Negara: Yordania

  • Workshop Pengembangan Bahasa Arab, Sinergi ARLIC dan IMLA untuk Masa Depan Bahasa Arab di Indonesia

    Workshop Pengembangan Bahasa Arab, Sinergi ARLIC dan IMLA untuk Masa Depan Bahasa Arab di Indonesia

    Liputan6.com, Jakarta – Arabic Lingual Center (ARLIC) bekerja sama dengan Ittihad Mudarrisi Al-Lughah Al-Arabiyah (IMLA) Indonesia sukses menyelenggarakan Workshop Pengembangan Bahasa Arab di Indonesia pada 27-28 Januari 2025 di Hotel Naraya Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dengan tema “Bersinergi dan Bekerjasama untuk Pengembangan Bahasa Arab di Indonesia”, acara ini menjadi momentum strategis untuk membangun kolaborasi yang lebih erat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab di tanah air.

    Acara dimulai pada Senin siang dengan sambutan selamat datang dari Andy Hadiyanto, perwakilan UNJ sekaligus tuan rumah kegiatan. Dalam sambutannya, Andy menegaskan komitmen UNJ untuk terus berpartisipasi aktif dalam mendukung pengembangan bahasa Arab di Indonesia. Ia juga mengapresiasi ARLIC dan IMLA atas kepercayaan mereka memilih UNJ sebagai tempat pelaksanaan workshop ini. Andy menyatakan bahwa UNJ akan terus berkontribusi aktif dalam memajukan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia melalui kolaborasi dan inovasi bersama.

    Direktur ARLIC, Alwi Shahab, memaparkan perjalanan ARLIC sejak 2019 yang telah aktif mengadakan berbagai kegiatan dan membangun jejaring kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk IMLA. Ia menekankan bahwa metode Al-Lisan Al-Umm menjadi salah satu upaya penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. 

    Untuk tahun 2025, Alwi menyampaikan bahwa ARLIC memiliki visi memperluas kegiatannya dengan memanfaatkan metode baru atau mengembangkan metode yang lebih relevan dengan kebutuhan lokal, khususnya dari aspek pengadaan dan konten pembelajaran. Dalam paparannya, ia juga menawarkan beberapa program, seperti kursus bahasa Arab, program imersi, bimbingan teknis (BIMTEK), pelatihan pelatih (Training of Trainers/TOT), pengembangan kurikulum, buku ajar, hingga pedoman pengajaran bahasa Arab. Program-program ini direncanakan untuk dilaksanakan di Indonesia maupun luar negeri, termasuk di Yordania, Mesir, Oman, Yaman, dan Maroko.

    Sementara itu, Ketua Umum IMLA Indonesia, Prof. Uril Bahruddin, menggambarkan hubungan antara ARLIC dan IMLA sebagai “sepasang suami istri yang tidak mungkin terpisahkan.” Menurutnya, IMLA dengan sumber daya manusia yang dimilikinya siap memberikan dukungan penuh terhadap program-program ARLIC untuk mengembalikan kemuliaan bahasa Arab di Indonesia. Prof. Uril menegaskan bahwa sinergi antara kedua organisasi ini merupakan langkah penting untuk memajukan pendidikan bahasa Arab secara berkelanjutan.

    Workshop yang berlangsung hingga Selasa, 28 Januari 2025, membahas secara detail bentuk kerja sama strategis antara ARLIC dan IMLA untuk tiga tahun ke depan (2025-2027).

    Diskusi ini menghasilkan kesepakatan penting yang dituangkan dalam penandatanganan adendum Memorandum of Understanding (MoU) dan dua Perjanjian Kerja Sama (PKS) teknis. PKS ini mencakup pengembangan program utama pembelajaran bahasa Arab dan sosialisasi produk-produk pembelajaran inovatif.

    Hasil workshop ini menyepakati sejumlah program unggulan, termasuk pelaksanaan Training of Trainers (TOT) untuk 100 kader anggota IMLA dari 10 daerah guna mencetak pelatih berkualitas yang dapat meningkatkan kapasitas pengajar di wilayah masing-masing. Selain itu, disepakati pula program BIMTEK untuk 1.000 pengajar bahasa Arab dari 10 wilayah, yang bertujuan memperkuat kompetensi mereka dalam mengaplikasikan metode pembelajaran inovatif. Tidak ketinggalan, ada program peningkatan kemampuan bahasa Arab melalui kegiatan imersi di negara-negara Timur Tengah seperti Yordania, Mesir, Oman, Yaman, dan Maroko, serta melalui pertukaran dosen dan mahasiswa, kemah bahasa Arab, dan kursus bahasa Arab.

    Workshop ini ditutup dengan optimisme dari kedua organisasi. Alwi Shahab menegaskan komitmen ARLIC untuk terus membuka ruang inovasi dalam metode pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. Ia menyatakan keyakinannya bahwa sinergi antara ARLIC dan IMLA akan membawa dampak signifikan bagi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. Prof. Uril Bahruddin juga menyampaikan bahwa dukungan penuh dari IMLA akan mempercepat terwujudnya tujuan bersama. Ia menegaskan bahwa program-program ini akan menjadi langkah nyata untuk mengembalikan kejayaan bahasa Arab di Indonesia.

    Workshop ini menciptakan pijakan strategis bagi ARLIC dan IMLA untuk memperkuat kolaborasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan semangat sinergi, kedua organisasi optimis mampu menghadirkan inovasi pendidikan bahasa Arab yang berkelanjutan.

  • Heboh Trump Setop Bantuan Kondom Senilai Rp813 M ke Gaza, Ini Faktanya

    Heboh Trump Setop Bantuan Kondom Senilai Rp813 M ke Gaza, Ini Faktanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeklaim bahwa pemerintahannya telah menghentikan alokasi US$50 juta atau sekitar Rp813 miliar ke Gaza untuk membeli kondom.

    Klaim ini disampaikan Trump selama upacara penandatanganan Undang-Undang Laken Riley pada Rabu (29/1/2025).

    Sebelumnya, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt telah membuat klaim serupa selama jumpa pers perdananya pada Selasa (28/1/2025). Ia menyatakan bahwa Departemen Efisiensi Pemerintah dan Kantor Manajemen dan Anggaran “menemukan bahwa ada sekitar US$50 juta pembayar pajak yang digunakan untuk mendanai kondom di Gaza.”

    Dia menyebut dugaan bantuan tersebut sebagai “pemborosan uang pembayar pajak yang tidak masuk akal.” Namun, tidak ada bukti kredibel yang mendukung klaim ini.

    Lalu bagaimana fakta sebenarnya?

    Mengutip Associated Press pada Kamis (30/1/2025), Trump dan juru bicaranya tampaknya merujuk pada dana hibah yang diberikan USAID kepada sebuah kelompok bernama International Medical Corps (IMC) senilai US$102,2 juta (Rp1,6 triliun) untuk menyediakan layanan medis dan trauma di Gaza.

    Departemen Luar Negeri sebelumnya pada Rabu menggambarkan hal ini sebagai contoh “pendanaan yang sangat besar” yang tidak sejalan dengan kepentingan Amerika atau kebijakan presiden.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce menulis hal serupa di X bahwa lembaga tersebut telah “mencegah pendanaan yang tidak dapat dibenarkan sebesar US$102 juta kepada seorang kontraktor di Gaza, termasuk uang untuk kontrasepsi” berkat penghentian sementara bantuan asing.

    Para pejabat mengatakan pemerintahan Trump menghentikan dua ember “bantuan” senilai US$50 juta untuk Gaza melalui International Medical Corps, yang meliputi: program keluarga berencana termasuk kontrasepsi darurat; perawatan kesehatan seksual termasuk pencegahan dan pengelolaan infeksi menular seksual (IMS); dan kesehatan seksual dan reproduksi remaja.

    Dana sebanyak US$100 juta untuk program-program ini termasuk kontrasepsi, menurut para pejabat yang menyebut bahwa kondom secara tradisional selalu digunakan untuk keluarga berencana di negara-negara berkembang oleh USAID.

    “Tidak ada dana pemerintah AS yang digunakan untuk pengadaan atau distribusi kondom, maupun penyediaan layanan keluarga berencana,” kata IMC.

    IMC mengatakan dalam siaran pers bahwa mereka telah menerima US$68.078.508 (Rp1,1 triliun) dari USAID untuk mendukung operasinya di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

    Mereka mengatakan sumber daya tersebut digunakan untuk mengoperasikan dua rumah sakit lapangan besar yang saat ini berlokasi di Gaza tengah-satu di Deir Al Balah dan satu di Al Zawaida.

    Kedua rumah sakit menawarkan total kapasitas gabungan lebih dari 250 tempat tidur, termasuk 20 di ruang gawat darurat dan 170 di departemen bedah. Fasilitas-fasilitas ini telah menyediakan perawatan medis 24 jam kepada sekitar 33.000 warga sipil per bulan.

    IMC mengatakan bahwa sejak Januari 2024, mereka telah menyediakan layanan kesehatan kepada lebih dari 383.000 warga sipil yang tidak memiliki akses lain ke layanan atau perawatan, termasuk melakukan sekitar 11.000 operasi.

    Menurut statistik yang disediakan oleh IMC, mereka juga membantu persalinan sekitar 5.000 bayi, menyaring 111.000 orang yang mengalami kekurangan gizi, merawat 2.767 orang yang mengalami kekurangan gizi akut, dan mendistribusikan suplemen mikronutrien kepada 36.000 orang.

    Presiden Refugees International Jeremy Konyndyk, yang mengawasi portofolio bantuan Covid-19 USAID untuk pemerintahan Joe Biden, membantah klaim Trump dan Leavitt pada Rabu di X.

    “USAID membeli kondom dengan harga sekitar US$0,05 per buah,” tulisnya. “US$50 juta sama dengan SATU MILIAR kondom. Yang terjadi di sini BUKAN satu miliar kondom untuk Gaza. Yang terjadi adalah para pria di DOGE tampaknya tidak dapat membaca lembar kerja pemerintah.”

    Sementara itu, laporan tahun anggaran 2023 USAID tentang pengiriman alat kontrasepsi dan kondom, mencatat bahwa hanya satu negara Timur Tengah, yakni Yordania, yang menerima pengiriman kecil alat suntik dan alat kontrasepsi oral senilai US$45.680 untuk program pemerintah saja. Ini adalah pengiriman pertama USAID ke Timur Tengah sejak tahun anggaran 2019.

    Laporan USAID dari tiga kuartal pertama tahun 2024 menunjukkan bahwa satu-satunya program keluarga berencana yang didanai oleh lembaga tersebut di Timur Tengah adalah di Yordania dan Yaman.

    (luc/luc)

  • Tepi Barat Bakal Jadi Gaza Selanjutnya? Israel Gencarkan Pembantaian, Banyak Korban Jiwa Berjatuhan

    Tepi Barat Bakal Jadi Gaza Selanjutnya? Israel Gencarkan Pembantaian, Banyak Korban Jiwa Berjatuhan

    PIKIRAN RAKYAT – Serangan udara Israel penjajah pada Rabu 29 Januari 2025 menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Aksi pembantaian itu terjadi dalam serangan yang diklaim militer Israel penjajah menargetkan militan bersenjata.

    Serangan udara itu terjadi di daerah Tubas, di Tepi Barat utara. Kekerasan di Tepi Barat telah melonjak sejak dimulainya genosida di Gaza.

    Ratusan warga Palestina telah tewas, banyak dari mereka bersenjata tapi juga termasuk pemuda pelempar batu atau warga sipil yang tidak terlibat. Selain itu, ribuan telah ditangkap oleh pasukan Israel penjajah.

    Tepi Barat, hamparan tanah berbentuk ginjal dengan panjang sekitar 100 km (62 mil), direbut oleh Israel penjajah dalam perang Timur Tengah 1967 dan dipandang oleh Palestina sebagai inti dari negara merdeka di masa depan, bersama dengan Gaza.

    Israel penjajah telah meningkatkan operasi di Tepi Barat sejak gencatan senjata di Gaza mulai berlaku pada 19 Januari 2025.

    Ledakkan Gudang dan Kelilingi Rumah Warga

    Operasi militer tentara Israel penjajah yang sedang berlangsung di daerah Jenin di Tepi Barat yang diduduki, diperluas ke Tulkarem empat hari lalu.

    Kantor berita Palestina Wafa melaporkan bahwa pasukan Israel penjajah telah meledakkan sebuah gudang di bawah sebuah bangunan tempat tinggal di lingkungan al-Wakala di kamp pengungsi Tulkarem.

    Kebakaran yang dihasilkan menyebar ke sebuah toko yang menjual tabung gas memasak, menyebabkan ledakan besar yang telah merusak beberapa rumah di dekatnya. Pasukan Israel penjajah telah mencegah kru penyelamat mencapai daerah itu untuk memadamkan api dan membantu keluarga yang mencoba mengungsi.

    Di kota Bir al-Basha, selatan Jenin, pasukan Israel penjajah juga telah mengepung sebuah rumah dan menuntut agar penghuninya menyerahkan diri.

    Israel Bakal Tetap di Jenin

    Pasukan Israel penjajah akan tetap berada di kamp pengungsi Jenin Palestina setelah serangan skala besar yang mereka luncurkan pekan lalu selesai.

    Ratusan tentara Israel penjajah yang didukung oleh helikopter, drone, dan kendaraan lapis baja telah bertempur baku tembak sporadis dengan militan Palestina sambil melakukan pencarian di jalan-jalan dan gang-gang untuk senjata dan peralatan.

    “Kamp pengungsi Jenin tidak akan seperti dulu,” ucap Menteri Pertahanan Israel penjajah, Katz saat berkunjung ke kamp pengungsi.

    “Setelah operasi selesai, pasukan IDF akan tetap berada di kamp untuk memastikan bahwa terorisme tidak kembali,” ujarnya menambahkan.

    Katz tidak memberikan rincian dan juru bicara militer menolak berkomentar.

    Sementara itu, Kementerian luar negeri Palestina mengutuk pernyataan “provokatif” Katz, dan menyerukan tekanan internasional terhadap Israel penjajah untuk menghentikan operasi tersebut, yang telah dikutuk oleh negara-negara termasuk Prancis dan Yordania.

    Pasukan Israel penjajah pergi ke Jenin segera setelah dimulainya gencatan senjata enam minggu di Gaza, dengan mengatakan bahwa itu bertujuan untuk menyerang kelompok-kelompok militan termasuk Hamas dan Jihad Islam, yang keduanya menerima dukungan dari Iran.

    Israel penjajah menganggap Tepi Barat sebagai salah satu bagian dari perang multi-front melawan kelompok-kelompok yang didukung Iran yang didirikan di sekitar perbatasannya, dari Gaza ke Lebanon dan termasuk Houthi di Yaman, dan mengalihkan perhatiannya ke daerah itu segera setelah penghentian pertempuran di Gaza.

    Sedikitnya 17 warga Palestina, termasuk enam anggota kelompok militan bersenjata dan seorang gadis berusia dua tahun, telah tewas di Jenin dan desa-desa sekitarnya selama operasi tersebut, menurut pejabat Palestina.

    Militer mengatakan bahwa pasukan telah membunuh sedikitnya 18 militan dan menahan 60 orang yang dicari, membongkar lebih dari 100 alat peledak dan merebut bengkel pembuatan senjata. Penyelidikan atas kematian gadis itu masih berlangsung.

    Di dalam kamp, puluhan rumah telah dihancurkan dan jalan-jalan telah digali oleh buldoser lapis baja khusus, mengusir ribuan orang dari rumah mereka. Air telah dipotong dan para pejabat Palestina mengatakan setidaknya 80% penduduk kamp telah dipaksa meninggalkan rumah mereka.

    “Ini menakutkan, ledakan, kebakaran, rumah-rumah yang dihancurkan,” kata Intisar Amalka, seorang penghuni kamp pengungsi yang mengatakan mobil keponakannya telah dihancurkan oleh buldoser Israel penjajah, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Presiden Palestina Puji Mesir yang Tolak Rencana Trump untuk Pindahkan Warga Gaza: Sangat Menghargai – Halaman all

    Presiden Palestina Puji Mesir yang Tolak Rencana Trump untuk Pindahkan Warga Gaza: Sangat Menghargai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi.

    Mahmoud Abbas memberi pujian karena Mesir menolak rencana pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza – seperti yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Mahmoud Abbas memuji pemimpin Mesir tersebut dalam sebuah surat menyusul komentar yang disampaikan oleh el-Sisi dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (29/1/2025).

    Ketika itu, el-Sisi mengatakan bahwa Mesir tidak akan mengambil bagian dalam pengusiran warga Palestina dari Gaza, yang menurutnya akan menjadi sebuah “ketidakadilan”.

    Atas sikap Mesir tersebut, Mahmoud Abbas mengatakan pihaknya sangat menghargai.

    “Kami sangat menghargai sikap tegas Mesir yang menolak pemindahan warga kami dari Gaza,” kata Abbas dalam surat tersebut, Kamis (30/1/2025), dilansir Al Jazeera.

    Abbas juga berterima kasih kepada el-Sisi karena “menentang ketidakadilan terhadap rakyat Palestina, dan menjunjung tinggi dukungan Mesir yang bersejarah dan tak tergoyahkan terhadap perjuangan Palestina”.

    Pada Minggu (26/1/2025), Presiden AS Donald Trump mengatakan dia ingin Mesir dan Yordania menerima warga Palestina dari Gaza.

    Trump mengatakan dia telah mengajukan permintaan tersebut kepada Raja Yordania Abdullah dan juga berencana menanyakannya kepada Presiden Mesir.

    Trump menggambarkan Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan seluruh tempat itu,” katanya, dikutip dari BBC.

    Trump menambahkan bahwa pemindahan itu “bisa bersifat sementara” atau “bisa bersifat jangka panjang”.

    Namun, baik Hamas maupun Otoritas Palestina mengecam usulan tersebut.

    Yordania dan Mesir juga menolak gagasan tersebut.

    Diketahui, Trump menyampaikan komentarnya tersebut saat berbicara kepada wartawan di dalam pesawat Air Force One.

    “Hampir semuanya hancur dan orang-orang sekarat di sana.”

    “Jadi saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi berbeda, di mana mungkin mereka bisa hidup dengan damai untuk perubahan,” katanya.

    Trump tidak memberikan perincian lebih jauh mengenai usulan tersebut, dan subjek tersebut tidak dirujuk dalam pernyataan resmi Gedung Putih.

    Saat ini, gencatan senjata sedang dipatuhi di Gaza setelah kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk menghentikan perang yang dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.

    Sekitar 1.200 orang tewas dan 251 orang dibawa ke Gaza sebagai sandera.

    Sebagian besar dari dua juta penduduk Gaza telah mengungsi dalam 15 bulan terakhir akibat perang, yang telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa sebelumnya memperkirakan bahwa 60 persen bangunan di seluruh Gaza telah rusak atau hancur, dan perlu waktu puluhan tahun untuk membangunnya kembali.

    PENGUNGSI PALESTINA – Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Selasa (28/1/2025) menunjukkan puluhan ribu warga Palestina yang mengungsi kembali ke Gaza utara, setelah 15 bulan perang Israel pada Senin (27/1/2025). (Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera English)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Serangan udara Israel menewaskan sebanyak 10 warga Palestina di kota Tammun, Tepi Barat yang diduduki, saat militer Israel mengintensifkan operasi di wilayah yang diduduki.

    Lebih dari 500.000 warga Palestina telah kembali ke Gaza utara di mana mereka menunggu Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan memasuki wilayah kantong itu.

    Larangan Israel terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Yerusalem Timur yang diduduki, Gaza dan Tepi Barat yang diduduki akan dimulai hari ini.

    Pertukaran tawanan ketiga dengan tahanan Palestina akan dilakukan hari ini sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Delapan tawanan yang ditahan di Gaza – tiga warga Israel dan lima warga Thailand – akan dibebaskan oleh Hamas, sementara 110 tahanan Palestina – 30 di antaranya berusia di bawah 18 tahun – akan dibebaskan oleh Israel.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan tentara Israel akan tetap berada di kamp pengungsi Jenin, yang telah menjadi sasaran operasi militer selama berminggu-minggu oleh pasukan keamanan Israel dan Otoritas Palestina, dan berjanji “tidak akan kembali seperti semula”.

    Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan delapan orang terluka dalam serangan Israel pada hari Rabu, meskipun ada perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.

    Serangan udara Israel telah menewaskan tiga warga negara Turki yang berusaha menyeberang secara ilegal dari Lebanon ke Israel, kata Kementerian Luar Negeri Turki.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 47.417 warga Palestina dan melukai 111.571 orang sejak 7 Oktober 2023.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Kasih Palestina Berhasil Salurkan Bantuan ke Pengungsi Palestina di Yordania dan Gaza

    Kasih Palestina Berhasil Salurkan Bantuan ke Pengungsi Palestina di Yordania dan Gaza

    loading…

    Lembaga kemanusiaan Kasih Palestina sukses menyelesaikan misi penyaluran bantuan kepada pengungsi Palestina di Yordania dan Gaza. Foto/Dok. SINDOnews

    JAKARTA – Lembaga kemanusiaan Kasih Palestina sukses menyelesaikan misi penyaluran bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Palestina di Yordania dan Gaza . Di kamp pengungsian Palestina di Yordania, bantuan yang diberikan meliputi hotmeal, sembako, jaket, dan selimut. Sementara itu, bantuan berupa tepung gandum telah berhasil dikirimkan ke Gaza untuk mendukung kebutuhan pangan masyarakat di wilayah tersebut.

    Tim Kasih Palestina kembali ke Indonesia pada 27 Januari 2025 setelah menjalankan misi selama sembilan hari. Mereka yakni Sopian Suprianto (CEO Kasih Palestina), Yeremia Purwadi Sastra (Chief Program Officer), Ai Hidayatunnajah (Staff Program Officer), dan S. Febrianti Patimah (Chief Fundraising Officer).

    “Kami bersyukur atas kelancaran misi ini. Bantuan yang kami salurkan diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan dukungan bagi para pengungsi Palestina yang menghadapi berbagai tantangan dalam situasi sulit ini,” kata Sopian Suprianto dalam siaran pers, Kamis (30/1/2025).

    Selain penyaluran bantuan, tim Kasih Palestina juga melakukan kunjungan strategis ke KBRI di Yordania, kantor UNRWA (United Nations Relief and Works Agency), serta bertemu dengan JHCO (Jordan Hashemite Charity Organization). Kunjungan ini bertujuan memperkuat sinergi kemanusiaan dan memastikan distribusi bantuan dilakukan secara tepat sasaran.

    Sebagai bagian dari misi kemanusiaan ini, tim juga menyalurkan bantuan kesehatan kepada penderita kanker asal Palestina yang dirawat di Jordan University Cancer Hospital. “Bantuan ini merupakan wujud kepedulian kami untuk meringankan beban pasien kanker Palestina. Kami ingin mereka merasakan bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi perjuangan ini,” ujarnya.

    Misi ini merupakan bagian dari program unggulan Kasih Palestina, yaitu “Selamatkan Palestina”. Meliputi berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi.

    Melalui program ini, Kasih Palestina terus bekerja sama dengan berbagai pihak, baik nasional maupun internasional, guna memberikan dampak positif yang berkelanjutan. Keberhasilan misi ini kembali memperkokoh peran Kasih Palestina sebagai lembaga kemanusiaan terpercaya yang senantiasa hadir memberikan solusi nyata bagi rakyat Palestina di tengah tantangan yang dihadapi.

    (poe)

  • Kemampuan Netanyahu Diragukan, Peneliti Senior Sebut Tak Ada Kemenangan Total dalam Perang Gaza – Halaman all

    Kemampuan Netanyahu Diragukan, Peneliti Senior Sebut Tak Ada Kemenangan Total dalam Perang Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sempat berjanji Israel akan meraih “kemenangan total” dalam perang di Gaza.

    Benjamin Netanyahu pun mengklaim akan membasmi Hamas dan membebaskan semua sandera.

    Namun, setelah gencatan senjata dengan kelompok militan itu, banyak warga Israel yang ragu.

    Peneliti senior di Institute for National Security Studies, lembaga pemikir di Tel Aviv, Ofer Shelah, menegaskan Hamas tidak hanya masih utuh, tetapi juga tidak ada jaminan semua sandera akan dibebaskan.

    Namun, kata Ofer Shelah, yang benar-benar menimbulkan keraguan tentang kemampuan Netanyahu untuk memenuhi janjinya adalah pemulangan ratusan ribu warga Palestina minggu ini ke rumah mereka di Gaza utara.

    Menurutnya, hal itu membuat Israel sulit untuk melancarkan kembali perangnya melawan Hamas jika kedua belah pihak gagal memperpanjang gencatan senjata melampaui fase awal enam minggu.

    “Tidak akan ada perang lagi,” kata Ofer Shelah, Kamis (30/1/2025), dikutip dari AP News.

    “Apa yang akan kita lakukan sekarang? Memindahkan penduduk ke selatan lagi?”

    “Tidak ada kemenangan total dalam perang ini,” tegasnya.

    Israel Akan Bebaskan 110 Tahanan Palestina

    Sementara itu, sebuah kelompok advokasi tahanan Palestina mengatakan otoritas Israel akan membebaskan 110 tahanan, termasuk 30 anak di bawah umur, pada hari Kamis.

    Pembebasan ini sebagai bagian dari pertukaran di bawah kesepakatan gencatan senjata Gaza yang disepakati dengan Hamas.

    “Besok (hari ini), 110 tahanan Palestina akan dibebaskan,” kata Klub Tahanan Palestina dalam sebuah pernyataan, mengacu pada pertukaran sandera dan tahanan ketiga di bawah gencatan senjata, yang dimulai pada 19 Januari, dilansir Arab News.

    Kelompok itu mengatakan, para tahanan diharapkan tiba di “daerah Radana Ramallah sekitar tengah hari.”

    Kelompok tersebut juga mengatakan, 30 tahanan berusia di bawah 18 tahun, 32 orang telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dan 48 lainnya menjalani hukuman penjara dengan durasi yang bervariasi.

    Mereka menambahkan, 20 tahanan yang akan dibebaskan akan dikirim ke pengasingan.

    Dalam dua pertukaran sebelumnya, tujuh sandera Israel dibebaskan oleh militan dengan imbalan 290 tahanan — hampir semuanya warga Palestina, kecuali satu warga Yordania.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, serangan udara Israel menewaskan sebanyak 10 warga Palestina di kota Tammun, Tepi Barat yang diduduki, saat militer Israel mengintensifkan operasi di wilayah yang diduduki.

    Lebih dari 500.000 warga Palestina telah kembali ke Gaza utara di mana mereka menunggu Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan memasuki wilayah kantong itu.

    Larangan Israel terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Yerusalem Timur yang diduduki, Gaza dan Tepi Barat yang diduduki akan dimulai hari ini.

    Pertukaran tawanan ketiga dengan tahanan Palestina akan dilakukan hari ini sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    SAPA PENDUDUK GAZA – Personel Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, menyapa penduduk Gaza yang kembali ke rumah mereka di Gaza Utara per Minggu (26/1/2025). Otoritas Israel akan membebaskan 110 tahanan, termasuk 30 anak di bawah umur. (khaberni/tangkap layar)

    Delapan tawanan yang ditahan di Gaza – tiga warga Israel dan lima warga Thailand – akan dibebaskan oleh Hamas, sementara 110 tahanan Palestina – 30 di antaranya berusia di bawah 18 tahun – akan dibebaskan oleh Israel.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan tentara Israel akan tetap berada di kamp pengungsi Jenin, yang telah menjadi sasaran operasi militer selama berminggu-minggu oleh pasukan keamanan Israel dan Otoritas Palestina, dan berjanji “tidak akan kembali seperti semula”.

    Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan delapan orang terluka dalam serangan Israel pada hari Rabu, meskipun ada perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.

    Serangan udara Israel telah menewaskan tiga warga negara Turki yang berusaha menyeberang secara ilegal dari Lebanon ke Israel, kata Kementerian Luar Negeri Turki.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 47.417 warga Palestina dan melukai 111.571 orang sejak 7 Oktober 2023.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Benarkah AS Habiskan Rp812 Miliar untuk Sediakan Kond*m di Gaza?

    Benarkah AS Habiskan Rp812 Miliar untuk Sediakan Kond*m di Gaza?

    GELORA.CO  – Pemerintah Amerika Serikat (AS) tengah disorot karena Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengklaim AS mengirimkan dana $50 juta atau Rp812 miliar demi penyediaan kondom di Jalur Gaza.

    Klaim itu disampaikan Leavitt saat konferensi, Selasa (28/1/2025). Awalnya, dia menyebut AS memangkas hampir semua bantuan untuk negara lain, kecuali Israel dan Mesir.

    Menurut Leavitt, Kementerian Efisiensi Pemerintahan (DOGE) yang dikepalai oleh Elon Musk menemukan data tentang alat kontrasepsi.

    “Bahwa ada sekitar $50 juta uang pajak yang dikeluarkan untuk mendanai kondom di Gaza,” katanya.

    “Tidak masuk akal, ini membuang-buang uang para pembayar pajak,” kata dia.

    Pernyataan Leavitt itu dibantah oleh Matthew Miller, mantan juru bicara Kementerian Luar negeri, melalui media sosial X.

    “Gedung Putih tak bisa membaca tabel sederhana tentang pengeluaran atau Gedung Putih sedang berbohong,” ujar Miller.

    Media AS meragukannya

    Media-media AS meragukan kebenaran klaim Leavitt tentang dana penyediaan kondom di Gaza.

    Kantor berita Associated Press menyebut tidak ada bukti nyata yang mendukung pernyataan itu.

    “Klaim: Pemerintah Trump menghentikan penyaluran dana $50 juta ke Gaza guna membeli kondom untuk Hamas,” kata media itu.

    “Faktanya: Sepertinya Trump dan juru bicaranya merujuk kepada dana hibah sebesar $102,2 yang diberikan USAID kepada kelompok yang disebut Korps Kesehatan Internasional untuk menyediakan layanan kesehatan dan penanganan trauma di Gaza.”

    Sementara itu, Kemenlu AS pada Rabu, menyebut penyaluran dana hibah itu merupakan contoh “pendanaan yang mengerikan” dan tidak sesuai kepentingan AS.

    Adapun sehari sebelumnya juru bicara Kemenlu AS, Tammy Bruce, mengatakan pihaknya telah mencegah keluarnya “dana $102 juta untuk pendanaan yang tidak dibenarkan kepada seorang kontraktor di Gaza, termasuk uang untuk kontrasepsi.”

    Menurut media itu, sebagian besar dana tersebut digunakan untuk mendanai rumah sakit darurat, pusat penanganan trauma, dan tenaga kesehatan untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.

    “Ini termasuk air, sanitasi, layanan kebersihan, layanan sebelum bersalin dan setelah bersalin.”

    “Jika kondom termasuk bagian dari komponen kesehatan, kondom itu akan mencapai hampir setengah dari dana hibah itu.”

    Bantahan juga disampaikan oleh Presiden Pengungsi Internasional, Jeremy Konyndyk, yang mengawasi bantuan USAID untuk penanganan Covid-19 pada masa pemerintahan Presiden AS Joe Biden.  

    “USAID mendapatkan kondom dengan harga sekitar $0,05 per buah,” kata Konydyk.

    “$50 juta akan menjadi satu miliar kondom. Apa yang tengah terjadi di sini BUKANLAH satu miliar kondom untuk Gaza. Tampaknya yang terjadi di sini adalah orang-orang di DOGE tidak bisa membaca dokumen pemerintah.”

    Menurut laporan keuangan USAID tahun 2023 tentang pengiriman kondom dan alat kontrasepsi lainnya, Yordania menjadi satu-satunya negara Timur Tengah yang mendapatkan kiriman kontrasepsi oral dan suntik bernilai $45.680 untuk program pemerintah saja.

    Pengiriman itu juga merupakan yang pertama kali dilakukan USAID ke Timur Tengah sejak 2019.

    Dengan menyatakan lima alasannya, CNN turut meragukan klaim Gedung Putih tentang kondom.

    Pertama, Gedung Putih tidak memberikan bukti pendukung.

    Kedua, selama tiga tahun sebelumnya di bawah Biden, USAID tidak mengeluarkan dana untuk penyediaan kondom di seluruh Timur Tengah.

    Ketiga, total kondom yang disalurkan USAID ke seluruh dunia jauh di bawah angka $50 juta.

    Keempat, Kemenlu AS tidak mengulang-ulang klaim Leavitt.

    Kelima, para pakar sudah meragukan atau membantah klaim Leavitt

  • Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nama Greenland menjadi sorotan belakangan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membidik untuk membelinya.

    Seiring dengan hal itu, Greenland disebut menjadi lokasi yang pas untuk ditinggali warga Israel seperti yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, belum lama ini.

    Demikian sebagai sindiran Araghchi sekaligus kepada Donald Trump yang sebelumnya menginginkan perpindahan warga Gaza, Palestina ke Mesir dan Yordania dengan dalih keamanan.

    Di sisi lain, jika usulan Araghchi menyarankan warga Israel pindah ke Greenland terjadi, maka jarak yang ditempuh tidaklah pendek.

    Jarak Israel ke Greenland sekitar 6.400 kilometer jauhnya, melewati Benua Eropa dari Asia untuk sampai ke sana.

    Kemudian jika dibandingkan, jarak tersebut sama seperti dari Yogyakarta (Jogja) sampai ke Kabul, Afghanistan.

    Itupun juga harus melewati beberapa negara besar, seperti India hingga Pakistan.

    Adapun dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah Greenland, dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban, “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran, dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.”

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, dikutip dari Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya, rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran mengusulkan pengusiran warga Israel ke Greenland sebagai solusi ketegangan di Gaza.

    Hal ini sekaligus untuk menyindir wacana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. 

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa , pemerintah Greenland dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban.

    “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran , dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.’” 

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan bahwa lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, mengutip Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan bahwa pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya bahwa rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan bahwa keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Surat Kabar Israel Tanggapi Rencana Trump untuk Pindahkan Warga Palestina ke Mesir atau Yordania – Halaman all

    Surat Kabar Israel Tanggapi Rencana Trump untuk Pindahkan Warga Palestina ke Mesir atau Yordania – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan bahwa lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, mengutip Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan bahwa pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya bahwa rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan bahwa keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    Pernyataan Trump Memicu Kebingungan

    Yordania sudah menjadi rumah bagi lebih dari dua juta pengungsi Palestina, dan Mesir, yang berbatasan dengan Gaza, telah memperingatkan tentang implikasi keamanan dari pemindahan sejumlah besar warga Palestina ke Semenanjung Sinai di Mesir.

    Saat ini, ada 5,8 juta pengungsi Palestina terdaftar yang tinggal di puluhan kamp di Tepi Barat, Jalur Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon.

    Sekitar 80 persen penduduk Gaza adalah pengungsi atau keturunan pengungsi yang mengungsi sejak Nakba tahun 1948, ketika Israel merebut 78 persen wilayah Palestina yang bersejarah.

    Di AS, bahkan beberapa anggota Partai Republik yang setia kepada Trump kesulitan memahami pernyataannya.

    “Saya benar-benar tidak tahu,” ujar Senator Lindsey Graham kepada CNN ketika ditanya apa yang dimaksud presiden dengan pernyataan “pembersihan” tersebut.

    “Gagasan bahwa semua warga Palestina akan pergi dan pergi ke tempat lain, menurut saya itu tidak terlalu praktis,” kata Graham.

    Ia menambahkan bahwa Trump harus terus berbicara dengan para pemimpin regional, termasuk Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan pejabat Emirat.

    Pemerintah Jerman juga menolak gagasan pemindahan massal warga Palestina.

    Pada hari Senin, juru bicara kementerian luar negeri Jerman mengatakan kepada wartawan di Berlin bahwa negaranya memiliki pandangan yang sama dengan Uni Eropa, mitra Arab, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Penduduk Palestina tidak boleh diusir dari Gaza dan Gaza tidak boleh diduduki secara permanen atau dijajah kembali oleh Israel, ujar juru bicara tersebut.

    Kanselir Jerman Olaf Scholz pun menyatakan hal yang serupa.

    Ia mengatakan bahwa pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza “tidak dapat diterima”.

    “Mengingat pernyataan publik baru-baru ini, saya katakan dengan sangat jelas bahwa rencana relokasi apa pun, gagasan bahwa warga Gaza akan diusir ke Mesir atau Yordania, tidak dapat diterima,” kata Scholz dalam sebuah acara balai kota di Berlin, Selasa (28/1/2025), mengutip The New Arab.

    Warga Palestina Menolak untuk Dipindahkan

    Sebelumnya pada hari Senin, puluhan ribu warga Palestina membanjiri ke Gaza utara, daerah kantong yang paling parah hancur.

    Massa menyatakan bahwa mereka tidak akan diusir dari tanah mereka.

    Sami Saleh, yang telah mengungsi beberapa kali, mengatakan kepada MEE bahwa meskipun menghadapi periode pengungsian yang sangat sulit selama setahun terakhir, ia gembira bisa kembali ke rumah.

    “Saya tidak akan menyembunyikan perasaan ini, dan saya tidak melebih-lebihkan ketika saya mengatakan ini: Saya ingin terbang ke utara… perasaan ini sudah ada sejak awal.”

    “Terlepas dari semua rasa sakit dan kesulitan, saya harus kembali ke utara apa pun yang terjadi, bahkan jika saya harus berjalan ke sana tanpa alas kaki,” katanya.

    Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas berlaku sejak 19 Januari 2025.

    Pemerintahan Trump menjanjikan “dukungan yang tak tergoyahkan” untuk Israel tetapi belum menguraikan strategi Timur Tengah yang lebih luas.

    Pada Sabtu, Trump mengonfirmasi bahwa dia telah memerintahkan Pentagon untuk menyetujui pengiriman bom seberat 2.000 pon (907 kg) ke Israel.

    Pengiriman ini sebelumnya ditangguhkan di bawah pemerintahan Joe Biden.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)