Negara: Yordania

  • Israel Akan Izinkan Negara Asing Kirim Bantuan ke Gaza via Udara

    Israel Akan Izinkan Negara Asing Kirim Bantuan ke Gaza via Udara

    Gaza City

    Israel akan mengizinkan negara-negara asing untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza via udara atau airdrop mulai Jumat (25/7) waktu setempat.

    Hal tersebut, seperti dilansir Reuters, Sabtu (26/7/2025), diungkapkan oleh radio militer Israel yang mengutip seorang pejabat militer Tel Aviv, yang enggan disebut namanya. Namun juru bicara militer Israel belum menanggapi secara resmi laporan tersebut.

    Laporan Jerusalem Post, yang dikutip The Hill, menyebut Israel akan mengizinkan negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Yordania untuk melanjutkan pengiriman paket bantuan melalui udara, seperti yang dilakukan pada tahun 2024 lalu.

    Langkah Israel ini diambil setelah Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 100 orang tewas akibat kelaparan di Jalur Gaza sejak Tel Aviv memblokade total akses bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut pada Maret lalu.

    Israel, yang berperang melawan Hamas sejak Oktober 2023, telah mencabut blokade pada Mei lalu, tetapi tetap memberlakukan pembatasan yang mereka klaim diperlukan untuk mencegah jatuhnya bantuan ke tangan Hamas dan sekutunya di Jalur Gaza.

    Dalam dua pekan pertama bulan Juli, badan anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNICEF melaporkan bahwa 5.000 anak mendapatkan perawatan karena mengalami malnutrisi akut di Jalur Gaza.

    Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan pada Rabu (23/7) bahwa sebagian besar penduduk Gaza mengalami kelaparan massal. Dia bahkan menyebut kelaparan massal itu merupakan “buatan manusia”, namun tanpa menyebut nama Israel.

    Sementara badan bantuan pangan PBB, Program Pangan Dunia (WFP), melaporkan bahwa nyaris sepertiga warga Gaza “tidak makan selama berhari-hari” saat kelaparan massal menyelimuti wilayah tersebut. Krisis kemanusiaan di Gaza, sebut WFP, telah mencapai “tingkat keputusasaan yang baru dan mencengangkan”.

    Disebutkan oleh WFP bahwa sekitar 470.000 orang di Jalur Gaza diperkirakan akan menghadapi “bencana kelaparan” atau “catastrophic hunger” — kategori paling parah dalam klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu PBB — antara Mei dan September tahun ini.

    Israel sebelumnya membantah sebagai penyebab kelaparan massal di Jalur Gaza. Bantahan itu disampaikan setelah kritikan internasional semakin meningkat yang menuduh Tel Aviv berada di balik kekurangan pangan kronis yang memicu kelaparan massal yang kini menyelimuti berbagai wilayah Jalur Gaza.

    “Tidak ada kelaparan yang disebabkan oleh Israel. Ada kekurangan (pasokan) buatan manusia yang diatur oleh Hamas,” tegas juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, dalam pernyataannya.

    Lihat juga Video WHO: 1.026 Orang Tewas Saat Berusaha Cari Makan di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/dhn)

  • Sikap AS hingga Saudi Usai Prancis Siap Akui Negara Palestina

    Sikap AS hingga Saudi Usai Prancis Siap Akui Negara Palestina

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan Prancis akan mengakui negara Palestina di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan Macron itu menuai reaksi Pemerintah Amerika Serikat (AS) hingga Arab Saudi.

    Dirangkum detikcom, Jumat (25/7/2025), pernyataan itu disampaikan Macron pada Kamis (24/7) waktu setempat. Macron mengatakan pengumuman akan disampaikan September mendatang.

    “Sesuai dengan komitmen historisnya untuk perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis akan mengakui Negara Palestina. Saya akan membuat pengumuman resmi di Majelis Umum PBB pada bulan September,” tulis kepala negara Prancis tersebut di media sosial X dan Instagram.

    Kementerian Luar Negeri Yordania juga menyampaikan apresiasi atas keputusan Macron.

    “Ini adalah langkah ke arah yang benar menuju terwujudnya solusi dua negara dan berakhirnya pendudukan,” kata juru bicara kementerian, Sufian Qudah, dalam sebuah pernyataan.

    Tonton juga video “Prancis Akan Akui Negara Palestina” di sini:

    Termasuk Prancis, status kenegaraan Palestina kini diakui oleh 142 negara, meskipun Israel dan Amerika Serikat sangat menentang pengakuan tersebut.

    Prancis akan menjadi kekuatan Eropa paling signifikan yang mengakui negara Palestina.

    “Prioritas mendesak saat ini adalah mengakhiri perang di Gaza dan menyelamatkan penduduk sipil,” tulis Macron di X.

    “Kita akhirnya harus membangun Negara Palestina, memastikan kelangsungannya, dan memungkinkannya, dengan menerima demiliterisasinya dan sepenuhnya mengakui Israel, untuk berkontribusi pada keamanan semua orang di Timur Tengah,” imbuh Macron.

    Kata Arab Saudi

    Pemerintah Arab Saudi memuji keputusan “bersejarah” yang dibuat oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengakui negara Palestina. Saudi pun mendesak negara-negara lain untuk mengambil langkah serupa.

    Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Kerajaan memuji keputusan bersejarah ini, yang menegaskan kembali konsensus komunitas internasional tentang hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan mendirikan negara merdeka mereka di perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

    “Kerajaan menggarisbawahi pentingnya upaya berkelanjutan oleh negara-negara untuk menerapkan resolusi internasional dan menegakkan hukum internasional,” imbuh Kementerian Luar Negeri Saudi, dilansir dari Al Arabiya, Jumat (25/7).

    “Kerajaan menegaskan kembali seruannya kepada semua negara yang belum mengakui Negara Palestina untuk mengambil langkah positif serupa dan mengambil posisi serius yang mendukung perdamaian dan hak-hak sah rakyat Palestina,” ujar kementerian.

    AS Bilang Keputusan Sembrono

    Pemerintah AS mengecam keras rencana Presiden Prancis, Emmanuel Macron, untuk mengakui negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio dalam pernyataannya, seperti dilansir The Times of Israel, Jumat (25/7/2025), mengkritik rencana Macron itu sebagai “keputusan sembrono”.

    Dia juga menyebut pengakuan terhadap negara Palestina oleh Prancis akan menguntungkan Hamas, kelompok yang menguasai Jalur Gaza dan sedang berperang melawan Israel selama 21 bulan terakhir.

    Menurut Rubio, langkah semacam itu juga sama saja memberikan tamparan ke wajah para korban serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang berkelanjutan di Jalur Gaza hingga saat ini.

    “Keputusan sembrono ini hanya akan menguntungkan propaganda Hamas dan menghambat perdamaian. Ini adalah tamparan di wajah para korban (serangan) 7 Oktober,” ucap Rubio dalam pernyataannya.

    Reaksi keras AS ini disampaikan setelah Macron, pada Kamis (24/7) waktu setempat, mengumumkan bahwa Prancis akan secara resmi mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum PBB yang menggelar sidang pada September mendatang.

    “Sesuai dengan komitmen historisnya untuk perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis akan mengakui Negara Palestina. Saya akan membuat pengumuman resmi di Majelis Umum PBB pada bulan September,” tulis kepala negara Prancis tersebut di media sosial X dan Instagram.

    Termasuk Prancis, status kenegaraan Palestina kini telah diakui oleh 142 negara, meskipun Israel dan AS sangat menentang pengakuan tersebut. Prancis akan menjadi kekuatan Eropa paling signifikan yang mengakui negara Palestina.

    “Prioritas mendesak saat ini adalah mengakhiri perang di Gaza dan menyelamatkan penduduk sipil,” kata Macron.

    “Kita akhirnya harus membangun Negara Palestina, memastikan kelangsungan hidupnya, dan memungkinkannya, dengan menerima demiliterisasi dan sepenuhnya mengakui Israel, untuk berkontribusi pada keamanan semua orang di Timur Tengah,” tandasnya.

    Pengumuman Macron itu menuai kecaman keras dari para pemimpin Israel, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menyebut keputusan itu “memberikan imbalan kepada teror” dan menimbulkan ancaman eksistensial, menyediakan “landasan peluncuran untuk memusnahkan” Israel.

    Sementara Menlu Israel Gideon Saar menyebut bahwa “negara Palestina akan menjadi negara Hamas”.

    Tonton juga video “Presiden Israel: Operasi Kami di Gaza Sesuai Hukum Internasional” di sini:

    Halaman 2 dari 5

    (whn/lir)

  • Berakhir Sudah Aksi Saling Serang Israel-Suriah

    Berakhir Sudah Aksi Saling Serang Israel-Suriah

    Jakarta

    Israel dan Suriah menyepakati gencatan senjata setelah konflik panas antara keduanya. Keputusan ini didukung oleh Turki, Yordania, dan negara-negara tetangganya.

    Dilansir kantor berita AFP, AlJazeera dan Reuters, gencatan senjata disampaikan oleh Duta Besar Amerika untuk Turki, Tom Barrack melalui akun X miliknya. Dia meminta kelompok yang terlibat konflik untuk meletakkan senjata mereka.

    “Perdana Menteri Israel @Netanyahu dan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa @SyPresidency yang didukung oleh Amerika Serikat @SecRubio telah menyetujui gencatan senjata yang didukung oleh Turki, Yordania dan negara-negara tetangganya,” tulis Tom Barrack melalui akun X nya, Sabtu (19/7/2025).

    “Kami menyerukan kepada Druze, Badui, dan Sunni untuk meletakkan senjata mereka dan bersama-sama dengan minoritas lainnya membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu,” imbuhnya

    Pengumuman gencatan senjata ini muncul setelah AS berupaya untuk mengakhiri konflik. Pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan bahwa langkah-langkah telah disepakati untuk mengakhiri “situasi yang meresahkan dan mengerikan”.

    Damaskus Diserang, Warga Luka-luka

    Dilansir AFP, Kamis (17/7/2025), serangan udara dilancarkan setelah Israel berjanji meningkatkan serangan mereka kecuali pemerintah Suriah menarik pasukan dari wilayah bagian selatan. Wilayah di selatan Suriah baru-baru ini dilanda bentrokan mematikan antara para petempur Druze dan Bedouin.

    Serangan udara Israel terhadap wilayah Damaskus ini disebut melibatkan drone. Militer Israel menyatakan pihaknya terus memantau perkembangan situasi di Suriah bagian selatan menyusul bentrokan berdarah antara Druze dan Bedouin.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel) terus memantau perkembangan dan aktivitas terhadap warga sipil Druze di Suriah bagian selatan dan, sesuai dengan arahan eselon politik, menyerang wilayah tersebut dan bersiap menghadapi berbagai skenario,” kata militer Israel dalam pernyataannya seperti dilansir Times of Israel.

    Situasi di Damaskus saat Israel menyerang pada Rabu (16/7/2025). (Foto: Hammam Badruz/PPI Suriah)

    Televisi pemerintah Suriah melaporkan dua warga sipil mengalami luka-luka akibat serangan di pusat kota Damaskus. Serangan udara Israel terhadap wilayah Suriah ini dilancarkan saat bentrokan berdarah terjadi di wilayah Suweida, yang mayoritas penghuninya merupakan penganut Druze.

    Puluhan orang juga dilaporkan tewas dalam bentrokan yang terjadi sejak Minggu (13/7) waktu setempat. Pasukan keamanan Suriah, seperti dilansir Al Arabiya, dikerahkan ke wilayah Suweida sejak Senin (14/7) untuk meredakan pertempuran antara para petempur Druze dan kelompok bersenjata Bedouin.

    Cek berita di halaman selanjutnya.

    Namun, mereka malah terlibat bentrok dengan milisi Druze. Pertempuran itu menarik perhatian Israel, yang kemudian melancarkan serangan udara terhadap pasukan pemerintah Suriah pada Senin (14/7) dan Selasa (15/7) dengan tujuan melindungi komunitas Druze.

    Pada Rabu (16/7), Israel memperbarui serangannya di wilayah Suweida, setelah gencatan senjata yang sebelumnya diumumkan Kementerian Pertahanan Damaskus gagal bertahan lama dengan pertempuran kembali terjadi antara para petempur Druze dan pasukan pemerintah Suriah. Tel Aviv mengatakan pihaknya akan mengirimkan lebih banyak pasukan ke perbatasan dengan Suriah setelah berjanji meningkatkan serangan jika pasukan pemerintah Suriah tidak ditarik dari wilayah Suweida.

    “Sesuai dengan penilaian situasi, (militer Israel) memutuskan untuk memperkuat pasukannya di wilayah perbatasan Suriah,” demikian pernyataan militer Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (kny/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel-Suriah Sepakat Gencatan Senjata, AS Campur Tangan

    Israel-Suriah Sepakat Gencatan Senjata, AS Campur Tangan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel dan Suriah sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Turki, Yordania, dan negara-negara tetangga mendukung gencatan senjata tersebut.

    Dilansir Reuters, Sabtu (19/7/2025), gencatan senjata disetujui setelah Israel mengizinkan pasukan Suriah mengakses Sweida secara terbatas.

    Disebutkan, seorang pejabat Israel mengatakan Israel setuju untuk mengizinkan pasukan Suriah mengakses wilayah Sweida di Suriah selatan secara terbatas selama dua hari ke depan.

    Kepresidenan Suriah pada hari Jumat (18/7/2025) malam menyatakan, pihak berwenang akan mengerahkan pasukan di selatan untuk mengakhiri bentrokan. Termasuk upaya politik dan keamanan untuk memulihkan stabilitas dan mencegah konflik pecah lagi.

    Sebelumnya, konflik berdarah mengguncang kota Sweida, Suriah. Warga menceritakan penemuan mayat di jalan dan rumah-rumah. Meski, Reuters menegaskan, tidak dapat dipastikan siapa yang melakukan dan kapan terjadinya pembunuhan.

    Sementara, pemantau hak asasi manusia menyatakan telah memverifikasi 321 orang tewas akibat konflik tersebut.

    Pertumpahan darah terjadi akibat pertempuran sengit antara milisi Druze dengan pasukan pemerintah yang dikirim ke kota tersebut untuk meredakan bentrok antara pejuang Druze dan Bedouin. Konflik ini pun memaksa Israel turut campur menyerang sejumlah titik di Suriah.

    Israel melancarkan serangan udara di Damaskus, menyerang pasukan pemerintah di selatan. Dan menuntut mereka mundur. Israel mengklaim serngan itu demi melindungi Druze Suriah, bagian minoritas kecil namun berpengaruh.

    “Kami menyerukan kepada kaum Druze, Badui, dan Sunni untuk meletakkan senjata mereka dan bersama dengan minoritas lainnya membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu,” kata Duta Besar AS untuk Turki Tom Barrack dalam unggahan di X, seperti dikutip Reuters.

    Namun, belum ada tanggapan resmi dari Kedutaan Besar Israel maupun Konsulat Suriah.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Siapa Druze dan Mengapa Israel Menyerang Suriah?

    Siapa Druze dan Mengapa Israel Menyerang Suriah?

    Jakarta

    Gelombang aksi kekerasan SARA yang baru-baru ini berlangsung di Suriah menyoroti kerapuhan negara tersebut.

    Pada Minggu, 13 Juli, kabar mengenai penculikan seorang pedagang dari kelompok minoritas Druze memicu bentrokan mematikan selama berhari-hari antara milisi Druze dan suku Badui yang beragama Islam Sunni di Suriah selatan.

    Kemudian pada Selasa, 15 Juli, Israel menyerang pasukan propemerintah yang dituduh menyerang komunitas Druze di Suweida. Setidaknya 350 orang dilaporkan tewas di Suweida sejak Minggu (13/07), menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.

    Kekerasan ini merupakan yang pertama di Suweida yang mayoritas penduduknya Druze sejak pertempuran pada April dan Mei antara pejuang Druze dan pasukan keamanan Suriah.

    Sebelumnya, bentrokan di provinsi-provinsi pesisir Suriah pada Maret lalu dikabarkan telah menewaskan ratusan anggota komunitas minoritas Alawi. Mantan penguasa Bashar al-Assad berasal dari komunitas tersebut.

    Pertikaian yang mematikan ini, ditambah dengan serangan udara Israel, telah memicu kembali kekhawatiran soal gangguan keamanan di Suriah setelah pengambilalihan Damaskus oleh kelompok pemberontak pada Desember 2024.

    Pemimpin Suriah saat ini, Ahmed al-Sharaa, telah berjanji untuk melindungi minoritas Suriah.

    Siapa komunitas Druze?

    Separuh dari sekitar satu juta pengikutnya tinggal di Suriah, sekitar 3% dari populasi negara tersebut.

    Komunitas Druze di Israel dianggap loyal, karena banyak anggota komunitasnya menjalani dinas militer Israel. Ada sekitar 152.000 orang Druze yang tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, menurut Biro Pusat Statistik Israel.

    Secara historis, mereka menempati posisi yang genting dalam tatanan politik Suriah. Selama perang saudara Suriah yang berlangsung hampir 14 tahun, Druze punya milisi sendiri di Suriah selatan.

    Sejak Assad dijatuhkan pada Desember, komunitas Druze telah menentang upaya negara Suriah untuk memaksakan otoritas atas Suriah selatan.

    Banyak di antara mereka yang keberatan dengan kehadiran militer resmi Suriah di Suweida dan menolak bergabung dengan tentara Suriah. Mereka memilih mengandalkan milisi lokal.

    BBC

    Meskipun pemerintah Suriah mengutuk serangan terbaru terhadap penduduk Druze dan berjanji memulihkan ketertiban di Suriah selatan, pasukannya juga dituduh menyerang minoritas tersebut.

    Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di UK mendokumentasikan “eksekusi” terhadap penduduk Druze oleh pasukan pemerintah Suriah.

    Laporan semacam itu telah memicu ketidakpercayaan di antara beberapa anggota komunitas Druze terhadap pihak berwenang di Damaskus.

    Setelah kejatuhan Assad, Israel telah menjangkau komunitas Druze di dekat perbatasan utaranya dalam upaya untuk menjalin aliansi dengan minoritas Suriah.

    Israel semakin memposisikan dirinya sebagai pelindung regional bagi kaum minoritas, termasuk Kurdi, Druze, dan Alawi di Suriah, sambil menyerang lokasi militer di Suriah dan pasukan pemerintah.

    Selama bentrokan sektarian pada Mei, Israel melakukan serangan di dekat Istana Presiden Suriah di Damaskus. Israel mengatakan aksi itu adalah peringatan kepada pemerintah Suriah agar tidak menyerang komunitas Druze.

    Di sisi lain, ada beberapa tokoh Druze di Suriah dan Lebanon yang menuduh Israel mengobarkan perpecahan sektarian untuk memajukan aksi ekspansionis di wilayah tersebut.

    Mengapa Israel menyerang Suriah?

    Serangan terbaru Israel merupakan cara Israel memperingatkan sekaligus mencegah Suriah mengerahkan tentara ke Suriah selatan. Sebab, Israel berupaya menciptakan zona demiliterisasi di wilayah tersebut.

    Israel khawatir dengan keberadaan kelompok Islam di dekat perbatasan utaranya, di sepanjang Dataran Tinggi Golan.

    Meskipun serangan udara Israel pada 15 Juli berfokus pada pasukan keamanan dan kendaraan di Suweida, militer Israel memperluas cakupan serangannya pada 16 Juli dengan menyerang Kementerian Pertahanan dan markas besar tentara Suriah di Damaskus. Suriah mengutuk serangan tersebut.

    Serangan tersebut merupakan eskalasi Israel paling serius di Suriah sejak Desember 2024, saat Israel menghancurkan ratusan lokasi militer di seluruh negeri dan merebut zona penyangga yang dipatroli PBB di Dataran Tinggi Golan Suriah.

    Israel telah menyerang Suriah beberapa kali dengan tujuan mencegah pemerintah baru Suriah membangun kapasitas militernya yang dipandang sebagai ancaman potensial bagi keamanan Israel.

    “Peringatan di Damaskus telah berakhir – kini pukulan berat akan datang,” tulis Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, di media sosial pada 16 Juli, tak lama setelah serangan Israel di Damaskus dimulai.

    Penargetan markas militer Suriah disiarkan langsung oleh saluran TV terkemuka Suriah, dari studionya yang terletak di seberang Gedung.

    Bagaimana reaksi dunia?

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan AS “sangat prihatin” atas kekerasan tersebut.

    Pada 16 Juli, dia merilis pernyataan:

    “Kami telah menyepakati langkah-langkah spesifik yang akan mengakhiri situasi yang meresahkan dan mengerikan ini malam ini.”

    Beberapa negara Arab, termasuk Lebanon, Irak, Qatar, Yordania, Mesir, dan Kuwait, telah mengutuk serangan Israel yang menargetkan pemerintah dan pasukan keamanan Suriah.

    Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengecam apa yang disebutnya sebagai “serangan terang-terangan Israel” terhadap Suriah. Adapun Iran menggambarkan serangan itu sebagai “sangat mudah ditebak”.

    Turki, pemangku kepentingan utama di Suriah pasca-Assad, menggambarkan serangan itu sebagai “tindakan sabotase terhadap upaya Suriah untuk mengamankan perdamaian, stabilitas, dan keamanan”.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengutuk serangan “eskalasi” Israel di Suweida dan Damaskus.

    Apa yang mungkin terjadi selanjutnya?

    Kekerasan tersebut telah menggarisbawahi rapuhnya lanskap keamanan dan politik di Suriah pascaperang saudara. Rentetan kekerasan terbaru memicu kekhawatiran pertikaian SARA akan muncul lagi di seluruh Suriah.

    Ketika Sharaa berupaya menguasai Suriah dan menyatukan berbagai kelompoknya, masih harus dilihat apakah pemerintahannya yang didominasi kaum Islamis akan mampu mendamaikan perpecahan sektarian yang mengakar di Suriah, akibat perang saudara selama bertahun-tahun.

    Bentrokan SARA tersebut, ditambah serangan Israel, mengancam akan menggagalkan upaya pembangunan negara dan pemulihan pascaperang.

    Israel, di sisi lain, kemungkinan akan terus menganggap pemerintah baru, dan para petempur Islamis yang berafiliasi dengan Sharaa di selatan, sebagai ancaman keamanan yang signifikan.

    Israel bisa terdorong untuk menjalin aliansi dengan kelompok-kelompok yang mungkin merasa terasing oleh pemerintah baru di Suriah.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Disinformasi, ancaman serius terhadap negara

    Disinformasi, ancaman serius terhadap negara

    Menjaga kebenaran bukan semata tugas tim komunikasi atau juru bicara, melainkan bagian dari tugas pokok penyelenggaraan pertahanan siber nasional yang dapat melindungi infrastruktur digital nasional

    Jakarta (ANTARA) – Di tengah upaya serius pemerintah membangun citra diplomasi kemanusiaan yang kuat, sebuah unggahan video di media sosial justru menciptakan gangguan serius terhadap narasi resmi negara.

    Video yang beredar di sebuah halaman Facebook menampilkan Presiden Prabowo Subianto sedang berpidato dengan narasi provokatif bertajuk: “Indonesia siap terlibat jika peperangan di Timur Tengah memicu perang dunia ke-3” dapat dikategorikan sebagai disinformasi yang dapat merusak stabilitas nasional, bahkan internasional.

    Sekilas, video tersebut tampak seperti potongan dari siaran langsung resmi di kanal YouTube Sekretariat Presiden bertajuk “Keterangan Pers Presiden Prabowo, Lawatan ke Timur Tengah dan Türkiye, Jakarta, 9 April 2025.” Hanya saja, jika dicermati, narasi judul yang menyertainya sangat menyesatkan dan tidak mencerminkan isi pernyataan Presiden Prabowo secara utuh.

    Dalam video aslinya, Presiden Prabowo tidak menyatakan Indonesia siap berperang. Sebaliknya, presiden menyampaikan bahwa Indonesia tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke lima negara di Timur Tengah, Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania, untuk membangun dukungan atas rencana evakuasi kemanusiaan. Sebanyak 1.000 warga Palestina direncanakan akan dievakuasi dari Gaza ke Indonesia, sebagai bagian dari komitmen Indonesia terhadap isu kemanusiaan global.

    Rusak reputasi

    Disinformasi seperti ini bukan sekadar kesalahan teknis atau kekeliruan editorial. Ini adalah bentuk manipulasi informasi yang secara sistematis berpotensi merusak reputasi negara atau national branding, meruntuhkan kepercayaan publik (public trust), dan memecah konsensus nasional terhadap kebijakan luar negeri. Rekayasa semacam ini merupakan ancaman serius yang tidak dapat diterima.

    Dalam situasi global yang sensitif, disinformasi bisa berujung pada salah tafsir yang fatal, baik di dalam, maupun luar negeri. Bahkan dapat mengganggu kehidupan demokrasi yang sedang diikhtiarkan menjadi lebih baik.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • AS Ungkap Sistem Rudal Canggih THAAD Kini Beroperasi di Arab Saudi

    AS Ungkap Sistem Rudal Canggih THAAD Kini Beroperasi di Arab Saudi

    Riyadh

    Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa baterai sistem pertahanan rudal canggih Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) yang pertama milik Arab Saudi kini telah beroperasi penuh.

    Hal tersebut, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (4/7/2025), diungkapkan oleh Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Erik Kurilla, setelah melakukan kunjungan ke kawasan Timur Tengah pada Kamis (3/7) waktu setempat.

    Kurilla mengunjungi Saudi pada 30 Juni hingga 1 Juli lalu, di mana dia bertemu dengan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Saudi, Jenderal Fayyad bin Hamed Al-Ruwaili.

    Pembahasan keduanya, menurut CENTCOM, berpusat pada masalah keamanan bersama dan penguatan hubungan antara militer, termasuk kerja sama dan interoperabilitas.

    “Jenderal Kurilla mengucapkan selamat kepada Angkatan Bersenjata Kerajaan Saudi atas pencapaian kemampuan operasional penuh untuk sistem Pertahanan Area Ketinggian Terminal (THAAD) pertama mereka pada 1 Juli,” kata CENTCOM dalam pernyataannya.

    Saat berada di Saudi, Kurilla juga bertemu dengan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Yaman. Keduanya membahas ancaman regional dan upaya untuk mempertahankan kebebasan navigasi di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab.

    Bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS menyetujui penjualan rudal dan senjata canggih senilai US$ 3,5 miliar ke Saudi. Perjanjian itu melibatkan penjualan 1.000 unit Rudal Udara-ke-Udara Jarak Menengah Canggih (AMRAAM) dan 50 bagian pemandu AIM-120C-8 AMRAAM untuk Riyadh.

    Tonton juga Video Pentagon Rilis Cara Kerja Bom Bunker yang Digunakan di Iran

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Washington juga menyetujui penjualan sistem senjata berpemandu presisi ke Saudi pada Maret lalu.

    Selain mengunjungi Saudi, Kurilla juga mengunjungi Israel, Qatar, Yordania, dan Yunani untuk mengunjungi tentara-tentara AS yang “terlibat dalam pertahanan pasukan AS dan kepentingannya di seluruh kawasan tersebut”.

    Kurilla mendatangi Pangkalan Udara Al-Udeid di Qatar untuk mengunjungi pasukan AS yang berhasil menembak jatuh rudal-rudal balistik yang menargetkan pangkalan tersebut, yang diluncurkan oleh Iran sebagai balasan atas pengeboman Washington terhadap tiga fasilitas nuklir Teheran.

    Tonton juga Video Pentagon Rilis Cara Kerja Bom Bunker yang Digunakan di Iran

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menlu: 97 WNI dari Iran dan 26 WNI dari Yerusalem sudah dievakuasi

    Menlu: 97 WNI dari Iran dan 26 WNI dari Yerusalem sudah dievakuasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono mengungkapkan sebanyak 97 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Iran dan 26 WNI dari wilayah Tel Aviv, Yerusalem, dan Arabah sudah berhasil dievakuasi.

    Dia mengungkapkan proses evakuasi via Azerbaijan itu dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Teheran, Iran, dan KBRI Amman, Yordania.

    “Dan rencana evakuasi bagi warga negara yang ada di wilayah ini akan kami lanjutkan,” kata Sugiono di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, jumlah WNI yang tercatat berada di Iran sebanyak 386 orang.

    Selain yang sudah dievakuasi, kata dia, sejumlah WNI di Iran memilih untuk tetap tinggal di negara itu.

    Kemudian, dia mengatakan bahwa jumlah WNI yang berada di kawasan Tel Aviv, Yerussalem, dan sekitarnya sebanyak 167 orang.

    “Ada yang memilih untuk tetap berada di sana dan belum menyatakan kesediaannya untuk pindah, namun ini juga terus kita pantau keadaannya,” kata dia.

    Dengan gencatan senjata yang berlangsung saat ini, dia berharap WNI yang masih berada di daerah konflik itu dalam kondisi yang baik-baik saja.

    Dia pun memastikan bahwa proses evakuasi akan terus berlanjut.

    *Kami juga telah membentuk suatu gugus tugas yang disebut crisis response team, jika sewaktu-waktu perkembangan situasi memburuk memaksa kita mengevakuasi warga negara di negara-negara tersebut,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tentara Israel ‘Diperintahkan’ Tembaki Pencari Bantuan Tak Bersenjata di Gaza, Terkuak Pengakuan Mengejutkan

    Tentara Israel ‘Diperintahkan’ Tembaki Pencari Bantuan Tak Bersenjata di Gaza, Terkuak Pengakuan Mengejutkan

    PIKIRAN RAKYAT – Laporan terbaru dari surat kabar Haaretz memicu kemarahan internasional setelah mengungkap kesaksian bahwa tentara Israel penjajah diduga mendapat perintah langsung untuk menembaki warga Palestina tidak bersenjata yang sedang mengantre bantuan pangan di Gaza.

    Temuan ini memperkuat tuduhan bahwa aksi militer di lokasi distribusi bantuan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.

    Pengakuan Tentara: “Kami Menembakkan Senapan Mesin dan Melempar Granat”

    Dalam laporan Haaretz yang terbit Jumat 21 Juni 2025, beberapa tentara Israel penjajah yang identitasnya disamarkan mengaku bahwa mereka diinstruksikan menembak kerumunan warga Palestina, meski tahu para pencari bantuan tersebut tidak membawa senjata dan tak menimbulkan ancaman.

    “Kami menembakkan senapan mesin dari tank dan melemparkan granat,” kata seorang tentara kepada Haaretz.

    “Ada satu insiden di mana sekelompok warga sipil terkena serangan saat maju di bawah penutup kabut,” tuturnya menambahkan.

    Pengakuan serupa datang dari tentara lain yang menyebut bahwa di titik penempatan mereka di Gaza, antara satu hingga lima orang tewas setiap hari.

    “Ini adalah ladang pembunuhan,” ucapnya tegas.

    Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, hingga Kamis 20 Juni 2025, sedikitnya 549 warga Palestina tewas dan 4.066 lainnya terluka di lokasi distribusi bantuan yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Israel penjajah dan Amerika Serikat.

    Ironisnya, GHF yang didirikan Mei lalu justru menuai kritik tajam karena menjadi magnet penembakan massal di area distribusi. Beberapa pusat distribusi, menurut Al Jazeera, kini disebut warga Gaza sebagai “jebakan maut”.

    Israel Membantah, Namun Buka Penyelidikan

    Militer Israel penjajah menepis laporan tersebut. Dalam pernyataan resminya di Telegram, Angkatan Pertahanan Israel (IDF) menegaskan tuduhan itu tidak sesuai fakta lapangan.

    “Setiap tuduhan pelanggaran hukum atau perintah militer akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil sesuai kebutuhan. Tuduhan api sengaja yang diarahkan kepada sipil tidak diakui di lapangan,” tutur pernyataan IDF.

    Sementara itu, Perdana Menteri Israel penjajah Benjamin Netanyahu bersama Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengecam laporan Haaretz sebagai “fitnah darah”.

    “IDF beroperasi dalam kondisi sulit melawan musuh teroris yang bersembunyi di balik populasi sipil,” kata Netanyahu dalam pernyataan dikutip The Times of Israel.

    Bagian dari Metode ‘Kontrol Kerumunan’?

    Nir Hasson, jurnalis Haaretz yang terlibat dalam investigasi, menjelaskan bahwa perintah menembak warga sipil ini bukan kebetulan.

    “Sebenarnya ini praktik untuk mengendalikan kerumunan dengan api. Jika Anda ingin kerumunan pergi dari suatu tempat, Anda tembakkan kepada mereka meskipun Anda tahu mereka tidak bersenjata,” kata Hasson dari Yerusalem Barat.

    Meski demikian, nama komandan yang diduga memberi perintah tembak tidak diungkapkan. Namun Hasson menduga orang tersebut memiliki jabatan tinggi di militer.

    Kecaman Dunia: “Pembantaian yang Menyamar Sebagai Bantuan”

    Temuan ini segera memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang menegaskan pentingnya akuntabilitas.

    “Kami tidak perlu laporan semacam itu untuk mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran besar terhadap hukum internasional (di Gaza),” ujar Guterres dalam konferensi pers di New York.

    “Dan ketika ada pelanggaran hukum internasional, harus ada pertanggungjawaban,” ucapnya menambahkan.

    Organisasi medis internasional Doctors Without Borders (MSF) menyebut pusat distribusi bantuan GHF sebagai “pembantaian yang menyamar sebagai bantuan kemanusiaan.”

    Jebakan Maut di Tengah Kelaparan

    Banyak warga Gaza terjebak dalam pilihan tragis: menunggu makanan dengan risiko ditembak, atau mati perlahan karena kelaparan. Wartawan Al Jazeera, Hamdah Salhut, melaporkan dari Amman, Yordania.

    “Orang-orang di Gaza mengatakan pusat distribusi ini sekarang menjadi jebakan maut bagi warga Palestina. Mereka tidak punya pilihan: mati kelaparan atau mati mencari makanan yang sedikit,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    Saat ini, GHF mengoperasikan empat titik distribusi: satu di Gaza Tengah dan tiga di Gaza Selatan. Namun, penembakan di area distribusi justru semakin sering terjadi sejak blokade Israel penjajah mencabut sebagian pembatasan per Mei lalu.

    Korban Terus Bertambah

    Sejak Israel penjajah memulai serangan ke Gaza pada Oktober 2023, data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat setidaknya 56.331 orang tewas dan 132.632 orang terluka. Insiden penembakan di lokasi bantuan menambah panjang daftar korban sipil.***

  • Total 60 WNI dari Iran Sudah Kembali ke Tanah Air

    Total 60 WNI dari Iran Sudah Kembali ke Tanah Air

    JAKARTA – Kementerian Luar Negeri mencatat sebanyak 60 orang warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Iran telah kembali ke tanah air.

    Kepulangan puluhan WNI ini, melalui proses penerbangan Turkish Airlines (TK 56) dengan jumlah 11 orang dilakukan pada Selasa (24/6), dan 49 orang diterbangkan lewat Doha, Qatar-Jakarta Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten.

    Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha mengatakan, dari 49 orang WNI yang dipulangkan saat ini atau gelombang kedua tahapan evakuasi dari 97 orang dari Iran akibat konflik antara Iran dan Israel.

    “Setelah kedatangan 11 WNI di Jakarta yang dievakuasi dari Iran pada tanggal 24 Juni 2025, hari ini akan kembali tiba 48 WNI dan 1 WNA evacuees,” ujarnya dilansir ANTARA, Rabu, 25 Juni.

    Mereka telah melewati proses evakuasi dari Iran lewat jalur darat menuju Baku, Azerbaijan. Kemudian, melakukan penerbangan dan transit terlebih dahulu di Istanbul dan Doha sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

     

    Kemlu juga telah mengevakuasi lima WNI lainnya dari dua wilayah berbeda yakni Oman dan Yordania yang saat ini menghadapi situasi keamanan tidak stabil.

    “Selain 49 evacuees, Kemlu dan KBRI Muscat juga mengevakuasi 3 WNI dari Yaman Utara, wilayah yang dikuasai Houthi. Kemlu dan KBRI Amman juga memfasilitasi evakuasi 2 WNI yang menetap di Tel Aviv dan Yerusalem. Kelima evacuees tersebut juga akan tiba pada hari ini,” kata dia.