itu gampang banget.

    Baca juga : Main Sehari Dapat hingga Rp550.000 Saldo Ewallet dari Aplikasi Penghasil Uang Terbaru 2025

    Baca juga : TERBARU Aplikasi Penghasil Uang Tercepat 2025 ini Membayar hingga Rp608.622

    Bayangin kalau kamu bisa ngehasilin Rp50 ribu sampai Rp250 ribu per hari, tinggal di kali sebulan aja udah bikin senyum lebar.

    Untuk mulai dapet cuan, kamu butuh daftar di website Rajakomen.com. Caranya gampang kok:

    Buka browser favorit kamu, ketik rajakomen.com dan masuk ke websitenya.Klik ikon garis tiga di pojok kanan atas, lalu pilih daftar sebagai “Komentator”.Isi data diri kamu dengan lengkap—mulai dari nama, nomor HP, tempat tinggal, dan akun media sosial yang bakal di pakai buat komen. Bisa Instagram, YouTube, TikTok, Facebook, atau yang lainnya.Pastikan juga email yang kamu daftarin aktif, karena kamu bakal dapet link verifikasi buat konfirmasi akun.

  • Haris Rusly Moti: Waspadai Kepentingan Geopolitik

    Haris Rusly Moti: Waspadai Kepentingan Geopolitik

    loading…

    Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 Yogyakarta Haris Rusly Moti mengingatkan masyarakat mengenai adanya kepentingan geopolitik di tengah kondisi sosial bernegara. Foto/Ist

    JAKARTA – Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 Yogyakarta Haris Rusly Moti mengingatkan masyarakat mengenai adanya kepentingan geopolitik di tengah kondisi sosial bernegara.

    Dia menilai hal itu sepatutnya untuk diwaspadai bersama oleh semua komponen bangsa tanpa terkecuali. Pasalnya, pengaruh geopolitik nantinya berpotensi melahirkan eskalasi politik.

    “Kepentingan geopolitik berpotensi mulai menunggangi situasi sosial untuk menciptakan eskalasi politik. Sejumlah kebijakan nasionalistik kerakyatan yang menjadi dasar dan arah pemerintahan Prabowo berpotensi mengundang masuknya tangan-tangan senyap menciptakan situasi eskalatif,” ujar Haris kepada wartawan, Kamis (20/2/2025).

    Sejumlah kebijakan nasionalistik kerakyatan yang dibangun di atas dasar dan arah Pembukaan UUD 1945 itu, yakni keputusan bergabungnya Indonesia menjadi anggota BRICS, pembentukan Danantara dan Bank Emas, kewajiban penempatan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam di dalam negeri, efisiensi untuk mengendalikan utang luar negeri dan mencegah kebocoran, dan program hilirisasi komoditi.

    Haris mengatakan, pada masa lampau, tangan-tangan geopolitik masuk secara terbuka melalui lembaga donor kepada sejumlah organisasi konvensional, seperti LSM dan ormas. Tujuannya, dalam rangka mendikte arah kebijakan pemerintah. Namun, dia melihat kini pola tersebut tampak berbeda jika dilihat secara komprehensif.

    “Saya melihat saat ini berbeda, polanya dengan melakukan rekayasa salah paham terhadap sejumlah kebijakan pemerintah untuk membenturkan masyarakat dan mengobarkan kemarahan publik melalui sosial media dan open source,” katanya.

    “Akan tetapi, jiwa patriotik Presiden Prabowo menempatkannya tidak pernah memecah belah dan membenturkan masyarakat untuk urusan kekuasaan. Seperti yang pernah terjadi kemarin kemarin, masyarakat diaduk aduk melalui influencer dan buzzer, membenturkan kelompok si anu dengan kelompok si ono,” sambungnya.

  • Santun tapi Pedas, Kritik Satir Ala Mice

    Santun tapi Pedas, Kritik Satir Ala Mice

    Jakarta

    Sejak tak lagi berduet dalam serial komik ‘Benny & Mice’, Muhammad “Mice” Misrad terus berkarya dengan nama ‘Mice Cartoon’. Kartunis senior Indonesia ini tetap menggunakan gaya ilustrasi yang nyeleneh, ‘berantakan’, dan sarat akan kritik satir atas kebijakan pemerintah. Bagi Mice, menyuarakan kegelisahannya lewat karya adalah tanggung jawabnya sebagai seorang seniman.

    “Kita hidup itu memang pengaruhnya besar ya, dengan kebijakan yang di atas (penguasa). Jadilah, gua punya keahlian gambar. Kalau gua nggak bersuara, kayaknya ada (yang) salah juga. Penguasa kalau dibiarkan kan semena-mena. Setidaknya, kita sentil, lah. Ngingetin, gitu,” tutur Mice dalam program Sosok detikcom.

    Mice mengaku, sebagian besar khalayak menerima karyanya dengan baik. Meski demikian, beberapa kali Mice mesti menghadapi orang-orang yang tak suka dengan narasi ‘pedas’ dari kartun-kartunnya. Bahkan, ada beberapa pihak yang meminta Mice menghapus kartun-kartun tertentu yang ia unggah di media sosial.

    Kendati demikian Mice tak gentar. Ia belum pernah menghapus komik buatannya karena permintaan pihak-pihak tertentu. Selain itu, Mice juga ogah membalas komentar-komentar negatif yang tertuju padanya.

    “Ya nggak mungkin lah saya mau menelan ludah saya sendiri kembali. Karena saya sungguh menggambarkan itu berdasarkan fakta, data, bukan fitnah. Kalaupun ada buzzer yang nekat komen. Ya itu bukan aku yang balas. Itu followers gue yang balas!” tutur Mice.

    “Netizen yang waras, yang balas,” lanjutnya, berkelakar.

    Dalam meramu kartun satir, Mice punya resep yaitu ‘santun tapi pedas’. Bukan tanpa alasan, dengan formula ini ia bisa menyampaikan keresahan dengan kritis tanpa membahayakan dirinya sendiri.

    “Sekeras-kerasnya gua, masih ada santunnya. Gua nggak mau ngelewatin batas ketimuran lah. Ya mungkin (pejabat) yang di atas juga, ‘Udah lah. Masih santun, kok.’ Padahal pedas sebenarnya! Alhamdulillah gua masih bertahan sampai saat ini,” jelas Mice.

    Hampir 27 tahun Mice berkarya. Ia mengaku bangga bisa hidup layak dari menggambar kartun. Meski demikian, Mice memahami tak semua kartunis seberuntung dirinya. Mice berpendapat, industri kartun masih kerap dipandang sebelah mata. Menurut Mice, butuh minat dan ketekunan yang tinggi untuk benar-benar sukses di bidang yang membesarkan namanya itu.

    Untuk membuat ekosistem kartunis Indonesia yang lebih makmur, Mice pun tergerak melakukan sesuatu. Ia rutin membuka kelas-kelas menggambar kartun untuk khalayak dari berbagai latar belakang.

    Januari 2025 ini, Mice membuat gelombang pertama Mice Cartoon Class, sebuah kelas menggambar yang rutin digelar tiap Jumat di M Bloc Space, Melawai, Jakarta Selatan. Mice berencana kelas ini akan berlangsung selama tiga bulan. Targetnya, murid-murid Mice harus sudah bisa membuat cerita sendiri di bulan terakhir.

    “Gua nggak cari bakat. Yang penting passion. Mereka mau. Itu aja dulu. Mereka tertarik dengan dunia kartun, dunia komik, dan suka bercerita, Itu! Jadi gua nggak ngedidik mereka gambar bagus, nggak! Pada akhirnya, nanti gua pengin mereka bisa bercerita lewat gambar,” tutur Mice.

    Sebagai kartunis senior, Mice mengharapkan agar gaya kartun yang kritis tak berhenti di dirinya dan kartunis-kartunis lain di eranya. Melalui Mice Cartoon Class, Mice mengaku, ia juga sedang mendidik penerus-penerus lain di masa kini.

    “Gua pingin, yuk, komikus bikin cerita tentang Indonesia aja, begitu lho. Keseharian banyak banget cerita yang bisa diangkat. Apalagi tinggal di negeri yang sangat dinamis ini. Sayang kalau nggak ada yang gambarin. Tapi ya, dengan membuka ini, mudah-mudahan ya, kelas ini, akan tumbuh lagi kartunis-kartunis, atau komikus lain. Yang bisa bercerita, real apa adanya Indonesia,” jelas Mice.

    (nel/ppy)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mendorong Oposisi Alternatif

    Mendorong Oposisi Alternatif

    Jakarta

    Kebebasan dan pluralitas adalah syarat utama kehidupan politik (demokrasi). Kondisi itu menjamin pikiran dan tindakan kritis; termasuk keterlepasan dari rasa takut pada kekuasaan. Vice versa, pikiran kritis menjaga demokrasi berubah menjadi totalitarian. Kritisisme termanifestasi dalam kubu oposisi, gerakan intelektual hingga media yang mengoreksi rezim.

    Tetapi yang terjadi pada demokrasi kita justru mengkhawatirkan. Partai-partai politik sepertinya memiliki watak bawaan takut mengucapkan posisi menjadi oposisi. Mengapa?

    Secara sistem, demokrasi politik Indonesia memang tidak mengenal istilah oposisi. Padahal institusi oposisi substantif dalam demokrasi. Menurut Dahl (1996), di beberapa negara yang demokrasinya maju, keberadaan oposisi sangat vital. Oposisi adalah representasi resmi, berhak penuh dan legal yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah. Partai oposisi adalah alternatif bagi partai pemerintah. Bahkan para pemimpin partai oposisi dianggap publik sebagai presidents in waiting.

    Sebaliknya, partai oposisi di negara yang demokrasinya belum terlembagakan dengan baik, oposisi cenderung dianggap oleh partai pemerintah sebagai musuh. Oposisi dianggap sebagai penghambat program pemerintah (Gumede, 2017). Dengan dalil itu, kekuasaan lantas memberangus kekuatan oposisi baik secara sosial politik maupun ekonomi. Indonesia masuk kategori ini. Bahkan penilaian Freedom House di Washington (2023) menempatkan Indonesia pada kategori coklat atau bisa kita katakan secara substantif masih setengah demokratis.

    Kekuasaan dan Modal

    Pertama, soal politik kekuasaan. Kekuasaan adalah papan reklame terbaik untuk meng-endorse persona politisi dan institusi partai politik. Pasca Reformasi, kaum elite yang datang dari lingkar kekuasaan berpeluang lebih besar memenangi pertarungan elektoral. SBY menjadi rising star karena menjadi bagian dari kekuasaan Gus Dur dan Megawati. Kendati di fase akhir, berseberangan dengan rezim Megawati, ia terlanjur menjadi lebih populer dari pada Megawati.

    Prabowo menjadi presiden juga karena bergabung dengan rezim Jokowi. Itu adalah masa di mana Prabowo ter-endorse dengan baik oleh kekuasaan. Kita bisa periksa lagi survei di rentang setahun sebelum Pilpres 2024. Ganjar Pranowo-lah favoritnya. Tetapi rezim Jokowi memberikan dukungan total kepada Prabowo. Sebagai pengingat, di akhir rezim Jokowi, survei kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi sangat tinggi (Litbang Kompas Juni 2024). Tentu itu berdampak besar dalam kemenangan satu putaran Prabowo-Gibran.

    Kekuasaan sebagai ‘ruang endorsement’ lantas menjadi seperti sebuah pola yang baku dalam demokrasi kita baik tingkat nasional maupun daerah. Pilpres 2014 bisa kita kategorikan sebagai the exception. Jokowi terbit dari luar galaksi kekuasaan kala itu. Bintangnya bertambah benderang lantaran distrust publik yang besar pada rezim SBY karena persoalan korupsi dan kisruh Partai Demokrat.

    Jika mengacu pada kecenderungan itu, Prabowo dipastikan akan menjabat dua periode sebagai presiden. Atau, presiden berikutnya juga berasal dari rezim saat ini. Dasarnya jelas, tanpa oposisi yang kuat publik praktis tidak memiliki pilihan alternatif. Pada titik ini, secara sistem, ada persoalan besar demokrasi kita. Parpol cenderung bermain aman demi garansi kursi baik di legislatif maupun eksekutif mulai dari pusat hingga daerah.

    Kedua, motif ekonomi. Oposisi dalam praktik demokrasi kita berarti mereka yang berada di luar pesta. Mereka tidak mengambil bagian dalam jamuan pesta yang beragam dan lezat itu. Jadi ketakutan parpol juga berhubungan erat dengan capital partai politik. Membersamai pemerintah berarti mengambil bagian dalam keuntungan ekonomi proyek-proyek pembangunan. Sebaliknya berada di luar berarti rungkat.

    Di sini, para pemodal juga berdampak pada pilihan sikap parpol. Jelas ada relasi kekuasaan dan ekonomi antara pemodal dan parpol. Partai memerlukan pemodal bagi operasional partai. Sementara bagi pemodal, kekuasaan menggaransi bisnis mereka. Maka ke mana langkah pemodal, ke situ pula langkah partai. Yang Ideologis dalam partai menjadi tak persis maknanya karena desakan yang ekonomis.

    Oposisi Alternatif

    Ketika parpol yang secara institusi kita harapkan menjadi oposisi justru masuk ke lingkar kekuasaan, maka publik perlu menghadirkan oposisi alternatif. Kita sedang membicarakan platform media sosial dan terutama netizen. Medsos menjadi wadah publik dengan netizen bertindak sebagai oposisi.

    Secara parsial, kita sebutkan media sosial. Sebab, kerap media justru “dimiliki” oleh kekuasaan –kendati tidak semua. Tetapi untuk memastikan oposisi alternatif ini berjalan, maka perlu terorkestrasi dengan baik. Jika rezim menggunakan buzzer, maka oposisi alternatif juga menghadirkan buzzer demokrasi.

    Peran figur menjadi penting di sini untuk memastikan orkestrasi suara netizen mengawasi kekuasaan berjalan konsisten dan kontinuitas. Politisi atau publik figur yang menjadi oposan bisa memainkan peran sebagai orkestrator. Komunitas, cendekiawan, dan LSM penggiat hukum dan demokrasi berperan menajamkan analisis kritis di ruang publik.

    Oposisi alternatif berarti tidak membiarkan paradoks demokrasi yang tanpa oposisi. Ia juga dimaknai sebagai sebuah upaya baru mendefinisikan ulang penyanggah demokrasi. Menjadi oposisi alternatif adalah bentuk memaknai konsep manusia politik yang terwujud dalam tindakan politik. Lantas, dunia media sosial bisa dimaknai sebagai sebuah ruang publik. Medsos bisa menjadi ‘Senayan’ versi digital yang memproduksi suara kritis. Jika Senayan fisik melempem karena kekurangan oposisi, maka Senayan virtual harus garang mengawal kekuasaan.

    Beberapa isu besar bisa menjadi potret bagaimana medsos menentukan narasi keadilan, hukum, dan bahkan moral. Ungkapan no viral no justice adalah sebuah pesan kekuatan medsos dan netizen. Ungkapan itu juga sebuah pengingat betapa bahayanya “yang berkuasa” tanpa pengawasan. Pada kasus Gus Miftah yang mengundurkan diri dari utusan khusus presiden untuk urusan agama, kita dipertontonkan kekuatan medsos dan netizen itu.

    Efek Domino

    Oposisi alternatif tidak serta merta dimaknai sebagai partisan partai oposisi. Tetapi secara sikap politik sama-sama memilih untuk menjadi oposisi rezim. Karena itu, oposisi alternatif (non institusi) ini bisa menjadi pendukung utama bagi partai politik (institusi) yang memilih berada di luar kekuasaan.

    Dalam konteks demokrasi “cokelat” kita, sikap dan posisi PDIP di luar kekuasaan sangat rentan. Ada beberapa catatan soal itu. Mulai dari posisi Puan Maharani sebagai Ketua DPR juga akan rentan dikudeta. Juga terkait proyeksi kepemimpinan dan kemenangan di pertarungan lima tahun mendatang hingga bisnis politik.

    Maka, demi demokrasi jugalah, PDIP mesti diapresiasi sebab menempuh kerentanan untuk memastikan fondasi oposisi tetap ada dalam demokrasi kita. Sikap PDIP juga memberikan efek domino bagi publik untuk ikut mengambil bagian dalam sikap politik mengawasi kekuasaan.

    Jelas, narasi rezim Prabowo adalah politik persatuan semua kekuatan untuk terlibat dalam transformasi ekonomi, sosial, dan tata kelola pemerintahan. Kendati begitu, terlepas dari hasrat politik persatuannya, Prabowo tetap berbesar hati terhadap PDIP yang memilih berseberangan dengan rezimnya. Hal itu ia utarakan dalam momen HUT Golkar (11/12/2024) silam.

    Pidato Prabowo itu sebuah isyarat demokratis. Sebab, oposisi tidak berarti sebagai penghalang proyek pemerintah. Pihak oposisi justru ingin memastikan bahwa proyek pembangunan itu berjalan baik, diperuntukkan bagi publik dan tidak korup dalam pelaksanaannya. Pada akhirnya, oposisi bukan sekadar menciptakan presidents in waiting, tetapi terutama menjamin hal yang paling substantif dari kemanusiaan dan prinsip demokrasi yakni kebebasan, keadilan, dan keberagaman.

    Edward Wirawan analis politik, peneliti Lembaga Terranusa Indonesia

    (mmu/mmu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tuding Akun Hasan Nasbi Lebih Parah dari Fufufafa, Netizen: Presiden Harus Hati-hati

    Tuding Akun Hasan Nasbi Lebih Parah dari Fufufafa, Netizen: Presiden Harus Hati-hati

    GELORA.CO – Setelah heboh akun yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka, netizen tuding akun Hasan Nasbi lebih parah dari Fufufafa.

    Adapun akun yang dituding milik Hasan Nasbi selaku Kepala Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia berisikan cacian pada Presiden Prabowo Subianto.

    Diketahui akun tersebut adalah @datuakrajoangek yang dituding oleh netizen adalah milik Hasan Nasbi.

    Dalam postingan yang disebar di media sosial berisikan unggahan terkait penghinaan pada Presiden Prabowo.

    Adapun akun @datuakrajoangek memiliki nama Tukang Sayur dengan profil picture Hasan Nasbi, di mana postingannya tertanggal pada 31 Oktober 2014 lalu.

    Sayangnya saat ditelusuri, akun tersebut sudah tidak ada di jejaringan X.

    Netizen juga menyinggung adanya perbedaan antara pernyataan Hasan Nasbi dengan Sufmi Dasco Ahmad selaku Ketua Harian DPP Partai Gerindra tentang permasalahan LPG 3 kg beberapa waktu lalu.

    Nasbi dalam sebuah pernyataanya mengungkapkan bahwa kebijakan aturan larangan penjualan LPG 3 kg ke pengecer didukung oleh pihak istana.

    Sedangkan Dasco menyebutkan jika kebijakan tersebut bukanlah kebijakan Prabowo.

    Terang saja kabar akun @datuakrajoangek ini mendapatkan respon dari netizen yang menyebutkan adanya penghiatan di kabinet Prabowo.

    “Ternyata di lingkaran kabinet presiden pak prabowo sekarang banyak pengkhianat dan orang2 yg  dulu mencela Beliau,” tulis Damar8986 dnegan akun @helmanns8986.

    “Mereka membawa misi lain.,mereka orang yg tidak ada harga diri n tid tau malu mental pecundang dan penjilat. Pak presiden harus hati2 dan bila perlu pecat semua,” tambahnya.

    Netizen lain mempertanyakan apakah bahwa pihak Gerindra telah mengetahui akun @datuakrajoangek dan siapa pemiliknya.

    “Orang2 @Gerindra  atau para loyalisnya @prabowo  ada gak yg pernah lihat tuitan tukang sayur ini ya?, tulis Didik dengan akun @Didikjzie.

    “Kalau kalian tidak naik pitam dg alasan apapun, sejatinya kalian bukan kader atau loyalis partai, bahkan kalian punya bakat sebagai pengkhianat ketum ataupun partai anda sendiri!!!, tambahnya.

    Selain itu juga mempertanyakan jika nebar akun @datuakrajoangek adalah milik Hasan Nasbi kenapa bisa masih ditarik ke dalam tim Pabowo.

    “Ko bisa terima,pak prabowo orang yang menghina dia apa ga tau gada yang kasih tau,” komentar akun @kotaciwili31244.

    Hal senada juga dipertanyakan Encus dengan akun @AndikaNgojek.

    “Waduh,,,parah betul ni org, tp kenapa dia jd pejabat ya?, tulisnya.

    Sedangkan netizen lainnya juga menyebar informasi terkait nama-nama pemilik akun yang diduga bazzer Jokowi yang eksis dilingkaran Prabowo.

    “Bukan cuma menteri Jokowi, bahkan buzzer Jokowi juga eksis di sekitar Prabowo, jadi beneran ya tema keberlanjutan,” tulis Lukman Simandjuntak dengan akun @hipohan.

    “Hasan Nasbi aka datuakrajoangek, Rudi Susanto aka kurawa, Dede Budhyarto aka kangdede78, Permadi Arya aka Abu Janda dan Immanuel Ebenezer aka Noel,” tulisnya.

  • Pencitraan Jokowi Masih Pakai Cara Lama, Mantan Buzzer Buka Suara: Nggak Nyadar, Gobl*k!

    Pencitraan Jokowi Masih Pakai Cara Lama, Mantan Buzzer Buka Suara: Nggak Nyadar, Gobl*k!

    GELORA.CO – Pengakuan mantan influencer atau buzzer Jokowi viral menjadi perbincangan. Ia mengaku bahwa permainan Presiden RI ke-7 itu sekarang ‘tak rapi’.

    Salah satu contohnya adalah mobilisasi massa serta bus yang diparkir tak jauh dari rumah. Akun @Boediantar4 mengunggah video mengenai orang yang mengaku pernah menjadi timses Jokowi.

    “Mantan influencernya jokowi buka kedok mengapa rumah jokowi di serbu warga untuk salaman dan selfie,” tulis @Boediantar4. Postingan yang dibagikan viral setelah memperoleh 1.100 retweet dan 2.500 tanda suka.

    Ia mengunggah ulang video milik akun TikTok Didi Lionrich (@didilionrich). Perlu diketahui, Didi Lionrich mempunyai 129 ribu follower TikTok. Beberapa postingan miliknya cenderung menyerang kubu Jokowi. Akun @didilionrich berpendapat bila Jokowi sekarang lebih mirip influencer dibanding seorang negarawan.

    “Sebenarnya menyedihkan banget nggak sih, udah jadi mantan tapi nggak mau jadi negarawan, malah turun jadi influencer. Saat Bu Mega ada di Italia jadi keynote speaker untuk sebuah event internasional dan saat Pak SBY menikmati waktunya dengan melukis dan menulis buku, Si Jokowi ini yang beda sendiri. Dia pengen ngasih pesan ke publik, walaupun dia sudah jadi mantan, tapi tetap disamperin sama yang katanya rakyat untuk sekadar selfie dan sejenisnya,” kata Didi Lionrich.

    Akun @didilionrich menceritakan bahwa ia tahu ‘permainan’ Jokowi. Pegiat media sosial tersebut mengklaim pernah berada di barisan Jokowi. Didi Lionrich menilai bahwa permainan Jokowi tak rapi karena beberapa bus terekam diparkir dekat jalan masuk rumah.

    “Sebenarnya gue juga curiga, ingat ya, gue dulu pernah ada di barisan dia. Gue tahu permainan mobilisasi massanya kayak gimana, terus ngambil angle buat framing-nya kayak gimana, itu tahu semua. Dan ini baunya sama. Diajak mau ikut, dikasih bingkisan supaya mau ikut, terus angkut pakai bus. Sampai hafal kan gue! Cuma yang bikin gue kaget adalah ternyata cara kerjanya masih sama persis dengan kesalahan yang sama persis. Yaitu apa? Kagak rapi cara mainnya!” sindir Didi Lionrich.

    Ia juga mengungkap bahwa Jokowi tak belajar kesalahan dari masa lalu. “Mereka kok pada nggak nyadar ya udah banyak mantan orang dalam yang sekarang udah di luar barisan. Bukannya pakai strategi lain malah pakai cara yang lama. Gobl*k,” pungkas Didi Lionrich. Postingan mengenai mantan buzzer Jokowi menuai beragam komentar netizen.

    Mantan influencernya jokowi buka kedok mengapa rumah jokowi di serbu warga untuk salaman dan selfie 😀😀🫣 pic.twitter.com/DTOWYDOeHi

    — bantoro_ (@Boediantar4) February 7, 2025

    “Iya, aneh juga sih. Kenapa nggak bicara di seminar atau kampus buat ngisi pensiun ya? Nggak cukup otak kah?” cuit @ar**v_r.

    “Kalau mantan ordalnya aja sudah buka suara. Kok ya masih banyak buzzeRp cecunguk dan para jongos masih bersedia memuja dan membela,” sindir @sal**ah**d07.

    “Sekarang bongkar-bongkar, padahal dulu sudah nikmati cuannya. Dasar buzzer,” balas @***anda_ma**on.

  • Prabowo Kembali Sentil Sosok yang Menyebutnya Tolol, Singgung Fufufafa?

    Prabowo Kembali Sentil Sosok yang Menyebutnya Tolol, Singgung Fufufafa?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto kembali melontarkan pernyataan yang menarik perhatian publik.

    Dalam sebuah pidato yang beredar, ia menyinggung pihak yang pernah menyebut dirinya sebagai ‘bajingan tolol’, tanpa menyebutkan nama secara langsung.

    “Ada yang mengatakan saya tolol, ada, gak apa-apa,” ujar Prabowo.

    Meskipun tidak menyebut nama, gaya bicara Prabowo yang seolah membiarkan publik menebak sendiri siapa yang ia maksud, membuat isu ini semakin panas.

    “Ada yang mengatakan saya bajingan tolol, tapi saya gak sebut namanya, kalian sudah tahu loh, gak apa-apa,” tandasnya.

    Sebelumnya, pegiat media sosial yang juga seorang dokter, Tifauzia Tyassuma, baru-baru ini menyuarakan pendapatnya terkait “Fufufafa” yang telah masuk ke dalam Wikipedia.

    Tifa mengimbau para pendukung Presiden Prabowo serta masyarakat yang ia sebut waras dan sadar bahaya untuk terus mengamplifikasi isu tersebut.

    “Saran saya buat pendukung Presiden Prabowo, buat rakyat waras dan sadar bahaya. Amplifikasi terus Fufufafa,” ujar Tifa dalam keterangannya di aplikasi X @DokterTifa pada 23 Oktober 2024 lalu.

    Tifa menilai, langkah ini lebih penting dibandingkan memedulikan pencitraan yang dilakukan pihak lain melalui berbagai media mainstream, yang menurutnya sudah dibayar oleh pihak tertentu.

    “Jangan pedulikan tingkah polah dia pencitraan sana-sini, karena itu kerjaan Tim Media dan Media mainstream yang sudah dibayar,” cetusnya.

    Ia meminta agar informasi mengenai Fufufafa yang telah diunggah di Wikipedia terus disebarluaskan, sembari mengingatkan para pendukung untuk tidak terpengaruh oleh buzzer yang berpotensi mengubah artikel tersebut.