Indonesia Terapkan PP Tunas, Ini Kelebihannya Dibanding Regulasi Keamanan Digital Anak di Negara Lain
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Pesatnya kemajuan teknologi informasi membawa dampak signifikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk cara anak-anak tumbuh dan berinteraksi.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, ruang digital juga menyimpan potensi risiko yang mengancam tumbuh kembang anak, mulai dari paparan konten berbahaya,
cyber bullying
, hingga eksploitasi data pribadi.
Menyadari urgensi tersebut, sejumlah negara memperkuat regulasi ruang digitalnya, seperti Australia, Britania Raya, China, Amerika Serikat (AS), Jepang, termasuk Indonesia.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam
Pelindungan Anak
, yang dikenal sebagai
PP Tunas
, Pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi anak di ruang digital.
PP Tunas hadir bukan untuk membatasi kreativitas anak di dunia digital, melainkan memastikan mereka tetap aman dan terlindungi.
Regulasi ini bertujuan meningkatkan tanggung jawab Penyelenggara Sistem Elektronik (
PSE
) serta mewujudkan tata kelola sistem elektronik yang ramah anak.
Selain Indonesia, beberapa negara di bawah ini memiliki regulasi terkait pelindungan anak di ruang digital dengan ketentuan yang beragam.
1. Australia
Australia mengesahkan Online Safety Act 2024 sebagai amandemen Online Safety Act 2021 untuk melindungi warganya dari penyalahgunaan ruang digital, seperti pelecehan berbasis gambar,
cyber abuse
, atau
cyber bullying
.
Melalui kebijakan tersebut, pemerintah setempat berkomitmen mempercepat respons penghapusan konten dengan memberikan wewenang kepada eSafety Commissioner (eSafety) untuk menghapus konten daring yang dinilai berbahaya.
Terkait penggunaan media sosial, Parlemen Australia mewajibkan platform media sosial tertentu, yang memiliki konten atau layanan berdasarkan batasan usia, untuk memastikan anak-anak di bawah usia 16 tahun tidak memiliki akun.
Kebijakan yang diterapkan Australia berfokus pada penguatan regulator, batasan usia kepemilikan akun media sosial, dan penghapusan konten secara cepat.
Di sisi lain, PP Tunas mengatur akses digital anak berdasarkan usia 13, 16, dan 18 tahun. Anak usia 13 tahun hanya boleh mengakses platform berisiko rendah, usia 16 tahun dapat menggunakan layanan berisiko kecil hingga sedang, sementara usia 16–18 tahun bisa mengakses fitur yang lebih luas.
Terkait batas minimum usia kepemilikan akun media sosial, PP Tunas tidak mengatur hal ini secara rinci seperti Online Safety Act 2024 milik Australia. Namun, kebijakan terkait pembatasan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri (Permen)
Komdigi
.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar mengatakan, saat ini Komdigi sedang menyusun permen yang mengatur ketentuan teknis, termasuk batasan minimum usia untuk platform yang mengharuskan kepemilikan akun.
“Diharapkan, (permen) bisa diselesaikan dan terbit dalam waktu yang tidak terlalu lama,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/12/205).
Meski memiliki perbedaan, Online Safety Act 2024 dan PP Tunas sepakat untuk melindungi konsumen, terutama anak-anak, dari paparan materi berbahaya dalam ruang digital.
2. Britania Raya
Pada Januari 2020, Britania Raya melalui Information Commissioner’s Office (ICO) mengesahkan Age Appropriate Design Code (Children’s Code).
Regulasi tersebut mewajibkan penyedia layanan daring untuk merancang
ruang digital yang ramah anak
dengan mempertimbangkan kebutuhannya.
Selain itu, setiap platform juga harus proaktif menilai usia pengguna dan memastikan pengaturan privasi dirancang pada tingkat privasi tertinggi bagi anak. Platform digital juga dilarang menggunakan teknik
nudging
yang mendorong anak memberikan data pribadi yang tidak diperlukan.
Children’s Code yang berlaku di Britania Raya sejak September 2020 selaras dengan isi PP Tunas. Keduanya menuntut PSE untuk menciptakan ruang digital yang ramah anak.
PP Tunas Pasal 17 huruf A secara khusus melarang PSE menerapkan praktik terselubung dan tidak transparan yang mendorong anak mengungkapkan data pribadi lebih dari yang diperlukan. Adapun Pasal 19 melarang
profiling
data anak untuk kepentingan komersialisasi.
Kedua pasal tersebut sejalan dengan prinsip Children’s Code dalam membatasi pengumpulan dan pemanfaatan data anak.
3. China
Minor Protection Law (MPL) & Online Gaming Regulations di China menerapkan pendekatan yang ketat dengan fokus pada pelindungan anak dari bahaya
game online
dan kecanduan internet.
Kebijakan tersebut mewajibkan platform
game online
menampilkan nama asli pengguna, membatasi durasi bermain bagi anak di bawah 18 tahun, serta melarang penyediaan layanan
game online
untuk anak di bawah 18 tahun pada pukul 10.00 malam hingga 08.00 pagi.
Seperti halnya MPL di China, PP Tunas Pasal 15 juga mengatur tanggung jawab PSE dalam menyediakan layanan
game online
. Namun, PP Tunas lebih menekankan pada tanggung jawab perlindungan data anak, sementara China lebih fokus pada pembatasan waktu dan durasi.
Jika dibandingkan dengan regulasi dari tiga negara tersebut, PP Tunas mengatur tanggung jawab PSE secara komprehensif, mulai dari rancangan platform, pelindungan data, hingga kewajiban menyediakan fitur pengamanan digital bagi anak.
Peneliti media sosial dan kesejahteraan sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Eka Riyanti Purboningsih menyambut positif kehadiran PP Tunas.
Menurut Eka, perlindungan anak di ruang digital merupakan hal yang rentan karena ruang digital terkadang sulit diawasi orangtua dan arus informasinya tidak dapat disaring. Oleh karena itu, ia mengaku bersyukur dengan lahirnya PP Tunas.
“PP Tunas menunjukkan perhatian dan
concern
pemerintah pada perlindungan anak di era digital. Saya pribadi bersyukur akhirnya keluar juga PP ini,” ujar Eka, seperti dikutip Kompas.com, Senin (1/12/2025).
Ia menilai, tantangan penerapan PP Tunas terletak pada konsistensi, kolaborasi, dan dukungan lintas pihak. Eka menekankan pentingnya keterlibatan orangtua dan guru sebagai pendamping utama anak di rumah dan di sekolah.
“Dengan melibatkan sekolah, kita bisa menjangkau mayoritas anak di Indonesia. Guru bisa menjadi ujung tombak edukasi digital yang sehat,” ucapnya.
Senada dengan Eka, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengatakan bahwa edukasi digital juga harus diberikan kepada orangtua dan sekolah sebagai komponen penting dalam menciptakan perlindungan anak di ruang digital.
Menurutnya, kini terdapat jurang antara pemahaman anak dengan orangtua terkait internet dan gawai yang membuat orangtua tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai pendamping aktivitas anak di ruang digital.
“Di sisi lain, ada orangtua yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang digital cukup memadai, tetapi sibuk dan tidak punya waktu untuk membersamai, mendampingi, mengedukasi, dan mengawasi anak,” kata Kawiyan, dilansir dari Kompas.com, Rabu (26/11/2025).
Sementara itu, sekolah wajib menyediakan fasilitas internet untuk mendukung kegiatan belajar dengan tetap memastikan tidak ada penyimpangan selama anak-anak beraktivitas di ruang digital.
“Sekolah harus menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar dan mengembangkan diri, termasuk aman di ruang digital. Melindungi anak bukan dengan melarang mereka membawa
handphone
(HP) ke sekolah, tetapi bagaimana anak bisa bersikap bijak,” jelas Kawiyan.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa tanpa edukasi dan pendampingan, anak-anak akan tetap menjadi pihak yang paling rawan terhadap kekerasan di ranah digital.
“Karena itu, penting sekali jika PP Tunas mewajibkan PSE untuk melakukan edukasi dan memberdayakan ekosistem digital kepada orangtua, anak, sekolah, dan masyarakat,” tegas Kawiyan.
Ia berharap, pemerintah dapat menjalankan PP Tunas dengan pengawasan ketat serta memastikan produk, layanan, dan fitur yang disediakan PSE sudah ramah anak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
NGO: ACT
-

Valve Kerja Keras Agar Steam Bisa Jalan di Android
Jakarta –
Valve tampaknya punya ambisi jauh lebih besar dari sekadar meluncurkan Steam Frame atau memperbarui ekosistem Steam Deck.
Di balik perangkat hardware baru yang diumumkan bulan lalu, terselip sebuah misi jangka panjang: menghadirkan game PC ke perangkat Android. Bukan lewat cloud gaming, bukan juga lewat porting manual game ke Arm, melainkan lewat teknologi emulasi dan translation layer yang sudah mereka biayai bertahun-tahun.
Salah satu kunci misi tersebut adalah Fex, emulator x86-to-Arm yang belakangan ini ramai dibicarakan. Publik baru menyadari bahwa Valve bukan hanya mendukung komunitas yang membangun teknologi ini, tetapi juga menjadi pendana utama yang membuat proyek tersebut bisa berumur panjang.
Pierre-Loup Griffais, sosok di balik SteamOS dan Steam Deck, mengungkap bahwa Valve sudah membiayai pengembangan Fex sejak 2016–2017. Saat itu Valve bahkan belum memiliki perangkat Arm tertentu yang ingin dirilis, tetapi mereka melihat masa depan komputasi menuju arsitektur yang lebih efisien, termasuk di dunia mobile.
Investasi panjang itu mulai terlihat hasilnya tahun ini. Steam Frame, headset VR mandiri berbasis Arm, mampu menjalankan Windows x86 lewat Fex. Namun yang lebih menarik adalah fakta bahwa teknologi yang sama sudah diadopsi proyek komunitas seperti GameHub, yang menunjukkan bagaimana sejumlah game PC dapat berjalan langsung di Android tanpa PC dan tanpa streaming. Jika GameHub saja bisa melakukannya, maka bayangkan apa yang bisa dilakukan Valve dengan dukungan penuh ekosistem Steam.
Valve memang belum mengumumkan rencana membuat Steam versi resmi untuk Android dengan kemampuan menjalankan game PC secara native. Tetapi semua sinyal mengarah ke arah sana. Mereka mengembangkan Fex agar lebih cepat, stabil, dan kompatibel dengan berbagai engine game.
Mereka juga memperluas Proton, bukan hanya untuk game Windows, tetapi juga aplikasi Android agar bisa berjalan di SteamOS, langkah yang secara teknis membuka jalan menuju kompatibilitas dua arah antara ekosistem PC dan mobile, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Kamis (4/12/2025).
Di sisi lain, momentum dari luar juga mendukung ambisi tersebut. Qualcomm memasuki fase agresif mendorong Windows on Arm, bahkan menargetkan gelombang game Arm-native mulai 2026. Sementara itu, regulasi global semakin menekan Apple dan Google untuk membuka ekosistem mereka.
Di Eropa, Digital Markets Act memaksa Apple mengizinkan toko aplikasi alternatif, dan Google berada dalam tekanan serupa untuk melonggarkan sideloading Android. Jika aturan ini meluas, bukan tidak mungkin perangkat Android dapat menjalankan platform game besar seperti Steam tanpa dibatasi kebijakan toko aplikasi pihak pertama.
Valve sendiri berhati-hati dalam berbicara tentang masa depan Steam di Android. Mereka hanya mengatakan bahwa ada produsen hardware eksternal yang tertarik mengadopsi SteamOS, termasuk perangkat berbasis Arm. Namun jika Fex terus matang dan kompatibilitas game terus meningkat, jalan menuju Steam yang benar-benar berjalan di ponsel Android semakin dekat.
Bisa jadi, dalam beberapa tahun ke depan, ponsel Android bukan lagi hanya tempat bermain game mobile biasa. Dengan kerja keras Valve mengembangkan teknologi emulasi dan translation layer untuk Arm, perangkat yang ada di saku pengguna bisa berubah menjadi ‘Steam mini PC’ yang mampu menjalankan game PC secara langsung. Dan ketika itu terjadi, industri game mobile akan memasuki babak baru yang benar-benar berbeda.
(asj/rns)
-
/data/photo/2025/11/30/692c67f474ece.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pesawat Pegasus PGE Bantu Distribusi Obat dan Relawan dalam Banjir Aceh Regional 30 November 2025
Pesawat Pegasus PGE Bantu Distribusi Obat dan Relawan dalam Banjir Aceh
Tim Redaksi
ACEH UTARA, KOMPAS.com
– PT Pema Global Energi (PGE) bekerja sama dengan Pegasus Air Services atas dukungan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mengerahkan satu unit pesawat penumpang dan barang berjenis Twin Otter untuk membantu penanganan darurat banjir di Aceh.
Pesawat itu untuk mengangkut obat, tenaga medis internasional, dan logistik selama banjir melanda Provinsi Aceh.
Act Relation Manager PGE, Willya Retnosari, menyebutkan PGE berkomitmen membantu penanganan darurat banjir di Aceh.
“Mengingat saat ini jalur darat via Medan dan via Banda Aceh belum bisa dilalui dengan kendaraan maka jalur udara sangat dibutuhkan untuk penyaluran logistik, obat obatan, tim kesehatan dan koordinasi para pemangku kepentingan” ujar Willya, Minggu (30/11/2025).
Willya menambahkan, selain mengerahkan pesawat Pegasus, PGE juga sigap menyerahkan bantuan bahan makanan untuk korban banjir di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe yang didistribusi melalui posko induk penanganan banjir.
Bantuan yang disalurkan untuk Aceh Utara dan Lhokseumawe berupa 7,9 ton beras, 25.000 bungkus mie instan, 600 pak biskuit, 19.000 cup air mineral dan 300 liter minyak goreng.
“Harapan perusahaan agar bantuan masa panik tersebut dapat meringankan beban masyarakat di sekitar perusahaan di Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe dan masyarakat Aceh secara umum yang terdampak banjir” pungkas Willya.
Sebelumnya diberitakan, saat ini banjir juga merendam Kabupaten Aceh Timur, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireuen, Kota Langsa, Pidie, Pidie Jaya dan Kabupaten Aceh Utara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

OpenAI Cuci Tangan dari Kasus Remaja Bunuh Diri
Jakarta –
Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
OpenAI menanggapi gugatan dari keluarga Adam Raine, remaja 16 tahun yang bunuh diri setelah membicarakan kehidupannya dengan ChatGPT selama beberapa bulan.
Menurut OpenAI dalam postingan blog resminya, kejadian tragis itu terjadi karena Raine menyalahgunakan ChatGPT dengan tidak semestinya, tanpa izin, juga penggunaan chatbot itu yang di luar tujuan awalnya.
OpenAI berkilah kalau mereka sudah melarang penggunaan ChatGPT oleh remaja tanpa pengawasan orang tua. Dan, mereka menyebut gugatan dari keluarga Raine itu tidak bisa diajukan berdasar dari Section 230 dari Communications Decency Act, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Minggu (30/11/2025).
Mereka pun menyebut kalau ChatGPT sudah mengarahkan Raine untuk mencari bantuan ke nomor telepon penyedia bantuan krisis.
“ChatGPT memiliki perlindungan seperti mengarahkan pengguna ke saluran bantuan krisis dan merujuk mereka ke sumber bantuan di dunia nyata,” tulis OpenAI dalam postingan blognya.
Diberitakan sebelumnya, Matt dan Maria Raine, orang tua Adam, mengajukan gugatan terhadap OpenAI di San Francisco. Mereka menuduh ChatGPT mengetahui empat upaya bunuh diri yang dibicarakan oleh Adam, dan membantunya merencanakan bunuh diri yang sebenarnya.
Menurut laporan NYT, setelah Adam meninggal dunia pada bulan April, orang tuanya mencoba mencari petunjuk dan jawaban di iPhone-nya. Orang tua Adam kaget setelah menemukan thread di aplikasi ChatGPT berjudul ‘Hanging Safety Concerns’.
Chatbot AI biasanya sudah diprogram untuk mengaktifkan fitur keselamatan jika penggunanya mengutarakan keinginan untuk melukai dirinya. Namun, Adam berhasil melangkahi fitur keselamatan ini dengan memberi tahu ChatGPT bahwa ia bertanya tentang metode bunuh diri untuk riset terkait cerita fiksi yang sedang ia tulis.
Orang tua Adam mengatakan saat putranya bertanya kepada ChatGPT terkait informasi tentang metode bunuh diri tertentu, chatbot AI itu langsung memberikan jawabannya. ChatGPT juga dituding memberikan tips kepada Adam untuk menyembunyikan bekas luka di lehernya dari percobaan bunuh diri yang gagal.
Menurut gugatan tersebut, dalam salah satu percakapan terakhir Adam dengan ChatGPT, ia mengunggah foto tali yang tergantung di lemarinya dan meminta pendapat chatbot tersebut.
“Saya berlatih di sini, apakah ini bagus?” tanya Adam kepada ChatGPT, seperti dikutip dari Engadget, Rabu (27/8) silam. “Ya, itu cukup bagus,” jawab ChatGPT.
(asj/fay)
-

Pornhub Desak Apple & Google Terapkan Verifikasi Usia di Perangkat
Jakarta –
Di tengah makin ketatnya regulasi konten dewasa di Amerika Serikat dan Inggris, Pornhub justru mengajukan ide baru yang cukup berani.
Situs dewasa terbesar di dunia itu mendesak Apple, Google, dan Microsoft untuk menerapkan verifikasi usia langsung di perangkat, bukan lagi di setiap situs secara terpisah, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Kamis (27/11/2025).
Permintaan itu disampaikan melalui surat resmi dari Aylo, perusahaan induk Pornhub, kepada tiga raksasa teknologi tersebut. Mereka menilai, sistem verifikasi usia yang sekarang digunakan — yaitu unggah kartu identitas di masing-masing situs — tidak efektif, bahkan kontraproduktif.
Menurut Aylo, model verifikasi di level perangkat memungkinkan satu kali pengecekan usia di ponsel, tablet, atau komputer, lalu mengirimkan sinyal usia terverifikasi ke seluruh aplikasi dan browser melalui API. Dengan begitu, pengguna tidak perlu berulang kali mengunggah KTP atau dokumen sensitif ke berbagai situs dewasa.
Aylo menyebut sistem saat ini tak bisa mencapai tujuan utamanya untuk melindungi anak di bawah umur dari mengakses konten dewasa. Mereka juga mengklaim pendekatan baru ini justru bisa meminimalkan risiko kebocoran data pribadi karena dokumen identitas tidak tersebar di banyak pihak ketiga.
Dampak regulasi yang makin ketat memang cukup memukul trafik Pornhub. Di hampir setengah negara bagian AS, situs dewasa kini diwajibkan menerapkan verifikasi usia berbasis identitas. Pornhub memilih blokir akses di sebagian besar wilayah itu dibanding mematuhi aturan.
Di Louisiana, satu-satunya negara bagian tempat mereka menerapkan verifikasi penuh, jumlah penonton dikabarkan turun hingga 80 persen. Hal serupa juga terjadi di Inggris setelah aturan verifikasi usia dalam Online Safety Act mulai berlaku.
Menurut Wakil Presiden Brand and Community Aylo, Alex Kekesi, regulasi saat ini justru mendorong pengguna mencari jalan pintas ke situs luar negeri yang tidak memiliki moderasi atau perlindungan usia. Ia menyebut lonjakan pencarian situs tanpa pembatasan terjadi secara masif sejak aturan diberlakukan.
Sejumlah studi dari New York University dan Phoenix Center juga menunjukkan bahwa banyak pengguna dengan mudah mengakali sistem verifikasi menggunakan VPN, selfie palsu, atau berpindah ke situs asing dengan moderasi minim. Bahkan, ada kekhawatiran trafik beralih ke platform yang berisi konten ilegal seperti video bajakan, revenge porn, hingga materi eksploitasi anak.
California kini menjadi negara bagian pertama yang mulai menggeser tanggung jawab verifikasi usia ke level platform. Melalui Digital Age Assurance Act, toko aplikasi seperti App Store dan Play Store diwajibkan memastikan usia pengguna sebelum mengizinkan unduhan tertentu.
Google mengonfirmasi sedang mengembangkan fitur termasuk Credential Manager API untuk mendukung pembacaan sinyal usia terverifikasi di web dan aplikasi. Namun, Google menegaskan bahwa situs dewasa tetap wajib mengembangkan sistem pengamanan mereka sendiri. Sementara itu, Apple dan Microsoft belum secara eksplisit mendukung usulan Aylo meski mengklaim sudah memiliki pedoman terkait perlindungan usia.
Meski diklaim lebih aman, verifikasi usia berbasis perangkat ini juga memicu kekhawatiran baru, terutama soal anonimitas pengguna di internet. Sejumlah pengamat menilai, jika tidak dirancang dengan benar, sistem ini bisa mempercepat tren penghapusan anonimitas digital secara global.
(asj/asj)
-

AS Pernah Rencanakan Ngebom dan Lubangi Bulan Pakai Nuklir
Jakarta –
Pada 2017, Advanced Aerospace Threat Identification Program (AATIP) Amerika Serikat (AS), dan Advanced Aerospace Weapons System Application (AAWSAP) dipublikasikan untuk pertama kalinya setelah penyelidikan oleh The New York Times.
AAWSP diketahui didanai oleh Defense Intelligence Agency (DIA) AS. Beroperasi antara 2007 dan 2012, AATIP menyelidiki fenomena udara yang tidak dapat dijelaskan, sementara AAWSAP bisa dibilang memiliki pekerjaan yang lebih aneh. Menurut dokumen yang dirilis setelah permintaan Freedom of Information Act (FOIA), program ini melihat segala sesuatu mulai dari warp drive hingga memanipulasi dimensi ekstra, meskipun tidak ada bukti eksperimental bahwa semua hal ini dimungkinkan.
Dalam satu dokumen yang sangat aneh, berjudul ‘Negative Mass Propulsion’, para penulis mengusulkan nuking Bulan alias menghancurkan satelit alami Bumi tersebut dengan senjata nuklir. Mereka kemudian akan membangun terowongan raksasa melalui pusatnya. Idenya adalah untuk menambang ‘massa negatif’ dari dalamnya, untuk merevolusi perjalanan ruang angkasa.
“Sangat mudah untuk membuktikan bahwa ada massa negatif di sekitar kita, meskipun tersembunyi di balik massa positif,” demikian cuplikasi isi dokumen itu, seperti dikutip dari IFL Science.
“Tetapi penggunaannya untuk propulsi dengan mengurangi inersia materi, misalnya dalam batas tubuh makroskopik dengan massa istirahat nol, tergantung pada solusi teknis untuk membebaskan mereka dari pemenjaraan mereka oleh massa positif. Tampaknya pada dasarnya ada dua cara ini mungkin dicapai,” lanjut isi dokumen itu.
Deskripsi dokumen menjelaskan, hal itu bisa dilakukan dengan cara:
1. Penerapan medan elektromagnetik atau gravitasi yang kuat atau dengan energi partikel tinggi
2. Mencari lokasi-lokasi natural tempat alam telah melakukan pemisahan ini, dan dari mana massa negatif dapat ditambang.
Namun dokumen ini sebatas klaim, dan tidak ada bukti eksperimental untuk keberadaan massa negatif. Massa adalah topik yang sulit. Sementara orang pada umumnya bingung antara massa dan berat, fisikawan membagi massa menjadi tiga konsep yang berbeda: massa gravitasi aktif, massa gravitasi pasif, dan massa inersia.
Massa inersia menjelaskan seberapa resisten suatu objek terhadap percepatan, sementara massa gravitasi aktif adalah massa yang menghasilkan medan gravitasi yang ditanggapi oleh objek lain, dan massa gravitasi pasif adalah bagaimana objek merespons terhadap medan gravitasi eksternal.
Menurut hukum konservasi momentum, massa aktif dan pasif kita harus sama. Jika tidak, kita akan berakhir dalam situasi aneh dengan satu tubuh massa yang sama tertarik pada yang lain, misalnya. Anehnya, tampaknya tidak masalah tanda apa yang kita masukkan ke dalam persamaan tertentu, dan hukum fisika terus berfungsi jika kita menempatkan tanda negatif di sana.
“Dalam fisika Newton, hukum tindakan dan reaksi menyiratkan kesetaraan massa gravitasi aktif dan pasif, tetapi kesetaraan massa inersia dengan dua lainnya adalah fakta empiris yang terpisah. Tanda dari kedua massa ini dapat mengambil nilai dan itu adalah hasil empiris tambahan bahwa itu selalu positif,” demikian penjelsan sebuah tinjauan terhadap massa negatif.
Meskipun secara matematis menyenangkan, beberapa fisikawan bertanya-tanya apakah massa negatif itu mungkin. Jika memang ada massa negatif di luar sana di alam semesta, itu akan memiliki beberapa sifat yang sangat aneh, dan beberapa interaksi yang sangat aneh dengan massa positif.
Ini akan ditolak oleh massa negatif lainnya, sebagai permulaan, dan tertarik pada massa positif. Sementara itu, massa positif akan ditolak olehnya, yang mengarah ke gerakan pelarian di mana massa negatif mengejar massa positif selamanya.
Meskipun mungkin tidak dikesampingkan oleh model fisika terbaik kita saat ini, itu tidak berarti bahwa itu ada, dan kita belum melihat buktinya.
“Jika jumlah materi negatif yang cukup terakumulasi selama miliaran tahun di pusat Bulan, kemungkinan besar masalah ini dalam bentuk materi ultra-ringan, mungkin dengan urutan yang lebih ringan daripada materi biasa,” kata dokumen itu.
Sementara sebagian besar ilmuwan mungkin menunggu bukti lain dari massa negatif, laporan itu menunjukkan manusia diperkirakan akan bergerak ke arah upaya memanfaatkan ledakan nuklir di Bulan.
“Pertanyaan apakah ada zat yang tidak biasa di pusat Bulan mungkin dapat dijawab oleh tomografi gelombang seismik, yang diperoleh oleh ledakan nuklir yang terjadi di permukaan Bulan,” kata dokumen tersebut.
Tim kemudian melanjutkan untuk memberikan perhitungan rinci tentang bagaimana kita bisa meniup terowongan silinder raksasa melalui Bulan menggunakan senjata nuklir. Hal ini diusulkan untuk mengakses materi negatif, dengan meniup lubang yang sama melalui Bumi dianggap tidak praktis.
“Sekarang kebetulan bahwa pusat Bulan adalah potensi yang baik, tidak terlalu dalam sehingga tidak dapat dicapai dengan membuat terowongan melalui Bulan, tidak mungkin untuk potensi Bumi yang lebih dalam, tempat suhu dan tekanan terlalu tinggi,” tulis The New York Times mengomentari dokumen tersebut.
“Membuat terowongan melalui Bulan, asalkan ada pasokan massa negatif yang baik, dapat merevolusi penerbangan ruang angkasa antarbintang. Urutan biaya bentuk termonuklir akan diperlukan untuk membuat terowongan seperti itu layak secara teknis,” tambah The New York Times.
Namun apa yang tercantum di dokumen tersebut sejauh ini baru sekadar ide dan belum terwujud. Setidaknya sampai sekarang dan hingga masa yang akan datang, Bulan masih aman dan tanpa lubang.
(rns/rns)
-

Meta Bakal Nonaktifkan Akun Facebook & Instagram Anak di Bawah 16 Tahun di Australia
Bisnis.com, JAKARTA — Meta mulai mengirimkan pemberitahuan penonaktifan kepada pengguna Facebook dan Instagram berusia di bawah 16 tahun.
Langkah ini dilakukan menjelang penerapan aturan baru pemerintah Australia yang melarang anak di bawah usia tersebut menggunakan media sosial.
Melansir TechCrunch, Kamis (20/11/2025), Meta akan menutup akses akun yang sudah ada ketika kebijakan mulai berlaku pada 10 Desember 2025.
Selain itu, mulai 4 Desember, pengguna baru berusia di bawah 16 tahun tidak lagi bisa membuat akun.
Meta menyatakan akun yang dinonaktifkan akan tetap tersimpan dan dapat diakses kembali setelah pengguna berusia 16 tahun. Namun, tantangan terbesar bagi perusahaan adalah memverifikasi usia pengguna, mengingat banyak orang tidak memasukkan data umur secara akurat ketika mendaftar.
Celah keamanan sekecil apa pun berpotensi membahayakan data pribadi pengguna, termasuk dokumen resmi yang tersimpan dalam sistem. Kasus kebocoran data verifikasi pernah terjadi sebelumnya.
Pada tahun lalu, 404 Media mengungkap AU10TIX, perusahaan penyedia layanan verifikasi identitas yang digunakan TikTok dan Uber meninggalkan kredensial administratif terbuka di internet selama lebih dari setahun, sehingga data sensitif pengguna dapat diakses pihak tidak berwenang.
Aturan baru pemerintah Australia yang melarang anak di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial merupakan turunan dari amandemen Online Safety Act yang disahkan pemerintah federal Australia pada 29 November 2024.
Aturan ini mewajibkan platform media sosial melakukan upaya yang dinilai memadai untuk menegakkan larangan, dengan risiko denda hingga 50 juta dolar Australia bagi perusahaan yang tidak mematuhi.
Perdana Menteri Anthony Albanese menyatakan kebijakan tersebut bertujuan mengurangi dampak buruk media sosial terhadap anak, mengembalikan masa kecil mereka, serta memberi ketenangan bagi orang tua.
Dorongan regulasi ini didukung berbagai faktor. Pada Mei 2024, pemerintah membentuk Joint Parliamentary Select Committee untuk menyelidiki dampak media sosial terhadap masyarakat.
Pada periode yang sama, News Corp bersama gerakan 36months mengampanyekan peningkatan batas usia minimum menjadi 16 tahun dengan mengaitkan penggunaan media sosial pada peningkatan masalah kesehatan mental remaja.
Kampanye tersebut mendapat dukungan luas dari orang tua, politisi, pendidik, tenaga kesehatan, serta ditandatangani lebih dari 127.000 pendukung. Namun, kebijakan ini menuai penolakan dari 140 akademisi domestik dan internasional serta sejumlah organisasi kesehatan mental yang menilai larangan usia terlalu simplistis dan membutuhkan pendekatan regulasi yang lebih struktural.
Kelompok pegiat HAM juga menyatakan kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak anak atas akses informasi dan privasi. Meski demikian, larangan ini mendapat dukungan bipartisan. Survei pada November 2024 menunjukkan 77% publik Australia mendukung kebijakan tersebut.
Menariknya, laporan akhir komite parlemen di bulan yang sama tidak merekomendasikan larangan usia, namun pemerintah tetap meloloskan aturan tersebut secara cepat dengan ruang konsultasi publik terbatas. Kebijakan ini akan berlaku penuh pada akhir 2025.
-

Apple Rilis iOS 26.2 Beta 3, AirDrop Makin Canggih & Liquid Glass Kian Mulus
Jakarta –
Apple resmi meluncurkan iOS 26.2 Beta 3 untuk para developer. Pembaruan pra-rilis ini membawa peningkatan penting pada AirDrop, optimalisasi tampilan Liquid Glass, serta sejumlah penyempurnaan kecil yang memperhalus pengalaman pemakaian.
AirDrop: Transfer Tanpa Simpan Kontak
Salah satu fitur baru yang paling menarik di iOS 26.2 Beta 3 adalah pengembangan AirDrop dengan sistem “Known AirDrop Contacts”. Menurut laporan 9to5Mac, fitur ini memungkinkan dua perangkat tetap dapat saling menemukan selama 30 hari tanpa harus menyimpan kontak secara permanen.
Penghubungannya dilakukan melalui PIN satu kali, sehingga koneksi tetap aman dan terenkripsi. Setelah pairing awal, kedua perangkat otomatis dikenali selama sebulan penuh, membuat proses transfer file jadi lebih praktis dan tetap menjaga privasi pengguna.
Liquid Glass: Lebih Dramatis, Lebih Stabil
Apple melanjutkan penyempurnaan desain Liquid Glass yang pertama kali dikenalkan di iOS 26. Fase Beta 3 menghadirkan beberapa upgrade yang memperbaiki bug dan menambah kedalaman visual:
Perbaikan posisi jam dan widget yang sebelumnya bisa “turun” secara tiba-tiba pada kondisi tertentu.Slider Liquid Glass di Lock Screen kini lebih dramatis, mendukung semua gaya font tanpa batasan transparansi seperti di beta sebelumnya.Animasi lebih halus, meneruskan peningkatan bouncy effect yang hadir sejak Beta 2.
Optimalisasi ini membuat Liquid Glass tampil lebih konsisten, sekaligus semakin mendekati versi yang Apple pamerkan di WWDC 2025.
Apple juga terus melebarkan integrasi Liquid Glass ke aplikasi bawaan. Setelah aplikasi Measures mendapatkan elemen gelembung Liquid Glass di beta sebelumnya, kini aplikasi Apple Store menghadirkan ikon dan antarmuka baru. Pembaruan ini bersifat global dan tidak terbatas pada pengguna iOS 26.2 Beta.
Live Translation Siap Masuk Eropa
Fitur besar lain yang hadir bersamaan dengan iOS 26.2 adalah perluasan Live Translation. Setelah sempat tertunda akibat aturan Digital Markets Act (DMA) Uni Eropa, fitur terjemahan percakapan real-time via AirPods akhirnya akan tersedia bagi pengguna Eropa mulai Desember 2025.
Sebagai pengingat, iOS 26.1 sebelumnya telah memperluas dukungan bahasa dan membuka akses Apple Intelligence ke lebih banyak negara.
Beta Lintas Platform Juga Dirilis
Selain iOS 26.2 Beta 3, Apple juga menggulirkan pembaruan untuk seluruh ekosistem:
iPadOS 26.2 Beta 3macOS Tahoe 26.2 Beta 3 – termasuk fitur panggilan video baru bernama Edge LightwatchOS 26.2 Beta 3tvOS 26.2 Beta 3visionOS 26.2 Beta 3
Seluruhnya membawa perbaikan performa dan peningkatan stabilitas.
Apple diperkirakan masih akan merilis beberapa versi beta lagi sebelum peluncuran resmi iOS 26.2 ke publik. Dengan sejumlah peningkatan dari AirDrop hingga Liquid Glass, update ini diposisikan sebagai penyempurna generasi iOS 26 sebelum Apple beralih ke pengembangan major update berikutnya.
(afr/fay)
-

WhatsApp Bisa Dipakai Berkirim Pesan dengan Aplikasi Chat Lain, Tapi…
Jakarta –
WhatsApp resmi meluncurkan integrasi dengan aplikasi pihak ketiga, yang artinya aplikasi milik Meta ini bisa dipakai untuk berkirim pesan dengan aplikali lain. Sayangnya, fitur ini tidak tersedia untuk semua pengguna WhatsApp.
Fitur ini diluncurkan sebagai upaya Meta untuk mematuhi aturan Digital Markets Act (DMA) yang diterapkan Uni Eropa. Oleh karena itu, fitur ini hanya tersedia untuk pengguna WhatsApp di Benua Biru.
“Setelah uji coba skala kecil yang sukses selama beberapa bulan terakhir, opsi bagi pengguna untuk mengobrol langsung dengan pengguna aplikasi BirdyChat dan Haiket via chat pihak ketiga akan segera digulirkan di seluruh Eropa,” tulis Meta dalam postingan blognya, seperti dikutip dari TechCrunch, Minggu (16/11/2025).
“Ini menandai tonggak penting dalam kepatuhan Meta terhadap persyaratan interoperabilitas berdasarkan Digital Markets Act (DMA) yang diterapkan Uni Eropa,” imbuhnya.
Pengguna WhatsApp di Eropa yang sudah mengaktifkan integrasi pihak ketiga bisa berkirim pesan, gambar, pesan suara, video, dan file. Opsi untuk membuat grup dengan pengguna pihak ketiga akan diluncurkan setelah mitra aplikasi Meta siap untuk mendukungnya.
Fitur ini bersifat opsional, dan pengguna bisa mengaktifkan atau menonaktifkan chat pihak ketiga kapan saja. Dalam beberapa bulan ke depan, pengguna WhatsApp di Eropa akan melihat notifikasi di tab Settings yang menjelaskan opsi untuk terhubung dengan pengguna aplikasi chatting pihak ketiga.
Integrasi ini hanya berlaku di aplikasi Android dan iOS, sehingga tidak bisa digunakan di desktop, web, atau tablet. Keamanan dan privasi chat pengguna WhatsApp tetap dijaga enkripsi end-to-end karena aplikasi pihak ketiga harus menawarkan tingkat enkripsi yang sama seperti WhatsApp.
Meta mengatakan kemitraannya dengan BirdyChat dan Haiket adalah hasil kolaborasi selama tiga tahun dengan layanan berkirim pesan di Eropa dan Komisi Eropa untuk mengembangkan solusi chat pihak ketiga yang mematuhi persyaratan DMA.
Ke depannya, Meta juga mengatakan mereka akan terus memperluas integrasi WhatsApp dengan lebih banyak aplikasi, sebagaimana diwajibkan aturan DMA.
(vmp/rns)
/data/photo/2025/07/04/686731cca2390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
