Target Galang Dana Rp 3,2 Triliun untuk Palestina, Wamenlu Harap Tak Ada Eskalasi Lagi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu)
Anis Matta
berharap tidak terjadi eskalasi dalam proses penyaluran dana
bantuan kemanusiaan
dari Indonesia ke
Palestina
dengan target Rp 3,2 triliun.
Anis Matta mengatakan, dana yang berhasil dikumpulkan nanti akan digunakan juga untuk penyelesaian konflik atau proses rekonstruksi di Gaza.
“(Rp 3,2 triliun) termasuk untuk rekonstruksi, karena ini bareng-bareng prosesnya. Kami berharap tidak ada eskalasi lagi ya,” ujar Anis Matta dalam peluncuran kampanye bersama penggalangan dana untuk Palestina di Kantor Kemlu RI, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).
Anis mengakui bahwa penyaluran bantuan untuk warga Palestina terkendala akses perbatasan antarnegara yang perlu pengamanan ketat.
“Kendala lapangan terutama disebabkan oleh
security
, itu keamanan, baik dari pihak Mesir, Yordania, maupun pihak Israel sendiri,” kata dia.
Untuk itu, Kemlu siap menggunakan seluruh jalur diplomasi dan politik untuk membantu penyaluran bantuan kemanusiaan dari Indonesia untuk warga Palestina.
Kemlu bersama Baznas, Majelis Ulama Indonesia, Baznas, dan berbagai lembaga zakat serta bantuan kemanusiaan memastikan bantuan diterima oleh warga Palestina dan tepat sasaran.
“Nanti melalui koordinasi ini, kami akan bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan yang ada di sana (Palestina), baik yang di bawah PBB maupun lembaga kemanusiaan lokal yang ada di sana,” jelasnya.
Sebagai informasi, Kemlu menargetkan penggalangan dana hingga 200 juta USD atau sekitar Rp 3,2 triliun.
“Kita memulai hari ini gerakan dengan target awal sekitar 200 juta USD atau sekitar Rp 3,2 triliun kira-kira ya,” ujar Anis Matta.
Kemlu tidak menetapkan target penutupan bantuan untuk disalurkan kepada warga Palestina.
Masyarakat dapat menyumbang melalui Baznas.
“Kita tidak menetapkan target tetapi kita memulainya selama bulan Ramadhan, untuk menjalankan dua target program di sana nanti,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Negara: Yordania
-
/data/photo/2025/02/26/67bee3f657292.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Target Galang Dana Rp 3,2 Triliun untuk Palestina, Wamenlu Harap Tak Ada Eskalasi Lagi
-

Trump Mau Caplok Gaza, Negara-negara Arab Bersatu Lakukan Ini
Jakarta, CNBC Indonesia – Para pemimpin negara-negara Arab bertemu di Arab Saudi untuk membahas perlawanan terhadap rencana Presiden AS Donald Trump yang ingin mencaplok Jalur Gaza dan merelokasi lebih dari 2 juta warga Palestina ke negara lain secara permanen.
Pertemuan yang digelar pada Jumat (21/2) waktu setempat, dihadiri pemimpin dari 7 negara Arab. Masing-masing Arab Saudi, Mesir, Yordania, Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Bahrain.
Pertemuan digelar secara tidak resmi dan diadakan dalam kerangka hubungan persaudaraan erat yang mempertemukan para pemimpin negara-negara Arab, menurut laporan media pemerintah Arab Saudi, SPA, dikutip dari Aljazeera, Sabtu (22/2/2025).
Rencana Trump telah menyatukan negara-negara Arab sebagai oposisi, namun masih ada perbedaan pendapat mengenai siapa yang harus memerintah daerah kantong tersebut dan bagaimana mendanai rekonstruksinya.
Umer Karim, pakar kebijakan luar negeri Arab Saudi, menyebut pertemuan puncak itu sebagai pertemuan yang “paling penting” dalam beberapa dekade terakhir bagi dunia Arab dan masalah Palestina.
Trump memicu kemarahan global ketika ia mengusulkan agar AS “mengambil alih Jalur Gaza” dan agar 2,4 juta penduduknya direlokasi ke negara tetangga, Mesir dan Yordania.
“Mengenai tindakan bersama Arab dan keputusan yang dikeluarkan mengenai hal itu akan menjadi agenda KTT darurat Arab ke depan yang akan diadakan di Republik Arab, Mesir,” kata SPA, merujuk pada rencana pertemuan puncak darurat pada 4 Maret untuk membahas Israel dan Palestina.
Saat bertemu Trump di Washington pada 11 Februari lalu, Raja Yordania Abdullah II mengatakan Mesir akan menyampaikan rencana ke depan. Sumber keamanan Arab Saudi mengatakan pembicaraan dalam pertemuan pekan ini akan membahas “versi rencana Mesir” yang disebutkan raja.
Pembangunan Gaza Telan Biaya Segini
Pembangunan kembali Gaza akan menjadi isu utama, setelah Trump menyebut kebutuhan rekonstruksi sebagai pembenaran untuk merelokasi penduduknya.
Kairo belum mengumumkan inisiatifnya, namun mantan diplomat Mesir Mohamed Hegazy menguraikan rencana tersebut dalam 3 tahap teknis selama jangka waktu 3 hingga 5 tahun ke depan.
Yang pertama, berlangsung selama enam bulan, akan fokus pada “pemulihan dini”, kata Hegazy, anggota Dewan Luar Negeri Mesir, sebuah wadah pemikir yang memiliki hubungan kuat dengan kalangan pengambil keputusan di Kairo.
“Alat berat akan dikerahkan untuk membersihkan puing-puing, sementara zona aman yang ditentukan akan diidentifikasi di Gaza untuk merelokasi sementara penduduk,” kata Hegazy.
Tahap kedua memerlukan konferensi internasional untuk memberikan perincian rekonstruksi dan akan fokus pada pembangunan kembali infrastruktur utilitas, katanya.
“Fase terakhir akan mengawasi perencanaan kota Gaza, pembangunan unit perumahan, dan penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan,” ia menambahkan.
PBB memperkirakan pada pembangunan kembali akan menelan biaya lebih dari US$53 miliar (Rp864 triliun), termasuk lebih dari US$20 miliar (Rp326 triliun) dalam 3 tahun pertama.
Fase terakhir, kata Hegazy, akan mencakup “meluncurkan jalur politik untuk menerapkan solusi dua negara dan agar ada insentif untuk gencatan senjata yang berkelanjutan”.
(fab/fab)
-

Donald Trump Kaget Mesir dan Yordania Berani Menolak Usulan AS: Gaza Tak Bisa Dihuni – Halaman all
Donald Trump Kaget Mesir dan Yordania Berani Menolak Usulannya: Gaza Tak Bisa Dihuni!
TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengatakan dia terkejut pada kurangnya sambutan dari Yordania dan Mesir terhadap rencananya untuk membangun kembali Jalur Gaza.
Dalam pernyataannya tersebut, Donald Trump juga menyindir penolakan Mesir dan Yordania atas niatan ini terjadi meski AS sudah memberi dua negara tersebut miliaran dolar setiap tahun.
Trump menambahkan dalam pernyataannya pada Jumat (21/2/2025), “Rencana saya terkait Gaza bagus, tetapi saya tidak memaksakannya dan saya cukup merekomendasikannya.”
Ia melanjutkan, “Saya terkejut bahwa Jalur Gaza berada di lokasi yang indah, dan saya bertanya-tanya mengapa Israel meninggalkannya.”
Trump menambahkan, “Gaza saat ini tidak dapat dihuni, dan jika penduduknya diberi pilihan, mereka akan pergi.”
Dia melanjutkan, “Amerika Serikat akan memiliki Gaza sesuai rencana saya, tidak akan ada Hamas, dan kami akan mulai mengembangkannya.”
Mengenai kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, Trump berkata:
“Adegan-adegan ini tidak dapat dipercaya dan sangat brutal, dan tidak terbayangkan bahwa ini akan terjadi di era modern.”
Ia melanjutkan, “Sejumlah sandera Israel yang dibebaskan berada dalam kondisi yang sangat buruk dan tampak seperti mereka telah meninggalkan bekas kamp konsentrasi di Jerman”.
Ia menambahkan: “Hamas berusaha membebaskan para sandera Israel yang kondisinya baik terlebih dahulu.”
Trump berkata kalau jajak pendapat menunjukkan kalau usulannya sangat populer diterima.
KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)
Israel Sebar Pamflet Pengusiran Paksa
Terkait usalan reokasi paksa warga Gaza, Israel menyebarkan selebaran di Jalur Gaza yang merupakan ancaman bagi warga Palestina agar menyetujui usulan Presiden AS Donald Trump yaitu pemidahan paksa.
Tentunya apa yang dilakukan Israel ini menjadi ancaman dan merupakan taktik perang psikologis.
Dalam selebaran yang disebarkan baru-baru ini, terlihat foto Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Dalam pesan tersebut, Israel mengatakan bahwa memberikan kesempatan terakhir sebelum warga Gaza dipindah paksa.
“Kepada warga Gaza, setelah peristiwa yang terjadi, gencatan senjata sementara, dan sebelum pelaksanaan rencana wajib Trump—yang akan memaksa Anda mengungsi, suka atau tidak suka—kami memberikan satu kesempatan terakhir bagi mereka yang ingin menerima bantuan dengan syarat bekerja sama dengan kami,” tulis pesan tersebut, dikutip dari The New Arab.
Israel juga mengancam bahwa keberadaan Gaza tidak lagi diakui oleh peta dunia.
“Peta dunia tidak akan berubah jika semua orang Gaza lenyap. Tidak ada yang akan peduli, tidak ada yang akan bertanya tentang Anda. Anda telah ditinggalkan untuk menghadapi takdir yang tak terelakkan. Iran bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri, apalagi melindungi Anda, dan Anda telah melihat sendiri akibatnya.”
Tidak hanya itu, Israel juga mengklaim bahwa nantinya Palestina tidak lagi mendapat dukungan Internasional, termasuk negara-negara Arab.
Israel juga mengklaim bahwa nantinya mereka yang pernah mendukung Palestina akan beralih ke Israel.
“Amerika dan Eropa tidak peduli dengan Gaza. Bahkan negara-negara Arab, yang kini menjadi sekutu kami, memberi kami uang dan senjata, sementara hanya mengirimkan kain kafan untuk Anda.”
Menurut Israel, saat ini pihaknya memberikan kesempatan bagi warga Palestina untuk menyelamatkan diri.
“Waktu yang tersisa semakin menipis, permainan hampir berakhir. Jika Anda ingin menyelamatkan diri sebelum terlambat, kami di sini, bertahan hingga akhir.”
Selebaran ini sejalan dengan usulan Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara lain di Timur Tengah, sebuah ide yang telah menuai penolakan keras dari Palestina, Mesir, dan Yordania.
Trump, dalam beberapa pernyataannya, menyebutkan bahwa pemindahan permanen warga Palestina dari Gaza ke negara-negara seperti Mesir dan Yordania akan menciptakan apa yang ia sebut ‘Riviera Timur Tengah’.
PAMFLET ISRAEL – Tangkapan layar X/Twitter @tamerqdh yang diambil pada Sabtu (22/2/2025). Foto ini menunjukkan Israel menyebar pamflet di Gaza yang merupakan ancaman pemindahan paksa warga Palestina.
Meski demikian, gagasan ini tidak mendapat sambutan positif dari negara-negara yang terlibat, yang menolak keras rencana tersebut.
Mesir dan Yordania menegaskan bahwa mereka tidak bersedia menerima pemukiman warga Palestina dari Gaza.
Namun, rencana Trump ini mendapat kecaman luas, baik dari negara-negara Arab maupun dari komunitas internasional.
Banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini akan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan yang sudah sangat sensitif ini.
Banyak pihak di AS dan luar negeri yang menilai bahwa langkah tersebut berisiko memperburuk kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah.
Sementara itu, ini bukan pertama kalinya Israel menjatuhkan selebaran di Gaza.
Sejak memutus akses komunikasi, Israel sering kali menjatuhkan selebaran di Gaza.
Dalam beberapa bulan terakhir, isi pesan mereka menjadi semakin agresif.
Sebelumnya, selebaran menggambarkan keluarga Palestina di tengah reruntuhan dengan nada mengejek “kemenangan perlawanan.”
Namun, ancaman dalam selebaran terbaru telah memicu kemarahan global yang lebih besar karena menyiratkan genosida dan pemindahan paksa sebagai strategi yang terang-terangan dijalankan oleh Israel.
(oln/khbrn/farrah/tribunnews/)
-

Pemimpin Arab Berkumpul di Saudi Bahas Gaza
Jakarta –
Para pemimpin Arab berkumpul di Riyadh, Arab Saudi untuk membahas rencana pembangunan kembali Gaza pascaperang. Pertemuan ini digelar di tengah meningkatnya pertentangan terhadap usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar AS mengambil alih kendali wilayah Palestina tersebut dan memindahkan penduduknya.
Awal bulan ini, saat konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump melontarkan gagasan untuk mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah” di bawah pengawasan AS, dan mengusulkan warga Palestina dapat dimukimkan kembali di negara-negara tetangga.
Pernyataannya tersebut memicu kecaman di seluruh dunia Arab. Para pemimpin Arab menolak segala upaya untuk menggusur warga Palestina dan berjanji untuk mengembangkan kerangka kerja mereka sendiri untuk rekonstruksi Gaza.
Dilansir Al Arabiya, Sabtu (22/2/2025), sebuah foto dari pertemuan di Riyadh tersebut memperlihatkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman bersama para pemimpin dari Yordania, Qatar, Mesir, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Bahrain.
Menurut kantor berita resmi Saudi, Saudi Press Agency (SPA), para pemimpin Arab tersebut menegaskan kembali komitmen mereka untuk mendukung perjuangan Palestina dan bertukar pandangan tentang perkembangan regional dan internasional.
Pertemuan yang dimulai pada Jumat (21/2) tersebut akan dilanjutkan pada KTT darurat Arab di Kairo, Mesir pada tanggal 4 Maret mendatang, di mana para pemimpin akan membahas krisis yang sedang berlangsung di Gaza dan stabilitas regional yang lebih luas.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Israel Sebar Pamflet di Gaza, Ancaman Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Israel menyebarkan selebaran di Jalur Gaza yang merupakan ancaman bagi warga Palestina agar menyetujui usulan Presiden AS Donald Trump yaitu pemidahan paksa.
Tentunya apa yang dilakukan Israel ini menjadi ancaman dan merupakan taktik perang psikologis.
Dalam selebaran yang disebarkan baru-baru ini, terlihat foto Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Dalam pesan tersebut, Israel mengatakan bahwa memberikan kesempatan terakhir sebelum warga Gaza dipindah paksa.
“Kepada warga Gaza, setelah peristiwa yang terjadi, gencatan senjata sementara, dan sebelum pelaksanaan rencana wajib Trump—yang akan memaksa Anda mengungsi, suka atau tidak suka—kami memberikan satu kesempatan terakhir bagi mereka yang ingin menerima bantuan dengan syarat bekerja sama dengan kami,” tulis pesan tersebut, dikutip dari The New Arab.
Israel juga mengancam bahwa keberadaan Gaza tidak lagi diakui oleh peta dunia.
“Peta dunia tidak akan berubah jika semua orang Gaza lenyap. Tidak ada yang akan peduli, tidak ada yang akan bertanya tentang Anda. Anda telah ditinggalkan untuk menghadapi takdir yang tak terelakkan. Iran bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri, apalagi melindungi Anda, dan Anda telah melihat sendiri akibatnya.”
Tidak hanya itu, Israel juga mengklaim bahwa nantinya Palestina tidak lagi mendapat dukungan Internasional, termasuk negara-negara Arab.
Israel juga mengklaim bahwa nantinya mereka yang pernah mendukung Palestina akan beralih ke Israel.
“Amerika dan Eropa tidak peduli dengan Gaza. Bahkan negara-negara Arab, yang kini menjadi sekutu kami, memberi kami uang dan senjata, sementara hanya mengirimkan kain kafan untuk Anda.”
Menurut Israel, saat ini pihaknya memberikan kesempatan bagi warga Palestina untuk menyelamatkan diri.
“Waktu yang tersisa semakin menipis, permainan hampir berakhir. Jika Anda ingin menyelamatkan diri sebelum terlambat, kami di sini, bertahan hingga akhir.”
Selebaran ini sejalan dengan usulan Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara lain di Timur Tengah, sebuah ide yang telah menuai penolakan keras dari Palestina, Mesir, dan Yordania.
Trump, dalam beberapa pernyataannya, menyebutkan bahwa pemindahan permanen warga Palestina dari Gaza ke negara-negara seperti Mesir dan Yordania akan menciptakan apa yang ia sebut ‘Riviera Timur Tengah’.
PAMFLET ISRAEL – Tangkapan layar X/Twitter @tamerqdh yang diambil pada Sabtu (22/2/2025). Foto ini menunjukkan Israel menyebar pamflet di Gaza yang merupakan ancaman pemindahan paksa warga Palestina.
Meski demikian, gagasan ini tidak mendapat sambutan positif dari negara-negara yang terlibat, yang menolak keras rencana tersebut.
Mesir dan Yordania menegaskan bahwa mereka tidak bersedia menerima pemukiman warga Palestina dari Gaza.
Namun, rencana Trump ini mendapat kecaman luas, baik dari negara-negara Arab maupun dari komunitas internasional.
Banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini akan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan yang sudah sangat sensitif ini.
Banyak pihak di AS dan luar negeri yang menilai bahwa langkah tersebut berisiko memperburuk kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah.
Sementara itu, ini bukan pertama kalinya Israel menjatuhkan selebaran di Gaza.
Sejak memutus akses komunikasi, Israel sering kali menjatuhkan selebaran di Gaza.
Dalam beberapa bulan terakhir, isi pesan mereka menjadi semakin agresif.
Sebelumnya, selebaran menggambarkan keluarga Palestina di tengah reruntuhan dengan nada mengejek “kemenangan perlawanan.”
Namun, ancaman dalam selebaran terbaru telah memicu kemarahan global yang lebih besar karena menyiratkan genosida dan pemindahan paksa sebagai strategi yang terang-terangan dijalankan oleh Israel.
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel
-

AS Deportasi 135 Migran ke Kosta Rika, Termasuk 65 Anak-anak
Jakarta –
Pemerintah Amerika Serikat mendeportasi 135 migran dari berbagai negara, termasuk 65 anak-anak di bawah umur, ke Kosta Rika pada hari Kamis (20/2) waktu setempat.
Dilaporkan kantor berita AFP, Jumat (21/2/2025), penerbangan mereka berangkat dari San Diego, California, AS dan tiba di sebuah pangkalan di dekat Bandara Internasional Juan Santamaria, Kosta Rika.
Orang-orang yang dideportasi tersebut akan dipulangkan ke negara asal mereka dari Kosta Rika. Mereka dibawa dengan bus dari ibu kota San Jose ke sebuah fasilitas migran sekitar 360 kilometer (224 mil) jauhnya, dekat perbatasan dengan Panama.
Wakil Menteri Dalam Negeri Kosta Rika Omer Badill mengatakan bahwa ke-65 anak-anak dalam penerbangan itu semuanya ditemani oleh seorang kerabat. Dia mengatakan tidak ada seorang pun dalam penerbangan itu yang memiliki catatan kriminal.
Kelompok migran tersebut termasuk orang-orang dari Afghanistan, China, Iran, Rusia, Armenia, Georgia, Vietnam, Yordania, Kazakhstan, dan Ghana.
Kosta Rika, Panama, dan Guatemala sepakat untuk menerima para migran dari negara lain yang diusir oleh Amerika Serikat dan menampung mereka, hingga mereka dikirim kembali ke negara asal atau negara tuan rumah lainnya.
Minggu lalu, 299 migran yang dideportasi otoritas AS mendarat di Panama, dengan sekitar 100 orang dipindahkan ke kamp pengungsi San Vicente di Meteti, di provinsi Darien.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu



