Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS
Mahasiswa Magister FIA UI
TUNTUTAN
untuk mengangkat tenaga kontrak – dahulu tenaga honorer, saat ini Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) – menjadi tenaga tetap (Pegawai Negeri Sipil) adalah kisah yang tidak ada habisnya dalam birokrasi kita.
Belakangan, isu ini kembali mencuat tatkala DPR RI membuka wacana peralihan status PPPK menjadi PNS dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 (
Kompas.com
, 31/10/25).
Telah menjadi rahasia umum bahwa mandeknya penyelesaian penataan tenaga honorer berakar dari praktik nepotisme serta politik balas budi dalam proses rekrutmen tenaga non-ASN.
Fenomena ini sebelumnya juga disinggung oleh Rini Widyantini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI (5/3/2025).
Ia menyampaikan bahwa pegawai non-ASN muncul salah satunya akibat ketidakdisiplinan instansi di dalam rekrutmen terutama karena Pilkada. Kepala daerah cenderung melakukan perekrutan tenaga honorer sebagai imbas dari proses pemenangan Pilkada. Hal ini juga berlaku kepada kementerian/lembaga dalam skala lebih kecil.
Dalam kesempatan sama, Rini juga menyoroti bahwa “pelarangan rekrutmen tenaga honorer pada peraturan yang lalu tidak dilengkapi dengan sanksi yang kuat”.
Akibatnya, seperti menimba air dengan ember bocor, meskipun telah dilakukan berbagai upaya penataan dan pengangkatan tenaga honorer secara bertahap menjadi pegawai tetap, praktik rekrutmen tenaga honorer baru terus berulang di waktu yang sama.
Pemerintah sebenarnya telah berulang kali berupaya menyelesaikan problematika penataan tenaga honorer melalui berbagai kebijakan dan regulasi.
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 yang mengatur mekanisme pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS secara bertahap.
Namun, regulasi tersebut belum sepenuhnya mampu menyelesaikan persoalan tenaga honorer sehingga menjadi warisan bagi pemerintahan berikutnya.
Pada era Jokowi, kebijakan penataan tenaga non-ASN dilakukan melalui UU Nomor 20 Tahun 2023 yang secara tegas, dalam pasal 66, menyatakan bahwa penataan pegawai non-ASN atau sebutan lainnya wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024, serta melarang instansi pemerintah untuk mengangkat pegawai non-ASN.
Sebagai tindak lanjut dari amanat undang-undang tersebut, Kementerian PAN-RB kemudian merumuskan kebijakan rekrutmen PPPK yang diperuntukkan hanya untuk tenaga non-ASN yang telah bekerja di instansi pemerintah.
Meskipun penataan tenaga non-ASN melalui pengangkatan menjadi PPPK telah terlaksana, kebijakan ini justru memunculkan permasalahan baru di kemudian hari.
Hal tersebut disebabkan oleh manajemen PPPK yang belum memiliki jenjang karier, jaminan pensiun, serta mekanisme mutasi kerja yang setara dengan PNS.
Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan PPPK dan mendorong munculnya tuntutan agar status mereka dapat diubah secara otomatis menjadi PNS.
Tuntutan tersebut tercermin dalam petisi berjudul “Jadikan PPPK Menjadi PNS Demi Keadilan dan Kepastian Karier” di platform Change.org, yang hingga artikel ini ditulis telah ditandatangani oleh 13.547 orang.
Berlawanan dengan petisi tersebut, muncul pula “Petisi Tolak Pengalihan PPPK Menjadi PNS di Indonesia” yang sudah sudah memperoleh 12.232 tanda tangan.
Reformasi birokrasi yang bergulir sejak era reformasi telah melahirkan prinsip
meritokrasi
dalam penyelenggaraan manajemen ASN. Namun, tanpa keberanian dan komitmen politik yang kuat, sistem merit hanya akan menjadi jargon kosong.
Perjalanan panjang kebijakan penataan tenaga honorer yang telah dilakukan sejak 2005, tapi masih menyisakan polemik hingga hari ini, menunjukkan pemerintah belum sepenuhnya mengambil langkah berani.
Selama ini, pemerintah cenderung memilih solusi jangka pendek guna menghindari gejolak politik, ekonomi, dan sosial.
Hal ini tampak dari berbagai kebijakan yang justru menurunkan standar kompetensi dalam proses rekrutmen ASN melalui jalur khusus tenaga non-ASN.
Misalnya, penetapan formasi afirmasi sehingga seleksi hanya menjadi formalitas; peniadaan
passing grade;
hingga penerbitan regulasi baru yang berulang untuk melonggarkan aturan.
Kondisi ini seakan menunjukkan tunduknya kebijakan pemerintah pada jerat kepentingan di balik pengangkatan tenaga non-ASN.
Padahal, jika pemerintah berkomitmen mewujudkan visi tata kelola pemerintahan kelas dunia, maka dibutuhkan keberanian untuk menerapkan rekrutmen berbasis kompetensi melalui proses seleksi yang objektif dan kompetitif.
Kita patut mengambil pelajaran dari Vietnam tentang bagaimana mengambil kebijakan yang berani demi tujuan jangka panjang.
Pada 2025, pemerintah Vietnam melakukan reformasi besar-besaran dengan memangkas sekitar 15–20 persen aparatur negara.
Menurut Pemerintah Vietnam, badan atau lembaga negara tidak boleh menjadi tempat berlindung yang aman bagi para pejabat yang tidak kompeten. (
Kompas.id
, 18/2/2025)
Restrukturisasi birokrasi besar-besaran tersebut diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi politik Vietnam. (Nguyen Khac Giang, 2025).
Meskipun sistem politik Vietnam berbeda dengan Indonesia yang menganut sistem multi-partai, komitmen dan keseriusan pemerintah Vietnam dalam meningkatkan efisiensi pemerintahan serta mengurangi hambatan birokrasi patut menjadi contoh yang layak ditiru, mengingat dampaknya yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif terhadap keberlanjutan skema PPPK dalam sistem kepegawaian nasional.
Konsep PPPK yang saat ini dijalankan telah melenceng jauh dari desain awalnya, yang sejatinya dimaksudkan sebagai mekanisme untuk merekrut talenta unggul dari luar pemerintahan melalui sistem kontrak yang fleksibel.
Momentum revisi UU ASN perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menata kembali manajemen kepegawaian.
Jika pemerintah ingin mempertahankan keberadaan PPPK dalam kerangka UU ASN, maka diperlukan desain ulang terhadap skema PPPK, terutama dari aspek pengadaannya yang berbasis pada kebutuhan jabatan tertentu yang sesuai dengan karakteristiknya — bukan melalui rekrutmen massal yang menyamaratakan seluruh jabatan dapat diisi oleh PPPK seperti dilakukan saat ini.
Paling penting, pelaksanaan rekrutmen PPPK harus dikembalikan pada filosofi awal untuk menarik talenta profesional dari luar instansi pemerintah.
Selanjutnya, untuk memastikan terpenuhinya prinsip keadilan, desain manajemen PPPK yang baru turut memasukkan aspek pemberian jaminan pensiun serta peluang pengembangan karier yang disesuaikan dengan karakteristik kepegawaian PPPK.
Sebaliknya, apabila pemerintah ingin menerapkan sistem kepegawaian tunggal yang hanya mengenal PNS, maka kebijakan tersebut harus diiringi dengan komitmen dan kedisiplinan tinggi dalam penyelenggaraan seleksi PNS yang berbasis sistem merit.
Ide mengangkat PPPK menjadi PNS tanpa tes merupakan bentuk pengabaian terhadap sistem merit yang telah dibangun dengan susah payah.
Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas dengan menerapkan standar kompetensi yang jelas, sekaligus memastikan adanya mekanisme seleksi yang dapat menilai secara adil pengalaman berharga PPPK yang selama ini telah berkontribusi terhadap kinerja organisasi.
Pemerintah dapat mengadaptasi langkah strategis yang telah ditempuh oleh Vietnam dalam upaya memangkas
red tape
dan menciptakan birokrasi yang lincah, yakni dengan berani mengurangi pegawai yang tidak memiliki kompetensi atau tidak menunjukkan kinerja memadai.
Apabila terdapat PPPK yang tidak lulus seleksi, maka pemerintah harus berani mengambil keputusan untuk memberhentikan pegawai tersebut secara profesional, tanpa memandang pengaruh politik yang mungkin mendukungnya.
Sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi PPPK yang telah lama mengabdi, tapi belum lulus seleksi, guna menghindari gejolak berkepanjangan, pemerintah dapat menyediakan pemberian pesangon yang layak.
Kebijakan seperti ini jauh lebih menguntungkan dalam jangka panjang dibandingkan mempertahankan pegawai yang tidak memenuhi kriteria maupun standar kompetensi.
Proses rekrutmen merupakan tahap awal yang menentukan kualitas birokrasi. Pasalnya, manajemen kepegawaian mencakup siklus panjang mulai dari perencanaan kebutuhan, rekrutmen, pengembangan kompetensi, pemberian kompensasi baik finansial maupun nonfinansial, hingga pemenuhan hak atas jaminan pensiun.
Kesalahan dalam proses rekrutmen akan berdampak fatal – bukan hanya menurunkan kinerja organisasi, tetapi juga membebani anggaran negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan publik yang lebih produktif.
Persis seperti apa yang dikatakan oleh Jim Collins dalam bukunya
Good to Great
(2014), orang yang tepat merupakan aset terpenting organisasi.
Transformasi menuju organisasi yang hebat dimulai dengan upaya mencari dan menempatkan orang yang tepat. Sebab, sisi yang hebat sekalipun akan menjadi sia-sia tanpa kehadiran orang-orang hebat di dalamnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Negara: Vietnam
-
/data/photo/2023/09/11/64fe8285acaaa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Benang Kusut Persoalan PPPK Jadi PNS Nasional
-

Permudah Pengguna Mobil Listrik, VinFast Tawarkan Jasa Sewa Baterai
Jakarta, CNBC Indonesia – VinFast terus berupaya meningkatkan penetrasi pasarnya di industri kendaraan listrik nasional. Salah satu nilai tambah yang coba ditawarkan VinFast kepada konsumen Indonesia adalah program battery subscription alias sewa baterai.
CEO VinFast Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto mengatakan, saat ini VinFast telah memiliki lima model mobil listrik yang dipasarkan di Indonesia. Mulai dari VinFast VF3 yang berada di kategori entry level, kemudian VF5, VF e34, VF6, hingga VF7. Dengan model yang beragam, VinFast ingin memberikan banyak pilihan bagi para pengguna mobil listrik Tanah Air.
VinFast pun menyadari, salah satu tantangan ketika konsumen ingin beralih ke mobil listrik adalah harga beli pertama yang dirasa cukup mahal dan kurang ekonomis. Untuk mengatasi tantangan tersebut, VinFast memberikan pilihan melalui program battery subscription.
Dengan battery subscription, konsumen memiliki dua pilihan, baik itu membeli kendaraan termasuk baterai ataupun membeli kendaraan dengan sewa baterai. Terdapat beberapa keunggulan battery subscription, antara lain harga pembelian mobil listrik jadi lebih murah dan biaya sewa baterainya juga sangat ekonomis.
“Kita ambil contoh VF3 itu hanya Rp 253.000 per bulan dan keuntungan lainnya adalah baterai selalu dalam kondisi prima, karena baterai itu adalah sewa,” ujar dia dalam Road to CNBC Indonesia Awards 2025 ‘Best Sustainable Companies’, Selasa (18/11/2025).
Kariyanto menambahkan, jika kondisi baterai mobil listrik VinFast menurun, maka akan diganti dengan baterai baru yang tentu bebas biaya.
Di samping itu, dia bilang, VinFast juga memiliki perusahaan di bidang pengisian baterai yaitu VGreen yang telah berekspansi hingga ke level kabupaten di seluruh Indonesia. Alhasil, VinFast tidak hanya sekadar menyewakan baterai, melainkan juga memudahkan konsumen mobil listrik dalam mengisi ulang baterai kendaraannya.
Tak hanya itu, VinFast juga menyediakan layanan free charging selama tiga tahun atau sampai 2028 mendatang kepada para pembeli merek mobil listrik asal Vietnam tersebut. Hal ini dilakukan guna memastikan para konsumen Indonesia benar-benar yakin untuk menggunakan mobil listrik sebagai mobilitas sehari-hari.
“Ekosistem yang sangat penting dibutuhkan untuk orang bertransisi ke mobil hijau atau mobilitas hijau adalah mengenai charging,” tandas dia.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
-

Ekonomi Indonesia 2025: Antara ‘Mimpi’ dan Realita
Jakarta –
Proyeksi ekonomi Indonesia 2025 kurang menggembirakan. Hal ini tercermin dalam perkiraan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) bahwa perekonomian Indonesia hanya bisa tumbuh 4,9% tahun 2025. Angka ini jauh dari “mimpi” pemerintah sebesar 6 – 8% hingga tahun 2029.
Sementara, World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2025 dari International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 sekitar 4,9%. Proyeksi ini lebih tinggi 0,1% dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,8% tahun 2025.
Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 dalam rentang 4,6 – 5,4%. Di sisi lain, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi secara nasional sekitar 5,2% tahun 2025 yang jauh lebih tinggi dari proyeksi World Bank (WB) sebesar 4,8%.
Jika diamati pertumbuhan secara tahunan (year-on-year) per kuartal, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama hanya 4,87%, meningkat menjadi 5,12% pada kuartal kedua dan melambat menjadi 5,04% pada kuartal ketiga tahun 2025. Realisasi pertumbuhan kuartal ketiga lebih tinggi dibandingkan konsensus ekonom sebesar 5,0%.
Pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga disebabkan oleh penurunan pertumbuhan investasi, yaitu dari 6,99% pada kuartal kedua menjadi hanya 5,04% pada kuartal ketiga tahun 2025. Hal ini, sejalan dengan besarnya proporsi investasi terhadap Gross Domestic Product (GDP) yang hanya 31,48%, sehingga dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sebesar 6,245 maka pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,04%.
Syarkawi Rauf Foto: detikcom/Reno Hastukrisnapati Widarto
Jika besaran investasi sebagai proporsi terhadap GDP, paling tinggi sekitar 33,22% dengan angka ICOR sebesar 6,245, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat 2025 diperkirakan maksimum hanya sekitar 5,32%.
Secara tahunan, masih merujuk pada angka ICOR, yaitu rasio antara investasi per GDP terhadap pertumbuhan output. Dengan angka ICOR sebesar 6,245 dan%tase investasi terhadap GDP sekitar 31 – 32%, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2025 hanya akan berada pada rentang antara 4,96 – 5,12%.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 masih jauh dari visi jangka panjang pemerintahan Prabowo sekitar 6 – 8%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 juga lebih rendah dari target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,2%.
Stagnasi Ekonomi
Stagnasi pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar angka 5,0% disebabkan oleh tingginya inefisiensi perekonomian nasional. Hal ini tercermin pada angka ICOR tahun 2025 yang diperkirakan sebesar 6,245.
Angka ICOR Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang hanya 4,6%, Thailand 4,4%, Malaysia 4,5%, dan India 4,5%. Hal ini mencerminkan bahwa perekonomian Indonesia jauh lebih boros, yaitu membutuhkan lebih banyak barang modal atau investasi untuk menghasilkan satu unit tambahan output.
Sebagai perbandingan, dalam kasus India, proporsi investasi terhadap GDP relatif sama dengan Indonesia, yaitu 31,2%. Namun, dengan angka ICOR yang lebih rendah, hanya 4,5, pertumbuhan ekonomi India jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yaitu sebesar 6,93%.
Target pemerintah India hingga tahun 2030 adalah menurunkan angka ICOR menjadi hanya 2,7 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 10%. Dimana, kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan 10% hanya sekitar 27% dari GDP India.
Hal ini kontras dengan Indonesia, dengan ICOR sebesar 6,245 maka untuk mencapai pertumbuhan 8,0% saja maka kebutuhan investasinya jauh lebih besar, yaitu sebesar 49,96% dari GDP. Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 6 – 8%?
Langkah paling penting adalah mendorong efisiensi dan mengurangi kebocoran dalam perekonomian nasional, dengan menurunkan angka ICOR dari 6,245 saat ini menjadi hanya 5-6 dalam lima tahun ke depan.
Strategi jangka pendek hingga panjang yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah mendorong inovasi teknologi melalui transformasi digital perekonomian nasional. Akses digital oleh seluruh propinsi dan kabupaten/kota harus mencapai 90%.
Meningkatkan indeks kemudahan berbisnis. Hal ini dapat dilakukan dengan reformasi kelembagaan (institutional reform), khususnya yang berkaitan dengan rule of law yang inklusif, birokrasi yang efisien, tidak ada pungutan liar, transaction cost yang rendah dan lainnya.
Langkah ini tidak hanya akan menurunkan angka ICOR tetapi sekaligus meningkatkan daya tarik investasi Indonesia. Harapannya, peringkat kemudahan dalam berbisnis di Indonesia semakin baik. Paling tidak mendekati peringkat kemudahan berbisnis India pada peringkat 27.
Mengadopsi teknologi digital terbaru melalui penggunaan Artificial Inteligent (AI), machine learning (ML), big data, Internet of Thing (IoT) dan automation dalam perekonomian nasional. Adopsi teknologi digital terbaru akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi angka ICOR dari 6,245 menjadi sekitar 5 – 6 dalam lima tahun ke depan.
Menetapkan national champion di sektor manufaktur sebagai fokus pengembangan. Sehingga sebagian besar sumber daya nasional diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sektor manufaktur unggulan. Langkah serupa juga pernah dilalukan oleh Jepang dan Korea, dengan sektor manufaktur yang efisien memberikan daya saing di pasar ekspor.
Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Unhas
Ketua KPPU RI 2015-2018Halaman 2 dari 2
(ara/ara)
-

Ini Dampak Positif Saat Banyak Mobil Listrik yang Ngaspal
Jakarta –
Pilihan kendaraan saat ini sangat beragam, nggak cuma mobil bensin pilihan mobil ramah lingkungan seperti listrik juga semakin menarik untuk dilirik dan dimiliki. Tapi apa sih dampak yang paling terasa saat banyak mobil listrik yang ngaspal di jalanan?
Akademi ITB Yannes Martines Pasaribu dalam seminar detikcom Leader’s Forum, inisiasi detikOto dan detikFinance, mengatakan bahwa semakin banyak mobil listrik di jalanan akan semakin bagus untuk ketahanan negara dalam ketahanan energi.
“Jadi kalau kita bicara ketahanan negara, karena sekarang ini jadi hal yang krusial untuk dunia yang terpolarisasi ini, ketahanan negara utama salah satunya adalah ketahanan energi, dan semakin cepat penyerapan kendaraan listrik, ketahanan energi kita akan makin mandiri, makin solid,” ucap Yannes.
“Dan kita juga mengurangi impor energi dari luar negeri. Jadi salah satu kunci ketahanan energi nasional adalah segera bermigrasi ke EV,” Yannes menambahkan.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer (CEO) Vinfast Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto meyakini bahwa di masa depan kendaraan listrik menjadi pilihan yang tepat untuk bermobilitas.
Pabrik VinFast di Vietnam Foto: Luthfi Anshori/detikOto
“Kalau dari kami, VINFAST, kami percaya bahwa Electric Vehicle is the future. Ini adalah masa depan dan untuk berkembang membutuhkan ekosistem yang kuat, membutuhkan kolaborasi dari semua stakeholder,” yakin Kariyanto.
“Dan secara bisnis, VINFAST akan terus tumbuh dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia. Karena kami percaya di VINFAST, moto kami atau visi kami adalah move people ahead, bring the nation forward,” tutup Kariyanto.
(lth/rgr)
-

Cocok buat Lawan Yamaha Aerox, Honda Airblade 160 Masuk RI?
Jakarta –
Honda Airblade 160 di Thailand dan Vietnam menjadi lawan yang cocok untuk Yamaha Aerox. Tapi motor tersebut belum masuk pasar Indonesia.
Honda Airbade punya desain yang tajam, dipadu dengan fitur suspensi belakang ganda yang absen di Vario 160, membuatnya sangat ideal untuk mengisi celah skutik sporty premium Honda.
Secara desain, Airblade 160 memiliki diferensiasi yang kuat dari jajaran skutik Honda yang beredar saat ini. Desain dek tengahnya berpunuk memberikan riding position yang lebih agresif, identik dengan feel yang ditawarkan oleh Yamaha Aerox.
Ahmad Muhibbudin, General Manager Corporate Communication PT Astra Honda Motor, menjelaskan bahwa setiap peluncuran produk baru harus melewati tahapan studi yang ketat, memastikan bahwa produk tersebut benar-benar dibutuhkan oleh konsumen Indonesia.
“Sementara ini kalau kita, dalam setiap produk yang rilis ke pasar diawali dengan survei needs (kebutuhan) keinginan seperti apa,” ujar Ahmad Muhibbudin saat dihubungi detikOto.
Muhibbudin menekankan bahwa keputusan final sangat bergantung pada hasil riset pasar. Jika permintaan pasar terhadap skutik sporty dengan ‘punuk’ di tengah dek ini besar, maka AHM siap memenuhinya.
“Kalau memang besar kita akan memenuhi kebutuhan konsumen, kalau nggak ya… Kita masih fokus dengan produk-produk yang sudah ada,” tegasnya, memberikan sinyal bahwa fokus AHM saat ini masih tertuju pada penguatan posisi Vario 160 dan PCX 160.
Ada sedikit perbedaan dari sektor performa
Dikutip dari laman Honda Vietnam, Honda Airblade 160 dibekali mesin 156,9 cc, 4-tak, 1 silinder, berpendingin cairan, dengan diameter x langkah 60 mm x 55,5 mm. Mesin yang punya rasio kompresi 12:1 itu bisa menghasilkan tenaga 11,2 kW pada 8.000 rpm dan torsi 14,6 Nm pada 6.500 rpm.
Nah, bagaimana dengan mesin Honda Vario 160? Mengutip situs Astra Honda Motor (AHM), Honda Vario 160 juga dibekali mesin 156,9 cc, 4-tak, 1 silinder, berpendingin cairan, dengan diameter x langkah 60 mm x 55,5 mm, serta rasio kompresi mesin 12:1.
Output tenaganya pun mirip-mirip, namun untuk torsi ada perbedaan cukup signifikan. Di atas kertas, mesin Vario 160 bisa menghasilkan tenaga maksimal 11,3 kw pada 8.500 rpm dan torsi puncak 13,8 Nm pada 7.000 rpm.
Oh iya, sebagai catatan, baik mesin Airblade 160 maupun Vario 160 sama-sama sudah menggunakan mesin terbaru Honda, eSP+. Mesin ini sebelumnya sudah digunakan pada Honda PCX 160.
Sekarang kalau bicara mengenai bobot motor, Honda Air Blade 160 memiliki berat 114 kg. Sementara Honda Vario 160, bobotnya 115 kg untuk tipe CBS, serta 117 kg untuk yang versi ABS. Jadi secara power to weight ratio, Air Blade 160 lebih unggul dari Vario 160.
Well, kalian setuju nggak kalau Air Blade 160 ini masuk pasar Indonesia?
(riar/rgr)
-

Komisi VII apresiasi dampak pengembangan pariwisata terhadap UMKM
Jakarta (ANTARA) – Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat kerja bersama Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk membahas dampak pengembangan pariwisata terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan ekonomi kreatif (ekraf).
Wakil Ketua Komisi VII Evita Nursanty mengapresiasi peningkatan kinerja pariwisata, salah satunya sebanyak 96,3 persen dari 2,55 juta usaha pariwisata merupakan UMKM.
“Dari paparan (Menteri Pariwisata, .red) juga adanya peningkatan kinerja pariwisata 2025. Walaupun, laju perkembangan dari pariwisata kita itu masih kalah dengan negara tetangga kita, yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia,” ujarnya saat rapat kerja (raker) dengan Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana di kompleks parlemen, Jakarta, Senin
Peningkatan itu, menurut Evita, memiliki tantangan nyata. Ia mengambil contoh dari negara tetangga Indonesia, yakni Thailand yang sudah menuntaskan digitalisasi di sektor pariwisata dengan dashboard real-time mengenai dampak ekonomi yang dirasakan.
“Semuanya itu real-time. Dia punya platform yang kita harus miliki. Real-time jumlah wisatawan yang datang. Real-time waktu tinggal dari wisatawan itu. Real-time spender-nya itu berapa. Kita juga mesti punya itu,” ungkapnya.
Platform dashboard itu dapat mengemukakan data yang otomatis diperbarui. Evita menjelaskan bahwa perangkat tersebut dapat menjadi sarana transparansi dan bisa memperkirakan kontribusi perekonomian melalui pariwisata yang berdampak langsung terhadap UMKM dan ekonomi kreatif.
“Nah itu transparan. Bapak bisa buka dashboard-nya Thailand, saya udah buka. Dashboard-nya Thailand, dashboard-nya Vietnam, itu kita bisa lihat semua. Sampai kontribusinya terhadap perekonomian itu berapa besar. Bisa terlihat. Kita bisa lihat juga kontribusi dari pengembangan pariwisata ini terhadap UMKM dan ekonomi kreatif itu berapa besar,” ungkapnya.
Selain itu, Evita menyoroti perkembangan desa wisata yang sudah berjumlah 4.000 harus mengedepankan kualitas daripada kuantitas yang saat ini digalakkan.
Menurutnya, kualitas itu bersandar kepada community-based development yang kaya akan perkembangan desa menjadi tempat menarik untuk dikunjungi, yaitu para pelancong bisa menanyakan sejarah, dan beraktivitas lebih kreatif, dan fasilitas penunjang di desa.
“Sekarang ini, saya justru mau tanya, apa yang dilakukan oleh Kemenpar untuk meningkatkan kualitas daripada desa-desa wisata yang ada,” ucapnya.
Dari posisi UMKM, kata Evita, Kemenpar dapat mendorong pelatihan membuat produk fesyen, terutama menyulam batik. Pelatihan-pelatihan itu dapat menunjang daya jual desa wisata, dan memperkenalkan budaya batik kepada wisatawan asing.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah/Muhammad Rizki
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Gak Cuma Jualan Mobil, Vinfast Siap Transfer Teknologi
Jakarta –
Transfer teknologi merupakan hal penting untuk satu industri, termasuk industri otomotif. Sadar akan hal itu, produsen mobil ternama asal Vietnam Vinfast memastikan tidak hanya akan membangun pabrik di Indonesia, produsen dengan lambang ‘V’ ini memastikan akan ikut transfer pengetahuan lias transfer teknologi.
Seperti yang disampaikan Chief Executive Officer (CEO) Vinfast Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto, dalam seminar detikcom Leader’s Forum, inisiasi detikOto dan detikFinance.
Dirinya mengatakan Vinfast akan menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah serta universitas-universitas di Indonesia, untuk bisa transfer teknologi.
“Untuk transfer teknologi, tentu kami menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah atau dengan universitas-universitas,” kata Kariyanto di atas panggung.
Kariyanto juga menambahkan memang saat pertama kali hadir di Indonesia pada 2024, langkah pertama yang diambil Vinfast bisa dikatakan cukup ngebut, hanya dengan menarik pekerja dari Indonesia, namun saat ini transfer teknologi tengah dilakukan demi menghidupkan industri otomotif di Indonesia.
Merek mobil listrik asal Vietnam, VinFast Foto: Luthfi Anshori/detikOto
“Untuk tahap awal ini, kami memang kebut sekali setelah groundbreaking (mendirikan pabrik di Indonesia) dan tahun ini kami akan produksi, dan kami sudah merekrut karyawan atau tenaga kerja yang ada. Selain itu kami juga mempersiapkan pekerja yang fresh misalnya dari sekolah-sekolah kejuruan, atau universitas dengan bidang yang sesuai,” ucap Kariyanto.
Bahkan, lanjut Kariyanto. Saat ini Vinfast mengirim pekerja di Indonesia ke Vietnam untuk bisa menyerap pengetahuan untuk bisa diterapkan di Indonesia.
“Selain itu kami juga sudah mengirim beberapa karyawan di level-level tertentu untuk belajar dulu ke Vietnam, untuk mempelajari sehingga pada saat nanti kembali ke sini sudah langsung siap menjalankan proses produksi di pabrik kami,” ucap Kariyanto.
“Dan itu akan terus kami kembangkan.Tidak hanya terbatas di pabrik juga,ke-depannya nanti ekosistem-ekosistem yang lain, tentu kami juga ingin berkolaborasi lebih erat dengan istilahnya stakeholder-stakeholder,” Kariyanto menambahkan.
(lth/din)
-
RI Kalah dari China dan Singapura soal Pengguna Transportasi Online 2025
Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang lebih rendah terhadap layanan transportasi online atau ride hailling. Meski secara jumlah masyarakat Indonesia sangat besar, faktanya persentase masyarakat yang memakai transportasi online masih kalah dari China.
Mengutip laporan Data Indonesia, Senin (17/11/2025), sebanyak 27,2% pengguna internet global berusia 16 tahun ke atas menggunakan layanan transportasi online setiap pekan pada kuartal II/2025.
Singapura menjadi negara yang penduduknya paling banyak menggunakan transportasi online di dunia pada kuartal II/2025. Pasalnya, sebanyak 44,8% pengguna internet di Negeri Singa dilaporkan menggunakan layanan transportasi online setiap pekan.
Data Indonesia, yang mengutip laporan We Are Social dan Meltwater yang bertajuk The Digital 2026 Global Overview Report, menyebut pada posisi kedua ditempati oleh Vietnam dengan persentase pengguna internet yang menggunakan transportasi online setiap pekan sebanyak 38,5%.
Menariknya, China sebagai negara dengan jumlah pengguna internet mencapai 1,12 miliar memiliki persentase yang tinggi terkait penggunaan transportasi online. Ada 38,2% pengguna internet di China yang memakai layanan transportasi online Didi Chuxing hingga Meituan Dache tiap pekan.
Lalu, sebanyak 36,2% pengguna internet di Meksiko menggunakan transportasi online tiap minggu. Ada pula 35,2% pengguna internet Afrika Selatan.
Sementara itu Indonesia dengan total pengguna internet sekitar 239 juta, jumlah pemakai transportasi online ada 34,6% dari total pengguna internet setiap minggunya.
Artinya, sekitar 82,6 juta masyarakat Indonesia menggunakan layanan Gojek, Grab, hingga Maxim setiap pekannya. Angka ini masih tertinggal dari China.
Berikut daftar 15 negara dengan proporsi terbesar pengguna internet yang menggunakan transportasi online tiap pekan pada kuartal II/2025:
1. Singapura: 44,8%
2. Vietnam: 38,5%
3. China: 38,2%
4. Meksiko: 36,2%
5.Afrika Selatan: 35,2%
6. Indonesia: 34,6%
7. Malaysia: 33,9%
8. Kolombia: 33,7%
9. India: 33,1%
10. Chili: 30,1%
11. Brasil: 29,1%
12. Nigeria: 27,4%
13. Uni Emirat Arab: 27,1%
14. Hong Kong: 27%
15. Thailand: 26,7%

