Negara: Yordania

  • PDIP Yakin Pertemuan Megawati dan Prabowo Tinggal Tunggu Waktu, Bicarakan Tatanan Masa Depan

    PDIP Yakin Pertemuan Megawati dan Prabowo Tinggal Tunggu Waktu, Bicarakan Tatanan Masa Depan

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

    TRIBUNJAKARTA.COM, KEBON JERUK – Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat meyakini, pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto tinggal menunggu waktu.

    “Ya baik (hubungan Prabowo-Mega), jadi yang sabar ajalah. Tapi saya meyakini pasti keduanya suatu saat di waktu yang tepat akan bertemu,” ucapnya saat ditemui di kawasan Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (28/1/2025).

    “Apalagi, mendiskusikan persoalan-persoalan bangsa ke depan, tatanan masa depan, tukar pikiran, dan saya yakin itu akan terwujud,” sambungnya.

    Kedua tokoh bangsa ini disebut Djarot punya hubungan yang sudah terjalin sejak lama dan selama ini komunikasi antara Prabowo-Megawati juga berjalan baik.

    “Komunikasi di antara keduanya itu tidak pernah ada masalah, masing-masing saling menghormati satu sama lain dan sejarah hubungan antara keduanya sudah sangat panjang,” ujarnya.

    Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017 ini bahkan menyebut, hubungan keduanya sudah terjalin kuat saat Prabowo masih tinggal di Yordania dan Megawati menjabat sebagai Presiden ke-5 RI.

    Ia pun mengklaim ada peran Megawati di balik kepulangan Prabowo kali itu.

    “Pada saat pak Prabowo masih di Yordania, ibu (Megawati) waktu itu jadi presiden, dan beliau, Bu Mega yang ngasih pak Prabowo ke tanah air,” tuturnya.

    “Jadi saya yakin (pertemuan itu) akan terwujud dan itu baik untuk bangsa kita ini,” tambahnya menjelaskan.

    Meski demikian, Djarot memastikan pertemuan tersebut belum akan terjadi dalam waktu dekat ini.

    Pasalnya, saat ini Prabowo masih dalam kunjungan kerja ke India dan di sisi lain Megawati juga dalam waktu dekat akan melakukan perjalanan ke luar negari.

    “Bu Mega ada acara keluar negeri, bertemu dengan Paus di Vatikan. Kemudian beliau juga akan menerima gelar doktor honoris causa du salah satu universitas,” kata Djarot.

    “Jadi ya kita tunggu saja yang sabar ya, pasti ketemu ya,” tambahnya menjelaskan.

    Prabowo Kirim Anggrek hingga Vitamin untuk Megawati

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto sempat mengirimkan bunga anggrek untuk Megawati saat cucu Presiden pertama RI Soekarno itu ulang tahun beberapa waktu lalu.

    Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani bilang, anggrek tersebut dikirim Prabowo lantaran itu merupakan bunga kesukaan Megawati.

    “Pertanyaannya, kenapa anggrek? Memang bu Mega itu mencintai anggrek. Di antara banyak bunga yang disukai oleh beliau itu antara lain anggrek, favorit,” ucapnya di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1/2025).

    Tak hanya anggrek, Muzani juga menyebut, Prabowo turut mengirimkan vitamin untuk Megawati.

    Vitamin itu pun dibeli Prabowo saat perjalan dinas ke luar negeri.

    Selain Megawati, vitamin itu juga diberikan Prabowo untuk Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.

    “Dengan persoalan yang begitu kompleks, sehingga vitalitas, daya tahan itu menjadi sesuatu yang penting, imunitas. Karena itu, pak Prabowo menawarkan beberapa vitamin,” kata dia.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Dunia Kecam Ide Trump Relokasi Penduduk Gaza, Niat Busuk Singkirkan Warga Palestina dari Tanah Air Mereka

    Dunia Kecam Ide Trump Relokasi Penduduk Gaza, Niat Busuk Singkirkan Warga Palestina dari Tanah Air Mereka

    PIKIRAN RAKYAT – Pengamat Hak Asasi Manusia Euro-Med menyatakan keprihatinan mendalam atas proposal Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi kembali warga Gaza di Yordania dan Mesir.

    Donald Trump menggambarkan Gaza sebagai “situs pembongkaran”, dan mengatakan bahwa semua pihak harus membersihkan kantong Palestina serta merelokasi kembali warga Palestina di Yordania dan Mesir.

    Kelompok yang berbasis di Jenewa itu mengatakan bahwa pernyataan ini melanggar hukum internasional dengan melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.

    “Sangat memprihatinkan,” ucap Euro-Med dalam sebuah pernyataan.

    “Orang-orang Palestina, yang sudah menderita akibat dampak buruk dari upaya Israel untuk memusnahkan mereka, seharusnya tidak harus membayar harga lebih lanjut untuk genosida ini dengan dipindahkan secara paksa ke luar tanah air mereka,” katanya menambahkan.

    Mereka mengatakan bahwa Israel penjajah sebagai kekuatan pendudukan, adalah satu-satunya entitas yang harus bertanggung jawab moral dan hukum atas kejahatan yang telah dilakukannya di Jalur Gaza.

    “Membayar ganti rugi kepada Palestina, dan membangun kembali Jalur Gaza secepat mungkin,” ujar Euro-Med.

    Memperhatikan bahwa Konvensi Jenewa Keempat secara tegas melarang pemindahan paksa penduduk di bawah pendudukan, kelompok itu menekankan bahwa setiap rencana untuk melakukannya akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian ini.

    “Fasilitasi rencana ini juga akan melanggar hak rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut untuk tinggal di tanah mereka dan di tanah air mereka, hak yang dilindungi oleh hukum internasional, dan akan menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang,” tutur Euro-Med.

    Mereka menekankan bahwa sikap regional dan global yang menentang proposal Donald Trump untuk mendeportasi penduduk Jalur Gaza “mutlak diperlukan”, dan mendesak masyarakat internasional untuk sepenuhnya menegakkan prinsip-prinsip hukum internasional dan mengadopsi solusi yang menghormati hak-hak Palestina.

    Indonesia Tegas Menolak

    Kementerian Luar Negeri (Kemlu) membantah isu mengenai pemindahan warga Gaza dengan menyatakan pemerintah Republik Indonesia tidak pernah memiliki rencana untuk merelokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Indonesia.

    “Pemerintah RI tidak pernah memperoleh informasi apapun, dari siapapun, maupun rencana apapun terkait relokasi sebagian dari dua juta penduduk Gaza ke Indonesia sebagai salah satu bagian dari upaya rekonstruksi pasca konflik,” kata Kementerian Luar Negeri melalui keterangan resmi di Jakarta.

    Kemlu menegaskan bahwa pemerintah menghindari berspekulasi tentang isu tersebut tanpa adanya informasi yang lebih jelas.

    “Indonesia tetap tegas dengan posisi segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima,” ucapnya.

    Senada, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) juga dengan tegas menolak wacana dari tim Presiden Amerika Serikat Donald Trump, untuk merelokasi dua juta penduduk Gaza ke Indonesia. Hal itu dikatakan Sekretaris Umum (Sekum) PP Persis Ustaz Haris Muslim di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025.

    Ustaz Haris menilai, relokasi tersebut merupakan modus Donald Trump yang ingin mengusir warga Gaza. Merelokasi warga Gaza ke Indonesia merupakan modus Amerika yang seolah-olah sebagai pahlawan dan penyelamat warga Gaza.

    “Padahal semua itu intinya adalah modus, agar warga Palsetina dan Gaza keluar dari tanah-tanah kelahiran mereka,” ujarnya.

    Sekum Persis pun mempertanyakan, kalau warga Gaza direlokasi ke Indonesia, lantas Gaza mau dipakai oleh siapa. Ketika warga Gaza diusir dengan dalih relokasi, maka Gaza tidak lagi ada orang, sehingga menjadi kesempatan bagi Israel untuk melakukan okupasi pendudukan dan penguasaan di wilayah Gaza.

    Dia menegaskan, PP Persis sangat tegak lurus mendukung kemerdekaan rakyat Palestina serta mendukung agar warga Palestina bisa kembali ke tanah-tanah mereka.

    “Persis sangat istiqomah mendukung kemerdekaan rakyat Palestina,” katanya.

    Penentangan Liga Arab

    Liga Arab mengatakan bahwa upaya untuk mencabut rakyat Palestina dari tanah mereka, baik melalui pemukiman kembali, aneksasi atau perluasan permukiman.

    “Hal itu telah terbukti gagal di masa lalu,” ucap Liga Arab dalam sebuah pernyataan, Minggu 26 Januari 2025.

    “Menghindari prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan dan komitmen jangka panjang ini, yang telah mengumpulkan konsensus Arab dan internasional, hanya akan memperpanjang konflik dan membuat perdamaian semakin tidak dapat dicapai,” tuturnya.

    Liga Arab menegaskan bahwa upaya semacam itu ditolak, dan melanggar hukum internasional.

    “Memindahkan orang secara paksa dari tanah mereka hanya dapat digambarkan sebagai pembersihan etnis,” ujarnya.

    Liga Arab menekankan, fase saat ini membutuhkan upaya berkelanjutan dari semua pihak untuk memperkuat dan mempertahankan gencatan senjata sebagai pendahulu untuk segera memulai rekonstruksi Gaza dan mengatasi luka-luka rakyatnya, yang telah mengalami pembantaian brutal selama 15 bulan berturut-turut.

    “Infrastruktur Jalur Gaza telah mengalami kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah perang modern,” katanya.

    Liga Arab pun menyerukan semua negara yang percaya pada solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian untuk bekerja dengan rajin dan segera untuk memulai proses yang kredibel untuk mencapai solusi ini dan menerapkannya di lapangan sesegera mungkin.

    “Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan perdamaian bagi Palestina, Israel, dan semua orang di kawasan dan dunia,” ucapnya.

    Penolakan Yordania

    Yordania memperbarui penolakannya terhadap pemukiman kembali Palestina, setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan untuk “membersihkan” Jalur Gaza.

    “Semua berbicara tentang tanah air alternatif… tidak dapat diterima. Kami tidak menerimanya, kami belum menerimanya, dan kami akan terus menghadapinya dengan semua kemampuan kami,” tutur Menteri Luar Negeri, Ayman Safadi.

    “Yordania adalah untuk Yordania, Palestina adalah untuk Palestina, dan solusi untuk masalah Palestina ada di tanah Palestina,” katanya menambahkan, mengutip pernyataan Raja Abdullah II.

    Kritik dari Munich

    Kepala Konferensi Keamanan Munich juga mengkritik proposal Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, mencirikan rencana itu sebagai pelanggaran hukum internasional.

    “Proposal yang dibuat oleh Trump ini telah ditolak oleh semua orang di wilayah ini, jadi saya tidak melihat bagaimana ini bisa terbang jika Yordania dan Mesir menentangnya,” ujar Duta Besar Christoph Heusgen kepada sekelompok jurnalis internasional di Berlin.

    “Mereka mengatakan Gaza adalah rumah Palestina, dan mereka ingin tinggal di sana, dan mereka memiliki hak untuk tinggal di sana, karena ini sesuai dengan hukum internasional,” ucapnya menambahkan.

    Christoph Heusgen menunjukkan bahwa Gaza harus menjadi bagian dari negara Palestina di masa depan, melalui penyelesaian diplomatik.

    “Di sinilah perbatasan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan, dan saya pikir ini adalah sesuatu yang harus ditekankan dalam hal apa pun,” katanya.

    Slovenia Tak Terima

    Menteri Luar Negeri Slovenia mengkritik proposal Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, menggambarkan rencana itu sebagai “tidak dapat diterima.”

    “Posisi Slovenia benar-benar jelas, kami tidak setuju untuk pengusiran paksa,” ucap Tanja Fajon dalam pidatonya, Senin 27 Januari 2025.

    Menggarisbawahi bahwa Slovenia mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, dia mengatakan bahwa Palestina “memiliki hak” untuk berada di tanah mereka sendiri.

    “Segala jenis pemukiman paksa di Yordania atau Mesir, seperti yang telah berulang kali ditunjukkan kedua negara di masa lalu, sama sekali tidak dapat diterima,” kata Tanja Fajon.

    “Ini juga merupakan kasus pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan saya pikir kita harus mengambil sikap yang sangat kuat terhadap hal ini di Uni Eropa,” tuturnya menambahkan.

    Spanyol: Warga Gaza Harus Tetap Berada di Gaza

    Menteri Luar Negeri Spanyol turut menolak gagasan Donald Trump untuk “membersihkan” Gaza dan merelokasi penduduknya ke negara-negara Arab lainnya.

    “Posisi kami jelas: warga Gaza harus tetap berada di Gaza. Gaza adalah bagian dari negara Palestina masa depan, yang perlu dikendalikan oleh satu pemerintah,” kata Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares.

    “Sesegera mungkin, Gaza dan Tepi Barat harus diperintah oleh otoritas nasional Palestina tunggal,” ucapnya menambahkan.

    Inggris Tolak Usulan Kontroversial Trump

    Inggris menolak proposal kontroversial Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga.

    “Warga sipil Palestina harus dapat kembali dan membangun kembali rumah dan kehidupan mereka,” kata juru bicara Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.

    “Seperti yang dikatakan menteri luar negeri, bagi orang-orang Gaza, begitu banyak dari mereka telah kehilangan nyawa, rumah atau orang yang mereka cintai, 14 bulan terakhir konflik telah menjadi mimpi buruk yang hidup. Itulah mengapa Inggris terus ditekan untuk resolusi konflik di Gaza,” tuturnya menambahkan.

    Jerman: Penduduk Palestina Tak Bisa Diusir dari Gaza

    Jerman pada hari Senin menolak proposal Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza ke negara-negara terdekat – Mesir dan Yordania.

    Berbicara pada konferensi pers di Berlin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Christian Wagner mengatakan bahwa Jerman mempertahankan komitmennya terhadap konsensus internasional mengenai status Gaza.

    “Ada posisi bersama yang dibagikan oleh Uni Eropa, mitra Arab kami dan PBB, yang sangat jelas: Penduduk Palestina tidak dapat diusir dari Gaza, dan Gaza tidak boleh diduduki atau dimukimkan kembali secara permanen oleh Israel,” katanya.

    Christian Wagner menambahkan bahwa kelompok G7 dari ekonomi terkemuka dunia, termasuk AS, sejauh ini secara konsisten mendukung posisi ini dalam beberapa pernyataan bersama.

    “Pengusiran dari Gaza, dan mendirikan permukiman baru di sini tidak mungkin. Ini juga sesuatu yang kami jelaskan selama Pertemuan Menteri Luar Negeri G7 di Tokyo pada tahun 2023. Dalam hal ini, saya pikir posisi kami lebih dari jelas,” ujarnya.

    Christian Wagner  mencatat bahwa gagasan Donald Trump sudah ditolak oleh negara-negara di kawasan itu, dan menggarisbawahi bahwa fokus internasional tidak boleh tergelincir dari upaya berkelanjutan untuk gencatan senjata yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

    “Anda mungkin juga telah mencatat komentar yang dibuat oleh menteri luar negeri Mesir dan Yordania. Dalam hal ini, saya ingin menunjukkan bahwa bagi kami yang penting saat ini adalah implementasi perjanjian gencatan senjata,” tuturnya.

    Mesir: Palestina Tak Cuma Kelompok, tapi Bangsa!

    Parlemen Mesir menegaskan kembali penolakan atas rencana apa pun yang bertujuan untuk merelokasi rakyat Palestina dari tanah mereka, memperingatkan bahwa tindakan semacam itu menimbulkan “ancaman serius” bagi keamanan dan stabilitas regional.

    “Kami tidak dapat mengabaikan bahaya signifikan yang ditimbulkan oleh proposal yang diedarkan mengenai relokasi warga Palestina dari tanah mereka,” ucap Ketua Parlemen Hanafi Gebali.

    “Ide-ide ini sama sekali mengabaikan fakta yang mapan bahwa perjuangan Palestina bukan hanya masalah kependudukan atau perselisihan geografis, tetapi penyebab rakyat yang berjuang untuk hak-hak sah dan historis mereka,” ujarnya.

    “Semua orang harus menyadari bahwa rakyat Palestina bukan hanya kelompok yang mencari perlindungan. Mereka adalah bangsa dengan sejarah yang kaya, tanah suci, dan hak yang tidak dapat dicabut yang tidak dapat dihapus seiring waktu. Mereka tidak akan pernah melepaskan hak-hak ini, begitu pula bangsa Arab di hadapan mereka,” tutur Hanafi Gebali menambahkan.

    Ketua parlemen Mesir memperingatkan bahwa setiap proposal yang melewati hak-hak Palestina menimbulkan ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas regional.

    “Satu-satunya solusi untuk mencapai perdamaian abadi adalah menerapkan solusi dua negara, yang memastikan rakyat Palestina dapat mendirikan negara merdeka mereka di sepanjang perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sambil juga memastikan keamanan dan stabilitas seluruh wilayah,” kata Hanafi Gebali.

    “Mesir, yang telah menabur benih perdamaian di kawasan itu selama bertahun-tahun, menegaskan kembali hari ini bahwa mereka akan terus membela hak-hak rakyat Palestina dan dengan tegas menolak setiap upaya untuk melikuidasi perjuangan Palestina atau melanggar hak-hak rakyat besar ini,” ujarnya menambahkan.

    Warga Palestina: Tak Ada yang Bisa Paksa Kami Keluar dari Tanah Air!

    Kepresidenan Palestina juga menolak rencana yang bertujuan menciptakan “tanah air alternatif” bagi warga Palestina.

    “Proyek pemukiman kembali dan tanah air alternatif tidak dapat diterima dan hanya berfungsi untuk memperkuat ketidakstabilan dan kekacauan di wilayah tersebut,” ujar juru bicara kepresidenan Nabil Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan, Senin 27 Januari 2025.

    “Alternatifnya (opsi) adalah mencapai perdamaian yang adil berdasarkan legitimasi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab,” ucapnya menambahkan.

    Abu Rudeineh mengatakan bahwa kembalinya pengungsi Palestina ke Gaza utara mencerminkan keteguhan Palestina di tanah mereka.

    “Tidak ada yang bisa memaksa Palestina keluar dari tanah air mereka,” katanya.

    Nabil Abu Rudeineh pun menyerukan kepada pemerintah AS untuk mendukung solusi yang mengarah pada perdamaian dan stabilitas abadi bagi kawasan dan dunia.

    Senator AS: Trump Berniat Lakukan Pembersihan Etnis

    Senator AS Bernie Sanders pada hari Senin mengecam proposal Presiden Donald Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan merelokasi jutaan warga Palestina, menyebutnya “pembersihan etnis” dan kejahatan perang, mendesak semua orang Amerika untuk mengutuknya.

    “Ada nama untuk ini, pembersihan etnis, dan itu adalah kejahatan perang. Gagasan keterlaluan ini harus dikutuk oleh setiap orang Amerika,” katanya.

    PBB: Kami Menentang!

    PBB pada hari Senin mengatakan bahwa mereka menentang proposal Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina di luar Gaza.

    “Kami akan menentang rencana apa pun yang akan mengarah pada pengungsian paksa orang, atau akan mengarah pada segala jenis pembersihan etnis,” ucap juru bicara PBB Stephane Dujarric.

    Menanggapi pertanyaan tentang Tepi Barat yang diduduki menjadi Gaza baru di tengah meningkatnya serangan tentara Israel, dia mengaku prihatin.

    “Kami sangat prihatin dengan situasi yang memburuk di Tepi Barat. Kegiatan kekerasan yang tidak terkendali dari pemukim Israel terhadap penduduk sipil, penduduk Palestina di Tepi Barat,” kata Stephane Dujarric.

    Lebih lanjut, dia pun mendesak semua pihak untuk tidak “kehilangan fokus pada bagian lain” karena Gaza tetap menjadi fokus utama oleh semua pihak.

    Mengenai situasi terbaru di Tepi Barat yang diduduki, Stephane Dujarric menyampaikan peringatan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) atas memburuknya di Jenin dan kamp pengungsinya ketika operasi Israel penjajah yang sedang berlangsung oleh pasukan Israel penjajah memasuki hari ketujuh, yang mengakibatkan korban lebih lanjut dan penghancuran jalan dan infrastruktur.

    Dia mengingat pembunuhan seorang balita oleh Israel penjajah selama akhir pekan.

    “Sejak operasi di Jenin dimulai pada 21 Januari, 16 kematian telah dilaporkan,” kata Stephane Dujarric.

    “Sementara itu, hari ini, di kamp pengungsi Tulkarm, serangan udara dilaporkan menewaskan dua warga Palestina, meningkatkan kekhawatiran atas penggunaan kekuatan yang melebihi standar penegakan hukum,” tuturnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Anadolu.

    Stephane Dujarric juga mengingatkan bhawa Rumah sakit bukan target, dan harus dilindungi setiap saat. Pernyataan itu disampaikan ketika Israel penjajah mengepung Rumah Sakit Pemerintah Tulkarm.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Djarot Yakin Megawati dan Prabowo Akan Bertemu di Waktu yang Tepat
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 Januari 2025

    Djarot Yakin Megawati dan Prabowo Akan Bertemu di Waktu yang Tepat Megapolitan 28 Januari 2025

    Djarot Yakin Megawati dan Prabowo Akan Bertemu di Waktu yang Tepat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
    Djarot Saiful Hidayat
    meyakini
    Megawati Soekarnoputri
    dan Presiden
    Prabowo Subianto
    akan bertemu di waktu yang tepat.
    Djarot meminta publik bersabar untuk menunggu pertemuan antara dua tokoh bangsa itu.
    “Saya meyakini pasti beliau (Megawati dan Prabowo) suatu saat di waktu yang tepat akan bertemu, apalagi mendiskusikan persoalan-persoalan bangsa ke depan, tatanan masa depan, tukar pikiran. Saya yakin akan terwujud,” ucap Djarot kepada wartawan di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat, Selasa (28/1/2025).
    Djarot menilai hubungan baik antara Megawati dan Prabowo sudah terjalin sangat lama. Komunikasi antara keduanya selalu berjalan baik dan penuh rasa saling menghormati.
    “Kedua beliau (Megawati dan Prabowo) itu tidak pernah ada masalah, masing-masing saling menghormati satu sama lain dan sejarah hubungan antara kedua beliau sangat panjang,” ungkap Djarot.
    Djarot mengatakan, hubungan baik antara kedua tokoh bangsa itu sudah terjalin saat Prabowo masih di Yordania. Kala itu Megawati masih menjabat sebagai presiden.
    Bahkan, Djarot mengeklaim Megawati yang membantu Prabowo untuk bisa pulang ke Tanah Air.
    Berkaca dari hal itu, Djarot yakin pertemuan antara Ketua Umum PDI-P dan Ketua Umum Partai Gerindra itu akan segera terlaksana.
    Namun, saat ini Megawati masih berada di vatikan untuk bertemu Paus Fransiskus dan menerima gelar doktor honoris causa.
    “Jadi saya yakin akan terwujud dan itu baik untuk bangsa kita ini, tapi Bu Mega ada acara ke luar negeri bertemu sama Paus di Vatikan, kemudian beliau juga akan menerima gelar doktor honoris causa,” kata Djarot.
    Diberitakan sebelumnya, rencana
    pertemuan Megawati dan Prabowo
    kembali dibahas insan politik.
    Kabar rencana ini bergulir menjelang hari ulang tahun Megawati yang ke-78 pada 23 Januari 2025. Namun pada kenyataannya, tak ada pertemuan Megawati dan Prabowo di hari tersebut.
    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pertemuan antara Megawati dan Prabowo masih dalam tahap pengaturan jadwal.
    “(Pertemuan Megawati-Prabowo) sedang diatur waktunya,” ujar Prasetyo, di Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (23/1/2025).
    Sebab, pada hari ulang tahun Megawati, Prabowo diagendakan melakukan kunjungan kenegaraan ke India dan harus bertolak pada Kamis sore.
    Meski demikian, Prasetyo menyebut Prabowo telah mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan selamat ulang tahun kepada Megawati.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Djarot Yakin Megawati dan Prabowo Akan Bertemu Tukar Pikiran Diskusi Masalah Bangsa

    Djarot Yakin Megawati dan Prabowo Akan Bertemu Tukar Pikiran Diskusi Masalah Bangsa

    loading…

    Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat yakin bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Prabowo Subianto akan bertemu di waktu yang tepat. Foto/Muhammad Refi Sandi

    JAKARTA – Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat yakin bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Prabowo Subianto akan bertemu di waktu yang tepat. Namun, dia tak menjelaskan detail maksud waktu yang tepat tersebut.

    “Jadi yang sabar ajalah. Tapi saya meyakini pasti kedua beliau suatu saat di waktu yang tepat akan bertemu, apalagi mendiskusikan persoalan-persoalan bangsa ke depan, tatanan masa depan, tukar pikiran ya, saya yakin akan terwujud,” ujar Djarot saat ditemui di kawasan Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (28/1/2025).

    Djarot menambahkan hubungan Prabowo dan Megawati sudah panjang dan kerap berkomunikasi sehingga tidak pernah ada masalah antara keduanya. Dia mengatakan, antara Megawati dan Prabowo saling menghormati satu sama lain.

    “Dan sejarah hubungan antara kedua beliau sangat panjang. Bahkan pada saat Pak Prabowo masih di Yordania, ibu waktu jadi presiden, dan beliau Bu Mega mengkasih Pak Prabowo ke Tanah Air. Jadi saya yakin akan terwujud dan itu baik untuk bangsa kita ini,” ujarnya.

    Djarot mengatakan bahwa Megawati akan melakukan perjalanan ke luar negeri bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan. “Kemudian beliau juga akan menerima gelar doktor honoris causa di sebuah university, jadi ya kita tunggu aja yang sabar ya, pasti ketemu ya,” pungkasnya.

    (rca)

  • Hamas: Seruan AS Sejalan Rencana Israel, Terima Kasih Yordania-Mesir yang Tolak Tampung Warga Gaza – Halaman all

    Hamas: Seruan AS Sejalan Rencana Israel, Terima Kasih Yordania-Mesir yang Tolak Tampung Warga Gaza – Halaman all

    Hamas: Terima Kasih Yordania-Mesir yang Berani Tolak Saran AS untuk Tampung Warga Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas mengapresiasi posisi Yordania dan Mesir yang berani menolak permintaan Amerika Serikat (AS) terkait pengungsi Gaza yang terusir akibat agresi militer Israel.

    Sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump menyatakan kalau dia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania mengenai pemindahan orang-orang dari Jalur Gaza yang hancur ke negara-negara tetangga.

    Trump mengindikasikan kalau dia juga akan berbicara dengan Presiden Mesir mengenai hal tersebut.

    Yordania dan Mesir belakangan dilaporkan menolak permintaan Trump ini.

    “Mesir dan Yordania menolak menggusur warga Palestina atau mendorong pemindahan mereka dari tanah mereka, setelah perjanjian gencatan senjata yang berlangsung selama lebih dari 15 bulan,” tulis laporan Khaberni, Senin (27/1/2025).

    Terkait sikap dua negara tetangga Palestina tersebut, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan yang berbunyi:

    “Kami menghargai posisi sebenarnya dari Republik Arab Mesir dan Kerajaan Hashemite Yordania, yang menolak pengungsian rakyat Palestina atau mendorong pemindahan atau pencabutan tanah mereka dengan dalih atau pembenaran apa pun.”

    Hamas menambahkan, “Pada saat kami menegaskan kepatuhan rakyat Palestina terhadap tanah mereka dan penolakan mereka terhadap pengungsian dan deportasi, kami menyerukan kepada Liga Negara-negara Arab dan Organisasi Kerjasama Islam untuk menegaskan penolakan mereka terhadap segala bentuk pemindahan warga Palestina, rakyat Palestina kami, dan untuk mendukung hak nasional mereka untuk mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.”

    Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke Gaza utara untuk pertama kalinya sejak perang genosida Israel dimulai, pada Senin 27 Januari 2025. (tangkap layar/Presstv)

    Seruan AS Sejalan Rencana Israel

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem, terkait usulan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir, menyebut itu sebagai hal provokatif dan berbahaya.

    Seruan Trump ini, menurutnya, sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya, kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel.

    “Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel,” kata dia.

    Ia melanjutkan, “Usulan Trump tidak akan disetujui dan tidak akan diterima oleh warga Palestina mana pun.”

    Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri pada Minggu juga mengomentari usulan Presiden AS Donald Trump untuk “memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga,” dengan mengatakan, “Rakyat Gaza menanggung kematian sehingga mereka tidak akan meninggalkan tanah air mereka.”

    Abu Zuhri mengatakan dalam konferensi pers: “Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka, dan mereka tidak akan meninggalkannya karena alasan lain, jadi tidak perlu membuang waktu untuk proyek-proyek yang dicoba oleh Biden dan yang menyebabkan perang akan berkepanjangan.”

    Dia menambahkan: “Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghindari perjanjian tersebut tidak ada gunanya.”

    Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Yordania: Palestina untuk Palestina

    Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.

    Safadi menegaskan kembali sikap mengenai perjuangan Palestina itu, dengan mengatakan kalau “Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina”.

    Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, “Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.”

    “Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru dan mendukung upaya perdamaian di kawasan ini,” kata Safadi.

    Dia menambahkan kalau Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.

     “Soal Palestina harus diselesaikan dengan negara Palestina; di mana Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina.

    “Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan,” tegasnya.

    Sementara itu, Sigrid Kaag memuji peran penting Yordania dalam memberikan dan memfasilitasi pengiriman bantuan ke Gaza.

    “Ada kesempatan untuk mencapai solusi dua negara dan memberdayakan kedua belah pihak untuk mencapainya,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB, menambahkan bahwa mereka “berharap untuk melanjutkan kemitraan kemanusiaan kami dengan Yordania.”

     

    (oln/khbrn/anews/rntv/*)

     
     

  • Warga Palestina Tolak Keras Trump yang Ingin Bersihkan Gaza

    Warga Palestina Tolak Keras Trump yang Ingin Bersihkan Gaza

    Warga Palestina mengutuk keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bertujuan agar mereka diusir dari Jalur Gaza dan dikirim ke Mesir dan Yordania. Usulan tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran akan adanya pembersihan etnis.

    Dilansir Al Jazeera, Senin (27/1) sebelumnya, pada Sabtu (25/1) Trump mengatakan kepada wartawan bahwa sudah waktunya untuk “membersihkan” Jalur Gaza yang terkepung dan mendesak para pemimpin Yordania dan Mesir untuk menerima warga Palestina dari Gaza, baik untuk sementara ataupun permanen.

    Keesokan harinya, Minggu (26/1) rencana tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh para warga Palestina. Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA) yang bermarkas di Ramallah, Tepi Barat mengatakan proposal itu melanggar “garis merah”, ketika warga Gaza bersikeras bahwa mereka bakal tetap berada di wilayah pesisir tersebut.

    “Tak mungkin bagi orang untuk menerima hal ini,” kata warga Palestina Nafiz Halawa kepada Al Jazeera dari Nuseirat di Gaza tengah.

    “Yang lemah mungkin akan meninggalkan negaranya karena penderitaan yang mereka alami, tapi gagasan untuk meninggalkan negara kita itu benar-benar mustahil,” dia menambahkan.

    Warga Gaza lainnya, Elham Al-Shabli pun menolak gagasan tersebut. “Jika kami ingin pergi, kami telah melakukannya sejak lama. Perang genosida yang mereka lakukan tidak bakal menghasilkan apa-apa terhadap Palestina dan kami akan tetap bertahan apapun yang terjadi,” ungkap dia.

    Otoritas Palestina: Rencana Trump adalah pelanggaran terhadap “garis merah”

    Donald Trump (instagram.com/realdonaldtrump)

    Kemudian dalam sebuah pernyataan, Otoritas Palestina menyebut rencana Trump itu merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap “garis merah” yang sudah mereka peringatkan secara konsisten.

    “Kami menekankan bahwa rakyat Palestina tidak akan pernah meninggalkan tanah atau tempat suci mereka, dan kami tidak akan membiarkan terulangnya bencana (Nakba) tahun 1948 dan 1967. Rakyat kami akan tetap tabah dan tidak akan meninggalkan Tanah Air mereka,” kata Otoritas Palestina.

    Selain itu, mereka mendesak Trump untuk mempertahankan perjanjian gencatan senjata di Gaza, memastikan penarikan penuh pasukan Israel, menetapkan Otoritas Palestina sebagai badan pemerintahan di wilayah tersebut, dan memajukan upaya menuju pembentukan negara Palestina yang berdaulat.

    Senada dengan Otoritas Palestina, kelompok Palestina yang menguasai Gaza, Hamas mengatakan bahwa Pemerintah AS harus meninggalkan proposal yang sejalan dengan skema Israel dan bertentangan dengan hak-hak rakyat Palestina. Di mana telah menentang tindakan genosida paling keji dan pengungsian sejak Israel melancarkan perangnya di Gaza pada Oktober 2023.

    Adapun kelompok militan yang telah berjuang bersama Hamas di Gaza selama lebih dari 15 bulan, Jihad Islam Palestina (The Palestinian Islamic Jihad/PIJ), menyebut pernyataan Trump merupakan dorongan kejahatan perang.

    Yordania dan Mesir tolak usulan Trump

    ilustrasi Mesir (pexels.com/David McEachan)

    Pernyataan Trump juga tampaknya menarik perhatian dari Senator Senior AS Partai Republik, Lindsey Graham yang mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNN bahwa dia tidak menganggap gagasan tersebut terlalu praktis dan percaya bahwa negara-negara Arab di kawasan bakal menolaknya.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan bahwa prinsip-prinsip pihaknya tetap jelas dan mendukung warga Palestina untuk tetap tinggal di tanah mereka adalah posisi nasional yang tegas dan tidak berubah. Dia menambahkan, penolakan Yordania terhadap usulan Trump merupakan hal yang tegas dan penting untuk mencapai stabilitas serta perdamaian yang diinginkan semua orang.

    Dia pun menegaskan kembali bahwa penyelesaian masalah Palestina berada di tangan Palestina.

    “Yordania adalah untuk rakyat Yordania, dan Palestina adalah untuk rakyat Palestina,” kata Ayman dalam pernyataan persnya, Minggu (26/1) dikutip dari Middle East Monitor.

    Lanjut dia, mengikuti arahan kerajaan, Yordania bakal melanjutkan upayanya untuk memberikan bantuan sebanyak mungkin ke Gaza. Ayman pun menegaskan terdapat cita-cita Yordania untuk bekerja sama dengan Pemerintah AS untuk mencapai perdamaian di kawasan tersebut.

    Selain Yordania, Mesir juga menolak seruan Trump untuk memukimkan kembali warga Palestina di luar wilayah mereka.

    “Dukungan berkelanjutan Mesir terhadap ketahanan rakyat Palestina di Tanah Air mereka dan komitmen mereka terhadap hak-hak sah mereka di Tanah Air mereka, sesuai dengan hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional,” tegas Kementerian Luar Negeri Mesir dalam sebuah pernyataannya, dikutip Anadolu, Senin (27/1).

    Kemudian, pernyataan Trump juga dianggap Mesir sebagai ancaman terhadap stabilitas, peringatan akan meluasnya konflik regional, dan penghalang terhadap peluang perdamaian serta hidup berdampingan di antara masyarakat di kawasan.

    Mesir mendesak komunitas internasional untuk mengupayakan implementasi nyata dari solusi dua negara, meliputi pembentukan negara Palestina di seluruh wilayah nasionalnya dalam konteks persatuan Gaza dan Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur. Hal itu sesuai dengan resolusi legitimasi internasional dan perbatasan tanggal 4 Juni 1967 silam.

    “Mesir tidak dapat menjadi bagian dari solusi apa pun yang melibatkan pemindahan warga Palestina ke Sinai,” kata Kedutaan Besar (Kedubes) Mesir di Washington, mengutip opini yang diterbitkan oleh Duta Besar Mesir untuk AS Motaz Zahran di situs AS The Hill pada Oktober 2023 lalu.

    Israel cegah pengungsi Palestina kembali ke Gaza Utara

    ilustrasi israel (unsplash.com/Taylor Brandon)

    Untuk diketahui, pernyataan Trump soal rencana pemindahan paksa warga Palestina itu muncul sepekan sesudah mulai berlakunya perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza, dengan dua putaran pertukaran tawanan telah usai. Namun, ribuan warga Palestina menunggu di penghalang jalan pada Minggu (26/1) untuk kembali ke rumah mereka masing-masing di Gaza utara.

    Hal itu terjadi karena Israel menolak membuka titik persimpangan setelah menuduh Hamas melanggar perjanjian gencatan senjata. Israel menyebut akan membuka titik penyeberangan setelah PIJ membebaskan sandera warga sipil Israel bernama Arbel Yehud. Menurut Israel, berdasarkan perjanjian gencatan senjata, tawanan sipil harus dibebaskan sebelum tentara.

    Di sisi lain, PIJ mengatakan kepada Al Jazeera pada Minggu (26/1) bahwa Yehud bakal dibebaskan sebelum Sabtu (1/2) dengan imbalan 30 sandera Palestina dari Israel. Wakil Sekretaris Jenderal PIJ Mohammed Al-Hindi juga mengatakan kelompoknya menunggu tanggapan praktis dari para mediator soal bagaimana warga Palestina bakal diizinkan kembali ke rumah mereka di Gaza Utara.

    Hani Mahmoud dari Al Jazeera, melaporkan dari titik persimpangan di Jalan Al-Rasheed di Gaza dengan mengatakan bahwa tak ada tenda untuk menyediakan perlindungan bagi para pengungsi Palestina. “Tidak ada tempat bagi mereka di sini, tidak ada tenda,” ungkap dia.

    “Kebanyakan orang tinggal di sini karena mereka membongkar tendanya, mereka mengira setelah empat tawanan Israel dibebaskan, mereka akan bisa menyeberang ke bagian utara Jalur Gaza, sesuai kesepakatan. Tapi sepertinya mereka harus tidur di sini lagi malam ini,” tutur Mahmoud.

  • Kecaman Keras Palestina soal Rencana Trump Relokasi Warga Gaza

    Kecaman Keras Palestina soal Rencana Trump Relokasi Warga Gaza

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengusulkan untuk merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. Hal ini mendapat kecaman dari Presiden Palestina Mahmud Abbas.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (27/1/2025), tanpa menyebut nama pemimpin AS tersebut, Abbas “menyatakan penolakan dan kecaman keras terhadap proyek apa pun yang bertujuan untuk menggusur warga kami dari Jalur Gaza”. Warga Palestina pun “tidak akan meninggalkan tanah dan tempat-tempat suci mereka”.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kepresidenan Palestina, Abbas mengatakan: “Kami tidak akan membiarkan terulangnya bencana yang menimpa rakyat kami pada tahun 1948 dan 1967”. Bencana yang dimaksud dikenal warga Palestina sebagai Nakba atau “malapetaka”, ketika ratusan ribu orang mengungsi selama perang yang bertepatan dengan berdirinya Israel.

    Perang Arab-Israel tahun 1967, di mana Israel menaklukkan Gaza dan Tepi Barat, dikenal sebagai Naksa, atau “kemunduran”, dan menyebabkan beberapa ratus ribu orang lainnya mengungsi dari wilayah tersebut.

    Ilustrasi warga Gaza (Foto: REUTERS/Ammar Awad)

    Selain itu, Abbas juga menolak apa yang disebutnya “setiap kebijakan yang merusak persatuan tanah Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem timur”.

    Baca berita di halaman selanjutnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jihad Islam Palestina Sebut Trump Dukung Kejahatan Perang dengan Serukan Pembersihan Etnis Gaza – Halaman all

    Jihad Islam Palestina Sebut Trump Dukung Kejahatan Perang dengan Serukan Pembersihan Etnis Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Jihad Islam Palestina (PIJ) mengecam keras usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyerukan pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza ke Mesir dan Yordania.

    PIJ menilai pernyataan Trump sebagai bentuk dukungan terhadap “kejahatan perang” yang bertentangan dengan hak-hak rakyat Palestina dan memperburuk penderitaan mereka.

    Kelompok tersebut menyebut langkah tersebut sebagai bagian dari upaya pembersihan etnis, yang tidak hanya mengancam warga Gaza, tetapi juga menambah intensitas kekerasan yang telah berlangsung sejak Israel melancarkan perang di Gaza pada Oktober 2023.

    Usulan Trump langsung mendapat penolakan tegas dari berbagai pihak di Palestina, Al Jazeera melaporkan.

    Otoritas Palestina (PA) yang berpusat di Ramallah menyatakan bahwa rencana ini melanggar “garis merah” yang telah mereka tetapkan .

    PA menegaskan bahwa rakyat Palestina tidak akan meninggalkan tanah air mereka.

    Mereka menentang setiap upaya yang berupaya mengulang bencana besar seperti yang terjadi pada tahun 1948 dan 1967, yang dikenal sebagai Nakba, ketika banyak warga Palestina dipaksa mengungsi.

    Warga Gaza juga menolak keras ide tersebut.

    Banyak yang bersikeras bahwa mereka akan tetap tinggal di Gaza meskipun berada dalam kesulitan besar.

    Nafiz Halawa, seorang warga Gaza, menegaskan bahwa meskipun penderitaan yang mereka alami sangat besar, meninggalkan tanah air mereka adalah hal yang mustahil.

    Sementara itu, Elham al-Shabli menambahkan bahwa jika mereka benar-benar ingin meninggalkan Gaza, mereka sudah melakukannya sejak lama.

    “Perang genosida yang mereka lakukan tidak akan menghasilkan apa pun terhadap Palestina, dan kami akan tetap tinggal meskipun apa pun yang terjadi,” katanya.

    Hamas, yang memerintah Gaza, juga mengecam pernyataan Trump dan meminta Amerika Serikat untuk membatalkan proposal tersebut.

    Hamas menilai usulan ini sebagai bagian dari “skema” Israel yang bertujuan untuk menghilangkan hak-hak dasar rakyat Palestina.

    Negara-negara Arab juga menanggapi dengan penolakan yang tegas terhadap proposal ini.

    Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menegaskan bahwa negaranya tidak akan menerima pengungsian warga Palestina dan akan terus bekerja sama dengan pemerintahan Trump untuk memajukan pengakuan negara Palestina yang berdaulat.

    Situasi Terkini di Gaza dan Blokade Israel

    Komentar Trump ini muncul di tengah upaya untuk memperbarui gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang telah disetujui beberapa waktu sebelumnya.

    Ribuan warga Palestina yang terjebak di blokade jalan pada hari Minggu terhalang untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara.

    Israel menolak membuka titik penyeberangan dan menyalahkan Hamas karena melanggar kesepakatan gencatan senjata, sementara Jihad Islam Palestina menuntut agar warga Gaza dapat kembali ke rumah mereka.

    Warga Palestina yang terpaksa tinggal di titik persimpangan di Gaza tanpa tempat berteduh yang memadai, seperti yang dilaporkan oleh wartawan Al Jazeera, Hani Mahmoud.

    Mahmoud mengungkapkan bahwa tidak ada tenda yang disediakan untuk pengungsi, dan sebagian besar orang tinggal di sana karena mereka percaya bahwa setelah pertukaran tawanan, mereka akan diperbolehkan kembali ke Gaza utara.

    Mereka kini terpaksa tidur di tempat yang tidak layak, menunggu kejelasan mengenai kembalinya mereka.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Koridor Netzarim Dibuka, Israel Mulai Izinkan Pengungsi Palestina Kembali ke Gaza Utara – Halaman all

    Koridor Netzarim Dibuka, Israel Mulai Izinkan Pengungsi Palestina Kembali ke Gaza Utara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel per hari ini, Senin, (27/1/2025), mulai mengizinkan para pengungsi Palestina untuk kembali ke Gaza utara yang sudah hancur lebur oleh serangan Israel.

    Ribuan pengungsi Palestina dilaporkan menuju ke Gaza utara. Sebelumnya, mereka telah menunggu berhari-hari agar diizinkan ke sana.

    Wartawan Associated Press menyebut ada beberapa orang yang menyeberangi Koridor Netzarim setelah pukul 07.00 waktu setempat. Saat itu adalah jam pembukaan titik pemeriksaan.

    Israel akhirnya mengizinkan pengungsi kembali ke Gaza utara setelah ada penundaan selama dua hari.

    Penundaan itu dipicu oleh ketidaksepakatan antara Hamas dan Israel perihal pembebasan sandera. Israel menyebut Hamas telah mengubah urutan sandera yang akan dibebaskannya.

    Pada awal perang, Israel pernah mengevakuasi paksa warga Palestina di Gaza utara. Sekitar satu juta orang akhirnya mengungsi ke Gaza selatan dan tidak diizinkan kembali.

    Meski demikian, ada sebanyak ratusan ribu warga Palestina tetap bertahan di Gaza utara.

    Wanita Palestina berada di Gaza utara yang hancur karena serangan Israel. (Haaretz)

    Tempo hari Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut warga Palestina tak akan diizinkan kembali ke Gaza utara jika seorang warga Israel bernama Arbel Yehoud dibebaskan Hamas.

    Israel berkata Yehoud seharusnya sudah dibebaskan minggu lalu. Namun, seorang pejabat Hamas mengatakan Yehoud baru akan dibebaskan minggu berikutnya.

    Pada hari Sabtu lalu ada ratusan warga Palestina yang berkumpul di Wadi Gaza dan berharap bisa menuju ke Gaza utara. Wadi Gaza adalah wadi atau sungai yang menjadi batas Gaza utara dengan wilayah lainnya.

    “Saya menunggu izin [Israel] sehingga saya bisa mencari putra saya yang tewas dalam perang dan memberinya pemakaman yang layak,” kata salah satu pengungsi wanita Palestina, dikutip dari Euro News.

    Dalam perjanjian gencatan senjata, Israel diharuskan menarik militernya dari area padat penduduk dan mengizinkan warga Palestina kembali ke rumah masing-masing.

    Pembebasan sandera dan tahanan juga menjadi bagian dalam perjanjian gencatan.

    Pada tahap pertama yang berlangsung 6 minggu, Hamas akan membebaskan 33 warga Israel yang disanderanya. Di sisi lain, Israel akan membebaskan ratusan warga Palestina yang ditahan di penjara.

    Tahap kedua akan mengarah kepada penghentian perang di Gaza secara permanen. Pada tahap ini Hamas akan membebaskan sandera yang tersisa, sedangkan Israel akan melepaskan sekitar 1.000 warga Palestina yang ditahan.

    Di samping itu, pada tahap ini militer Israel akan menarik diri sepenuhnya dari Gaza.

    Adapun tahap ketiga atau yang terakhir adalah pembangunan kembali Gaza. Hamas akan menyerahkan jasad sandera yang meninggal.

    Rincian tahap dua dan ketiga akan dimatangkan saat tahap pertama berlangsung.

    Warga Palestina membawa barang-barang mereka saat berjalan kembali ke kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah penarikan sebagian pasukan Israel dari kota tersebut. (Quds News Network)

    Trump ingin pengungsi Gaza pindah ke Yordania dan Mesir

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya menerima lebih banyak pengungsi dari Jalur Gaza.

    Pemindahan pengungsi itu ditujukan untuk “sekadar membersihkan” area yang hancur lebur karena perang dan menciptakan awal yang baru.

    Di sisi lain, Yordania dan Mesir telah menolak usulan semacam itu dan menganggapnya sebagai ancaman. Kedua negara itu menyinggung Israel yang menolak untuk berkomitmen mengizinkan para pengungsi untuk kembali ke Gaza.

    The Times of Israel melaporkan banyak warga Palestina yang takut tidak akan bisa kembali ke Gaza. 

    Meski demikian, sejak perang di Gaza meletus 1,5 tahun lalu, sudah ada lebih dari 100.000 warga Gaza yang berhasil mengungsi ke Mesir.

    Mereka dilaporkan diminta membayar biaya sangat mahal agar bisa masuk wilayah Mesir. Selain itu, kebanyakan dari mereka tidak mendapat bantuan apa pun karena Mesir menolak mengakui mereka sebagai pengungsi.

    Gagasan tentang pemindahan sebagian pengungsi Gaza juga sudah diwacanakan oleh AS di bawah Presiden Joe Biden pada awal perang. Namun, Yordania dan Mesir langsung menolaknya mentah-mentah.

    Akan tetapi, AS yang kini dipimpin Trump kembali menggulirkan wacana pemindahan itu. Saat ini ada lebih dari 2 juta warga Palestina di Gaza.

    Saat diwawancarai wartawan di dalam pesawat Air Force One, Trump menyebut Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengaku sudah berbicara kepada Raja Yordania Abdullah II perihal masalah itu. Lalu, dia mengatakan akan bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sissi pada hari Minggu.

    Trump menceritakan sedikit percakapannya dengan Abdullah.

    “Saya akan senang jika Anda menerima lebih banyak [pengungsi] karena saya melihat seluruh wilayah Gaza saat ini, dan Gaza berantakan, Gaza benar-benar berantakan,” kata Trump kepada Abdullah.

    Ketika ditanya apakah pemindahan itu solusi sementara atau jangka panjang, Trump berkata, “Bisa keduanya.”

    “Kalian berbicara tentang mungkin sekitar 1,5 juta orang, dan kita sekadar membersihkan semua itu. Kalian tahu, selama berabad-abad ada banyak sekali, banyak, konflik di tempat itu. Dan saya tidak tahu, sesuatu harus terjadi.”

    “Secara harfiah, Gaza kini lokasi pembongkaran. Hampir segalanya dibongkar dan orang-orang di sana sekarat.”

    “Jadi, saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi berbeda, tempat mereka mungkin bisa tinggal damai, berbeda dengan biasanya.”

    (*)

  • Video: Wacana Trump Pindahkan Warga Gaza ke Mesir-Yordania

    Video: Wacana Trump Pindahkan Warga Gaza ke Mesir-Yordania

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengusulkan rencana pemindahan warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania. Usulan kontroversial ini sebelumnya ditolak oleh pemerintahan mantan Presiden Joe Biden.

    Simak informasi selengkapnya dalam Bell CNBC Indonesia (Senin, 27/01/2025) berikut ini.