Pemerintah Didesak Bentuk Tim Pencari Fakta Terkait Kericuhan Akhir Agustus
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pemerintah membentuk tim pencari fakta independen untuk mengungkap peristiwa demonstrasi yang berujung ricuh pada 25–31 Agustus 2025.
“Kami mendesak agar segera dibentuk tim pencari fakta independen agar kita bisa sama-sama memperoleh pengetahuan yang lengkap tentang apa yang sesungguhnya terjadi di balik demonstrasi itu,” ucap Usman Hamid di Polda Metro Jaya, Kamis (4/9/2025).
Menurut dia, tim pencari fakta penting untuk memastikan siapa saja pihak yang terlibat dalam demonstrasi tersebut.
“Apakah itu misalnya yang dimaksud oleh Presiden tentang terorisme, atau yang dimaksud dengan makar, atau yang dimaksud mendalangi demonstrasi,” tutur dia.
Ia juga mendesak Polda Metro Jaya dan Mabes Polri membebaskan sejumlah aktivis yang ditangkap karena diduga menghasut massa.
“Saya ingin mendesak kembali kepada Kepolisian Metro Jaya dan Mabes Polri untuk membebaskan seluruh aktivis yang memprotes atau yang terlibat di dalam unjuk rasa atau yang terlibat dalam menyerukan unjuk rasa lalu ditangkap oleh pihak kepolisian,” kata Usman.
“Saya kira itu langkah yang keliru, langkah yang malah menyudutkan pihak aktivis seolah-olah sebagai dalang,” kata dia.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengungkapkan sebanyak 1.240 orang ditangkap terkait kericuhan yang terjadi di Jakarta pada Jumat (29/8/2025).
Mayoritas dari mereka bukan warga Jakarta, melainkan berasal dari wilayah sekitar, yakni Jawa Barat, Banten, hingga Jawa Tengah.
“Mulai awal kejadian sampai saat ini sudah menangkap sekitar 1.240 ya yang mana mereka berasal dari wilayah luar Jakarta, ada yang dari Jawa Barat, ada yang dari Jawa, dari Banten,” kata Asep usai rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Balai Kota Jakarta, Senin (1/9/2025).
Ribuan orang itu ditangkap dalam tiga gelombang yakin 25 Agustus 357 orang, 28–29 Agustus 814 orang, dan 31 Agustus 69 orang. Dari total tersebut, 1.113 orang dipulangkan.
Sementara 127 orang lainnya masih menjalani proses hukum. Polisi juga menerima sembilan laporan pidana dan menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: Amnesty International
-
/data/photo/2024/07/31/66aa3a25bbedd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Kabareskrim Kritik Polri yang Gagal Menjamin Keamanan Demonstrasi Nasional 4 September 2025
Eks Kabareskrim Kritik Polri yang Gagal Menjamin Keamanan Demonstrasi
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji menegaskan, tugas kepolisian untuk melindungi massa yang melakukan demonstrasi.
Jika demo tidak berjalan baik dan disusupi oleh perusuh, hal tersebut dinilainya sebagai kegagalan polisi dalam mengamankan demonstrasi.
“Terjadinya chaos atau kekerasan itu, kita harus evaluasi. Jangan kita melihat keluar, apa betul ada unsur luar yang masuk. Kalau ada unsur luar yang masuk, berarti pengamanan kita terhadap unjuk rasa kurang bagus,” ujar Susno dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (3/9/2025) malam.
Ia menjelaskan, makna “mengamankan” demo yang menjadi tugas kepolisian adalah melindungi dan menjamin massa melakukan aksi penyampaian pendapat tanpa adanya gangguan.
Indonesia sebagai negara demokrasi, kata Susno, sudah seharusnya menjadikan aksi unjuk rasa sebagai bagian dari harus dijamin pelaksanaannya.
“Unjuk rasa harus jalan. Kalau unjuk rasa ini terganggu, berarti ini yang mengamankan unjuk rasa yang enggak bener,” ujar Susno.
Susno pun melihat bahwa kepercayaan publik terhadap intitusi kepolisian semakin menurun. Terutama setelah melihat penanganan demonstrasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam beberapa waktu terakhir.
Ia kemudian mengutip data milik Amnesty International Indonesia, yang menyebut kepolisian telah menangkap 3.095 orang terkait demo yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, tidaklah tepat jika kepolisian menangkap demonstran memiliki hak menyampaikan pendapat yang sudah dijamin oleh konstitusi.
“Orang-orang itu kan ditangkap karena dituduh melanggar hukum kan, bukan dituduh karena unjuk rasa. Kalau unjuk rasa itu tidak melanggar hukum, justru itu hak konstitusi dalam sebuah negara demokrasi,” ujar Susno.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Banyak Pengguna WhatsApp Jadi Korban Sadap, Cek Siapa yang Kena
Jakarta, CNBC Indonesia – WhatsApp menemukan upaya mata-mata alias spionase siber canggih yang memanfaatkan rangkaian kerentanan keamanan pada aplikasinya dan perangkat Apple untuk meretas target.
Seorang peneliti dari Amnesty International mengatakan bahwa sejumlah anggota kelompok masyarakat sipil yang tidak teridentifikasi tampaknya termasuk di antara pihak yang terdampak.
Dalam pernyataan singkat, layanan komunikasi milik Meta itu mengatakan telah menambal kerentanan keamanan yang memungkinkan peretas mengeksploitasi celah lain pada perangkat Apple dan mengambil alih perangkat tersebut.
WhatsApp menyebutkan bahwa kurang dari 200 pengguna di seluruh dunia kemungkinan terdampak, demikian dikutip dari Reuters, Selasa (2/9/2025).
Donncha O Cearbhaill, Kepala Security Lab Amnesty, mengatakan bahwa pihaknya mulai mengumpulkan data forensik dari calon korban.
Dalam unggahannya di X, ia menyebutkan tanda awal menunjukkan peretasan tersebut mempengaruhi baik pengguna iPhone maupun Android, termasuk individu dari masyarakat sipil.
Ia menambahkan, aplikasi lain selain WhatsApp juga mungkin terdampak.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

Direktur Lokataru Jadi Tersangka Demo Berujung Rusuh, Amnesty International: Tuduhannya Pakai Pasal Karet
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menjadi tersangka terkait aksi massa yang berujung kerusuhan beberapa hari terakhir.
Amnesty International Indonesia buka suara terkait kabar tersebut. Mereka menuntut polisi membebaskan Delpedro dan mengusut kematian 10 korban dalam aksi massa yang terjadi belakangan ini.
Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia menyampaikan bahwa pihaknya menyesalkan penangkapan Delpedro oleh Polda Metro Jaya.
Amnesty juga mendapat informasi bahwa beberapa nama lain seperti Khariq Anhar di Banten, Syahdan Husein di Bali, serta dua pendamping hukum dari YLBHI masing-masing di Manado dan Samarinda mengalami hal sama.
“Bahkan terakhir, muncul gejala pengerahan pamswakarsa yang dapat mendorong konflik horizontal di masyarakat. Ini semua menunjukkan negara memilih pendekatan otoriter dan represif daripada demokratik dan persuasif. Tuduhan pun memakai pasal-pasal karet yang selama ini dikenal untuk membubuhkan kritik. Ini harus dihentikan. Bebaskanlah mereka,” pinta Usman.
Usman juga mendesak agar aparat kepolisian mengusut tuntas tewasnya sejumlah korban dalam aksi massa di Jakarta dan daerah lainnya. Menurut dia, pengusutan kematian warga sipil yang berjatuhan saat aksi terjadi sangat penting.
”Negara seharusnya melakukan investigasi independen yang melibatkan tokoh-tokoh dan unsur masyarakat yang memiliki integritas dan keahlian. Komnas HAM harus segera melakukan penyelidikan pro justitia atas terbunuhnya sepuluh warga sipil selama aksi unjuk rasa,” sarannya.
-

Awas WhatsApp Dibajak, Modus Terbaru Korbannya Sudah Banyak
Jakarta, CNBC Indonesia – Banyak penipu yang gentayangan di aplikasi pesan singkat populer WhatsApp. Modusnya beragam, mulai dari undangan palsu, akun menyamar sebagai akun perusahaan atau merek resmi untuk menjerat korban, hingga scam dengan mencuri identitas orang lain.
Terbaru, WhatsApp menemukan penipuan berupa kampanye mata-mata siber canggih yang memanfaatkan kerentanan keamanan pada aplikasi dan perangkat Apple. Penyerangan siber ini turut berdampak pada pengguna HP Android.
Seorang peneliti di Amnesty International mengatakan anggota kelompok masyarakat sipil yang tidak disebutkan namanya tampaknya termasuk di antara mereka yang terkena dampak.
Dalam pernyataan singkat, WhatsApp mengatakan telah menambal kerentanan keamanan yang memungkinkan peretas memanfaatkan kerentanan kedua pada perangkat Apple dan membajaknya.
WhatsApp menyatakan bahwa kurang dari 200 pengguna di seluruh dunia berpotensi terdampak, dikutip dari Reuters, Senin (1/9/2025).
Donncha O Cearbhaill, yang mengepalai Laboratorium Keamanan Amnesty, mengatakan kepada Reuters bahwa kelompoknya mulai mengumpulkan data forensik dari calon korban.
Dalam sebuah unggahan di X, ia mengatakan bahwa tanda-tanda awal menunjukkan bahwa peretasan tersebut “berdampak pada pengguna iPhone dan Android, termasuk individu masyarakat sipil.”
Ia mengatakan aplikasi lain selain WhatsApp mungkin juga telah terdampak.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

WhatsApp Temukan Kampanye Peretasan Baru, Sasar 200 Orang di Seluruh Dunia
JAKARTA – WhatsApp mengumumkan telah menemukan sebuah kampanye spionase siber tingkat tinggi yang memanfaatkan rangkaian celah keamanan pada aplikasi WhatsApp dan perangkat Apple untuk meretas target.
Dalam pernyataan singkat yang dirilis Jumat 29 Agustus, layanan komunikasi milik Meta Platforms itu mengatakan pihaknya telah menambal kerentanan yang memungkinkan para peretas mengeksploitasi kelemahan kedua pada perangkat Apple dan mengambil alih kendali perangkat tersebut. WhatsApp menyebut kurang dari 200 pengguna di seluruh dunia kemungkinan terdampak oleh serangan ini.
Peneliti dari Amnesty International, Donncha O Cearbhaill, menyatakan kelompoknya mulai mengumpulkan data forensik dari para korban potensial. Dalam unggahan di platform X, ia mengungkapkan tanda-tanda awal menunjukkan peretasan ini menargetkan pengguna iPhone maupun Android, termasuk individu dari kelompok masyarakat sipil.
“Ini terlihat bukan hanya berdampak pada WhatsApp, tapi kemungkinan juga aplikasi lain,” tulis O Cearbhaill.
Temuan ini menyoroti meningkatnya ancaman terhadap privasi dan keamanan digital, terutama bagi aktivis, jurnalis, dan anggota masyarakat sipil yang sering menjadi target pengawasan.
-

Amnesty International Kecam Kekerasan Aparat terhadap Pengunjuk Rasa Demo Gaji DPR
Bisnis.com, JAKARTA — Amnesty International Indonesia mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap para pengunjuk rasa yang menyebabkan satu korban tewas dan sekitar 600 peserta aksi ditangkap pada Kamis (28/8/2025).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menegaskan bahwa tidak seharusnya ada orang yang kehilangan nyawa karena menggunakan hak mereka untuk berunjuk rasa.
Seperti diketahui, seorang pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan (21) meninggal dunia akibat dilindas oleh kendaraan taktis (rantis) polisi saat ricuh demo yang berawal dari tuntutan kelompok buru hingga penolakan tunjangan jumbo anggota dewan.
“Polisi Indonesia sekali lagi dengan keras menindas para pengunjuk rasa, memukuli para pengunjuk rasa, menembakkan gas air mata secara tidak perlu dan berlebihan, menembakkan meriam air secara ilegal, dan secara sembrono mengemudikan kendaraan lapis baja di area ramai, yang mengakibatkan seorang pengemudi ojek daring tewas. Kehilangan nyawa ini tidak dapat dibiarkan begitu saja,” tegas Usman dalam keterangan resmi Amnesty International, Jumat (29/8/2025).
Menurut Usman, insiden tragis itu menunjukkan bahwa polisi tidak belajar dari kasus-kasus sebelumnya tentang penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan berlebihan, termasuk ketika menembakkan gas air mata secara tidak tepat di sebuah stadion sepak bola pada 2022. Insiden itu memicu penyerbuan yang mengakibatkan kematian 135 orang.
Oleh karena itu, Amnesty International mendesak pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan independen atas tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa pada hari Kamis, termasuk pembunuhan pengemudi ojek tersebut.
“…dan memastikan bahwa semua pelaku, termasuk mereka yang berada di tingkat komando, diadili secara adil di depan umum, dan bukan sekadar sanksi internal atau administratif. Kegagalan untuk melakukannya akan melanggengkan impunitas dan membiarkan kekerasan semacam itu terus berlanjut.”
Selain itu, Amnesty International juga mendesak kepolisian untuk meninjau kembali kebijakan terkait penggunaan kekuatan, terutama penggunaan gas air mata dan senjata lain yang tidak mematikan, untuk memastikan tragedi memilukan itu tidak terulang.
“Presiden juga harus bertanggung jawab untuk mengakhiri penggunaan kekuatan yang melanggar hukum dan berlebihan oleh kepolisian sebagai bagian dari upaya reformasi institusi kepolisian yang lebih luas,” tegasnya.
Amnesty International juga meminta pihak berwenang untuk segera dan tanpa syarat membebaskan siapa pun yang ditahan semata-mata karena menjalankan hak mereka.
“Indonesia harus memastikan bahwa kepolisian menghormati dan melindungi hak berkumpul dan berekspresi secara damai,” pungkas Usman.
/data/photo/2025/09/05/68ba336b05d6e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/09/04/68b98377ac0ce.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/21/687dd308d9dd8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)