NGO: Amnesty International

  • Amnesty: Israel ‘Live Streaming’ Genosida Gaza, Negara Dunia Cuma Diam

    Amnesty: Israel ‘Live Streaming’ Genosida Gaza, Negara Dunia Cuma Diam

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amnesty International menyebut Israel melakukan genosida secara “live streaming” (siaran langsung) ke warga Palestina di Gaza. Ini tertuang dalam laporan tahunannya, yang dirilis Selasa (29/4/2025).

    Amnesty menyebut Israel telah bertindak dengan “niat khusus untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sehingga melakukan genosida”. Negara-negara lain tak berdaya saat Israel membunuh ribuan warga Palestina.

    “Sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas melakukan kejahatan mengerikan terhadap warga negara Israel dan lainnya serta menyandera lebih dari 250 orang, dunia telah menyaksikan genosida yang disiarkan langsung,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty, Agnes Callamard, dalam pengantar laporan tersebut dikutip AFP.

    “Negara-negara menyaksikan seolah tak berdaya, saat Israel membunuh ribuan warga Palestina, memusnahkan seluruh keluarga multigenerasi, menghancurkan rumah, mata pencaharian, rumah sakit, dan sekolah,” tambahnya.

    Laporan Amnesty mengatakan bahwa operasi Israel telah membuat sebagian besar warga Palestina di Gaza “mengungsi, kehilangan tempat tinggal, kelaparan, berisiko terkena penyakit yang mengancam jiwa”. Warga, tambahnya, tidak dapat mengakses perawatan medis, listrik, atau air bersih.

    Amnesty mengatakan bahwa sepanjang tahun 2024, pihaknya telah mendokumentasikan berbagai kejahatan perang oleh Israel, termasuk serangan langsung terhadap warga sipil dan objek sipil, serta serangan yang membabi buta dan tidak proporsional. Dikatakan bahwa tindakan Israel telah memaksa 1,9 juta warga Palestina, sekitar 90% dari populasi Gaza, mengungsi, dan sengaja merekayasa bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    “Bahkan ketika para pengunjuk rasa turun ke jalan di ibu kota Barat, pemerintah dunia secara individu dan multilateral gagal berulang kali mengambil tindakan yang berarti untuk mengakhiri kekejaman dan bahkan lambat dalam menyerukan gencatan senjata,” muat Amnesty International lagi.

    Amnesty juga membunyikan alarm atas tindakan Israel di wilayah Palestina yang diduduki di Tepi Barat. Badan itu mengulangi tuduhan bahwa Israel menggunakan sistem “apartheid”.

    “Sistem apartheid Israel menjadi semakin kejam di Tepi Barat yang diduduki, ditandai dengan peningkatan tajam dalam pembunuhan di luar hukum dan serangan yang didukung negara oleh pemukim Israel terhadap warga sipil Palestina,” katanya.

    Sementara itu, Direktur Amnesty International untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, Heba Morayef, mengecam tingkat penderitaan ekstrem yang harus ditanggung warga Palestina di Gaza setiap hari selama setahun terakhir. Ia menegaskan ada ketidakmampuan dunia atau kurangnya kemauan politik untuk menghentikannya.

    (sef/sef)

  • Dipolisikan Relawan Jokowi karena Suarakan Pengungkapan Ijazah, Dokter Tifa: Apakah JKW Siap Di-Duterte-kan?

    Dipolisikan Relawan Jokowi karena Suarakan Pengungkapan Ijazah, Dokter Tifa: Apakah JKW Siap Di-Duterte-kan?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA– Pegiat media sosial, yakni Tifauzia Tyassumah menjadi salah satu pihak yang dilaporkan Relawan Pemuda Patriot Nusantara ke Polres Metro Jakarta Pusat terkait tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi.

    Berdasarkan Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/978/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA, Rabu, 23 April 2025.

    Melalui akun X miliknya, @DokterTifa merespons laporan yang dibuat oleh Relawan Pemuda Patriot Nusantara yang ingin membela Jokowi.

    Kerap disapa Dokter Tifa, sosok pegiat media sosial ini kemudian memberikan pertanyaan dengan tegas, apakah Jokowi siap apabila kasus ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut dibawa ke ranah Internasional.

    Wadah laporan yang dimaksud dokter Tifa, yaitu Digital Forensic Internasional dan akan berlanjut ke Amnesty International.

    Menurutnya, para kader telah memperjuangkan kebenaran melalui jalur ilmiah, bukannya dibalas dengan cara yang sama malah dikriminalisasi.

    “Karena para akademisi yang mempertanyakan secara ilmiah malah dikriminalisasi,” tulis Dokter Tifa dikutip Kamis (24/4/2025).

    Lebih lanjut dalam unggahannya, Dokter Tifa mengingatkan bahwa laporan kasus ijazah Jokowi sudah masuk ke Organized Crime and Corruption Reporting Project atau OCCRP dan berlanjut ke International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.

    OCCRP merupakan konsorsium jurnalis investigasi yang berdedikasi mengungkap kejahatan terorganisir dan korupsi di seluruh dunia.

    Dengan demikian, persiapan membela keadilan ini telah diupayakan oleh Dokter Tifa, dan mempertanyakan kesiapan Jokowi terhadap kebijakan internasional.

  • Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tuai Penolakan, Amnesty Internasional: Langgar Amanat Reformasi

    Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tuai Penolakan, Amnesty Internasional: Langgar Amanat Reformasi

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” tegas Usman.

    Usman juga mengingatkan bahwa pemerintah semestinya lebih fokus menuntaskan janji-janji reformasi, termasuk pengusutan pelanggaran HAM yang diakui negara melalui TAP MPR dan pernyataan resmi Presiden RI.

    Sejumlah peristiwa kelam seperti Tragedi 1965-1966, Penembakan Misterius, Tanjung Priok, Talangsari, hingga Trisakti dan Semanggi, disebutnya masih menyisakan luka dan pertanyaan besar yang belum terjawab oleh negara.

    Latar belakang usulan ini mengemuka kembali setelah Kementerian Sosial melalui Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) memasukkan nama Soeharto dalam daftar calon penerima gelar Pahlawan Nasional pada Maret 2025. Usulan serupa juga sempat disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo pada September 2024.

    Menanggapi penolakan terhadap usulan tersebut, Prasetyo Hadi menyatakan bahwa tidak ada tokoh yang sempurna.

    “Menurut kami merasa, apa salahnya juga? Menurut kami penghormatan presiden itu sudah sewajarnya,” ucapnya kepada media, Senin (21/4/2025).

    Namun, pernyataan tersebut tidak mengubah pendirian Amnesty International Indonesia yang tetap meminta agar negara tidak melupakan sejarah dan menghormati amanat reformasi untuk menegakkan keadilan bagi para korban. (Wahyuni/Fajar)

  • Dilaporkan soal Ijazah Jokowi, Dokter Tifa: Apakah JKW Siap Di-Duterte-kan?

    Dilaporkan soal Ijazah Jokowi, Dokter Tifa: Apakah JKW Siap Di-Duterte-kan?

    GELORA.CO – Pegiat media sosial yang juga seorang dokter, dr Tifauzia Tyassumah atau Dokter Tifa, menjadi salah satu pihak yang dilaporkan Relawan Pemuda Patriot Nusantara ke Polres Metro Jakarta Pusat terkait tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi.

    Selain Dokter Tifa, tiga nama lain yang dilaporkan adalah mantan Menpora Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, dan Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah,

    Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/978/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA, Rabu, 23 April 2025.

    Melalui akun X miliknya, Dokter Tifa merespons laporan yang dibuat oleh Relawan Pemuda Patriot Nusantara tersebut.

    Dokter Tifa mengatakan, apakah Jokowi siap apabila kasus ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut dibawa ke Digital Forensic Internasional dan berlanjut ke Amnesty International?

    “Karena para akademisi yang mempertanyakan secara ilmiah malah dikriminalisasi,” kata Dokter Tifa dikutip Kamis 24 April 2025.

    Dokter Tifa juga mengingatkan bahwa laporan kasus ijazah Jokowi sudah masuk ke Organized Crime and Corruption Reporting Project atau OCCRP dan berlanjut ke International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional. 

    OCCRP merupakan konsorsium jurnalis investigasi yang berdedikasi mengungkap kejahatan terorganisir dan korupsi di seluruh dunia. 

    “Apakah JKW siap di-Duterte-kan?” tanya Dokter Tifa.

  • PAN Nilai Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Patut Dipertimbangkan atas Capaiannya – Halaman all

    PAN Nilai Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Patut Dipertimbangkan atas Capaiannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Partai Amanat Nasional (PAN) menanggapi adanya usulan untuk menjadikan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

    Menurut Sekretaris Jenderal PAN, Eko Hendro Purnomo, usulan agar Soeharto menjadi Pahlawan Nasional ini adalah hal yang wajar.

    Bahkan Eko menilai usulan ini patut untuk dipertimbangkan, mengingat banyaknya pencapaian Soeharto selama menjadi Presiden RI.

    Di antaranya adalah pencapaian Soeharto dalam swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, pendidikan hingga koperasi usaha kecil.

    “Dari PAN, kami melihat usulan agar Presiden Soeharto diberi gelar Pahlawan Nasional sebagai hal yang wajar dan patut dipertimbangkan.”

    “Banyak capaian yang bisa dikenang, seperti swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, program sekolah dasar Inpres, dan dukungan terhadap koperasi serta usaha kecil,” kata Eko dilansir Kompas.com, Kamis (24/4/2025).

    Lebih lanjut Eko menyebut Soeharto adalah tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

    Selain itu Soeharto juga menjadi presiden dalam periode panjang pembangunan nasional.

    Terkait penilaian gelar Pahlawan Nasional ini, Eko meyakini prosesnya pasti akan dilakukan secara menyeluruh oleh pihak berwenang.

    Terlebih harus ada mekanisme resmi yang dilalui, seperti Dewan Gelar hingga keputusan oleh Presiden RI, sebelum nantinya Soeharto bisa ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

    Eko menekankan, selama proses penilaian ini terbuka dan sesuai aturan, maka PAN akan menghormati apapun keputusan akhirnya.

    Eko melanjutkan, bagi PAN upaya menghargai tokoh bangsa seperti Presiden ke-2 RI adalah bagian dari merawat sejarah nasional.

    “Ini bukan soal politik semata, tapi soal bagaimana kita memberi tempat yang layak bagi sosok yang pernah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan Indonesia,” imbuh Eko.

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan usulan Soeharto jadi pahlawan nasional cederai amanat reformasi.

    Diketahui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan tidak ada masalah usulan Kementerian Sosial memasukkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai calon Pahlawan Nasional.

    “Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru,” kata Usman Hamid, Rabu, (23/4/2025).

    Usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, kata Usman Hamid mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi. 

    “Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang. Oleh karena itu, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu,” sambungnya.

    Kemudian dikatakan Usman Hamid bahwa Soeharto berperan dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur. 

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” tegasnya.

    Sebelumnya Istana melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa tidak ada masalah terkait usulan Kementerian Sosial yang memasukkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai calon Pahlawan Nasional.

    Ia menilai bahwa para mantan Presiden layak mendapatkan penghormatan dari negara atas jasa-jasa yang telah mereka berikan.

    “Usulan dari Kementerian Sosial terhadap Presiden Soeharto, saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga? Menurut kami, mantan-mantan Presiden itu sudah sewajarnya untuk kita mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita,” ujar Prasetyo di Wisma Negara, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut, Prasetyo mengimbau agar masyarakat tidak selalu fokus pada kekurangan seseorang, melainkan melihat kontribusi dan pencapaian yang telah diberikan kepada bangsa. Ia menegaskan bahwa penghormatan kepada para pemimpin terdahulu penting untuk dijaga, sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya menghargai jasa para pendahulu.

    “Mulai dari Bung Karno dengan segala dinamika dan permasalahan yang dihadapi masing-masing, kemudian Pak Harto, Pak Habibie, dan seterusnya, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, semua punya jasa. Tidak mudah menjadi Presiden dengan jumlah penduduk yang demikian besar,” lanjutnya.

    Terkait kritik terhadap Soeharto atas berbagai hal yang terjadi di masa lalu, Prasetyo berpandangan bahwa hal tersebut sangat bergantung pada perspektif masing-masing. Ia menegaskan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan.

    “Tapi sekali lagi yang tadi saya sampaikan, semangatnya pun Bapak Presiden bukan di situ. Semangatnya kita itu adalah kita itu harus terus menghargai, menghargai, memberikan penghormatan apalagi kepada para Presiden kita,” tambahnya.

    Meski demikian, ia menegaskan bahwa hingga kini belum ada pembahasan secara khusus mengenai usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

    “Jadi menurut saya tidak ada masalah. Tapi kita belum membahas itu secara khusus,” pungkas Prasetyo.

    Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Sementara itu Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan semangat kerukunan dan kebersamaan menjadi dasar penentuan gelar kali ini.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Gus Ipul melalui keterangan tertulis, Rabu (19/3/2025).

    Gus Ipul memastikan proses pengusulan Pahlawan Nasional 2025 dipastikan berjalan transparan dan efektif.

    Kemensos dan TP2GP memastikan bahwa tokoh-tokoh yang diajukan memiliki kontribusi besar bagi bangsa, selaras dengan semangat persatuan dan kebersamaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kami. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Gus Ipul.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.

    Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Jenderal Soeharto (Jawa Tengah), K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

    Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rahmat Fajar Nugraha)

  • 3 Poin Pro dan Kontra Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ada yang Kenang Orde Baru – Halaman all

    3 Poin Pro dan Kontra Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ada yang Kenang Orde Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dukungan hingga penolakan alias pro dan kontra mencuat atas wacana pengusulan Presiden ke-2 RI, Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.

    Wacana tersebut sebelumnya diusulkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dengan mengajukan 10 nama, termasuk nama mantan mertua Presiden Prabowo Subianto.

    Istana dalam hal ini mendukung atas usulan tersebut.

    Sementara penolakan dilayangkan oleh sejumlah pihak, termasuk KontraS dan Amnesty Internasional Indonesia.

    Mereka membubuhkan sejumlah catatan yang menjadi alasan tak setuju dengan usulan tersebut.

    Berikut fakta-faktanya:

    1. Istana Tak Masalah

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (29/10/2024). (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

    Istana melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menyatakan bahwa tidak ada masalah terkait usulan Kementerian Sosial yang memasukkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai calon Pahlawan Nasional.

    Ia menilai bahwa para mantan presiden layak mendapatkan penghormatan dari negara atas jasa-jasa yang telah mereka berikan.

    “Usulan dari Kementerian Sosial terhadap Presiden Soeharto, saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga? Menurut kami, mantan-mantan presiden itu sudah sewajarnya untuk kita mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita,” ujar Prasetyo di Wisma Negara, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut, Prasetyo mengimbau agar masyarakat tidak selalu fokus pada kekurangan seseorang, melainkan melihat kontribusi dan pencapaian yang telah diberikan kepada bangsa.

    Ia menegaskan bahwa penghormatan kepada para pemimpin terdahulu penting untuk dijaga, sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya menghargai jasa para pendahulu.

    “Mulai dari Bung Karno dengan segala dinamika dan permasalahan yang dihadapi masing-masing, kemudian Pak Harto, Pak Habibie, dan seterusnya. Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, semua punya jasa. Tidak mudah menjadi presiden dengan jumlah penduduk yang demikian besar,” lanjutnya.

    Terkait kritik terhadap Soeharto atas berbagai hal yang terjadi di masa lalu, Prasetyo berpandangan bahwa hal tersebut sangat bergantung pada perspektif masing-masing.

    Ia menegaskan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan.

    “Tapi sekali lagi yang tadi saya sampaikan, semangatnya pun Bapak Presiden bukan di situ. Semangatnya kita itu adalah kita itu harus terus menghargai, menghargai, memberikan penghormatan apalagi kepada para Presiden kita,” tambahnya.

    Meski demikian, ia menegaskan bahwa hingga kini belum ada pembahasan secara khusus mengenai usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

    “Jadi menurut saya tidak ada masalah. Tapi kita belum membahas itu secara khusus,” ucap Prasetyo.

    2. Amnesti Sebut Pelanggaran Ham Berat

    USMAN HAMID – Direktur Eksekuif Amnesty Internasional Usman Hamid bersama sejumlah unsur dari masyarakat sipil setelah beraudiensi dengan Komisi I DPR membahas RUU TNI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025) (Tribunnews.com/Reza Deni)

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang tidak mempermasalahkan usulan menjadikan Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    Usman memandang pernyataan Prasetyo Hadi tidak sensitif terhadap perasaan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

    “Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru,” kata Usman saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Selasa (22/4/2025).

    Menurut dia usulan menjadikan Soeharto menjadi pahlawan nasional juga mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi.

    Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, menurutnya, hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang.

    Oleh karena itu, kata Usman, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu.

    “Apa yang salah? Yang salah adalah peranan Soeharto dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur,” lanjut Usman.

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” sambung dia.

    Ketimbang mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan, menurut Usman, pemerintah seharusnya fokus menunaikan komitmen untuk mengusut berbagai pelanggaran berat HAM selama era Soeharto yang telah diakui negara lewat berbagai TAP MPR pada awal reformasi hingga pernyataan Presiden pada Januari 2023. 

    Pelanggaran berat HAM tersebut, kata Usman, di antaranya Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, dan Penyerangan kantor PDI 27 Juli 1996.

    Selain itu juga, lanjut dia, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999, kejahatan kemanusiaan di Aceh, Timor Timur, Papua.

    “Dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang belum diusut tuntas oleh negara,” paparnya.

    3. Alasan KontraS

    Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dengan tegas menolak usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

    Dalam penolakan tersebut, KontraS menyebutkan dua alasan utama yang berkaitan dengan pemerintahan Orba atau Orde Baru yang dipimpin Soeharto.

    Pengingkaran terhadap Sejarah dan Kejahatan Masa Orde Baru

    Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina, menegaskan bahwa usulan pemberian gelar tersebut merupakan bentuk upaya penghapusan sejarah dan pemutihan terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Soeharto selama masa pemerintahannya.

    Menurut Jane, Soeharto telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM), penyalahgunaan wewenang, dan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak pernah diadili hingga kini.

    “Kami menilai usulan ini adalah langkah mundur yang berisiko menghapuskan kejahatan yang telah dilakukan oleh Soeharto,” kata Jane saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (19/3/2025).

    Rekam Jejak Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan

    Selain itu, KontraS juga menyoroti rekam jejak Soeharto yang terkait dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

    Berdasarkan data dari Kantor PBB Urusan Obat-obatan dan Kriminal (UNODC) serta Bank Dunia pada 2007, Soeharto tercatat sebagai pemimpin yang paling korup di dunia pada abad ke-20, dengan jumlah aset yang dikorupsi mencapai sekitar USD 15 hingga 35 miliar.

    KontraS menyatakan bahwa Soeharto tidak memiliki integritas moral yang cukup untuk mendapatkan penghargaan seperti gelar Pahlawan Nasional.

    “Pengingkaran terhadap kemanusiaan dan demokrasi yang terjadi selama pemerintahan Orde Baru seharusnya menjadi pelajaran bagi bangsa ini, bukan alasan untuk memberikan gelar pahlawan kepada sosok yang telah menodai sejarah bangsa,” tambah Jane.

    Berdasarkan dua alasan utama tersebut, KontraS dengan tegas menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

    Mereka mendesak agar Menteri Sosial dan Dewan Gelar Pahlawan, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tidak mengusulkan nama Soeharto dalam daftar calon Pahlawan Nasional yang akan dikukuhkan pada tahun 2025.

    “Akhir kata, Soeharto tidak memiliki keteladanan dan integritas moral sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk diberikan gelar Pahlawan Nasional,” papar Jane.

    10 Nama Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

    KEMISKINAN EKSTREM – Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul di Gedung Aneka Bhakti Kemensos, Jakarta, Jumat (31/1/2025). Gus Ipul mengungkapkan Pemerintah masih menghitung besaran bantuan khusus untuk masyarakat miskin ekstrem. (Fahdi Fahlevi-Tribunnews.com) (Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi)

    Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan semangat kerukunan dan kebersamaan menjadi dasar penentuan gelar kali ini.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Gus Ipul melalui keterangan tertulis, Rabu (19/3/2025).

     Anggota TP2GP terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional.

    Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat. 

    Gus Ipul memastikan proses pengusulan Pahlawan Nasional 2025 dipastikan berjalan transparan dan efektif.

    Kemensos dan TP2GP memastikan bahwa tokoh-tokoh yang diajukan memiliki kontribusi besar bagi bangsa, selaras dengan semangat persatuan dan kebersamaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kami. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Gus Ipul.

    Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.

    Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain:

    K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
    Jenderal Soeharto (Jawa Tengah)
    K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur)
    Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah)
    Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh)
    K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)

    Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu:

    Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali)
    Deman Tende (Sulawesi Barat)
    Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara)
    K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur)

    Nama-nama yang telah disepakati Dewan Gelar pada 2024 akan kembali diusulkan pada 2025.

    Hal ini dilakukan karena hingga saat ini belum ada keputusan dari Presiden terkait usulan tersebut.

    “Karena belum ada catatan apapun dari Presiden tentang usulan yang sudah dibuat oleh Menteri Sosial sebelumnya. Pastinya saya akan memberikan laporan agar pengangkatan gelar tahun ini bisa disertakan dengan tahun sebelumnya, tahun 2024. Jadi ada dua (usulan) bila Presiden berkenan,” kata Gus Ipul.

    Nama-nama yang telah disepakati Dewan Gelar pada 2024, antara lain Andi Makasau, Letjen Bambang Sugeng, Rahma El Yunusiah, Frans Seda, Letkol Muhammad Sroedji, AM Sangaji, Marsekal Rd. Soerjadi Soerjadarma, serta Sultan Muhammad Salahuddin. 

    Pengusulan calon pahlawan ini dibatasi sampai 11 April 2025.

    Setelah tahap verifikasi, dan sidang pleno TP2GP akan menyampaikan rekomendasi usulan calon Pahlawan Nasional dari Menteri Sosial kepada Presiden.

    Selanjutnya Presiden memilih daftar nama yang diajukan untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

    (Tribunnews.com/ Taufik Ismail, Gita Irawan, Fahdi Fahlevi)

  • Amnesty Kritik Pernyataan Mensesneg yang Tak Permasalahkan Usulan Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional – Halaman all

    Amnesty Kritik Pernyataan Mensesneg yang Tak Permasalahkan Usulan Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang tidak mempermasalahkan usulan menjadikan Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    Usman memandang pernyataan Prasetyo Hadi tidak sensitif terhadap perasaan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

    “Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru,” kata Usman saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Selasa (22/4/2025).

    Menurut dia usulan menjadikan Soeharto menjadi pahlawan nasional juga mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi.

    Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, menurutnya, hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang.

    Oleh karena itu, kata Usman, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu.

    “Apa yang salah? Yang salah adalah peranan Soeharto dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur,” lanjut Usman.

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” sambung dia.

    Ketimbang mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan, menurut Usman, pemerintah seharusnya fokus menunaikan komitmen untuk mengusut berbagai pelanggaran berat HAM selama era Soeharto yang telah diakui negara lewat berbagai TAP MPR pada awal reformasi hingga pernyataan Presiden pada Januari 2023. 

    Pelanggaran berat HAM tersebut, kata Usman, di antaranya Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, dan Penyerangan kantor PDI 27 Juli 1996.

    Selain itu juga, lanjut dia, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999, kejahatan kemanusiaan di Aceh, Timor Timur, Papua.

    “Dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang belum diusut tuntas oleh negara,” paparnya.

    Diberitakan sebelumnya Prasetyo menyatakan tidak ada masalah terkait usulan Kementerian Sosial yang memasukkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai calon Pahlawan Nasional.

    Prasetyo Hadi menilai para mantan Presiden layak mendapatkan penghormatan dari negara atas jasa-jasa yang telah mereka berikan.

    “Usulan dari Kementerian Sosial terhadap Presiden Soeharto, saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga? Menurut kami, mantan-mantan Presiden itu sudah sewajarnya untuk kita mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita,” ujar Prasetyo di Wisma Negara, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut, Prasetyo mengimbau agar masyarakat tidak selalu fokus pada kekurangan seseorang, melainkan melihat kontribusi dan pencapaian yang telah diberikan kepada bangsa.

    Ia juga menegaskan penghormatan kepada para pemimpin terdahulu penting untuk dijaga, sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya menghargai jasa para pendahulu.

    “Mulai dari Bung Karno dengan segala dinamika dan permasalahan yang dihadapi masing-masing, kemudian Pak Harto, Pak Habibie, dan seterusnya, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, semua punya jasa. Tidak mudah menjadi Presiden dengan jumlah penduduk yang demikian besar,” lanjut dia.

    Terkait kritik terhadap Soeharto atas berbagai hal yang terjadi di masa lalu, Prasetyo berpandangan bahwa hal tersebut sangat bergantung pada perspektif masing-masing.

    Menurut dia setiap manusia memiliki kekurangan.

    “Tapi sekali lagi yang tadi saya sampaikan, semangatnya pun Bapak Presiden bukan di situ. Semangatnya kita itu adalah kita itu harus terus menghargai, menghargai, memberikan penghormatan apalagi kepada para Presiden kita,” tambah dia.

    Meski demikian, Prasetyo menegaskan hingga kini belum ada pembahasan secara khusus mengenai usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

    “Jadi menurut saya tidak ada masalah. Tapi kita belum membahas itu secara khusus,” pungkasnya.

    Sebelumnya Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    Juga diberitakan sebelumnya Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan semangat kerukunan dan kebersamaan menjadi dasar penentuan gelar kali ini.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Gus Ipul melalui keterangan tertulis, Rabu (19/3/2025).

    Ia juga memastikan proses pengusulan Pahlawan Nasional 2025 dipastikan berjalan transparan dan efektif.

    Selain itu, Kemensos dan TP2GP memastikan bahwa tokoh-tokoh yang diajukan memiliki kontribusi besar bagi bangsa, selaras dengan semangat persatuan dan kebersamaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kami. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Gus Ipul.

    Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih juga telah mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.

    Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira.

    Tokoh-tokoh yang kembali diusulkan, antara lain K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Jenderal Soeharto (Jawa Tengah), K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

    Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

  • Amnesty International Desak Komisi III DPR Panggil Kapolri, Usut Dugaan Pelanggaran HAM Sirkus OCI – Halaman all

    Amnesty International Desak Komisi III DPR Panggil Kapolri, Usut Dugaan Pelanggaran HAM Sirkus OCI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Amnesty International Indonesia mendesak Komisi III DPR untuk memanggil Kapolri usut dugaan praktik eksploitasi dan penyiksaan yang dialami sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Diketahui sejumlah mantan pemain OCI mengadu ke Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025) kemarin.

    “Audiensi dengan Komisi III DPR RI adalah momen penting dalam upaya para korban mencari keadilan atas dugaan pelanggaran HAM berat yang mereka alami di masa lalu,” kata Usman Hamid, Selasa (22/4/2025).

    Oleh karena itu Komisi III, kata Usman Hamid harus menindaklanjuti pertemuan tersebut dengan memanggil Polri. 

    Hal itu dinilainya penting agar Komisi III dapat menanyakan langsung kepada Polri terkait alasan mereka melakukan SP3 terhadap kasus tersebut di masa lalu. 

    “Komisi III harus meminta Kapolri untuk membuka kembali penyidikan terhadap kasus ini agar kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi korban tidak terulang,” imbuhnya.

    Komisi III dikatakan Usman Hamid perlu membentuk tim pencari fakta untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM berat yang dialami oleh eks pemain sirkus OCI ini. 

    “Tim pencari fakta ini penting untuk mengungkap kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi para korban. Di saat yang sama Polri dan Komnas HAM juga harus tetap melaksanakan tugas mereka menginvestigasi kasus ini secara terpisah,” jelasnya.

    Sebelumnya sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mengadu ke Komisi III DPR RI.

    Mereka mengungkapkan pengalaman mendapatkan kekerasan fisik dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami puluhan tahun lalu selama bekerja di lingkungan sirkus.

    Salah satu mantan pemain, Yuli, mengaku bahwa dirinya dan sejumlah rekannya terpaksa melarikan diri dari OCI karena merasa terancam

    “Kita nih semua, kabur dari circus itu. Jadi kita memang sebisa mungkin bersembunyi dari mereka. Agar enggak ketangkep,” kata Yuli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU).

    Yuli menuturkan, ia sempat mencoba melarikan diri pada tahun 1986. Namun, usahanya gagal dan berujung pada tindakan kekerasan yang diterimanya.

    “Soalnya saya pernah kabur tahun 86, saya ditangkap, dipukuli. Kakak saya pun gitu, kabur, ditangkap, dipukuli,” ujarnya.

    Menurutnya, tindakan kekerasan itu dilakukan oleh pihak Oriental Circus Indonesia. “Pihak Circus (yang melakukan pemukulan). Itu yang melakukan Pak Frans Manansang,” ungkapnya.

    Kepada Komisi III DPR, Yuli meminta keadilan atas perlakuan yang ia dan rekan-rekannya terima.

    “Ya kita bagaimana baiknya lah. Kita pengennya mereka diadili apa bagaimana. Soalnya kan kalau saya tidak menerima yang seperti Vivi sampai disetrum, seperti Butet dikasih kotoran gajah mulutnya,” ucapnya.
     

     

  • Dilakukan Terbuka, DPR Jamin Tak Ada Kucing-Kucingan Pembahasan RUU KUHAP

    Dilakukan Terbuka, DPR Jamin Tak Ada Kucing-Kucingan Pembahasan RUU KUHAP

    Jakarta: Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebut  pembahasan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pernah dilakukan pada tahun 2012 tetapi terjadi deadlock.

    Saat itu RUU KUHAP disebut oleh ICW sebagai pembunuh KPK karena dihilangkannya penyelidikan dan adanya pengaturan soal Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (HPP) yang memegang kekuasaan menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penahanan  dan upaya paksa lainnya.

    “Banyak pihak terutama KPK sendiri yang meminta agar pembahasan RUU KUHAP dihentikan,” kata Habiburokhman dalam keterangan pers, Kamis, 17 April 2025.
     

    Bahkan katanya pada 2014 pemerintah dan DPR sepakat akan menunda pembahasan RUU KUHAP sembari memprioritaskan pembahasan RUU KUHP.

    Pada akhirnya draft RUU KUHAP tersebut tidak bisa untuk dibahas kembali karena DPR telah berganti periode sampai tiga kali dan RUU KUHAP dengan Draft tahun 2012 tersebut tidak termasuk RUU yang masuk dalam status carry over sebagaimana diatur Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    Politisi Gerindra ini menyatakan dalam rapat internal Komisi III DPR Masa Keanggotaan 2024-2029 pada 23 Oktober 2024, Komisi III melakukan penyusunan RUU Hukum Acara Pidana. Komisi III selanjutnya menugaskan Badan Keahlian DPR untuk menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana.

    Dalam proses menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana, Badan Keahlian telah melakukan serangkaian kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat berupa diskusi dengan aparat penegak hukum antara lain Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Sosek Polri Iwan Kurniawan hingga Wamenkum Edward Omar Syarief Hiariej, diskusi dengan sejumlah LSM antara lain ICJR, LeIP, IJRS.

    Pada 23 Januari 2025 BK DPR RI mengadakan Webinar dengan narasumber Edward Omar Syarief Hiariej, Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Kapolri Iwan Kurniawan, Guru Besar FH UNAIR Nur Basuki Wirana, Akademisi Univ Trisakti Albert Aries, Advokat Magdir Ismail, Advokat Teuku Nasrullah, Ketua YLBHI Muhamad Isnur.

    “Webinar diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta melalui zoom dan lebih dari 7.300 peserta melalui Youtube DPR RI. Peserta webinar ini berasal dari kalangan perguruan tinggi, kementerian/lembaga, organisasi kemasyarakatan, organisasi advokat, dan aparat penegak hukum,” jelasnya.

    Penyerapan aspirasi masyarakat terus berlanjut di Komisi III yang melakukan 8 kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat yaitu Rapat Kerja dengan Ketua Komisi Yudisial pada 10 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung RI tanggal 12 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Advokat yaitu Maqdir Ismail, Luhut M.P. Pangaribuan dan Petrus Bala Pattyona, pada  5 Maret 2025, Publikasi NA dan RUU tentang Hukum Acara Pidana melalui laman www.dpr.go.id pada 20 Maret 2025.

    “Kami juga mengadakan konferensi pers terkait launching RUU tentang Hukum Acara Pidana 20 Maret 2025, RDPU dengan Advokat dan Akademisi yaitu Juniver Girsang, Julius Ibrani dan Romli Atmasmita pada 24 Maret 2025, Konferensi Pers terkait Pasal Penghinaan Presiden dalam RUU Hukum Acara Pidana bisa diselesaikan dengan Restorative Justice 24 Maret 2025 dan Penyerapan Aspirasi dengan PBHI, YLBHI, Amnesty International, LEIP, IJRS, ICJR, LBH Jakarta, AJI, dan ILRC 8 April 2025,” jelasnya.

    Habiburokhman menyatakan beberapa hal penting didapat saat penyerapan aspirasi masyarakat tersebut. Yang pertama ternyata MA justru menolak keberadaan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP), yang kedua advokat menginginkan adanya pasal khusus yang mengatur imunitas advokat.

    “Yang ketiga seluruh Fraksi setuju agar pasal penghinaan Presiden di KUHP harus diselesesaikan terlebih dahulu dengan RJ dan keempat pasal keharusan adanya izin peliputan media dihapus atas permintaan Aliansi Jurnalis Indepeden,” ujarnya.

    Pada 16 Februari 2025 Komisi III menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Pimpinan DPR RI melalui Surat Pimpinan Komisi III DPR RI Nomor B/447-DW/KOM.III/MP.II/02/2025. Selanjutnya rapat paripurna 18 Februari 2025 menyepakati RUU Hukum Acara Pidana menjadi RUU usul DPR RI.

    “Menindaklanjuti surat Komisi III tersebut, Ketua DPR menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Presiden melalui Surat Nomor B/2651/LG.01.01/02/2025 baru kemudian Presiden mengirimkan Surat Presiden RI kepada Ketua DPR RI Nomor R-19/Pres/03/2025 tanggal 19 Maret 2025 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU Hukum Acara Pidana,” jelasnya.

    Proses selanjutnya adalah Pembahasan RUU KIUHAP di Komisi III DPR RI secara resmi sebagaimana diatur Pasal 142 ayat (1) Tata Tertib DPR yang diawali dengan Rapat Kerja Komisi III dengan wakil pemerintah. 

    “Sebelum dan setelah rapat Panja, Komisi III akan terus menyerap aspirasi masyarakat. Kami pastikan semua rapat pembahasan KUHAP akan dilaksanakan di Gedung DPR secara terbuka dan disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen sehingga bisa diikuti oleh masyarakat di manapun berada,” ujar politisi senior ini.

    Jakarta: Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebut  pembahasan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pernah dilakukan pada tahun 2012 tetapi terjadi deadlock.
     
    Saat itu RUU KUHAP disebut oleh ICW sebagai pembunuh KPK karena dihilangkannya penyelidikan dan adanya pengaturan soal Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (HPP) yang memegang kekuasaan menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penahanan  dan upaya paksa lainnya.
     
    “Banyak pihak terutama KPK sendiri yang meminta agar pembahasan RUU KUHAP dihentikan,” kata Habiburokhman dalam keterangan pers, Kamis, 17 April 2025.
     

    Bahkan katanya pada 2014 pemerintah dan DPR sepakat akan menunda pembahasan RUU KUHAP sembari memprioritaskan pembahasan RUU KUHP.

    Pada akhirnya draft RUU KUHAP tersebut tidak bisa untuk dibahas kembali karena DPR telah berganti periode sampai tiga kali dan RUU KUHAP dengan Draft tahun 2012 tersebut tidak termasuk RUU yang masuk dalam status carry over sebagaimana diatur Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
     
    Politisi Gerindra ini menyatakan dalam rapat internal Komisi III DPR Masa Keanggotaan 2024-2029 pada 23 Oktober 2024, Komisi III melakukan penyusunan RUU Hukum Acara Pidana. Komisi III selanjutnya menugaskan Badan Keahlian DPR untuk menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana.
     
    Dalam proses menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana, Badan Keahlian telah melakukan serangkaian kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat berupa diskusi dengan aparat penegak hukum antara lain Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Sosek Polri Iwan Kurniawan hingga Wamenkum Edward Omar Syarief Hiariej, diskusi dengan sejumlah LSM antara lain ICJR, LeIP, IJRS.
     
    Pada 23 Januari 2025 BK DPR RI mengadakan Webinar dengan narasumber Edward Omar Syarief Hiariej, Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Kapolri Iwan Kurniawan, Guru Besar FH UNAIR Nur Basuki Wirana, Akademisi Univ Trisakti Albert Aries, Advokat Magdir Ismail, Advokat Teuku Nasrullah, Ketua YLBHI Muhamad Isnur.
     
    “Webinar diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta melalui zoom dan lebih dari 7.300 peserta melalui Youtube DPR RI. Peserta webinar ini berasal dari kalangan perguruan tinggi, kementerian/lembaga, organisasi kemasyarakatan, organisasi advokat, dan aparat penegak hukum,” jelasnya.
     
    Penyerapan aspirasi masyarakat terus berlanjut di Komisi III yang melakukan 8 kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat yaitu Rapat Kerja dengan Ketua Komisi Yudisial pada 10 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung RI tanggal 12 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Advokat yaitu Maqdir Ismail, Luhut M.P. Pangaribuan dan Petrus Bala Pattyona, pada  5 Maret 2025, Publikasi NA dan RUU tentang Hukum Acara Pidana melalui laman www.dpr.go.id pada 20 Maret 2025.
     
    “Kami juga mengadakan konferensi pers terkait launching RUU tentang Hukum Acara Pidana 20 Maret 2025, RDPU dengan Advokat dan Akademisi yaitu Juniver Girsang, Julius Ibrani dan Romli Atmasmita pada 24 Maret 2025, Konferensi Pers terkait Pasal Penghinaan Presiden dalam RUU Hukum Acara Pidana bisa diselesaikan dengan Restorative Justice 24 Maret 2025 dan Penyerapan Aspirasi dengan PBHI, YLBHI, Amnesty International, LEIP, IJRS, ICJR, LBH Jakarta, AJI, dan ILRC 8 April 2025,” jelasnya.
     
    Habiburokhman menyatakan beberapa hal penting didapat saat penyerapan aspirasi masyarakat tersebut. Yang pertama ternyata MA justru menolak keberadaan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP), yang kedua advokat menginginkan adanya pasal khusus yang mengatur imunitas advokat.
     
    “Yang ketiga seluruh Fraksi setuju agar pasal penghinaan Presiden di KUHP harus diselesesaikan terlebih dahulu dengan RJ dan keempat pasal keharusan adanya izin peliputan media dihapus atas permintaan Aliansi Jurnalis Indepeden,” ujarnya.
     
    Pada 16 Februari 2025 Komisi III menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Pimpinan DPR RI melalui Surat Pimpinan Komisi III DPR RI Nomor B/447-DW/KOM.III/MP.II/02/2025. Selanjutnya rapat paripurna 18 Februari 2025 menyepakati RUU Hukum Acara Pidana menjadi RUU usul DPR RI.
     
    “Menindaklanjuti surat Komisi III tersebut, Ketua DPR menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Presiden melalui Surat Nomor B/2651/LG.01.01/02/2025 baru kemudian Presiden mengirimkan Surat Presiden RI kepada Ketua DPR RI Nomor R-19/Pres/03/2025 tanggal 19 Maret 2025 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU Hukum Acara Pidana,” jelasnya.
     
    Proses selanjutnya adalah Pembahasan RUU KIUHAP di Komisi III DPR RI secara resmi sebagaimana diatur Pasal 142 ayat (1) Tata Tertib DPR yang diawali dengan Rapat Kerja Komisi III dengan wakil pemerintah. 
     
    “Sebelum dan setelah rapat Panja, Komisi III akan terus menyerap aspirasi masyarakat. Kami pastikan semua rapat pembahasan KUHAP akan dilaksanakan di Gedung DPR secara terbuka dan disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen sehingga bisa diikuti oleh masyarakat di manapun berada,” ujar politisi senior ini.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DEN)

  • 51 Orang Tewas Akibat Serangan Kelompok Bersenjata di Plateau Nigeria

    51 Orang Tewas Akibat Serangan Kelompok Bersenjata di Plateau Nigeria

    JAKARTA – 51 orang tewas oleh kelompok bersenjata pada Senin dini hari di negara bagian Plateau, Nigeria utara. Serangan terjadi dua pekan setelah bentrokan mematikan di bagian lain negara bagian itu yang menewaskan puluhan orang.

    Pekan lalu, badan tanggap darurat nasional mengatakan kelompok bersenjata menewaskan  52 orang dan membuat hampir 2.000 orang lainnya mengungsi selama beberapa hari serangan di Plateau, yang memiliki sejarah kekerasan antara petani dan penggembala sapi.

    Pada Senin, 14 April, warga mengatakan 51 jenazah ditemukan di desa Zikke dan Kimakpa di distrik Bassa, Plateau, sementara beberapa lainnya dilaporkan terluka.

    Penyebab serangan itu belum diketahui.

    “Pemakaman massal sedang berlangsung. Ada kemarahan di wilayah itu saat ini,” kata warga Joseph Chudu Yonkpa dilansir Reuters.

    “Tidak ada komunitas yang pantas mengalami trauma, pertumpahan darah, dan kehancuran seperti itu,” kata Albert Garba Samuel, juru bicara kelompok pemuda setempat Jere Nation Youths Development Association dilansir Reuters.

    Amnesty International Nigeria mengatakan orang-orang bersenjata itu juga menghancurkan dan menjarah rumah-rumah.

    “Kelemahan keamanan yang tidak dapat dimaafkan yang memungkinkan serangan mengerikan ini, dua minggu setelah pembunuhan 52 orang, harus diselidiki,” kata Amnesty dalam pernyataan.

    Plateau adalah salah satu dari beberapa negara bagian pedalaman yang beragam secara etnis dan agama yang dikenal sebagai Sabuk Tengah Nigeria, tempat konflik antar-komunitas telah merenggut ratusan nyawa dalam beberapa tahun terakhir.

    Kekerasan itu sering digambarkan sebagai konflik etnoreligius antara penggembala Muslim dan petani yang sebagian besar beragama Kristen.

    Namun, perubahan iklim dan berkurangnya lahan penggembalaan melalui perluasan pertanian juga merupakan faktor utama.