Negara: Yordania

  • Arab Saudi Kecam Menteri Israel Berdoa di Al-Aqsa: Provokatif!

    Arab Saudi Kecam Menteri Israel Berdoa di Al-Aqsa: Provokatif!

    Riyadh

    Arab Saudi mengecam keras aksi seorang menteri kontroversial Israel yang berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa, yang menantang aturan yang berlaku di salah satu situs paling sensitif di Timur Tengah. Riyadh menyebutnya sebagai “praktik provokatif” yang dilakukan secara berulang oleh pejabat Israel di kompleks suci tersebut.

    “Arab Saudi mengecam dengan sekeras-kerasnya praktik provokatif yang telah berulang kali dilakukan oleh para pejabat pemerintah pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa yang disucikan, menegaskan bahwa praktik tersebut mengobarkan konflik di kawasan,” tegas Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (4/8/2025).

    “Kerajaan menekankan tuntutannya yang berkelanjutan terhadap komunitas internasional untuk menghentikan praktik-praktik yang dilakukan oleh para pejabat pendudukan Israel yang melanggar hukum dan norma internasional, dan yang merusak upaya perdamaian di kawasan tersebut,” imbuh pernyataan tersebut.

    Pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi ini dirilis setelah Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang dikenal kontroversial datang mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada Minggu (3/8) waktu setempat, dan mengatakan dirinya berdoa di sana.

    Ben-Gvir mengatakan dirinya berdoa untuk kemenangan Israel atas kelompok Hamas dalam perang di Jalur Gaza, dan untuk kembalinya para sandera yang masih ditahan oleh militan di wilayah tersebut. Dia juga mengulangi seruannya agar Israel menaklukkan seluruh daerah kantong Palestina itu.

    Diketahui bahwa di bawah perjanjian “status quo” yang telah berlaku selama puluhan tahun, yang diatur dengan otoritas Muslim, kompleks Masjid Al-Aqsa dikelola oleh sebuah yayasan keagamaan Yordania dan umat Yahudi dapat berkunjung tetapi tidak boleh berdoa di sana.

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan dalam pernyataannya setelah kunjungan Ben-Gvir tersebut bahwa kebijakan Israel untuk mempertahankan “status quo” di kompleks Al-Aqsa “tidak berubah dan tidak akan berubah”.

    Sejumlah video yang dirilis oleh organisasi Yahudi bernama Temple Mount Administration menunjukkan Ben-Gvir memimpin sekelompok orang berjalan di dalam kompleks Al-Aqsa. Beberapa video lainnya yang beredar online tampaknya menunjukkan Ben-Gvir sedang berdoa.

    Kunjungan ke kompleks suci yang disebut sebagai Temple Mount oleh umat Yahudi itu bertepatan dengan Tisha B’av, yang merupakan hari puasa untuk berkabung atas hancurnya dua kuil Yahudi kuno, yang berdiri di lokasi itu berabad-abad lalu.

    Wakaf Al-Aqsa, yayasan yang mengelola kompleks suci tersebut, mengatakan bahwa Ben-Gvir termasuk di antara 1.250 orang lainnya yang naik ke kompleks Al-Aqsa dan dilaporkan berdoa, berteriak, dan menari di sana.

    Aktivitas itu bertentangan dengan sikap resmi Israel yang selama ini menerima aturan yang membatasi warga non-Muslim untuk berdoa di kompleks tersebut, yang merupakan situs tersuci ketiga dalam agama Islam dan situs paling suci dalam agama Yahudi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Saudi Marah Besar, Menteri Keamanan Israel Berkunjung dan Beribadah di Masjid Al-Aqsa

    Saudi Marah Besar, Menteri Keamanan Israel Berkunjung dan Beribadah di Masjid Al-Aqsa

    GELORA.CO – Kementerian Luar Negeri Saudi pada Ahad (3/8/2025) mengecam aksi provokatif yang dilakukan oleh Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir, di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Saudi mengatakan bahwa aksi Ben Gvir kian memanaskan konflik di wilayah tersebut.

    “Arab Saudi mengutuk sekeras-kerasnya praktik provokatif yang berulang kali dilakukan oleh pejabat pemerintah pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan menekankan bahwa praktik-praktik ini memicu konflik di wilayah tersebut,” kata Kementerian Luar Negeri.

    Ben-Gvir mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa yang menjadi titik api di Yerusalem pada Ahad dan mengatakan bahwa ia beribadah di sana. Gvir menantang aturan status quo di salah satu situs paling sensitif di Timur Tengah.

    Di bawah perjanjian yang telah berlaku selama puluhan tahun dengan otoritas Muslim, kompleks Al-Aqsa dikelola oleh sebuah yayasan keagamaan Yordania dan orang-orang Yahudi dapat berkunjung tetapi tidak boleh beribadah di sana, 

    “Kerajaan menekankan tuntutan berkelanjutannya kepada komunitas internasional untuk menghentikan praktik-praktik pejabat pendudukan Israel yang melanggar hukum dan norma internasional serta melemahkan upaya perdamaian di kawasan,” tambah pernyataan tersebut.

    Saudi secara konsisten menyuarakan kecamannya atas apa yang digambarkannya sebagai serangan terang-terangan Israel yang berkelanjutan terhadap kesucian Masjid Al-Aqsa.

    Yordania juga mengecam keras penyerbuan Al-Aqsa oleh Ben-Gvir. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional danhumaniter internasional, sebuah provokasi yang tidak dapat diterima, dan eskalasi yang dikutuk.

    “Israel tidak memiliki kedaulatan atas Masjid Al-Aqsa/Al-Haram Al-Sharif,” kata pernyataan itu.

    Juru bicara Kementerian, Duta Besar Sufian Qudah, menegaskan kembali penolakan mutlak dan kecaman tegas Yordania atas serangan provokatif yang berkelanjutan oleh menteri ekstremis.

    “Tindakan-tindakan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap status quo historis dan hukum masjid tersebut dan merupakan upaya untuk memecah belahnya secara temporal dan spasial, serta penodaan terhadap kesuciannya,” ujar Qudah.

    Qudah memperingatkan konsekuensi dari provokasi dan pelanggaran terhadap tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem. Kunjungan itu hanya akan meningkatkan eskalasi berbahaya lebih lanjut dan tindakan sepihak di Tepi Barat yang diduduki.

  • Saudi Marah Besar, Menteri Keamanan Israel Berkunjung dan Beribadah di Masjid Al-Aqsa

    Saudi Marah Besar, Menteri Keamanan Israel Berkunjung dan Beribadah di Masjid Al-Aqsa

    GELORA.CO – Kementerian Luar Negeri Saudi pada Ahad (3/8/2025) mengecam aksi provokatif yang dilakukan oleh Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir, di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Saudi mengatakan bahwa aksi Ben Gvir kian memanaskan konflik di wilayah tersebut.

    “Arab Saudi mengutuk sekeras-kerasnya praktik provokatif yang berulang kali dilakukan oleh pejabat pemerintah pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan menekankan bahwa praktik-praktik ini memicu konflik di wilayah tersebut,” kata Kementerian Luar Negeri.

    Ben-Gvir mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa yang menjadi titik api di Yerusalem pada Ahad dan mengatakan bahwa ia beribadah di sana. Gvir menantang aturan status quo di salah satu situs paling sensitif di Timur Tengah.

    Di bawah perjanjian yang telah berlaku selama puluhan tahun dengan otoritas Muslim, kompleks Al-Aqsa dikelola oleh sebuah yayasan keagamaan Yordania dan orang-orang Yahudi dapat berkunjung tetapi tidak boleh beribadah di sana, 

    “Kerajaan menekankan tuntutan berkelanjutannya kepada komunitas internasional untuk menghentikan praktik-praktik pejabat pendudukan Israel yang melanggar hukum dan norma internasional serta melemahkan upaya perdamaian di kawasan,” tambah pernyataan tersebut.

    Saudi secara konsisten menyuarakan kecamannya atas apa yang digambarkannya sebagai serangan terang-terangan Israel yang berkelanjutan terhadap kesucian Masjid Al-Aqsa.

    Yordania juga mengecam keras penyerbuan Al-Aqsa oleh Ben-Gvir. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional danhumaniter internasional, sebuah provokasi yang tidak dapat diterima, dan eskalasi yang dikutuk.

    “Israel tidak memiliki kedaulatan atas Masjid Al-Aqsa/Al-Haram Al-Sharif,” kata pernyataan itu.

    Juru bicara Kementerian, Duta Besar Sufian Qudah, menegaskan kembali penolakan mutlak dan kecaman tegas Yordania atas serangan provokatif yang berkelanjutan oleh menteri ekstremis.

    “Tindakan-tindakan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap status quo historis dan hukum masjid tersebut dan merupakan upaya untuk memecah belahnya secara temporal dan spasial, serta penodaan terhadap kesuciannya,” ujar Qudah.

    Qudah memperingatkan konsekuensi dari provokasi dan pelanggaran terhadap tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem. Kunjungan itu hanya akan meningkatkan eskalasi berbahaya lebih lanjut dan tindakan sepihak di Tepi Barat yang diduduki.

  • Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa, Turki Meradang

    Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa, Turki Meradang

    Jakarta

    Pemerintah Turki meradang menyusul tindakan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang memimpin ibadah doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa, Yerusalem. Turki menilai perbuatan itu sebagai provokasi keji.

    “Menargetkan Masjid Al-Aqsa adalah bagian dari perang kotor dan genosida Israel. Itu adalah provokasi keji dan upaya untuk menduduki Al-Aqsa,” kata Direktur Komunikasi Turki, Burhanettin Duran, dilansir Anadolu Agency, Senin (4/8/2025).

    Duran mengatakan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan berkomitmen dalam membantu pengamanan Masjid Al-Aqsa. Dia menegaskan Al-Aqsa sebagai tempat suci bagi agama Islam.

    “Yerusalem adalah “tanah bersama” bagi semua agama Abraham, dan Masjid Al-Aqsa merupakan pusat spiritual bagi umat Islam sekaligus warisan bersama umat manusia,” tegasnya.

    Dilansir AFP, Kementerian Luar Negeri Turki juga mengutuk keras aksi yang dilakukan Ben Gvir. Kemlu Turki menilai tindakan tersebut melanggar kesepakatan mengenai situs Al-Aqsa.

    “Kami mengutuk keras penggerebekan yang dilakukan di Masjid Al-Aqsa oleh beberapa menteri Israel, di bawah perlindungan polisi Israel dan didampingi oleh kelompok-kelompok pemukim Israel,” kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.

    “Keamanan Masjid Al-Aqsa dan pelestarian identitas suci Yerusalem bukan hanya prioritas regional tetapi juga tanggung jawab utama atas nama hati nurani kolektif umat manusia,” katanya.

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, diketahui secara terbuka memimpin ibadah doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Tindakan ini menuai kecaman karena melanggar kesepakatan yang telah lama berlaku di situs tersebut.

    Aksi Ben Gvir terjadi pada Minggu (3/8) waktu setempat. Media Israel mengatakan kunjungan Ben Gvir itu menandai pertama kalinya sebuah doa dibacakan di depan umum oleh seorang menteri pemerintah.

    Kompleks Al-Aqsa diketahui merupakan situs tersuci ketiga umat Islam, dan juga tempat tersuci bagi agama Yahudi. Tempat itu dihormati sebagai lokasi kuil Yahudi pertama dan kedua.

    Ritual keagamaan Yahudi dilarang di sana berdasarkan perjanjian yang telah lama berlaku antara Israel dan Yordania. Dalam beberapa tahun terakhir, kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai “status quo”, telah berulang kali dilanggar oleh pengunjung Yahudi, termasuk anggota parlemen Israel.

    (ygs/ygs)

  • Tuai Kecaman, Menteri Keamanan Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa

    Tuai Kecaman, Menteri Keamanan Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa

    Jakarta

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, secara terbuka memimpin ibadah doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Tindakan ini menuai kecaman karena melanggar kesepakatan yang telah lama berlaku di situs tersebut.

    Dilansir AFP, Senin (4/8/2025), aksi Ben Gvir terjadi pada Minggu (3/8) waktu setempat. Media Israel mengatakan kunjungan Ben Gvir itu menandai pertama kalinya sebuah doa dibacakan di depan umum oleh seorang menteri pemerintah.

    Kompleks Al-Aqsa diketahui merupakan situs tersuci ketiga umat Islam, dan juga tempat tersuci bagi agama Yahudi. Tempat itu dihormati sebagai lokasi kuil Yahudi pertama dan kedua.

    Ritual keagamaan Yahudi dilarang di sana berdasarkan perjanjian yang telah lama berlaku antara Israel dan Yordania. Dalam beberapa tahun terakhir, kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai “status quo”, telah berulang kali dilanggar oleh pengunjung Yahudi, termasuk anggota parlemen Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa kebijakan Israel untuk mempertahankan status quo di Bukit Bait Suci tidak berubah.

    Tanggal yang dipilih Ben Gvir untuk tindakannya sangat simbolis. Dalam kalender Ibrani, hari Minggu menandai Tisha B’Av atau hari puasa untuk memperingati penghancuran dua kuil Yahudi yang dulu berdiri di kompleks Al-Aqsa saat ini.

    Dalam sebuah pernyataan yang direkam di kompleks tersebut, Ben Gvir mengatakan bahwa Israel harus menanggapi “video horor” dua sandera Israel yang dibebaskan oleh kelompok militan Palestina pekan ini dengan “memperluas kedaulatan Israel atas seluruh Jalur Gaza”.

    Israel menduduki dan mencaplok Yerusalem timur pada tahun 1967. Langkah itu tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.

    Tindakan Ben Gvir, yang digambarkan oleh surat kabar sayap kiri Israel Haaretz sebagai “provokasi”, menuai kecaman dari Otoritas Palestina hingga Yordania dan Arab Saudi, yang menyebutnya sebagai “eskalasi berbahaya”.

    (ygs/ygs)

  • Profesor Ini Kritik Keras Negara Muslim Soal Nasib Gaza & Afghanistan

    Profesor Ini Kritik Keras Negara Muslim Soal Nasib Gaza & Afghanistan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang profesor mengkritik habis-habisan para negara muslim terkait krisis di Gaza dan Afghanistan. OKI yang merupakan kumpulan dari 57 negara mayoritas muslim juga dinilai banyak retorika namun sangat kurang dalam tindakan.

    Ini diungkapkan Profesor Emeritus Studi Timur Tengah dan Asia Tengah Universitas Nasional Australia, Amin Saikal dalam tulisannya yang dimuat di The Conversation tanggal 31 Juli 2025.

    “Dalam penanganan dua krisis terbesar saat ini di dunia Muslim, kehancuran Gaza dan kekuasaan kejam Taliban di Afghanistan, negara-negara Arab dan Muslim sangat tidak efektif,” jelas Saikal, dikutip Sabtu (2/8/2025).

    “Badan utama mereka, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), kuat dalam retorika namun kurang bertindak serius dan nyata,” dia menambahkan.

    Saikal yang juga Wakil Rektor Rekan Strategis Universitas Victoria mengatakan OKI sebenarnya diharapkan bisa bertindak sebagai badan perwakilan dan konsultatif. Selain itu juga membuat keputusan dan rekomendasi soal isu utama di dunia Muslim.

    Namun yang terjadi sebaliknya. OKI dianggap tak berbuat banyak saat serangan Israel kepada Gaza dan melawan pemerintahan Taliban di Afghanistan.

    Salah satu contoh ketidakberdayaan OKI pada serangan Gaza adalah tidak dapat membujuk negara tetangga Israel, khususnya Mesir dan Yordania agar dapat membuka perbatasan untuk masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Selain itu juga tidak bisa memaksa berbagai negara, yakni Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko untuk menangguhkan hubungan dengan Israel. Dengan begitu Israel bisa menyetujui solusi dua negara.

    Seruan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan pelapor khusus PBB untuk Palestina Franseca Albanese untuk menangguhkan Israel dari PBB juga tidak diadopsi oleh OKI.

    “Tidak bisa mendesak anggota Arabnya yang kaya minyak, khususnya Arab Saudi dan UEA untuk memanfaatkan sumber daya untuk mendorong Presiden AS Donald Trump menyetop pasokan senjata ke Israel dan menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri perang,” kata Saikal.

    Sementara untuk masalah Afghanistan, OKI juga dinilai tak berbuat banyak. Termasuk gagal menekan pada Taliban yang ultra-ektremis.

    Salah satunya terkait larangan Taliban untuk anak perempuan mendapatkan pendidikan. Pada Desember 2022, Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha pernah menyerukan penyatuan ulama Islam dan otoritas agama untuk melawan keputusan tersebut.

    Sayang seruan itu tak pernah jadi kenyataan dan dalam waktu sebulan keputusan OKI berubah drastis. Karena kelompok itu meminta komunitas internasional tidak ikut campur dalam urusan Afghanistan.

    Hingga kini tak ada negara Muslim yang mengakui pemerintahan Taliban. Namun mereka, dan juga OKI tak mengambil tindakan apapun untuk kelompok tersebut.

    “Sebagian besar anggota OKI terlibat dengan Taliban untuk tingkat politik, ekonomi, keuangan dan perdagangan,” tegasnya.

    Dalam tulisan tersebut, Saikal mengatakan beberapa alasan OKI tak efektif dalam dua krisis itu. Salah satunya negara-negara anggota belum menjadi pembangun jembatan untuk mengembangkan strategi terkait tujuan dan tindakan saat mengatasi perbedaan geopolitik dan sektarian.

    OKI juga dinilai hanya sebagai ajang diskusi. Mengingat saat ini terjadi persaingan antar negara anggota, juga dengan wilayah lain di AS dan China.

    “Sudah saatnya melihat fungsi OKI dan menentukan caranya lebih efektif dalam menyatukan umat,” tutur Saikal.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tarif Trump 19% Berlaku 7 Agustus 2025, Begini Respons Pemerintah

    Tarif Trump 19% Berlaku 7 Agustus 2025, Begini Respons Pemerintah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah resmi menandatangani executive order terkait pengenaan tarif yang berlaku bagi negara-negara mitra dagang utamanya.

    Trump mempertahankan tarif dasar 10% ke negara-negara di mana AS memiliki surplus perdagangan. Lalu, memberlakukan tarif 15% ke mitra dagang utama seperti Uni Eropa (UE), Jepang, dan Korea Selatan (Korsel).

    Sedangkan bagi Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya tarif yang diterapkan masih sama sesuai hasil negosiasi, yaitu di kisaran 19-20%. Untuk Indonesia masih tetap dikenakan 19% dari sebelumnya 32%.

    Pemerintah menganggap, besaran tarif bea masuk yang telah diumumkan Trump pada Kamis malam lalu itu sudah cukup untuk memberikan daya saing ekspor komoditas-komoditas Indonesia ke AS dibanding negara mitra dagang AS lainnya.

    “Indonesia kan seperti kita ketahui sudah selesai dan berlaku tanggal 7 dan seluruh negara ASEAN hampir selesai dan negara-negara yang di ASEAN 19%, kecuali Singapura tarifnya yang paling rendah,” kata Menteri Koordinator Bidang Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Menurut pemerintah, besaran tarif itu akan membuat kinerja ekspor Indonesia terjaga baik ke AS karena tak mengalami perbedaan dengan negara-negara kompetitor seperti Thailand, Kamboja, Malaysia, Filipina, maupun Pakistan.

    “Karena beberapa negara ASEAN kan 19%, dan paling rendah negara yang memang dengan AS relatif baik. Selama ini juga sama, punya competitiveness terhadap Thailand maupun Malaysia dan sektornya agak mirip tapi ada perbedaan juga, yang penting india agak tinggi sedikit,” ungkap Airlangga.

    Menurut Airlangga, meski tarif perdagangan resiprokal atau bea masuk yang dikenakan Trump ke Indonesia 19%, namun untuk sejumlah komoditas telah resmi ditetapkan menjadi lebih rendah hingga 0%, terutama komoditas-komditas strategis yang tidak dimiliki AS.

    “Bahkan untuk copper konsentrat dan copper catode di nol kan jadi itu yang sejalan dengan pembicaraan untuk mineral strategis antara lain copper dan itu US sudah umumkan juga,” papar Airlangga.

    ‘Jadi itu yang Indonesia sebut industrial comodities jadi secondary process sesudah ore, jadi sudah sejalan dengan apa yang kemarin diumumkan juga oleh secretary commerce dari white house,” tegasnya.

    Berikut ini daftar negara yang tarifnya telah diumumkan Trump dan berlaku 7 Agustus 2025:

    Suriah

    Laos

    Myanmar

    Swiss

    Irak

    Serbia

    Aljazair

    Bosnia dan Herzegovina

    Libya

    Afrika Selatan

    Brunei

    India

    Kazakhstan

    Moldova

    Tunisia

    Bangladesh

    Sri Lanka

    Taiwan

    Vietnam

    Indonesia

    Kamboja

    Malaysia

    Pakistan

    Filipina

    Thailand

    Nikaragua

    Afghanistan

    Angola

    Bolivia

    Botswana

    Kamerun

    Chad

    Kosta Rika

    Pantai Gading

    Republik Demokratik Kongo

    Ekuador

    Equatorial Guinea

    Fiji

    Ghana

    Guyana

    Islandia

    Israel

    Jepang

    Yordania

    Lesotho

    Liechtenstein

    Madagaskar

    Malawi

    Mauritius

    Mozambik

    Namibia

    Nauru

    Selandia Baru

    Nigeria

    Makedonia Utara

    Norwegia

    Papua Nugini

    Korea Selatan

    Trinidad dan Tobago

    Turki

    Uganda

    Vanuatu

    Venezuela

    Zambia

    Zimbabwe

    Brasil

    Kepulauan Falkland

    Inggris

    Uni Eropa

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dasar Ilmiah Nabi Musa Membelah Laut Merah Diungkap Ilmuwan

    Dasar Ilmiah Nabi Musa Membelah Laut Merah Diungkap Ilmuwan

    Jakarta

    Bagi umat beragama Islam, Kristen, dan Yahudi, pasti meyakini bahwa Nabi Musa telah membelah Laut Merah atas izin Tuhan. Penelitian terbaru pun menunjukkan dasar ilmiah untuk kepercayaan keagamaan tersebut.

    Al Qur’an dan Alkitab mengisahkan bahwa Musa, seorang nabi utusan Allah SWT, membelah perairan terdalam di Laut Merah untuk membuka jalan bagi bangsa Israel melarikan diri dari Fir’aun Mesir yang menindas. Setelah itu, pasukan Fir’aun langsung tersapu oleh gelombang yang datang.

    Nah, menurut para ahli di National Center for Atmospheric Research, untuk mencapai hal ini diperlukan angin yang bertiup pada kecepatan dan sudut yang tepat. Dengan demikian, angin tersebut dapat membuka sebuah saluran dan menutup kembali dengan kekuatan tsunami.

    “Penyeberangan Laut Merah adalah fenomena supranatural yang mengandung komponen alamiah, keajaibannya terletak pada waktu yang tepat,” kata ahli kelautan Carl Drews dikutip dari Daily Mail, Jumat (1/8/2025).

    Dari model komputer, diperkirakan fenomena seperti itu membutuhkan angin berkecepatan lebih dari 96 km per jam untuk menghantam air pada sudut tertentu, sehingga dapat membuka terowongan air selebar 4 km.

    “Ketika angin kencang bertiup ke arah selatan dari hulu Teluk selama sekitar satu hari, air akan terdorong ke arah laut, sehingga dasar yang sebelumnya terendam air akan tersingkap,” kata Nathan Paldor, ilmuwan kelautan dari Hebrew University of Jerusalem.

    Citra Google Earth Laut Merah, terletak di antara Mesir dan Jazirah Arab. Foto: Google Earth

    Kisah Nabi Musa membelah Laut Merah konon terjadi di Teluk Aqaba. Teluk ini memisahkan Semenanjung Sinai di Mesir dari Arab Saudi dan selatan Yordania. Bagian Laut Merah tersebut merupakan salah satu yang terdalam dengan kedalaman maksimum 1.800 meter.

    Akan tetapi, penelitian geologi membantah pernyataan ini karena angin badai sebesar apa pun tidak akan dapat membantu orang menyeberangi Teluk Aqaba yang berbahaya. Cerita itu juga menyatakan bahwa angin yang memecah laut itu datang dari timur, sedangkan perhitungan ilmiah menunjukkan angin itu pasti datang dari barat daya.

    Sebaliknya, para arkeolog telah mengajukan hipotesis lokasi alternatif untuk peristiwa cuaca ekstrem yang dapat membuka jalan bagi mukjizat Musa.

    Teluk Suez hanya memiliki kedalaman hingga 30 meter dengan dasar yang relatif datar. Dapat terjadi peristiwa ini apabila ada pasang surut yang kuat di bagian ini.

    Ilmuwan menganalisis kemungkinan angin yang mendorong perairan Teluk Suez kembali ke laut, dengan ilustrasi punggungan bawah air. Foto: Doron Norf dan Nathan Paldor

    Bruce Parker, mantan kepala ilmuwan di National Oceanic and Atmospheric Administration, meyakini Musa menggunakan pengetahuannya tentang pasang surut untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir.

    “Musa hidup di alam liar di dekat situ pada masa kecilnya, dan dia tahu di mana kafilah menyeberangi Laut Merah saat air surut,” tulis Park untuk The Wall Street Journal pada 2014.

    “Dia tahu langit malam dan metode kuno untuk memprediksi pasang surut, berdasarkan posisi Bulan di atas kepala dan seberapa penuh Bulan itu,” jelasnya.

    Namun, teori Suez tidak dapat mendukung klaim Book of Exodus (Kitab Keluaran atau kitab kedua dalam Alkitab Perjanjian Lama) bahwa angin timur bertiup membelah laut.

    Sementara itu, dalam laporan yang diterbitkan di PLOS One, Drews mengusulkan Danau Tannis di Delta Nil sebagai lokasi paling memungkinkan untuk peristiwa tersebut. Sesuai dengan terjemahan alternatif Alkitab Ibrani yang merujuk pada lautan ‘alang-alang’ yang tumbuh rapat di perairan payau tersebut, bukan ‘Laut Merah’.

    “Pemodelan samudra, dan sebuah laporan dari 1882, menunjukkan bahwa angin kencang di atas delta Nil bagian timur akan menerbangkan air setinggi dua meter, sehingga daratan yang kering tersingkap untuk sementara waktu berkat struktur unik danau tersebut yang menyediakan ‘mekanisme hidrolik untuk membagi air’,” kata peneliti samudra tersebut.

    Meskipun teori ilmiahnya masuk akal, Drews mengakui bahwa sebagai penganut Kristen, imannya membuatnya percaya bahwa kisah itu tetaplah ajaib.

    “Secara pribadi, saya seorang Lutheran yang selalu memahami bahwa iman dan sains dapat dan harus selaras. Adalah wajar dan tepat bagi seorang ilmuwan untuk mempelajari komponen alami dari narasi ini,” tutupnya.

    (ask/fay)

  • Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Gaza

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab mengecam kelompok militan Palestina, Hamas. Negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

    Negara-negara Arab yang dimaksud sebut saja Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki. Mereka menandatangani deklarasi bersama dan menyerukan Hamas untuk melucuti persenjataannya, membebaskan semua sandera yang ditawan dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir Newsweek, Kamis (31/7/2025), sebanyak 17 negara, ditambah Liga Arab yang beranggotakan 22 negara dan seluruh Uni Eropa, mendukung deklarasi yang disepakati pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    “Deklarasi New York” tersebut menetapkan rencana bertahap untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung hampir delapan dekade dan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Rencana tersebut akan berpuncak pada Palestina yang merdeka, hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan pada akhirnya integrasi mereka ke dalam kawasan Timur Tengah yang lebih luas.

    Foto: Korban tewas akibat serangan Israel di Gaza (AFP/OMAR AL-QATTAA)

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian isi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan mematikan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, yang memicu perang di Gaza. Ini menandai kecaman pertama oleh hampir semua negara Arab atas serangan Hamas tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan Israel di Gaza yang menewaskan warga sipil, menyerukan Israel untuk meninggalkan banyak kebijakannya selama perang dan setelahnya, termasuk pembatasan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, pemerintahan militer dan pembangunan permukiman di Tepi Barat, kegagalannya mencegah tindak kekerasan para pemukim terhadap warga Palestina, dan dugaan perubahan status quo di Yerusalem.

    Warga Palestina tinggal di rumah-rumah yang sudah hancur karena serangan Israel. Foto: REUTERS/Ramadan Abed

    Deklarasi tersebut juga menyerukan kemungkinan pengerahan pasukan asing untuk menstabilkan Gaza setelah berakhirnya perang.

    Siapa yang mempelopori deklarasi ini? ternyata adalah Prancis dan Arab Saudi. Kedua negara yang menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/isa)

  • Menteri Israel Bicara Kemungkinan Caplok Sebagian Gaza

    Menteri Israel Bicara Kemungkinan Caplok Sebagian Gaza

    Jakarta

    Seorang menteri Israel mengatakan bahwa negaranya bisa mengancam akan mencaplok sebagian wilayah Gaza untuk meningkatkan tekanan terhadap kelompok militan Hamas.

    Hal itu disampaikan Zeev Elkin, menteri yang menjadi anggota kabinet keamanan pimpinan Perdana Menteri Israel Benjamin Israel pada Rabu (30/7), sehari setelah Inggris menyatakan akan mengakui negara Palestina pada bulan September. Inggris mengatakan akan mengumumkan pengakuan negara Palestina, kecuali Israel mengambil langkah-langkah untuk meringankan penderitaan di Gaza dan mencapai gencatan senjata dalam perang dengan Hamas.

    Menuduh Hamas mencoba mengulur-ulur perundingan gencatan senjata untuk mendapatkan konsesi Israel, Elkin mengatakan kepada media publik Kan, bahwa Israel mungkin akan memberikan ultimatum kepada kelompok tersebut untuk mencapai kesepakatan sebelum memperluas aksi militernya.

    “Hal yang paling menyakitkan bagi musuh kami adalah kehilangan tanah,” katanya, dilansir Arab News, Kamis (31/7/2025).

    “Klarifikasi kepada Hamas bahwa saat mereka mempermainkan kami, mereka akan kehilangan tanah yang tidak akan pernah mereka dapatkan kembali, akan menjadi alat tekanan yang signifikan,” imbuh pejabat Israel tersebut.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa lalu, mengecam keputusan pemerintah Inggris untuk mengakui negara Palestina. Dia menyebut keputusan Inggris tersebut “memberikan ganjaran bagi terorisme mengerikan Hamas.”

    Israel membuat komentar serupa pekan lalu setelah Prancis juga mengumumkan akan mengakui negara Palestina pada September mendatang.

    Sementara itu, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki, menandatangani deklarasi bersama, yang untuk pertama kalinya mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Mereka juga menyerukan kelompok militan Palestina tersebut untuk melucuti persenjataannya, membebaskan semua sandera yang ditawan dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir Newsweek, Kamis (31/7/2025), sebanyak 17 negara, ditambah Liga Arab yang beranggotakan 22 negara dan seluruh Uni Eropa, mendukung deklarasi yang disepakati pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” bunyi deklarasi tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)