NGO: AJI

  • Evaluasi Kinerja Pemerintah Perlu Utamakan Metode Expert Judgement daripada Survei Publik

    Evaluasi Kinerja Pemerintah Perlu Utamakan Metode Expert Judgement daripada Survei Publik

    Jember (beritajatim.com) – Kampus dan lembaga penelitian di Indonesia seharusnya menyuburkan kembali studi evaluasi dengan metode sejenis ‘expert judgment’ (penilaian pakar) dalam menilai kinerja pemerintah. Tak cukup hanya mengandalkan survei publik.

    Hal ini dikemukakan Muhammad Iqbal, doktor ilmu komunikasi politik Fakulras Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu (9/2/2025).

    “Metode expert judgment bukanlah metode baru. Teknik penilaian atas kualitas kebijakan denga metode yang melibatkan kelompok ahli itu sudah lazim digunakan. Ada banyak yang populer dari metode sejenis itu seperti metode delphi dan expert panel rating,” kata Iqbal.

    Metode expert judgement ini berguna untuk merawat akal sehat dan literasi demokrasi bangsa. Menurut Iqbal, potensi dan daya manfaat metode itu sering membersamai terjadinya perubahan sosial, politik dan demokrasi. “Bahkan membersamai kebijakan korporasi serta kedewasaan menyikapi transformasi ekonomi global,” jelasnya.

    Forum Ekonomi Dunia (WEF) dan badan-badan organik PBB juga sering memakai metode expert judgement untuk mengevaluasi dan membenahi sistem tatanan kebijakan dunia.

    Metode ini diperlukan di tengah industri survei dan polling politik kuantitatif yang subur menjamur di era reformasi. Pasalnya, kesuksesan lembaga survei politik untuk merekam dan sekaligus memengaruhi persepsi publik atas realitas atau citra aktor politik, kerap bertabur bias dalam penyelengaraan survei.

    Bias survei politik bisa terjadi antara lain bila sebelum pengumpulan data, publik sudah terkondisikan dengan kebijakan program populis seperti gelontoran bantuan sosial atau uang tunai.

    “Politik gentong babi (pork barrel politics) marak terjadi terkait upaya melambungkan citra aktor politik yang kemudian disusul oleh adanya survei atau polling politik,” kata Iqbal. Ini menyebabkan hasil survei yang dianggap representasi suara publik menjadi bias, sehingga tidak menggambarkan realitas yang sebenar-benarnya.

    Mengapa bias bisa terjadi? Iqbal menyebut, hari ini para pollster dan konsultan politik tidak sekadar menggunakan metode survei sebagai alat ukur ilmiah atas realitas sosial politik semata. “Ini juga sarana mendongkrak posisi tawarnya untuk melambungkan citra para aktor politik,” katanya.

    Berbeda dengan metode kualitatif seperti experts judgement. Menurut Iqbal, dalam metode ini, penilaian atas realitas didasarkan pada sejumlah kriteria yang disepakati oleh responden yang memang memiliki kapasitas serta terikat posisi integritas moral dan etika profesi.

    Salah satu pihak yang layak menjadi informan kunci dalam survei ahli ini adalah para jurnalis. “Mereka diyakini mengedepankan rasionalitas argumen dan kesahihan dokumen yang mempertaruhkan reputasi mereka,” kata Iqbal.

    Hal ini dikarenakan metode experts judgement panel sangat mengandalkan kredibilitas dan kepercayaan yang utuh terhadap para informan kunci dalam survei kualitatif itu.

    Berdasarkan riset yang berjudul Korelasi Literasi Media dan Preferensi Politik dengan Kepercayaan Media yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Remotivi pada 2023 ditemukan fakta, bahwa kepercayaan publik kepada media arus utama cukup tinggi, mencapai 70,2 persen.

    Survei Ipsos Global Trustworthiness Index 2024 yang dirilis pada 3 Januari 2025 juga menunjukkan, bahwa tingkat kepercayaan terhadap jurnalis (50 persen) lebih tinggi daripada profesi politisi, pegawai pemerintah, dan polisi.

    Tingkat kepercayaan terhadap jurnalis hanya dikalahkan oleh profesi guru (74 persen), dokter (73 persen), dan ilmuwan (70 persen). [wir]

  • HPN sebagai momentum refleksi UU Pers dan relevansinya kini

    HPN sebagai momentum refleksi UU Pers dan relevansinya kini

    Jakarta (ANTARA) – Di tengah derasnya arus informasi digital dan dinamika politik yang terus berubah, peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini membawa refleksi yang lebih tajam, terutama dalam menyoroti keberadaan dan relevansi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Undang-Undang Pers, selama ini dianggap sebagai sebuah tonggak penting dalam sejarah perjalanan demokrasi Indonesia.

    Lahir di tengah semangat reformasi, UU ini menjadi simbol pembebasan pers dari belenggu kekuasaan yang selama masa Orde Baru terbatas ruang gerak jurnalismenya secara lebih kritis.

    Namun, seiring waktu, undang-undang ini menghadapi tantangan baru yang memunculkan pertanyaan, di antaranya tentang relevansi UU Pers, keberimbangannya, dan apakah benar-benar menguntungkan bagi kebebasan pers serta kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

    Meski begitu, upaya mendorong revisi atas UU Pers agar semakin relevan juga harus berhati-hati dan jangan sampai menjadi pedang bermata dua.

    Sebab, meski perlu penyempurnaan, Lukas Luwarso, mantan Sekretaris Eksekutif Dewan Pers, pernah menyatakan kekhawatirannya terhadap agenda revisi UU Pers yang didominasi oleh pemerintah dan politisi.

    Ia menekankan bahwa proses revisi sebaiknya dipimpin oleh Dewan Pers untuk memastikan bahwa UU Pers yang baru dapat melindungi kebebasan pers dan tidak menjadi alat kontrol pemerintah.

    Padahal, jika disadari secara mendalam, UU Pers saat ini memang benar-benar membutuhkan harmonisasi. Misalnya saja, dari sisi bahwa salah satu kekuatan utama UU Pers terletak pada jaminan kebebasan pers yang tegas. Pasal 4 menegaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

    Tidak ada lagi kewajiban sensor atau pembredelan, sesuatu yang dulu menjadi mimpi, sekaligus realitas buruk bagi para jurnalis.

    Dalam konteks ini, UU Pers memberikan perlindungan penting bagi kebebasan berekspresi dan akses masyarakat terhadap informasi.

    Dengan payung hukum ini, media massa memiliki ruang untuk mengkritisi kebijakan pemerintah, mengungkap skandal, dan menyuarakan suara-suara yang selama ini terpinggirkan.

    Namun, di balik jaminan kebebasan itu, muncul problematika lain yang tidak kalah penting. UU Pers menempatkan Dewan Pers sebagai lembaga independen yang bertugas mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas kehidupan pers nasional.

    Dewan Pers diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi.

    Di atas kertas, ini terlihat sebagai langkah maju yang menghindarkan kriminalisasi jurnalis, namun, dalam praktiknya, tidak semua pihak bisa menghormati mekanisme ini.

    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendokumentasikan 89 kasus serangan terhadap jurnalis dan media sepanjang 2023. Jumlah ini menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun atau sejak 2014, sehingga menjadi alarm bahaya bagi masa depan kebebasan pers di Indonesia.

    Masih banyak kasus di mana jurnalis dipidanakan dengan pasal-pasal di luar UU Pers, seperti pasal pencemaran nama baik dalam KUHP atau UU ITE. Ini menunjukkan masih adanya ketidakseimbangan dalam implementasi hukum yang merugikan kebebasan pers.

    Mella Ismelina Farma Rahayu (2005), dalam kajiannya tentang Kebebasan Pers dalam Konteks KUHP (Pidana), menyatakan bahwa idealnya, di negara demokrasi yang menjamin kebebasan pers dan kebebasan-kebebasan dasar lainnya, karya jurnalistik tidak harus menyebabkan wartawan masuk penjara, melainkan hanya dikenai sanksi denda.

    Sanksi denda itupun lazimnya dikenakan secara proporsional, sesuai dengan kemungkinan kemampuan finansial pihak perusahaan pers.

    Persoalan lain yang muncul adalah soal akuntabilitas dan profesionalisme media itu sendiri.

    UU Pers memang mensyaratkan perusahaan pers untuk berbadan hukum dan mendorong penerapan Kode Etik Jurnalistik.

    Namun, regulasi ini sering kali tidak diikuti dengan pengawasan yang efektif. Di era digital, banyak media daring bermunculan, tanpa standar profesional yang jelas.

    Fenomena clickbait, penyebaran hoaks, dan berita-berita sensasional menjadi bagian dari realitas sehari-hari.

    Sayangnya, UU Pers belum cukup responsif terhadap dinamika ini. Tidak ada mekanisme yang jelas untuk menindak media yang menyebarkan disinformasi, tanpa harus mengorbankan kebebasan pers.

    Platfom digital

    UU Pers juga masih memiliki kecenderungan terfokus pada media arus utama dan kurang memperhatikan perkembangan media digital serta jurnalisme warga.

    Saat UU ini disusun, internet dan platform digital memang masih belum menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

    Kini, dengan maraknya media sosial dan platform daring, batas antara jurnalis profesional dan warga biasa menjadi kabur.

    Setiap orang bisa menjadi penyebar informasi, tapi tidak semua memahami etika jurnalistik. Ini menimbulkan tantangan baru yang belum terakomodasi dalam kerangka hukum yang ada.

    Misalnya, bagaimana tanggung jawab platform digital dalam menyebarkan berita palsu? Apakah jurnalisme warga juga harus tunduk pada regulasi yang sama dengan media konvensional?

    Dari sisi perlindungan terhadap jurnalis, UU Pers memberikan dasar yang cukup kuat, tetapi belum sepenuhnya efektif dalam melindungi para pekerja media dari ancaman fisik, intimidasi, atau kekerasan saat menjalankan tugas.

    Kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di lapangan masih sering terjadi, terutama ketika meliput isu-isu sensitif, seperti korupsi, pelanggaran HAM, atau konflik agraria.

    Dalam banyak kasus, aparat penegak hukum kerap terlibat sebagai pelaku intimidasi. Ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang tertulis dalam UU Pers tidak cukup jika tidak ada komitmen politik dan budaya hukum yang mendukung di lapangan.

    Ada juga soal independensi media yang perlu dikritisi. UU Pers memang mendorong kemerdekaan pers dari intervensi pemerintah, tetapi tidak cukup memperhatikan pengaruh pemilik modal terhadap independensi redaksi.

    Banyak media besar di Indonesia, saham atau modalnya dimiliki oleh konglomerasi yang memiliki kepentingan politik atau bisnis tertentu.

    Akibatnya, pemberitaan sering kali bias, memihak, atau, bahkan, menjadi alat propaganda terselubung. UU Pers belum memiliki mekanisme yang cukup kuat untuk mengatasi konflik kepentingan ini.

    Transparansi kepemilikan media dan regulasi yang mengatur konsentrasi kepemilikan media seharusnya menjadi bagian dari pembaruan undang-undang ini.

    Penyempurnaan

    Lalu, bagaimana seharusnya UU Pers disempurnakan agar bisa lebih adaptif dan relevan?

    Ke depan, sepertinya memang perlu ada harmonisasi regulasi antara UU Pers dengan UU lain, seperti KUHP dan UU ITE, agar jurnalis tidak lagi dikriminalisasi dengan pasal-pasal karet.

    Penyelesaian sengketa pers harus sepenuhnya menjadi domain Dewan Pers, tanpa campur tangan pidana, kecuali dalam kasus-kasus yang sangat spesifik, seperti fitnah atau ujaran kebencian yang jelas-jelas melanggar hukum.

    Kemudian, UU Pers perlu memperluas cakupannya untuk mengatur dinamika media digital dan jurnalisme warga.

    Ini tidak berarti membatasi kebebasan berekspresi di internet, tetapi memberikan kerangka etika yang jelas dan mendorong literasi media di kalangan masyarakat.

    Platform digital, seperti media sosial, juga harus diminta turut mengawasi dan bertanggung jawab atas penyebaran berita palsu tanpa mengorbankan prinsip kebebasan informasi.

    Selanjutnya, aspek perlindungan terhadap jurnalis harus diperkuat dengan mekanisme yang lebih jelas dan efektif, termasuk perlindungan dari kekerasan fisik dan intimidasi.

    Negara harus mampu menjamin keamanan jurnalis sebagai bagian dari komitmen terhadap kebebasan pers.

    Hal yang tidak kalah penting, transparansi kepemilikan media harus diatur secara ketat. Ini penting untuk mencegah konsentrasi kepemilikan media yang bisa merusak pluralisme informasi dan mengancam independensi redaksi. Masyarakat berhak tahu siapa yang memiliki dan mengendalikan media yang mereka konsumsi.

    Akhirnya, UU Pers harus dilihat bukan hanya sebagai alat hukum, tetapi sebagai fondasi bagi kehidupan berdemokrasi yang sehat. Pers yang bebas, bertanggung jawab, dan profesional adalah pilar penting demokrasi.

    Sebab, tanpa pers yang kuat, masyarakat bisa kehilangan salah satu instrumen penting untuk mengawasi kekuasaan dan memperjuangkan kebenaran.

    Maka, dengan menyempurnakan UU Pers, sesuai dengan tantangan zaman secara tepat, bukan melulu hanya menjaga kebebasan pers, tetapi juga memperkuat demokrasi itu sendiri.

    Ini semata untuk meningkatkan kualitas kehidupan berdemokrasi, memperkuat partisipasi warga negara dan menjamin hak asasi manusia, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

    Copyright © ANTARA 2025

  • Trump Tutup USAID, Bagaimana Nasib Dana Kesehatan untuk Indonesia? Kemenkes Tunggu Info Resmi AS – Halaman all

    Trump Tutup USAID, Bagaimana Nasib Dana Kesehatan untuk Indonesia? Kemenkes Tunggu Info Resmi AS – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) merespons terkait Badan Kemanusiaan Internasional Amerika Serikat atau USAID yang ditutup Presiden AS Donald Trump.

    Saat ini, Kemenkes masih menunggu informasi resmi dari AS terkait program-program USAID di Indonesia yang turut terdampak.

    “Masih nunggu kebijakannya Amerika Serikat juga apakah hold 90 hari atau stop selamanya,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publikc Aji Muhawarman, ST, MKM kepada Tribunnews.com.

    Ia menerangkan, Kemenkes tengah melakukan kajian sambil menunggu kebijakan resmi pemerintah USA yang disampaikan kepada seluruh negara melalui jalur resmi diplomatik.

    “Kami di Kemenkes juga mengikuti Kemlu yang masih menunggu sikap resmi melalui jalur diplomatik dari pemerintah USA kepada negara lainnya terkait isu tersebut,” terang dia.

    Adapun secara bilateral, kedua negara (Indonesia dan USA) memiliki kerja sama erat di bidang kesehatan, khususnya dalam penanganan penyakit infeksi seperti Tuberkolosis (TB).

    Dari sisi hubungan bisnis juga robust, dimana Indonesia mendukung perluasan investasi manufakturing farma Amerika di Indonesia.

    Kerja sama kawasan dengan USA di bidang kesehatan cukup erat dan signifikan untuk diteruskan. Indonesia berharap kolaborasi bilateral dengan Amerika Serikat di bidang kesehatan dapat terus dipertahankan dalam penanganan penyakit menular, kesiapsiagaan kedaruratan kesehatan dan perluasan kerjasama manufaktur Amerika dengan manufaktur di Indonesia.

    Di sisi lain, Indonesia akan terus mendukung peran WHO, sebagai organisasi kesehatan dunia dengan keanggotaan terbesar, dalam menjawab tantangan-tantangan kesehatan global.

    Bagi Indonesia Amerika Serikat dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sama-sama memainkan peranan penting dalam arsitektur kesehatan global yang lebih tangguh, terlebih paska Covid-19. Hal ini Indonesia majukan pada saat menjadi Presiden G20 Tahun 2022.

    “Scientifically and ethically right untuk kita terus berkolaborasi dengan keduanya dan pihak manapun, terutama dalam mengatasi tantangan kesehatan global secara bersama-sama,” tegas dia.

    Di kesempatan yang berbeda, Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah Roy Soemirat mengatakan, Indonesia belum menerima informasi resmi terkait program USAID yang terkena dampak kebijakan pemerintah AS tersebut.

    Indonesia ujar dia, masih menunggu informasi lebih lanjut dan resmi dari pihak Amerika bagaimana kelanjutan hibah tersebut.

     

  • Sejarah Hari Pers Nasional 9 Februari

    Sejarah Hari Pers Nasional 9 Februari

    Liputan6.com, Yogyakarta – Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap 9 Februari. Peringatan ini bertepatan dengan HUT Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia.

    Hari Pers Nasional memiliki landasan utama untuk membangun sinergi antara pers, masyarakat, dan penyelenggara negara demi kemajuan bangsa. Mengutip dari berbaga sumber, gagasan Hari Pers Nasional muncul pertama kali dalam Kongres ke-28 PWI yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat, pada 1978.

    Ide awal peringatan ini bermula dari keinginan para insan pers untuk membuat hari khusus dalam memperingati peran dan kontribusi pers. Gagasan tersebut kemudian disetujui pada 19 Februari 1981, dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung.

    Setelah diajukan kepada pemerintah dan melalui berbagai pertimbangan, Hari Pers Nasional akhirnya resmi ditetapkan setiap 9 Februari.

    Dalam perjalanannya, insan pers di mengalami berbagai dinamika dan tantangan. Pada masa kolonialisme, mereka mengalami pembungkaman oleh kolonialisme. Pun pada masa Orde Baru, pers mengalami keterbatasan kebebasan pers.

    Pada era reformasi, insan pers masih harus berhadapan dengan tantangan kebebasan pers. Lahirnya Hari Pers Nasional menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki dan menjaga kebebasan serta independensi jurnalistik.

    Meski demikian, ditetapkannya Hari Pers Nasional setiap 9 Februari sempat mendapat kritik dari berbagai pihak. Pada 7 Desember 2007, sekelompok penulis muda mendeklarasikan Hari Pers Indonesia di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.

    Tanggal tersebut bertepatan dengan hari pemakaman Tirto Adhi Soerjo, tokoh pers nasional sekaligus salah satu pelopor jurnalisme di Indonesia. Adapun deklarasi ini dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap Hari Pers Nasional yang dianggap warisan Orde Baru.

    Kritik juga datang dari sebagian kalangan yang mengusulkan agar Hari Pers Nasional disesuaikan dengan tanggal terbitnya surat kabar Medan Prijaji pada Januari 1907. Surat kabar tersebut dianggap sebagai tonggak awal pers nasional.

    Selanjutnya, sejarawan Asvi Warman Adam mengusulkan kompromi dengan menjadikan bulan Januari sebagai Bulan Pers Nasional. Sementara 9 Februari dijadikan sebagai puncak peringatannya.

    Pada 16 Februari 2017, dalam seminar yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), muncul gagasan untuk menetapkan Hari Jurnalis Indonesia pada 7 Desember. Gagasan ini diusulkan sebagai alternatif bagi para jurnalis yang merasa bahwa Hari Pers Nasional masih terkait dengan warisan masa lalu.

    Meski menuai banyak pro dan kontra, peringatan Hari Pers Nasional masih rutin diselenggarakan pada 9 Februari. Peringatan tersebut sesuai dengan penetapan resmi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985. Keputusan tersebut menerangkan bahwa pers nasional Indonesia memiliki sejarah perjuangan dan peran penting dalam pembangunan nasional sebagai bentuk pengamalan Pancasila.

    Penulis: Resla

  • Cara Ibu Hamil Kalahkan Begal di Tasikmalaya, Berani Melawan Hingga Dibantu Warga

    Cara Ibu Hamil Kalahkan Begal di Tasikmalaya, Berani Melawan Hingga Dibantu Warga

    TRIBUNJATENG.COM – Seorang ibu hamil lima bulan berani melawan begal yang menyerangnya dan justru menang.

    Perlawanan sengit ibu hamil itu menyita perhatian warga sekitar hingga akhirnya ikut membantu ibu hamil bernama Ika Riska (27) itu.

    Setelah mendapat bantuan warga begal itu ditangkap dan diserahkan ke polisi.

    Meski demikian, Ika mendapat beberapa luka karena aksi perlawanannya tersebut.

    Ibu hamil berhasil tumbangkan begal di Tasikmalaya. 

    Ibu hamil bernama Ika Riska (27) berani melawan begal walau sedang hamil lima bulan. 

    Bahkan ia berhasil membuat sang begal menyerah dan kini ditangkap.

    Dikutip dari tribun-jatim.com, Ika nekat melawan begal seorang diri, meski dalam kondisi mengandung.

    Tak disangka, begal tersebut menyerah setelah dilawannya.

    Peristiwa ini bermula saat Ika hendak berkendara di Jalan EZ Mutaqin, Kota Tasikmalaya, Senin (3/2/2025) malam.

    Saat itu, ia hendak menjemput anaknya yang berada di rumah saudara menggunakan motor.

    Ketika melewati Jalan EZ Mutaqin, tiba-tiba ia dipepet oleh pelaku begal yang akan merampas handphonenya.

    Saat itu Ika sempat berhenti di pinggir jalan untuk membalas pesan di ponselnya.

    Ika pun sempat menengok ke belakang dan melihat pelaku.

    Saat Ika hendak menyalakan motornya kembali, pelaku tiba-tiba menjambak rambut dan mencekiknya.

    Ika pun sempat terjatuh dari motor.

    Saat itu, handphone Ika sempat berhasil dirampas pelaku.

    “Pas begitu dia (pelaku) langsung mukul, abis mukul dia mau merampas hape,” ujar Ika saat ditanya keterangan oleh polisi setempat, Kamis (6/2/2025).

    Namun secara spontan, Ika melawan balik dan mencoba mengambil kembali handphone-nya dari pelaku.

    Dengan susah payah Ika mempertahankan HP-nya.

    Bahkan Ika sempat dicakar pelaku sembari mencoba melarikan diri.

    Namun Ika tak gentar menarik baju pelaku begal tersebut.

    Rupanya aksi perlawanan yang dilakukan Ika itu pun menarik perhatian warga.

    Kemudian warga pun ikut membantu menangkap pelaku.

    Karena sempat melawan, akibatnya Ika mendapatkan luka di wajah cakaran dan pukulan dari pelaku begal tersebut.

    Selain itu, mata kiri Ika memar setelah berusahan mempertahankan handphone miliknya.

    Setelah Ika Riska berhasil melawan begal dan dibantu warga, pelaku diamankan Polsek Mangkubumi, Polres Tasikmalaya Kota.

    Pelaku diamankan di tempat kejadian perkara (TKP) pembegalan terhadap Ika yang terjadi di kampung Linggajaya, Kelurahan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Senin (3/2/2025), malam.

    “Pelaku sudah diamankan, karena saat kejadian sempat terjadi perlawanan terhadap pelaku yang dilakukan seorang wanita yang sedang hamil lima bulan,” ujar Kapolsek Mangkubumi, Iptu Jajat Jatnika, ketika dikonfirmasi Tribun Jabar, Selasa (4/2/2025).

    Iptu Jajat menjelaskan, saat malam ditemui oleh petugas Polsek, korban mengalami luka di bagian wajah dan kaki.

    Sementara hasil pemeriksaan, pelaku diketahui merupakan residivis maling roda empat.

    Pelaku diketahui berinisial AMS alias Aji Mihamad Sidik.

    “Pelaku Aji Muhamad Sidik asal Singaparna, dan dua itu residivis kasus roda empat,” tegasnya.

    Selain mengamankan pelaku, polisi pun membawa barang bukti.

    Yakni satu unit sepeda motor Honda Beat dengan nopol Z 3742 MF warna hitam dan satu buah handphone milik korban.

    “Saat ini pelaku sudah diamankan dan masih dilakukan penyelidikan atas kasus yang terjadi,” pungkasnya. (*)

  • Rekam Jejak Kombes Hendy Kurniawan, Disebut Halangi KPK saat OTT Harun Masiku dan Hasto – Halaman all

    Rekam Jejak Kombes Hendy Kurniawan, Disebut Halangi KPK saat OTT Harun Masiku dan Hasto – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Nama Kombes Hendy Kurniawan disebut dalam sidang praperadilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (6/2/2025).

    Hendy disebut-sebut menghalangi petugas KPK saat hendak melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan kader PDIP, Harun Masiku, di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan, pada 2020.

    Aksi penghalangan itu, dikatakan dilakukan oleh segerombolan orang yang dipimpin Hendy saat masih berpangkat AKBP.

    “Pada saat petugas termohon membuntuti dan akan melakukan tangkap tangan, petugas termohon malah diamankan oleh beberapa orang atau tim lain yang diduga merupakan suruhan pemohon di PTIK tersebut,” ungkap Biro Hukum KPK, Kamis.

    “Tim termohon yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang di bawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan, sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan pemohon tidak bisa dilanjutkan,” lanjut dia.

    Lantas, seperti apa rekam jejak Kombes Hendy Kurniawan?

    Hendy merupakan seorang perwira polisi yang kini berpangkat Komisaris Besar (Kombes).

    Ia adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2000 yang berpengalaman di bidang reserse.

    Pada 2008, Hendy pernah menjadi Penyidik Muda Tidak Tetap KPK. Tugas ini ia laksanakan hingga 2012.

    Hendy kemudian bertugas di Polda Metro Jaya pada 2016, sebagai Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum.

    Setahun di Polda Metro Jaya, Hendy dimutasi menjadi Kapolres Karawang pada 2017.

    Di tahun 2018, ia ditarik sebagai Kanit Subdit I/Indag Dittipideksus Bareskrim Polri.

    Dari Polri, ia dimutasi menjadi Wadireskrimus Polda Banten.

    Jabatan serupa ia emban di Polda Metro Jaya pad 2021-2022.

    Saat ini, ia menjabat sebagai Direskrimus Polda Kaltara sejak 2022.

    Selama berkarier sebagai polisi, sejumlah kasus besar pernah ditangani Hendy.

    Ia sukses membongkar kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap perempuan asal Pati, Jawa Tengah, berinisial SA, yang ternyata pelakunya sang suami.

    Pada 2017, Hendy pernah menangani kasus penembakan rumah Jazuli Juwaini yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS DPR RI.

    Kala itu, rumah Jazuli ditembak oleh orang tak dikenal.

    Selain itu, Hendy dikenal dengan gebrakannya menembak mati para pelaku kejahatan di jalanan.

    Hal ini bermula saat ia menjabat sebagai Kapolres Karawang. Hendy menjanjikan uang Rp5 juta untuk anggotanya yang bisa menembak kaki penjahat.

    Imbalan uang Rp10 juta juga ditawarkan bagi anggotanya yang bisa menembak mati penjahat sadis.

    Total, Hendy telah 16 kali menembak mati pelaku kejahatan karena melawan petugas.

    Polri Bakal Tindak Lanjuti

    Terkait munculnya nama Kombes Hendy Kurniawan dalam sidang praperadilan Hasto Kristiyanto melawan KPK, Polri buka suara.

    Karo Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan pihaknya masih mendalami dugaan keterlibatan Hendy dalam kasus Harun Masiku yang kini menyeret Hasto.

    “Itu dalam proses ya, nanti tentu ada salinan atau apa yang akan disampaikan,” kata Trunoyudo, Jumat (7/2/2025).

    Nantinya, lanjut Trunoyudo, Polri pasti akan memberikan penjelasan.

    “Tentu kami nanti akan sampaikan (secara) tertulis,” pungkas dia.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fahmi Ramadhan/Wahyu Aji/Choirul Arifin/Abdi Ryanda Shakti)

  • Bawaslu Kalsel pertajam fungsi kehumasan bersama media

    Bawaslu Kalsel pertajam fungsi kehumasan bersama media

    Banjarmasin (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalimantan Selatan (Bawaslu Kalsel) terus berupaya mempertajam fungsi kehumasan bersama media sehingga berhasil membangun kepercayaan publik sebagai lembaga pengawal demokrasi.

    “Kami apresiasi kehumasan Bawaslu Kalsel yang selama ini berkomitmen terbuka ke media dan senantiasa cepat memberikan informasi yang dinantikan publik,” kata Kepala Perum LKBN ANTARA Biro Kalimantan Selatan Taufik Ridwan saat rapat koordinasi evaluasi kehumasan Bawaslu se-Provinsi Kalimantan Selatan pada Pemilihan Serentak tahun 2024 di Banjarmasin, Jumat.

    Pria yang akrab disapa Opik ini mengakui kinerja kehumasan Bawaslu Kalsel cukup responsif menyikapi setiap dinamika di lapangan berkaitan pilkada tahun lalu.

    Dia berharap hal baik itu bisa dipertahankan kedepannya dengan tetap merangkul media untuk penyebarluasan informasi.

    Dalam diskusi bertema “Kolaborasi humas dan media, informasi efektif dan edukatif dalam Pemilihan Serentak 2024” itu, Opik pun menekankan jika saat ini fungsi kehumasan pada suatu lembaga tidak lagi dianggap sebelah mata.

    Namun, justru menjadi wajah yang bisa membuat citra lembaga semakin baik di mata publik.

    “Hal ini juga perlu dilakukan Bawaslu, tugas pengawasan pemilu harus dibarengi fungsi kehumasan yang optimal sehingga kinerja lembaga secara keseluruhan dapat dilihat masyarakat,” ucapnya.

    Rakor kali ini juga menghadirkan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalsel Daddy Fahmanadie dan dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat Yuanita Setyastuti.

    Di akhir acara, Bawaslu Kalsel menyerahkan piagam penghargaan kepada puluhan media baik cetak, televisi, radio dan online sebagai bentuk apresiasi atas kolaborasi dalam pengawasan partisipatif selama gelaran pilkada.

    Penghargaan serupa diberikan kepada sejumlah lembaga pers mahasiswa dari beberapa kampus ternama di Kalimantan Selatan

    Anggota Bawaslu Kalsel Thessa Aji Budiono yang juga Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas menyampaikan terima kasih kepada seluruh peserta rakor yang telah membersamai pihaknya sepanjang tahapan pemilihan tahun 2024.

    Hal senada disampaikan Kepala Sekretariat Bawaslu Kalsel Teuku Dahsya Kusuma Putra yang berharap jalinan hubungan yang sinergi antara Bawaslu dan media terus terjaga agar publik mendapatkan informasi akurat, cepat dan penting sesuai fakta.*

    Anggota Bawaslu Kalsel Thessa Aji Budiono menyerahkan piagam penghargaan kepada Perum LKBN ANTARA Biro Kalimantan Selatan Taufik Ridwan bersama para narasumber lainnya. ANTARA/Firman

    Pewarta: Firman
    Editor: Erafzon Saptiyulda AS
    Copyright © ANTARA 2025

  • WIKA pastikan kelancaran progres proyek Jalan Tol IKN Seksi 1B

    WIKA pastikan kelancaran progres proyek Jalan Tol IKN Seksi 1B

    PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) memastikan kelancaran pembangunan proyek Jalan Tol Ibu Kota Nusantara (IKN) Seksi 1B, Jakarta, Jumat (7/2/2025) (ANTARA/HO-WIKA)

    WIKA pastikan kelancaran progres proyek Jalan Tol IKN Seksi 1B
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 07 Februari 2025 – 13:11 WIB

    Elshinta.com – PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) memastikan kelancaran pembangunan proyek Jalan Tol Ibu Kota Nusantara (IKN) Seksi 1B.

    Langkah tersebut meliputi koordinasi aktif, studi teknis dan analisis lalu lintas komprehensif, penerapan teknologi konstruksi terkini seperti Building Information Modeling (BIM) guna memastikan gambar dan model yang dibuat memiliki koordinat yang sesuai dengan aktual lapangan, hingga penerapan lean construction untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi waste.

    “Kepercayaan yang diberikan kepada WIKA untuk membangun Tol Sepinggan semakin mengukuhkan peran kami dalam pembangunan infrastruktur nasional. Proyek ini bukan hanya tentang konektivitas, tetapi juga tentang menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi masyarakat khususnya di sekitar wilayah IKN. Dengan pengalaman dan kapabilitas yang kami miliki, WIKA siap mendukung Pemerintah menyelesaikan proyek ini dengan standar terbaik dan dalam waktu yang optimal, guna mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045,” ujar Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Agung menuturkan, jalan tol tersebut selesai ditenderkan pada November 2024 lalu. Jalan tol ini akan menjadi bagian jaringan tol strategis di Kalimantan, yang menghubungkan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan dengan jalan tol existing yaitu jalan tol Balikpapan-Samarinda.

    Proyek strategis dengan panjang 5,2 kilometer (km) ini bertujuan meningkatkan konektivitas menuju kawasan inti pusat pemerintahan IKN, mempercepat mobilitas barang dan orang, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah seperti Desa Wisata Nipah-Nipah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Desa Wisata Muara Enggelam di Kutai Kartanegara.

    Proyek ini juga merupakan bagian integral dari upaya pemerintah dalam menciptakan infrastruktur yang handal dan efisien di ibu kota baru Indonesia. Selain meningkatkan konektivitas dan mobilitas, Proyek Jalan Tol IKN Seksi 1B juga turut memberikan dampak sosial yang positif bagi masyarakat sekitar.

    Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa dalam tahap awal, proyek ini telah menyerap 307 tenaga kerja baru dengan mengutamakan tenaga kerja masyarakat lokal. Dari sisi lingkungan, pembangunan tol ini juga mengedepankan aspek environmental, social, and governance (ESG), di mana pembangunannya fokus menggunakan material ramah lingkungan.

    Sebagai informasi hingga saat ini WIKA telah dipercaya mengerjakan 13 proyek di IKN dengan total nilai kontrak sebesar Rp11,2 triliun.

    Beberapa proyek infrastruktur penting pendukung konektivitas di IKN yang saat ini tengah dikerjakan Perseroan di antaranya pembangunan Jalan Sumbu Timur IKN Tahap 2 yang telah mencapai progres 85,4 persen yang memiliki peran vital dalam mendukung mobilitas di kawasan inti pusat pemerintahan, serta pembangunan Tol IKN Segmen 3B-2 Kariangau – Simpang Tempadung yang telah mencapai progres 52,9 persen yang akan meningkatkan akses menuju kawasan strategis di IKN serta mempercepat konektivitas antar kawasan utama.

    Sumber : Antara

  • Terungkap Hendy Kurniawan yang Disebut Halangi Penangkapan Harun Masiku Adalah Eks Penyidik KPK – Halaman all

    Terungkap Hendy Kurniawan yang Disebut Halangi Penangkapan Harun Masiku Adalah Eks Penyidik KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hendy Febrianto Kurniawan yang disebut menghalangi penangkapan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ternyata merupakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat itu berpangkat AKBP.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yakni Maqdir Ismail.

    Tindakan Hendy yang sekarang berpangkat Kombes itu sebelumnya disinggung oleh Tim Biro Hukum KPK ketika menjelaskan detik-detik lolosnya Harun Masiku dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 lalu, dalam sidang praperadilan melawan Hasto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

    “Bagaimanapun juga yang disebut-sebut oleh pihak KPK itu adalah mantan penyidik KPK yang bernama Hendy Kurniawan,” kata Maqdir saat ditemui awak media di PN Jaksel, Jumat (7/2/2025), dilansir Kompas.com.

    Maqdir pun menjelaskan, Hendy saat itu merupakan salah satu saksi yang dia hadirkan saat mendampingi perkara eks Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan.

    Sebagai mantan penyidik KPK, kata Maqdir, Hendy mengetahui bagaimana kinerja penyidik lembaga antirasuah.

    “Beliau menerangkan bagaimana tidak baiknya, tidak profesionalnya cara penyidikan yang dilakukan KPK ketika itu,” ujar Maqdir.

    Selain itu, Maqdir menyebut penyidik KPK atau siapapun tidak bisa masuk begitu saja ke lingkungan PTIK. 

    Pasalnya, sebagai lembaga pendidikan di bawah institusi kepolisian, tentu mereka memiliki ketentuan dan prosedur yang berlaku bagi orang yang hendak masuk.

    Apabila tim KPK saat itu memang memiliki iktikad baik, mereka bisa menjelaskannya kepada pimpinan PTIK. 

    “Bukan dengan cara seolah-olah masuk warung tegal mau makan langsung makan, ini soal etika kita dalam melaksanakan sebagai penegak hukum,” tutur Maqdir.

    Sebelumnya, nama AKBP Hendy disebut dalam sidang praperadilan itu berawal dari tim biro hukum KPK mengatakan bahwa oknum polisi yang menangkap hingga memerintahkan petugasnya untuk tes urine narkoba diduga merupakan orang suruhan dari Hasto.

    Tak hanya ditangkap, petugas KPK saat itu juga diketahui sampai diminta lakukan tes urine narkoba oleh segerombolan orang yang dipimpin oleh seorang perwira menengah (pamen) Polri bernama AKBP Hendy.

    “Pada saat petugas termohon membuntuti dan akan melakukan tangkap tangan, petugas termohon malah diamankan oleh beberapa orang atau tim lain yang diduga merupakan suruhan Pemohon di PTIK tersebut,” kata anggota tim biro hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025).

    Lebih lanjut, Kharisma menjelaskan, sekira pukul 20.00 WIB, tim penyidik KPK yang berjumlah lima orang ditangkap oleh segerombolan orang pimpinan AKBP Hendy Kurniawan di PTIK.

    Akibat keadaan itu, petugas pun kemudian gagal melakukan OTT terhadap Harun Masiku dan Hasto.

    “Tim termohon yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang dibawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan.”

    “Sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan Pemohon tidak bisa dilakukan,” ujarnya.

    Proses penangkapan tak berhenti disitu, dalam peristiwa tersebut, petugas KPK juga dilakukan penggeledahan oleh gerombolan orang tersebut.

    Bahkan, mereka tim biro hukum juga mendapat kekerasan verbal dan fisik yang diduga dilakukan oleh AKBP Hendy.

    Selain itu, barang-barang milik tim biro hukum juga diambil paksa.

    “Alat komunikasi dan beberapa barang milik petugas termohon tersebut diambil paksa,” jelasnya.

    Penangkapan itu terus berlanjut hingga dini hari atau keesokan harinya yakni pukul 04.55 WIB.

    Sepanjang waktu tersebut, petugas KPK terus dimintai keterangan oleh anak buah AKBP Hendy, bahkan sampai dicari-cari kesalahannya.

    “Dengan cara tes urine narkoba namun hasilnya negatif. Dan baru dilepas setelah dijemput oleh Direktur Penyidikan Termohon,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR sejak Januari 2020 lalu, karena diduga menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

    Namun, selama lima tahun terakhir, keberadaan Harun Masiku belum diketahui.

    Pada akhir 2024, KPK kemudian menetapkan Hasto dan pengacara PDIP, Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam kasus ini.

    Sebelumnya, Hasto bersama eks kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

    Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019. 

    Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumatera Selatan (Sumsel).

    Dalam kasus ini, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas dua kasus dugaan korupsi.

    Pertama adalah kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR RI, kedua merupakan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara Harun Masiku. 

    Dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto disebut mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.

    KPK juga menemukan bukti bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu guna meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR berasal dari Hasto. 

    Sementara itu, dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan seseorang untuk menghubungi Harun Masiku agar merendam ponsel dalam air dan melarikan diri. 

    Selain itu, sebelum diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku, Hasto disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan lembaga antirasuah. 

    Hasto juga diduga mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan/Wahyu Aji) (Kompas.com)

  • Pulang dari Jakarta, Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji Langsung Salatkan Jenazah Ibunda

    Pulang dari Jakarta, Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji Langsung Salatkan Jenazah Ibunda

    Pacitan (beritajatim.com) – Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji tiba di Pendopo Kabupaten Pacitan, setelah kunjungan kerja di Jakarta. Tanpa menunda waktu, Ia langsung bergegas menuju rumahnya di Lingkungan Blumbang, Kelurahan Ploso, Pacitan, yang masih dipenuhi para pelayat.

    Sejumlah unsur Forkopimda, sanak saudara, serta Wakil Bupati Pacitan Gagarin turut menyambut kedatangannya. Sesampainya di rumah, Mas Aji sapaan akrabnya langsung memeluk sang ayah, Sudjono, dengan penuh haru. Ia kemudian mendatangi jenazah ibundanya, Endang Widowati, dan langsung menyalatkannya.

    Tangis tak terbendung saat Bupati Indrata menatap wajah ibunya untuk terakhir kali sebelum prosesi pemakaman.

    Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Pemkab Pacitan, Lutfi Azza Azizah, menyampaikan bahwa jenazah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kucur, Kriyan, Kelurahan Sidoharjo, Pacitan, sekitar pukul 15.00 WIB.

    “Pemakaman dilakukan setelah Bupati Indrata tiba dari Jakarta,” kata Lutfi, Jumat sore.

    Sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat hadir dalam prosesi pemakaman, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhumah.

    Diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, Endang Widowati mengalami penurunan kesehatan akibat stroke, yang menyebabkan sebagian tubuhnya tidak dapat bergerak normal.

    Endang meninggal dunia di usia 76 tahun. Perempuan kelahiran Pacitan, 28 Oktober 1948, ini meninggalkan seorang suami, lima anak, dan tujuh cucu. Bupati Indrata merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Kakak-kakaknya adalah Indriani, Indra Widya Agustina, Tanti Asari, dan Wisnu Pribadi.

    “Almarhumah adalah sosok ibu yang sangat dihormati. Semua merasa kehilangan. Doa kita semua semoga husnul khatimah dan ibadahnya diterima di sisi Allah SWT,” kata Lutfi, yang merupakan Purna STPDN angkatan 13.

    Kepergian Endang Widowati meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan masyarakat Pacitan. Semoga almarhumah mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. (end/ian)