NGO: AJI

  • Soroti Pasal yang Ganggu Kebebasan Pers, AJI Minta Larangan Siaran Langsung Persidangan Dihapus

    Soroti Pasal yang Ganggu Kebebasan Pers, AJI Minta Larangan Siaran Langsung Persidangan Dihapus

    JAKARTA – Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nani Afrida, menyoroti pasal-pasal yang dianggap mengganggu kebebasan pers dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Misalnya, soal larangan peliputan dan siaran langsung persidangan. 

    “(Misalnya) Sidang itu tertutup, atau harus streaming, harus ada izin dari ketua pengadilan. Kita merasa itu mengganggu kerja-kerja PERS yang harusnya transparan, kita harus tahu apa yang terjadi di dalam,” ujar Nani, Selasa, 8 April.

    Nani yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar pasal-pasal yang menganggu kebebasan pers seperti itu dihapus. Karena peliputan persidangan dinilai bagian dari kepentingan umum. 

    “Makanya saya bersama dengan teman-teman dari koalisi ikut mencoba supaya pasal-pasal seperti ini yang mengganggu kita kerja-kerja sekarang, itu bisa dicopot dari situ, kalau bisa dihapuskan,” tegasnya.  

    “Karena itu hak semua bangsa, itu kan ada hubungan dengan kepentingan umum ketika sebuah proses pengadilan itu terjadi. Apalagi kalau misalnya melibatkan yang namanya kepentingan umum, kayak korupsi misalnya, atau pembunuhan berencana, dan yang lain-lain,” sambung Nani. 

    Kecuali, lanjutnya, jik pengadilan tentang kekerasan seksual mungkin bisa dilakukan secara tertutup. “Dan kita kan punya etika soal itu. Aku rasa wartawan-wartawan pasti paham dan mereka pasti nggak akan meliput,” katanya. 

    “Tapi yang berhubungan dengan kepentingan umum, ya pasti kita harus liput. Itu aja,” imbuh Nani. 

    Menurut Nani, dalih larangan siaran langsung persidangan agar para saksi tidak mencontek atau merubah keterangan bukanlah sebuah alasan. “Itu tidak bisa menjadi alasan. Tapi kalau di luar pengadilan mereka bisa saling ketahuan dari pengacaranya. Gimana cara nutupinya? Nggak mungkin juga,” ucapnya. 

    “Nah ini sekarang yang paling penting adalah membuka akses buat jurnalis juga untuk tahu apa yang terjadi di dalam pengadilan. Makanya kami dari AJI itu semangat untuk, kalau bisa jangan mengganggu kerja-kerja kita lah sebagai jurnalis. Ini enam tahun terakhir, proses pembuatan legislasi itu kan banyak kritik dari masyarakat,” lanjutnya. 

    Sebelumnya, advokat Juniver Girsang mengusulkan agar revisi KUHAP melarang media melakukan siaran langsung persidangan tanpa izin pengadilan. Hal itu disampaikan Juniver dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Senin, 24 Maret.  

    “Usul kami yang dimaksud pasal 253 ayat itu, ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang untuk mempublikasikan/liputan langsung proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan,’” kata Juniver. 

    Meski begitu, Juniver menekankan siaran langsung bisa diperbolehkan jika mendapat izin langsung dari majelis hakim.

    “Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” jelasnya. 

    Juniver pun mengungkapkan kekhawatirannya bahwa siaran langsung persidangan dapat membuat saksi yang belum diperiksa mengubah keterangannya.  

    “Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau diliput langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” kata Juniver.

     

  • TKDN Dilonggarkan, Ketergantungan RI Terhadap Produk Impor Makin Tinggi?

    TKDN Dilonggarkan, Ketergantungan RI Terhadap Produk Impor Makin Tinggi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berpotensi makin bergantung dengan produk impor Amerika Serikat (AS) menyusul rencana pemerintah menjadikan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagai paket untuk negosiasi dengan  AS. 

    Senior Consultant dan Analis Pasar Smartphone dari Reasense, Aryo Meidianto Aji mengatakan ada dampak negatif yang perlu diperhatikan dari relaksasi TKDN. 

    Penurunan ketentuan TKDN dapat meningkatkan ketergantungan pada komponen impor, yang berisiko menghambat pengembangan industri lokal dan inovasi. 

    Aryo menuturkan, kebijakan TKDN yang sebelumnya ada memberikan insentif bagi industri lokal untuk menciptakan komponen-komponen ponsel yang diproduksi di dalam negeri. 

    Dia mempertanyakan sejauh mana pemerintah melonggarkan TKDN karena dampaknya yang besar. 

    “Jangan sampai relaksasi ini berimbas pada perusahaan lokal yang menyumbang bagian dari produksi ponsel di Indonesia,” ujar Aryo kepada Bisnis, Selasa (8/4/2025). 

    Lebih lanjut, Aryo mengingatkan agar relaksasi TKDN tidak hanya diberlakukan untuk perusahaan asal Amerika Serikat (AS).

    Sebab, produsen ponsel dari negara lain, seperti Korea Selatan dan China, dapat meminta perlakuan serupa berdasarkan prinsip kesetaraan dalam perdagangan internasional.

    “Produsen dari negara-negara tersebut juga akan merasakan dampak dari tarif tinggi dan mungkin berusaha untuk mendapatkan keuntungan kompetitif melalui negosiasi serupa,” ucap Aryo.

    Aryo juga melihat kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi produsen ponsel untuk lebih leluasa menggunakan komponen impor, khususnya yang sudah berbentuk utuh (seperti sparepart yang sudah dirakit), tanpa terhitung sebagai beban TKDN. 

    Senada dengan Aryo, pemerhati pasar gawai Herry SW menuturkan kebijakan TKDN bagi ICT ini tidak boleh hanya diterapkan kepada AS saja.

    Sebab, Herry melihat jika dilakukan relaksasi TKDN hanya untuk AS, yang terjadi adalah industri ponsel tanah air menjadi tidak sehat karena terdapat perlakuan yang tidak adil dan setara. 

    Kalau pun akhirnya jadi, semoga berlaku untuk semua merek. Berlaku untuk semua merek pun sebenarnya tetap tidak sehat untuk industri,” tutur Herry.

  • Keponakan Tega Habisi Nyawa Tantenya di Bogor, Emosi Pelaku Memuncak saat Disuruh Cuci Piring – Halaman all

    Keponakan Tega Habisi Nyawa Tantenya di Bogor, Emosi Pelaku Memuncak saat Disuruh Cuci Piring – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pelaku pembunuhan terhadap Evi Latifa (EL), wanita berusia 59 tahun yang tewas di wilayah Kedungwaringin, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025), berhasil diamankan oleh pihak kepolisian.

    Polisi juga mengungkap hubungan antara korban dan pelaku yang diketahui bernama Rezky Fauzan (28).

    Menurut Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, AKP Aji Riznaldi Nugroho, Evi adalah tante dari Rezky.

    “Jadi tersangka ini  keponakan dari korban yang merupakan tantenya,” kata AKP Aji di Mako Polresta Bogor Kota, Senin (7/4/2025), dikutip dari TribunnewsBogor.com.

    Aji melanjutkan, pelaku sudah tinggal bersama tantenya sejak usia 15 tahun.

    “Dia dirawat tantenya dari usia 15 tahun. Saat ini 28 tahun,” ujarnya.

    Ketika peristiwa pembunuhan terjadi, rumah tersebut hanya dihuni oleh Evi dan Rezky.

    Aji mengungkap motif keponakan yang tega menghabisi nyawa tantenya tersebut.

    Rezky diduga nekat melakukan aksi tersebut karena merasa jengkel terhadap Evi yang kerap melarangnya keluar rumah.

    “Bersangkutan ini anak yatim piatu yang diurus oleh tantenya atau dibiayai oleh tantenya. Tersangka ini memang sudah kesal dari sebelumnya. Karena tersangka ini sering dilarang keluar rumah oleh tantenya,” ucap Aji.

    Selama tinggal di rumah tantenya itu, pelaku sering merasa terkekang.

    “Sehingga tersangka merasa dibatasi merasa terkekang oleh si tantenya ini. Ini dibuktikan hasil dari chat-an kepada teman terdekat tersangka,” ujarnya.

    Emosi Rezky pun memuncak ketika disuruh oleh tantenya untuk mencuci piring.

    “Kemudian, dengan ada sedikit percekcokan, tantenya mencipratkan air ke muka pelaku (Rezky),” ujarnya.

    Rezky saat itu tidak terima dan melemparkan spons cuci piring ke arah tantenya.

    Saat itu juga ia melakukan pemukulan secara bertubi-tubi kepada Evi.

    “Dan pada saat itu kemudian tersangka melakukan pemukulan secara brutal, bertubi-tubi, ke arah wajah korban. Sehingga menyebabkan korban bercucuran darah,” ujarnya.

    Rezky menghabisi nyawa Evi seorang diri tanpa menggunakan senjata, hanya tangan kosong.

    “Kemudian berdasarkan pengakuan dari tersangka ini, tersangka tidak menggunakan alat.”

    “Tetapi kita coba lakukan autopsi apakah memang dari lukanya terdapat luka tusukan atau luka yang lain. Ini kita menunggu hasil dari autopsi,” ujarnya.

    Korban mengalami luka parah di bagian wajah yang menyebabkan Evi meninggal di lokasi kejadian.

    “Untuk luka-luka dari korban sendiri terdapat di pelipis. Kemudian pelipis atau dahi sebelah kanan terdapat luka robek yang lumayan besar. Kemudian daerah dagu, mata, terdapat memar,” ucapnya.

    Akibat perbuatannya, Rezky terancam hukuman 15 tahun penjara.

    “Saat ini tersangka (Rezky) diancam hukuman 15 tahun penjara, pasal 338 Jo 351 ayat 5,” tandasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Terkuak Motif Ponakan Bunuh Tante di Kedungwaringin Bogor, Amarah Memuncak Saat Cuci Piring 

    (Tribunnews.com/Falza) (TribunnewsBogor.com/Rahmat Hidayat)

  • 5 Fakta Kasus Ajudan Kapolri Tempeleng Kepala Wartawan di Semarang, Wajahnya Kini Tak Lagi Garang

    5 Fakta Kasus Ajudan Kapolri Tempeleng Kepala Wartawan di Semarang, Wajahnya Kini Tak Lagi Garang

    TRIBUNJAKARTA.COM – Kekerasan terhadap jurnalis lagi-lagi terjadi. 

    Insiden ini menimpa sejumlah jurnalis yang mengalami kekerasan oleh ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. 

    Pelaku kekerasan ialah polisi bernama Ipda Endri Purwa Sefa. 

    Ia diduga memukul dan mengintimidasi sejumlah jurnalis saat meliput kunjungan Kapolri di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (5/4/2025) sore.

    Berikut sederet fakta yang telah dihimpun TribunJakarta terkait insiden kekerasan tersebut. 

    1. Meminta dengan cara kasar

    Insiden itu berawal saat Kapolri mendekati seorang penumpang pengguna kursi roda di dalam area stasiun. 

    Namun, ajudan Kapolri, Ipda Endri meminta agar para jurnalis dari berbagai media termasuk tim humas dari beberapa lembaga untuk mundur karena dinilai terlalu dekat dengan Kapolri. 

    Ipda Endri meminta mereka mundur dengan cara yang kasar. 

    Padahal, sejumlah jurnalis dan tim humas sudah menjaga jarak yang wajar saat meliput kapolri.

    2. Ancam tempeleng satu-satu

    Ipda Endri mendorong, menempeleng hingga memukul beberapa jurnalis. 

    Tak sampai di situ perbuatan kasarnya, ia lalu melontarkan kata-kata kasar. 

    “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu,” ujar Ipda Endri seperti disampaikan oleh Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang, Dhana Kencana, dikutip TribunJateng pada Minggu (6/4/2025). 

    3. Korban buka suara

    Dari empat orang yang menjadi korban kekerasan Ipda Endri, ada satu orang yang berani buka suara. 

    Korban bernama Makna Zaezar, seorang pewarta foto dari kantor berita Antara. 

    Makna mengaku dipukul di kepala dan diintimidasi verbal. 

    “Saya pribadi secara manusiawi sudah memaafkan. Namun, saya minta harus ada tindak lanjut dari Polri untuk Endri,” kata Makna pada Senin (7/4/2025). 

    4. Minta maaf

    Ipda Endri akhirnya meminta maaf secara langsung kepada Makna di kantor berita Antara Jateng, Jalan Veteran, Kota Semarang, Minggu malam.

    Dalam pernyataannya, ia mengaku menyesal atas tindakannya.

    “Kami dari pengaman protokoler memohon maaf atas kejadian di Stasiun Tawang. Semoga kami bisa lebih humanis dan dewasa,” ucap Endri.

    Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menyampaikan bahwa situasi ramai saat kunjungan Kapolri membuat Ipda Endri bersikap berlebihan dalam mengamankan jalur.

    “Seharusnya kejadian ini bisa dihindari, sehingga kami akan melakukan evaluasi agar peristiwa serupa tak terulang kembali,” ujar Artanto.

    Ia juga menegaskan bahwa permintaan maaf tidak akan menghentikan proses penyelidikan atas tindakan kekerasan tersebut.

    “Kami akan menyelidiki kasus ini, dan jika ditemukan pelanggaran, kami tak segan memberikan sanksi,” tambahnya.

    5. Melanggar hukum

    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, Aris Mulyawan, menilai tindakan Ipda Endri melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang secara sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai pidana.

    “Kami menuntut permintaan maaf terbuka dari pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Polri harus memberikan sanksi kepada anggota pelaku kekerasan terhadap jurnalis tersebut,” ujar Aris.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Emosi Seorang Keponakan di Bogor Memuncak saat Disuruh Cuci Piring Hingga Nyawa Sang Tante Melayang – Halaman all

    Emosi Seorang Keponakan di Bogor Memuncak saat Disuruh Cuci Piring Hingga Nyawa Sang Tante Melayang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang wanita berinisial EL (59) tewas dibunuh di Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025).

    Peristiwa pembunuhan itu langsung diungkap jajaan Polresta Bogor.

    Tak lama berselang dari ditemukannya jenazah EL, polisi bisa menangkap RF yang ternyata adalah keponakan korban.

    Belakangan diketahui bahwa aksi penganaiyaan yang berujung korban meninggal dunia itu terjadi lantaran sakit hati.

    Dilansir dari Tribun Depok, Kepala Polresta Bogor Kota Kombes Eko Prasetyo dalam keterangannya, Senin (7/4/2025) mengungkapkan bahwa pembunuhan terhadap wanita berinisial EL terjadi pada Minggu sekitar pukul 17.30 WIB.

    Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di lokasi kejadian polisi menemukan sejumlah luka di tubuh korban.

    Kepala Satuan Reskrim Polresta Bogor Kota Ajun Komisaris Aji Rizaldi, di Mapolresta Bogor Kota, Senin (7/4/2025) mengungkapkan bahwa hubungan pelaku dan korban adalah tante dan keponakan.

    Kata Aji Rizaldi korban tewas setelah dianiaya pelaku dengan dipukul berulang kali. Korban mengalami luka di bagian wajah.

    “Korban mengalami luka di bagian pelipis sebelah kiri. Luka sobeknya cukup besar. Bagian mata dan dagu juga lebam,” kata Aji.

    Lebih lanjut Aji mengatakan bahwa sebelum penganiayaan terjadi, korban dan pelaku sempat terlibat cekcok. 

    Perselisihan itu terjadi setelah korban meminta pelaku untuk mencuci piring. 

    “Tantenya (korban) minta kepada pelaku buat cuci piring. Terus terjadi cekcok. Korban sempat menyipratkan air keran ke wajah pelaku,” ujar Aji.

    Karena kesal, pelaku membalas melempar spons cuci piring ke arah korban lalu memukul wajah korban.

    “(Memukul) secara bertubi-tubi ke arah wajah hingga meninggal dunia,” imbuh dia. 

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan kematian. “Dijerat dengan anda pidana paling lama 15 tahun penjara,” kata Aji.

    Kesal Disuruh Cuci Piring

    RF (28), pria yang membunuh bibi kandungnya berinisial EL (59) di Bogor, Jawa Barat, melakukan aksi kejinya karena merasa sakit hati. 

    Polisi menyebut, RF menghabisi nyawa EL lantaran kesal korban menyuruhnya mencuci piring.

    “Tantenya (korban) minta kepada pelaku buat cuci piring. Terus terjadi cekcok. Korban sempat menyipratkan air keran ke wajah pelaku,” kata Kepala Satuan Reskrim Polresta Bogor Kota Ajun Komisaris Aji Rizaldi, di Mapolresta Bogor Kota, Senin (7/4/2025).

    Kesal dengan EL, RF mulanya melempar spons cuci piring ke arah korban. Pelaku lalu memukul wajah EL secara bertubi-tubi hingga korban tak bernyawa.

    Aji menyebut, hubungan antara korban dengan pelaku memang tidak terlalu akur. 

    Pelaku adalah seorang yatim piatu. Ia diasuh dan tinggal bersama korban sejak usia 15 tahun.

    Selama 13 tahun tinggal bersama, keduanya kerap berselisih paham.

    Menurut pengakuan RF, ia sering dilarang oleh tantenya untuk keluar rumah ataupun kumpul bersama teman-temannya.

    “Yang bersangkutan (pelaku) ini sering dilarang oleh tantenya. Tersangka ini lalu kesal, sakit hati, merasa terkekang,” ujar Aji.

    “Kejadian cekcok yang terakhir ini bentuk akumulasi kekesalannya. Hal ini terlihat dari tindakan pelaku terhadap korban,” ucapnya.

    Aji menambahkan, korban tewas setelah dipukul berulang kali oleh pelaku. Akibatnya, korban mengalami luka di bagian wajah.

    “Korban mengalami luka di bagian pelipis sebelah kiri. Luka sobeknya cukup besar. Bagian mata dan dagu juga lebam,” tuturnya.

     

  • Pria di Bogor Bunuh Tantenya Sendiri padahal Sudah Dirawat sejak Usia 15 Tahun – Halaman all

    Pria di Bogor Bunuh Tantenya Sendiri padahal Sudah Dirawat sejak Usia 15 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang wanita berinisial EL (59) ditemukan tewas di rumahnya di Kedungwaringin, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025).

    EL ditemukan tewas dibunuh pada pukul 17.30 WIB.

    Sejumlah luka juga ditemukan pihak kepolisian di tubuh EL.

    Kasus pembunuhan ini, dikonfirmasi Kapolresta Bogor Kota, Kombes Eko Prasetyo.

    “Benar ada peristiwa tersebut,” ujarnya, dikutip dari TribunnewsBogor.com.

    Ia menuturkan, pelaku sendiri diduga orang terdekat korban.

    Sejumlah saksi pun diperiksa untuk mengungkap kasus ini.

    “Sat Reskrim Polresta Bogor Kota sudah bergerak melakukan penyelidikan,”

    “Mohon doa restu, mudah-mudahan segera terungkap, insyaAllah,” ungkap Kombes Pol Eko Prasetyo.

    Dan benar saja, setelah polisi melakukan pendalaman, pelakunya pun berhasil ditangkap.

    Riezky Fauzan (28), keponakan korban jadi pelaku pembunuhan.

    “Jadi tersangka ini  keponakan dari korban yang merupakan tantenya,” ujar Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, AKP Aji Riznaldi Nugroho kepada TribunnewsBogor.com.

    Tersangka tega membunuh tantenya sendiri, padahal korban sudah merawatnya sejak usia Rezky 15 tahun.

    “Dia dirawat tantenya dari usia 15 tahun. Saat ini 28 tahun,” ujarnya.

    AKP Aji menuturkan, pelaku ditangkap di dalam rumah usai menghabisi nyawa korbannya.

    Atas perbuatannya, kini Rezky terancam 15 tahun penjara.

    “Saat ini tersangka (Rezky) diancam hukuman 15 tahun penjara, pasal 338 Jo 351 ayat 5,” tandasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Pelaku Pembunuh Wanita di Kedungwaringin Bogor Ditangkap, Hubungannya Masih Keponakan dan Tante

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunnewsBogor.com, Rahmat Hidayat)

  • Keponakan Bunuh Tante di Bogor Sudah Lama Dendam ke Korban, Ini Pemicunya

    Keponakan Bunuh Tante di Bogor Sudah Lama Dendam ke Korban, Ini Pemicunya

    Bogor

    Polisi mengungkap tersangka Rezky Fauzan alias Eki (28) diduga sakit hati sejak lama dengan tantenya, Evi Latifah (58), karena merasa dikekang. Emosi Eki kemudian memuncak hingga membunuh sang tante usai cekcok saat diminta mencuci piring.

    “Jadi yang bersangkutan ini anak yatim piatu yang diurus dan dibiayai oleh tantenya. Tersangka ini memang sudah kumulatif dari sebelum-sebelumnya, karena yang bersangkutan ini sering dilarang keluar rumah oleh tantenya, kemudian merasa sakit hati sehingga emosinya memuncak,” kata Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota AKP Aji Riznaldi, Senin (7/4/2025).

    Hal ini, kata Aji, terungkap dari keterangan saksi yang juga teman korban. Pelaku Eki juga disebut sering curhat ke temannya melalui pesan WhatsApp dan mengungkap kekesalannya kepada korban.

    “Berdasarkan keterangan tersangka bahwa yang bersangkutan ini sering dilarang-larang oleh korban sehingga tersangka ini merasa dibatasi, dikekang oleh si tantenya ini. Ini dibuktikan dari hasil chat-chatan kepada teman terdekat tersangka,” ucap Aji.

    “Memang yang bersangkutan ini sering curhat lah kepada temannya, bahwa sering merasa kesal terhadap prilaku tantenya yang sering melarang dan sebagainya,” imbuhnya.

    Eki telah ditetapkan tersangka kasus pembunuhan kepada tantenya di Tanah Sereal, Kota Bogor. Pelaku membunuh korban dengan tangan kosong.

    Korban sempat terjatuh dan tidak sadarkan diri usai dipukuli. Tersangka Eki justru kembali memukuli korban secara bertubi-tubi hingga korban tewas di lokasi.

    “Tersangka kembali memukulinya secara bertubi-tubi ke arah wajah sampai korban tidak sadar diri dan wajahnya mengeluarkan darah. Lalu tersangka kembali memukulinya secara bertubi-tubi selama tujuh menit hingga akhirnya korban meninggal dunia,” kata Aji.

    (sol/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Keponakan yang Bunuh Tante di Bogor Sudah Diasuh Selama 13 Tahun
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 April 2025

    Keponakan yang Bunuh Tante di Bogor Sudah Diasuh Selama 13 Tahun Megapolitan 7 April 2025

    Keponakan yang Bunuh Tante di Bogor Sudah Diasuh Selama 13 Tahun
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – RF (28), pria yang membunuh tantenya sendiri berinisial EL (59) di Perumahan Taman Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Minggu (6/4/2025) sudah diasuh sang bibi sejak usia 15 tahun.
    RF diasuh tantenya karena kedua orangtua pria tersebut sudah meninggal dunia.
    Selama 13 tahun tinggal bersama, keduanya kerap berselisih paham.
    “Emang sering berantem. Cekcok mulut,” kata RF saat digiring polisi di Mapolresta Bogor Kota, Senin (7/4/2025).
    Kepada polisi, RF mengaku sering dilarang EL keluar rumah maupun berkumpul bersama teman-temannya. 
    Oleh karenanya, RF memendam kekesalan selama bertahun-tahun hingga tega menghabisi nyawa tantenya. 
    “Yang bersangkutan (pelaku) ini sering dilarang oleh tantenya. Tersangka ini lalu kesal, sakit hati, merasa terkekang,” kata Kepala Satuan Reskrim Polresta Bogor Kota Ajun Komisaris Aji Rizaldi.
    “Kejadian cekcok yang terakhir ini bentuk akumulasi kekesalannya. Hal ini terlihat dari tindakan pelaku terhadap korban,” imbuhnya.
    Aji menyebut, pembunuhan yang dilakukan RF dipicu kekesalan pelaku usai diminta membantu cuci piring oleh korban. 
    Korban yang merasa keponakannya itu tak suka disuruh lantas memercikan air keran ke arah RF.
    Tersulut emosi, pelaku kemudian membalas dengan melempar spons cuci piring ke arah korban.
    “Terus habis itu pelaku memukuli korban secara bertubi-tubi di bagian wajah hingga meninggal dunia,” ucap Aji. 
    Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
    “Dijerat dengan anda pidana paling lama 15 tahun penjara,” pungkas Aji.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Meski Ajudan Kapolri Minta Maaf, Polisi Pastikan Penyelidikan Kasus Kekerasan Jurnalis Dilanjutkan – Halaman all

    Meski Ajudan Kapolri Minta Maaf, Polisi Pastikan Penyelidikan Kasus Kekerasan Jurnalis Dilanjutkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Anggota Tim Pengamanan Protokoler Kapolri, Ipda Endri Purwa Sefa, mendatangi kantor Berita Antara Jateng di Jalan Veteran, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (6/4/2025).

    Kedatangan Ipda Endri Purwa Sefa didampingi oleh Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto dan tim Mabes Polri.

    Ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu melakukan kekerasan dengan menempeleng, memukul hingga mengeluarkan kata-kata kasar kepada jurnalis di Semarang.

    Kejadian tersebut berlangsung saat Kapolri meninjau arus balik Lebaran 2025 di Stasiun Tawang, Kota Semarang, Sabtu (5/4/2025).

    Korban kekerasan dari Ipda Endri diduga lebih dari empat orang.

    Namun, hanya pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, yang berani menyuarakan tindakan kekerasan tersebut.

    Setelah peristiwa ini viral, Ipda Endri telah meminta maaf secara langsung kepada Makna Zaezar.

    “Kami dari pengaman protokoler memohon maaf atas kejadian di Stasiun Tawang semoga kami lebih humanis dan dewasa,” ujar Ipda Endri, Minggu, dikutip dari TribunJateng.com.

    Penyelidikan Tak Dihentikan

    Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, berdalih tindakan ajudan Kapolri kepada jurnalis di Semarang terjadi karena suasana sangat crowded saat kunjungan Kapolri di Stasiun Tawang.

    Ketika itu, Ipda Endri Purwa Sefa disebut berusaha mengamankan jalur Kapolri hingga berujung insiden pemukulan.

    “Seharusnya kejadian ini bisa dihindari sehingga kami akan melakukan evaluasi agar peristiwa serupa tak terulang kembali,” ujar Kombes Pol Artanto, Minggu.

    Meski Ipda Endri telah meminta maaf, pihak kepolisian memastikan tidak menghentikan penyelidikan atas kasus tersebut.

    “Kami akan menyelidiki kasus ini semisal ditemukan pelanggaran kami tak segan memberikan sanksi,” tegas Kombes Pol Artanto.

    PFI Semarang: Minta Maaf Bukan Akhir

    Sementara itu, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang menjalankan peran untuk mengadvokasi, mendampingi, dan mengawal kasus tersebut, termasuk memberikan bantuan hukum apabila korban memilih melanjutkan proses pelaporan.

    “Makna sendiri berada di bawah naungan kantor berita Antara, yang juga telah mengambil langkah advokasi langsung ke institusi Polri,” ujar Ketua PFI Semarang, Dhana Kencana, Minggu, dilansir TribunJateng.com.

    Kemudian, pihak Polri merespons dengan pertemuan langsung di kantor Antara sebagai bagian mediasi antara pelaku dan korban.

    “Namun demikian, kami menegaskan bahwa permintaan maaf bukanlah akhir dari proses, melainkan bagian dari proses advokasi yang telah berjalan.”

    “Hak korban untuk melanjutkan ke jalur hukum tetap menjadi prioritas dan didampingi oleh organisasi,” terang Dhana.

    Video permintaan maaf dari pelaku telah diunggah sebagai dokumentasi dan bentuk transparansi kepada publik, bahwa proses penanganan kasus terus dikawal.

    PFI Semarang mengajak seluruh pihak untuk terus menjaga ruang kerja jurnalis agar aman, bebas dari kekerasan, dan menghormati nilai-nilai kebebasan pers.

    KEKERASAN JURNALIS – Tampang ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memukul kepala jurnalis dan mengancam menempeleng satu per satu jurnalis di Semarang pada Sabtu (5/4/2025) sore. (TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR)

    Langgar UU Pers

    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan, menyebut peristiwa kekerasan pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang dapat berujung pada pidana penjara.

    “Kami mengecam tindakan tersebut dan Polri harus memberikan sanksi kepada anggota pelaku kekerasan terhadap jurnalis tersebut,” tegas Aris.

    Sebelumnya, Ipda Endri mendorong beberapa jurnalis dan Humas dari berbagai lembaga saat Kapolri menyapa seorang penumpang yang duduk di kursi roda.

    Padahal para jurnalis dan Humas sudah mengambil gambar dari jarak yang wajar.

    Melihat aksi Ipda Endri tersebut, para wartawan berusaha mundur dan menghindar.

    Begitupun dengan Makna, tapi Ipda Endri menghampiri korban hingga melakukan kekerasan dengan cara memukul kepala jurnalis itu.

    Usai pemukulan, ajudan Kapolri tersebut terdengar mengeluarkan ancaman kepada beberapa jurnalis dengan menantang akan memukul kepala jurnalis satu per satu.

    “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu,” ungkap Ketua PFI Semarang, Dhana Kencana menirukan ucapan Ipda Endri.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Arogan Ancam Tempeleng Satu-satu Jurnalis Semarang, Kini Ipda Endri Purwa Sefa Tertunduk Minta Maaf

    (Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunJateng.com/Iwan Arifianto/Hermawan Handaka)

  • AJI Sebut Kekerasan terhadap Jurnalis Berulang karena Hukum Lemah

    AJI Sebut Kekerasan terhadap Jurnalis Berulang karena Hukum Lemah

    AJI Sebut Kekerasan terhadap Jurnalis Berulang karena Hukum Lemah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (
    AJI
    ) Indonesia
    Nany Afrida
    menilai, lemahnya hukum pidana adalah penyabab berulangnya kasus
    kekerasan terhadap jurnalis
    .
    Nany menilai, sistem hukum yang ada saat ini belum sepenuhnya berpihak kepada korban sehingga banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media yang belum menemukan titik terang.
    “Kalau pun selesai, hukumannya dianggap ringan. Situasi ini saling terkait dan memperkuat kerentanan jurnalis dalam menjalankan tugasnya,” kata Nany saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (7/4/2025).
    Ia menyebutkan, banyak pula jurnalis yang menjadi korban kekerasan memilih menerima permintaan maaf dan tidak melanjutkan proses hukum.
    Padahal, setiap tindakan kekerasan terhadap jurnalis seharusnya diproses secara hukum pidana, sesuai dengan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
    “Undang-undang ini secara tegas melindungi kerja-kerja jurnalistik dari segala bentuk intimidasi dan kekerasan,” ucap Nany.
    Oleh karena itu, AJI mendesak pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, untuk lebih menghormati kerja jurnalis.
    “AJI mendesak penegak hukum menyelesaikan kasus-kasus kekerasan jurnalis yang sudah dilaporkan,” kata dia.
    Diketahui, kasus kekerasan terhadap jurnalis telah berulang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
    Teranyar, terdapat peristiwa intimidasi terhadap jurnalis terjadi saat kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah, pada Sabtu (5/4/2025) lalu.
    Peristiwa bermula saat Kapolri mendekati salah satu penumpang yang tengah duduk di kursi roda di area stasiun.
    Sejumlah jurnalis, termasuk pewarta foto dan tim humas dari berbagai lembaga, tengah melakukan peliputan dan mengambil gambar dengan jarak yang wajar.
    Situasi tiba-tiba berubah tegang saat salah satu oknum polisi yang diduga ajudan Kapolri, Ipda Endry Purwa Sefa, meminta para jurnalis mundur dengan cara yang tidak sopan.
    Merasa situasi semakin tidak kondusif, seorang pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, memutuskan untuk menjauh dan berpindah ke area peron.
    Namun, Endry justru mengejarnya dan memukulnya dengan menggunakan tangan.
    Akibat peristiwa tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sampai menyampaikan permintaan maaf akibat ulah bawahannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.