Negara: Yordania

  • Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan warga Palestina yang meninggalkan Jalur Gaza dalam rencana kontroversialnya tidak akan diizinkan kembali.

    “Kami akan membangun komunitas yang aman, sedikit jauh dari tempat mereka sekarang, dari semua bahaya ini. Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai proyek pengembangan real estat untuk masa depan, ini akan menjadi lahan yang indah,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox News yang ditayangkan pada Senin (10/2) dilansir ANTARA dari Anadolu.

    Ketika pewawancara menanyakan secara langsung apakah warga Palestina akan “memiliki hak untuk kembali,” Trump dengan tegas menjawab, “Tidak, mereka tidak akan, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen bagi mereka, karena jika mereka harus kembali sekarang, butuh bertahun-tahun sebelum bisa dihuni kembali,” kata Trump.

    “Saya berbicara tentang memulai pembangunan, dan saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Yordania, saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Mesir, Anda tahu, kami memberi mereka miliaran dolar setiap tahun,” katanya menambahkan.

    Trump mengumumkan proposalnya di tengah gencatan senjata yang menghentikan 15 bulan perang genosida Israel di Gaza.

    Rencananya mengambil alih Gaza telah mendapat penolakan luas di tingkat internasional, tetapi Trump bersikeras akan mewujudkannya.

    Dia berulang kali mengeklaim bahwa dia bisa memaksa Mesir dan Yordania untuk menampung pengungsi Palestina, klaim yang secara terbuka dibantah oleh kedua negara itu maupun oleh rakyat Palestina.

    Raja Yordania Abdullah II dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pekan ini.

    Rencana Trump memiliki kesamaan dengan proposal yang sebelumnya diajukan oleh menantunya, Jared Kushner, pada Maret 2024. Saat itu, mantan penasihat Trump itu menyebut properti di pesisir Gaza sebagai aset bernilai tinggi.

    “Properti di tepi laut Gaza bisa sangat berharga jika orang-orang fokus membangun mata pencaharian,” kata Kushner dalam wawancara di Universitas Harvard.

    “Situasi di sana memang agak menyedihkan, tetapi dari perspektif Israel, saya akan berusaha memindahkan penduduknya dan kemudian merapikannya.”

    Perang genosida Israel di Gaza telah menghancurkan wilayah tersebut, dengan setengah dari rumah-rumah hancur atau rusak, serta hampir 2 juta orang mengungsi dalam kondisi minim fasilitas sanitasi, pasokan medis, makanan, dan air bersih. Lebih dari 47.000 orang telah tewas.

    Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

  • Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali    
        Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Washington DC

    Tak habis-habis kontroversi yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kali ini, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai lokasi “pengembangan real estate untuk masa depan”, dan menegaskan warga Palestina tidak memiliki hak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan yang dilakukan AS.

    Trump menambahkan bahwa dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk warga Palestina yang direlokasi dari Jalur Gaza.

    Pernyataan kontroversial terbaru itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (11/2/2025), disampaikan Trump dalam wawancara dengan jurnalis Bret Baier dari Fox News Channel.

    Dalam wawancara tersebut, Trump kembali menegaskan bahwa “Saya akan memilikinya” yang merujuk pada Jalur Gaza, yang ditinggali oleh lebih dari dua juta warga Palestina yang kini dilanda perang. Dia juga menyebut ada enam lokasi berbeda bagi warga Palestina untuk tinggal di luar Jalur Gaza.

    Rencana relokasi warga Gaza dan rencana AS mengambil alih Gaza itu menuai penolakan dunia, terutama negara-negara Arab.

    Ketika ditanya apakah warga Palestina memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza yang hancur akibat perang, Trump menjawab dengan tegas: “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya sedang membahas soal membangun tempat permanen untuk mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, maka akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa melakukannya — tempat itu tidak layak huni,” kata Trump.

    Trump pertama kali mengungkapkan rencana kontroversial dan mengejutkan itu dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2) pekan lalu. Rencana itu memicu kemarahan warga Palestina dan ditolak dunia.

    Namun Trump terus menegaskan tuntutannya agar warga Palestina dipindahkan dari Jalur Gaza, yang hancur akibat perang Israel-Hamas, dan agar Mesir juga Yordania menampung warga Gaza yang direlokasi.

    Dalam wawancara dengan Fox News Channel, Trump mengatakan dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk lebih dari dua juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza.

    “Bisa ada lima, enam lokasi, bisa juga dua lokasi. Tapi kita akan membangun komunitas yang aman, agak jauh dari tempat mereka berada, tempat semua bahaya berada,” sebut Trump dalam pernyataannya.

    “Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai pengembangan real estate untuk masa depan, Itu akan menjadi sebidang tanah yang indah. Tidak ada banyak uang yang dikeluarkan,” ucapnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kembali berbicara mengenai pengusiran permanen warga Palestina dari di Jalur Gaza.

    Donald Trump menegaskan warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza di bawah rencananya untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Pernyataan itu muncul setelah Minggu (9/2/2025) lalu, Donald Trump mengungkapkan rencananya untuk membeli Jalur Gaza dan memiliki wilayah tersebut, menyusul rencana pengusiran warga Gaza yang ia sampaikan sebelumnya.

    Donald Trump mengatakan jika rencana tersebut berhasil, warga Palestina yang digusur dari Jalur Gaza tidak boleh kembali ke sana.

    “Tidak, mereka tidak akan kembali. Mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” kata Donald Trump kepada Fox News pada Senin (10/2/2025) saat ditanya apakah warga Palestina akan diizinkan untuk kembali ke Jalur Gaza.

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka (di luar Jalur Gaza),” tambahnya.

    Donald Trump Ingin Usir Warga Palestina dan Membeli Jalur Gaza

    Sebelumnya, Donald Trump menegaskan dia berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza, sebuah pernyataan yang disambut dengan kemarahan dan penolakan dari Palestina, negara-negara Arab, dan internasional.

    “Saya mungkin akan memberikan sebagian wilayahnya (Gaza) ke negara lain di Timur Tengah untuk dibangun,” kata Donald Trump kepada wartawan di Air Force One, Minggu (9/2/2025).

    Ia menjelaskan AS akan mengubah Jalur Gaza menjadi lokasi yang baik untuk pembangunan masa depan, sambil menekankan ia akan peduli pada warga Palestina dan memastikan mereka tidak akan terbunuh.

    Presiden AS mencatat ia akan mempertimbangkan kasus-kasus individual untuk mengizinkan pengungsi Palestina memasuki Amerika Serikat.

    Donald Trump menegaskan negara-negara di Timur Tengah akan menerima warga Palestina setelah negara-negara tersebut berbicara dengannya.

    Ancam Mesir dan Yordania

    Donald Trump mengancam Mesir dan Yordania jika kedua negara itu menolak untuk menerima warga Palestina dari Jalur Gaza dalam rencana penggusuran yang ia sampaikan sebelumnya.

    Berbicara kepada wartawan di Ruang Oval, Donald Trump pada hari Senin (10/2/2025) mengisyaratkan ia mungkin akan menahan bantuan AS ke Yordania dan Mesir jika mereka menolak permintaannya untuk menerima warga Palestina yang diusir dari Gaza.

    “Mesir dan Yordania akan menerima para pengungsi,” klaim Donald Trump.

    Sementara itu, Mesir dan Yordania telah menolak permintaan tersebut dengan mengatakan Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari negara Palestina dan warga Palestina di Jalur Gaza berhak tinggal di tanah mereka.

    Sekutu AS, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mendukung usulan Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memujinya sebagai ‘teman terbaik Israel’ di Gedung Putih.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Perang Arab Memanas! Hamas Ngamuk, Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Perang Arab Memanas! Hamas Ngamuk, Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi jazirah Arab kembali memanas. Sejumlah perkembangan terjadi di Timur Tengah, khususnya karena eskalasi Israel dan Palestina.

    Kemungkinan peperangan terjadi lagi kini mencuat setelah Israel melanggar gencatan senjata pasca kematian tiga warga Gaza, Minggu. Hamas menghentikan pembebasan sandera Israel di Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut, Senin, menunjuk Israel perlu memenuhi “kewajibannya”.

    “Pembebasan sandera berikutnya… yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Ubaida, dikutip AFP, Selasa (11/2/2025).

    “Pertukaran sandera-tahanan menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu lalu secara retroaktif,” ujarnya.

    Pernyataan tersebut dikeluarkan pula di tengah rencana bertemunya para negosiator perdamaian Gaza dalam beberapa hari mendatang di Qatar untuk membahas penerapan fase pertama gencatan senjata selama 42 hari, serta kemungkinan fase berikutnya yang belum diselesaikan. Pembicaraan tentang fase kedua dimaksudkan untuk memulai hari ke-16 gencatan senjata, tetapi Israel menolak untuk mengirim negosiatornya ke Doha untuk itu.

    Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengatakan pengumuman Hamas merupakan “pelanggaran total” terhadap perjanjian gencatan senjata. Ini, klaimnya menandakan bahwa pertempuran dapat dilanjutkan.

    “Saya telah menginstruksikan IDF (militer) untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk setiap kemungkinan skenario di Gaza,” kata Katz dalam sebuah pernyataan pernyataan.

    Militer Israel kemudian mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan “tingkat kesiapan” di sekitar Gaza. Termasuk memutuskan untuk memperkuat wilayah tersebut secara signifikan.

    Di sisi lain, kelompok Kampanye Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengatakan pada hari Senin bahwa mereka telah meminta bantuan dari negara-negara penengah untuk membantu memulihkan dan menerapkan kesepakatan yang ada secara efektif. Kementerian kesehatan di Gaza mengatakan perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 48.208 orang di wilayah tersebut.

    Trump Usir Warga Gaza Selamanya

    Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengindikasikan “pengusiran warga Palestina di Gaza selamanya”. Ia mengatakan warga Palestina tidak akan memiliki hak kembali ke Jalur Gaza berdasarkan usulannya untuk membangun kembali daerah kantong itu, meski bertentangan dengan ucapan pejabatnya sendiri, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, yang telah menyarankan warga Gaza hanya akan direlokasi sementara.

    Dalam kutipan wawancara Fox News yang dirilis pada hari Senin, Trump menambahkan bahwa ia pikir ia dapat membuat kesepakatan dengan Yordania dan Mesir untuk mengambil alih warga Palestina yang mengungsi. Ia mengatakan AS memberi kedua negara “miliaran dan miliaran dolar setahun”.

    Saat ditanya apakah warga Palestina akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, Trump mengatakan “Tidak, mereka tidak akan melakukannya karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik”. Ia menegaskan “Saya berbicara tentang membangun tempat permanen untuk mereka” seraya menambahkan bahwa “akan butuh waktu bertahun-tahun bagi Gaza untuk dapat dihuni lagi”.

    Dalam pengumuman mengejutkan pada tanggal 4 Februari setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Washington, Trump mengusulkan untuk memukimkan kembali 2,2 juta warga Palestina di Gaza. AS mengambil alih kendali daerah kantong tepi laut itu, membangunnya kembali menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Penduduk Gaza secara umum menolak setiap usulan untuk pindah dari jalur tersebut, seperti halnya Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Hamas yang mengelola Gaza. Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan pernyataan Trump bahwa warga Palestina tidak akan dapat kembali ke Gaza adalah “tidak bertanggung jawab”.

    (sef/sef)

  • Kenapa Presiden Amerika Serikat Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza

    Kenapa Presiden Amerika Serikat Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza

    TRIBUNJATENG.COM, WASHINGTON DC — Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Minggu (9/2), menyatakan komitmennya untuk membeli dan memiliki Gaza.

    Trump bahkan mengizinkan sebagian tanah di Jalur Gaza itu untuk dibangun kembali oleh negara-negara lain di Timur Tengah.

    “Saya berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza,” kata Trump kepada wartawan dari Air Force One dalam perjalanannya ke New Orleans untuk menghadiri kejuaraan National Football League Super Bowl, sebagaimana diberitakan Reuters, pada Senin (10/2).

    “Mengenai pembangunannya kembali, kami dapat memberikannya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk membangun sebagiannya, orang lain dapat melakukannya, melalui naungan kami.

    Namun, kami berkomitmen untuk memilikinya, mengambilnya, dan memastikan bahwa Hamas tidak kembali,” terang dia.

    Menurut Trump, di Gaza kini tidak bisa ditinggali lagi karena semuanya hancur dan nanti akan dibongkar.

    Oleh karena itu, Trump ingin membeli Gaza dan membangunnya. Trump juga mengatakan, ia terbuka terhadap kemungkinan mengizinkan beberapa pengungsi Palestina masuk ke Amerika Serikat, tetapi akan mempertimbangkan permintaan tersebut berdasarkan kasus per kasus.

    Ezzat El Rashq, anggota biro politik Hamas, mengecam pernyataan terbaru Trump tentang pembelian dan kepemilikan Gaza, kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

    “Gaza bukanlah properti yang bisa dijual dan dibeli. Itu adalah bagian integral dari tanah Palestina yang kami duduki dan Palestina akan menggagalkan rencana pemindahan,” kata Rashq.

    Trump telah berbicara tentang pemindahan permanen warga Palestina yang tinggal di Gaza dan akan menciptakan “Riviera Timur Tengah”.

    Minggu lalu, Trump melontarkan gagasan Amerika Serikat untuk mengambil alih Gaza dan terlibat dalam upaya pembangunan kembali besar-besaran.

    Pernyataannya tidak jelas tentang masa depan warga Palestina yang telah bertahan selama lebih dari setahun dibombardir oleh Israel sebagai tanggapan atas serangan Hamas, pada Oktober 2023.

    Namun tidak jelas di bawah otoritas apa Amerika Serikat akan mengeklaim Gaza.

    Teguran

    Pengumuman Trump langsung menuai teguran dari beberapa negara.

    Sebelumnya pada Minggu, Presiden Israel, Isaac Herzog mengatakan, Trump akan bertemu dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, meskipun ia tidak menyebutkan tanggal untuk pembicaraan tersebut.

    Komentar itu muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang proposal Trump yang baru-baru ini diungkapkan untuk mengambil alih dan membangun kembali Jalur Gaza.

    Herzog tidak mengatakan kapan atau di mana pertemuan itu akan berlangsung, dan ia juga tidak membahas mengenai isinya.

    Ia juga mencatat, Trump akan bertemu dengan Raja Yordania, Abdullah, dalam beberapa hari mendatang, yang telah dilaporkan oleh kantor berita negara Yordania.

    “Mereka adalah mitra yang harus didengarkan, mereka harus diajak berdiskusi. Kita harus menghargai perasaan mereka juga dan melihat bagaimana kita membangun rencana yang berkelanjutan untuk masa depan,” kata Herzog.

    Meski demikian, Arab Saudi telah dengan tegas menolak rencana Trump mengenai Gaza, seperti yang telah dilakukan oleh banyak pemimpin dunia.

    Sementara itu, Raja Yordania, Abdullah, berencana untuk memberi tahu Trump selama pertemuan mereka yang direncanakan, pada 11 Februari, di Washington bahwa usulan tersebut adalah upaya radikalisme yang akan menyebarkan kekacauan di Timur Tengah. (kps/rtr/Tribunnews)

  • Terkuak Alasan Sebenarnya Trump Mau Caplok Gaza, Incar Harta Karun Ini

    Terkuak Alasan Sebenarnya Trump Mau Caplok Gaza, Incar Harta Karun Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana mengambil alih Gaza dan membangunnya menjadi ‘Riviera Timur Tengah’. Para pakar pun ramai buka suara terkait rencana Trump.

    Ide tersebut telah memecah belah para pakar, dengan beberapa menyebutnya sebagai “ide terburuk” yang “tidak berhasil,” sementara yang lain berpendapat bahwa rencana tersebut merupakan “taktik negosiasi yang cerdas.”

    Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa rencana tersebut merupakan kedok untuk kebijakan energi. Asia Times minggu lalu menulis bahwa rencana Trump “hanya tentang gas alam,” sementara kolumnis energi dan komoditas Bloomberg Javier Blas menyindir bahwa ia menunggu “pernyataan pertama yang mengerikan yang mengklaim bahwa Presiden Trump mengincar gas alam Gaza.”

    Beberapa pihak berpendapat bahwa tujuan jangka panjang Trump adalah menguasai Gaza untuk memperoleh akses ke gas alam di Gaza Marine Field. Sebagai informasi, Gaza mengklaim sebagian wilayah bawah laut dengan cadangan gas alam sekitar 1 triliun kaki kubik gas alam, yang cukup untuk memasok listrik ke wilayah Palestina dengan potensi tambahan untuk diekspor.

    Namun, Brenda Shaffer, pakar energi di Foundation for Defense of Democracies (FDD) dan Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut AS, mengatakan bahwa pekerjaan yang diperlukan tidak akan sepadan dengan hasilnya.

    “Dari 1 triliun kaki kubik gas alam, itu bukan gas yang banyak. Saya tahu kedengarannya banyak, satu triliun, tetapi jika Anda mencari tahu berapa banyak yang dikonsumsi AS dalam sehari…itu sangat kecil,” kata Shaffer, seperti dikutip Newsweek pada Senin (10/2/2025).

    Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan bahwa pada tahun 2023 AS mengonsumsi sekitar 376 juta galon bensin motor jadi per hari-sekitar 8,94 juta barel per hari.

    AS hingga akhir tahun 2022 memiliki total cadangan gas terbukti sekitar 691 triliun kaki kubik, menjadikan 1 triliun kaki kubik dari Gaza sebagai setetes air di lautan bagi AS, sementara itu akan terbukti mengubah hidup bagi Gaza sendiri.

    “Yang bagus dari Lapangan Laut Gaza adalah dapat menyediakan listrik untuk Gaza selama sekitar 10 hingga 15 tahun,” kata Shaffer.

    “Itu bisa menjadi sumber gas-Mesir mengalami semacam krisis gas sistemik yang telah berlangsung selama beberapa tahun. Itu dapat menyediakan beberapa volume tambahan ke Mesir dengan cukup cepat, tetapi akan ada masalah keuangan, karena untuk mengembangkan lapangan lepas pantai, dibutuhkan banyak uang, dan pertanyaannya adalah: Siapa yang akan membayarnya?” tanyanya.

    Shaffer menambahkan bahwa mengembangkan area tersebut akan membantu Israel dalam jangka panjang karena akan meringankan beban Israel untuk membantu memasok energi ke Gaza. Sebelum perang, sekitar setengah dari listrik Gaza berasal dari Israel, menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS).

    “Pada dasarnya, pembangunan Gaza Marine Field juga akan membantu Israel, karena dapat membebaskannya dari kewajiban memberikan listrik gratis ke Jalur Gaza,” kata Shaffer.

    Minggu lalu, Trump mengusulkan agar AS dapat mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi penduduk Palestina ke negara tetangga Mesir atau Yordania. Ia mengatakan akan mempertimbangkan untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah,” yang akan melibatkan penghapusan ancaman kelompok militan Hamas dan membawa stabilitas ke wilayah tersebut di tengah perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung.

    Namun, sekutu Timur Tengah telah menolak mentah-mentah rencana Trump, tetapi presiden tetap berkomitmen terhadap rencana tersebut.

    (luc/luc)

  • Pejabat Palestina Tanggapi Tuduhan Netanyahu terhadap Mesir: Masalah Terletak pada Pendudukan Israel – Halaman all

    Pejabat Palestina Tanggapi Tuduhan Netanyahu terhadap Mesir: Masalah Terletak pada Pendudukan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat senior Palestina mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu soal Mesir, Senin (10/2/2025).

    Netanyahu menuduh Mesir menghalangi warga Palestina yang akan meninggalkan Jalur Gaza.

    Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hussein Al-Sheikh mengatakan, tuduhan Netanyahu tersebut menyesatkan Mesir dan tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya.

    Dengan tegas, Al-Sheikh mengatakan bahwa masalah utama di Gaza adalah pendudukan Israel. 

    “Tuduhan Netanyahu terhadap Republik Arab Mesir menyesatkan dan memutarbalikkan kebenaran bahwa masalahnya terletak pada pendudukan Israel dan pengepungannya terhadap rakyat Palestina, bukan di Mesir,” kata Hussein Al-Sheikh melalui X, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Tidak hanya itu, Al-Sheikh menegaskan bahwa Mesir telah banyak membantu Palestina selama ini.

    Mulai dari politik, material, maupun moral.

    Menurutnya, apa yang dilakukan Mesir dalam usulan pengusiran warga Palestina dari Gaza adalah langkah yang tepat dan terhormat.

    “(Mesir) telah mengambil sikap terhormat dalam mencegah pengusiran rakyat Palestina dari tanah air mereka dan telah mendukung keteguhan dan ketekunan mereka di tanah mereka. Salam untuk Mesir, para pemimpinnya, dan rakyatnya,” tambahnya.

    Sebelumnya, Netanyahu dalam wawancara dengan Fox News pada Sabtu (8/2/2025) menuduh Mesir telah menghalangi warga Palestina meninggalkan Gaza.

    “Sudah saatnya bagi Mesir untuk memberikan kesempatan kepada warga Palestina untuk meninggalkan Gaza dan menekankan perlunya mencari negara “alternatif” bagi mereka,” klaim Netanyahu, dikutip dari Middle East Monitor.

    Tidak hanya itu, ia juga menganggap Mesir telah menjadikan Jalur Gaza sebagai ‘penjara terbuka’.

    “Dulu ada yang menuduh kami mengubah Gaza menjadi penjara besar, tapi sekarang mereka menolak gagasan (Presiden AS) Trump untuk mengeluarkan mereka dari penjara ini,” katanya.

    Namun tuduhan tersebut dibantah keras oleh Mesir.

    Kementerian Luar Negeri Mesir menolak klaim Netanyahu, dengan menyatakan mereka mengabaikan upaya bantuan Mesir yang sedang berlangsung, termasuk pengiriman lebih dari 5.000 truk bantuan kemanusiaan sejak gencatan senjata terakhir.

    Mesir juga mengatakan bahwa Netanyahu sengaja mengalihkan perhatian dari ‘pelanggaran berat’ yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina.

    Selain itu, Mesir juga dengan tegas menolak upaya pemindahan warga Palestina dari Gaza ke Mesir, Yordania atau Arab Saudi.

    Mereka menegaskan akan tetap mendukung warga Gaza sampai kapanpun.

    “Mesir menyatakan solidaritas penuh dengan rakyat Gaza yang berani mempertahankan tanah mereka dan memperjuangkan tujuan mereka yang adil dan sah meskipun mereka mengalami semua kekejaman,” kata pernyataan itu, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Mesir menggarisbawahi bahwa pihaknya akan tetap mengikuti prinsip Arab dalam membela rakyat Palestina.

    “Mesir tetap berkomitmen pada posisi yang telah ditetapkan dan prinsip-prinsip Arab, dengan menekankan hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka di perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” tegasnya.

    Sebagai informasi, tuduhan Netanyahu ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan.

    Terutama setelah beberapa pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump, mengisyaratkan rencana pemindahan warga Palestina dan pembangunan kembali Gaza di bawah kendali pihak asing. 

    Usulan ini telah menuai kecaman dari banyak negara, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, serta negara-negara Arab.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Netanyahu dan Konflik Palestina vs Israel

  • Bantu Palestina, BAZNAS RI dan Rabbani luncurkan Sedekah Penjualan Produk

    Bantu Palestina, BAZNAS RI dan Rabbani luncurkan Sedekah Penjualan Produk

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Bantu Palestina, BAZNAS RI dan Rabbani luncurkan Sedekah Penjualan Produk
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 10 Februari 2025 – 14:05 WIB

    Elshinta.com – Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI bersama Rabbani (CV Rabbani Asysa) meluncurkan Sedekah Penjualan Produk selama periode Februari-Maret 2025 untuk membantu masyarakat Palestina.

    Adapun kolaborasi Program Sedekah Penjualan Produk ini, 25 persen dari hasil penjualan atas produk Sarung Palestine Style oleh Rabbani akan disalurkan melalui BAZNAS untuk program Membasuh Luka Palestina.

    Peluncuran program tersebut diselenggarakan di Gedung BAZNAS RI, Jumat (7/2/2025). Hadir Sekretaris Utama BAZNAS RI Subhan Cholid, Lc, MA, serta perwakilan Rabbani Muhammad Iqbal Anshary, beserta jajaran.

    Sekretaris Utama BAZNAS RI Subhan Cholid, Lc, MA, menyambut baik atas program kolaborasi BAZNAS bersama Rabbani sebagai upaya mendukung dan membantu masyarakat Palestina.

    “Program ini merupakan inovasi BAZNAS dalam menghimpun Zakat, Infak, Sedekah (ZIS) agar mampu memberikan manfaat untuk masyarakat Palestina,” kata Cholid.

    Dengan peluncuran Program Sedekah Penjualan Produk ini, Cholid berharap dapat memotivasi lebih banyak masyarakat untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat Palestina.

    “Saat ini BAZNAS terus berupaya mengirimkan bantuan untuk masyarakat Palestina melalui mitra-mitra BAZNAS yang ada di Mesir dan di Yordania. BAZNAS juga terus berupaya maksimal agar bantuan dapat disalurkan secara tepat sasaran,” ucapnya.

    Cholid menambahkan, tidak hanya bantuan pada masa darurat, BAZNAS juga berencana mendukung rekonstruksi di Palestina dengan membangun Rumah Sakit Indonesia, Masjid, dan Sekolah.

    “Semoga program kolaborasi dengan Rabbani ini juga mampu meningkatkan semangat masyarakat untuk terus mendukung saudara-saudara kita di Palestina, mudah-mudahan apa yang kita lakukan saat ini mendapat berkah dari Allah Swt,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan Rabbani Muhammad Iqbal Anshary mengucapkan, “Alhamdulillah kami Rabbani dengan BAZNAS mengajak seluruh donatur untuk bisa berbelanja sambil berdonasi untuk Palestina dengan menggunakan kode program PLSTN-BAZNAS. Produknya berupa sarung Palestine Style, nantinya dari penjualan itu 25 persennya didonasikan untuk masyarakat Palestina.”

    Iqbal juga mengucapkan terima kasih, serta berharap peluncuran Program Sedekah Penjualan Produk ini dapat memberikan kemaslahatan bagi BAZNAS, Rabbani, juga nantinya memberi manfaat bagi masyarakat Palestina.

    Sumber : Elshinta.Com

  • Mesir Akan Gelar KTT Arab Bahas Perkembangan Serius Terkait Palestina

    Mesir Akan Gelar KTT Arab Bahas Perkembangan Serius Terkait Palestina

    Jakarta

    Mesir akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak atau KTT negara-negara Arab pada 27 Februari mendatang untuk membahas “perkembangan serius terbaru” terkait Palestina.

    Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan, “pertemuan puncak darurat Arab” itu akan diadakan seiring Mesir menggalang dukungan regional untuk menentang rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke Mesir dan Yordania, sambil membangun kendali AS atas wilayah pesisir itu.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (10/2/2025), dalam pernyataan yang dirilis pada hari Minggu (9/2) waktu setempat itu, disebutkan bahwa pertemuan itu akan diadakan “setelah konsultasi ekstensif oleh Mesir di tingkat tertinggi dengan negara-negara Arab dalam beberapa hari terakhir, termasuk Palestina, yang meminta pertemuan puncak itu, untuk membahas perkembangan serius terbaru terkait masalah Palestina.”

    Itu termasuk koordinasi dengan Bahrain, yang saat ini menjadi ketua Liga Arab, kata pernyataan itu.

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty berbicara dengan mitra-mitra regional termasuk Yordania, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab untuk memperkuat penolakan atas pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka.

    Minggu lalu, Trump melontarkan gagasan kendali pemerintahan AS atas Gaza, mengusulkan membangun kembali wilayah yang hancur akibat perang itu menjadi “Riviera Timur Tengah” setelah memukimkan kembali warga Palestina di tempat lain, yaitu Mesir dan Yordania.

    Pernyataan itu telah memicu reaksi keras global, dan negara-negara Arab dengan tegas menolak usulan itu. Mereka bersikeras pada solusi dua negara dengan negara Palestina yang merdeka di samping Israel.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Apa yang Terjadi jika AS Nekat Serbu dan Duduki Gaza? Pakar Ungkap Prediksinya – Halaman all

    Apa yang Terjadi jika AS Nekat Serbu dan Duduki Gaza? Pakar Ungkap Prediksinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah mengusulkan negaranya untuk mengambil alih Jalur Gaza.

    Tak hanya itu, Trump juga memunculkan ide untuk memindahkan paksa warga Palestina di Gaza ke negara-negara Arab, misalnya Yordania, Mesir, dan lainnya.

    Usul Trump itu langsung mendapat penolakan keras dari negara-negara Arab, negara lainnya, dan lembaga internasional.

    Robert Inlakesh, seorang jurnalis ternama sekaligus pakar kajian Timur Tengah, mengatakan hanya ada kemungkinan kecil bahwa rencana Trump bakal terealisasikan.

    Inlakesh menduga usul Trump itu hanya disampaikan agar menjaga koalisi sayap kanan Perdana Menteri Israel tetap utuh, menutupi kegagalan Israel mengalahkan Hamas, dan memunculkan tekanan demi memperbesar ekspansionisme Israel.

    Lalu, apa yang akan terjadi jika AS di bawah Trump nekat menyerbu Gaza untuk mengambil alih tanah Palestina itu?

    Dalam kolom opini yang terbit di media Palestine Chronicle hari Jumat, (7/2/2025), Inlakesh memprediksi AS akan menemui kesulitan besar.

    Dia mengatakan ada banyak orang yang menganggap usul Trump sebagai deklarasi perang dan upaya pembersihan etnis Palestina. AS akan memerlukan invasi berskala penuh untuk menjalankan rencananya.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Pada mulanya Inlakesh menyinggung kelompok-kelompok perlawanan Palestina di Gaza yang terus melawan serangan besar Israel yang didukung AS dan negara Eropa selama 15 bulan.

    Netanyahu terus mengatakan Israel punya tujuan besar di Gaza, yakni menghancurkan Hamas. Namun, hingga kini Israel masih gagal mencapai tujuannya.

    “Karena Israel pada kenyataannya tidak pernah membuat rencana untuk menghalahkan kelompok-kelompok bersenjata Palestina, Israel malah melakukan genosida, menghancurkan hampir semua infrastruktur di Gaza, dan terkadang melakukan pembunuhan yang ditargetkan,” katanya.

    “Ide yang muncul pada permulaan perang, yakni tentara Israel akan pergi dari rumah ke rumah, jalan ke jalan, dengan pasukan darat, membersihkan area, terlibat dalam pertempuran sengit, dan menembus sistem terowongan bawah tanah Gaza, benar-benar tidak dapat terealisasikan.”

    Menurut Inlakesh, Israel kesusahan menghadapi aksi sergapan para pejuang Palestina. Bahkan, menurutnya, tentara Israel tidak benar benar-bertempur.

    “Mereka meninggalkan panduan militer,” kata Inlakesh.

    “Malahan mereka memutuskan untuk mengirimkan pasukan di dalam kendaraan lapis baja untuk menerobos area, sebelum membuat perbentengan. Tentara Israel bahkan tidak menmpatkan infantri di depan atau di samping tank ketika bergerak maju, mengandalkan prosedur evakuasi medis dan sistem perlindungan lapis baja demi meminimalkan jumlah kematian tentara.”

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Sabtu (8/2/2025) memperlihatkan tentara Israel dari Pasukan Komando Selatan dikerahkan ke beberapa titik di Jalur Gaza. (Telegram IDF)

    Israel mengumumkan sudah ada 15.000 tentara yang terluka dan 800 tentara yang tewas. Andaipun jumlah ini dianggap akurat, ada rasio 33 tentara terluka untuk setiap tentara yang tewas.

    “Rasio ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan rasio dalam perang perkotaan zaman modern.”

    Lalu, sendainya tentara AS yang menyerbu Gaza, apa yang akan terjadi?

    “Bisa dikatakan bahwa jika militer AS menginvasi Gaza, ini diperlukan untuk melanjutkan rencana Donald Trump membersihkan etnis, tentara Amerika pada kenyataannya akan menghadapi suatu perang, tidak seperti tentara Israel yang terlalu takut mengenai jumlah korban, memburu kelompok Palestina dengan cara yang berguna,” ujar Inlakesh.

    “Seorang pejuang Palestina yang berpengalaman, menggunakan senjata yang terbuat dari bom-bom Israel yang gagal meledak, akan menghadapi pasukan penyerbu AS yang akan bergerak dengan kaki melewati daerah demi daerah dan menembus sistem terowongan bawah tanah.”

    Namun, kata Inlakesh, tentara AS akan terus disergap dan menjadi korban senapan, artileri, dan bom milik pejuang Palestina.

    Jika para tentara AS membuat titik pemeriksaan, mereka barangkali juga masih akan diserang.

    “Jika tujuannya adalah menduduki Gaza, artinya bakal ada kematian tentara AS secara terus-menerus selama periode bertahun-tahun. Meski jumlah tentara yang tewas sangat sulit diprediksi, bisa dikatan bahwa ribuan tentara AS bisa tewas.”

    Menurut Inlakesh, apabila AS memang berencana menginvasi Gaza, AS mungkin akan mengerahkan sekitar 150.000 tentara. Hal itu memerlukan persiapan sekitar 8 bulan.

    “Biaya bisa mencapai ratusan miliar dolar, tetapi bahkan tidak ada jaminan bahwa rencana itu akan berhasil, artinya bisa saja AS kalah di tangan Hamas. Ini sepenuhnya didasarkan pada kemampuan Hamas untuk bertahan dan orang yang masih tersisa di Gaza.”

    Seandainya Trump sukses mengusir sebagian besar warga Gaza ke Mesir dan Yordania, kedua negara itu akan tidak stabil.

    Menurut laporan yang bocor, Mesir diam-diam menyebutkan bahwa pemindahan warga Gaza ke Mesir bisa membuatnya mempertimbangkan kembali normalisasi hubungan dengan Israel.

    Beberapa pihak bahkan berspekulasi bahwa tentara Mesir nantinya bisa melawan tentara Israel. Semenatra itu, Middle East Eye melaporkan Yordania bisa mengancam akan melakukan tindakan militer.

    (*)