Negara: Venezuela

  • Trump Beri Lampu Hijau CIA Siapkan Operasi Rahasia di Venezuela

    Trump Beri Lampu Hijau CIA Siapkan Operasi Rahasia di Venezuela

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberi wewenang kepada CIA untuk menyiapkan operasi rahasia di Venezuela dalam upaya Gedung Putih menekan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

    The New York Times, mengutip sejumlah sumber yang mendapat pengarahan, melaporkan Trump menyetujui langkah rahasia potensial tersebut guna mempersiapkan medan bagi tindakan lebih lanjut.

    Laporan itu juga menyebut Gedung Putih membuka kembali jalur diplomasi belakang dengan Caracas, di mana Maduro sempat mengisyaratkan kemungkinan mundur setelah masa transisi.

    Dalam pidato televisinya, Senin, Maduro memperingatkan intervensi militer AS bisa menandai “akhir politik” Trump. 

    Ia menuduh orang-orang di sekeliling presiden AS itu memprovokasi konflik bersenjata untuk merugikan Trump secara politik.

    Maduro menegaskan Venezuela tetap siap berdialog langsung, seraya menyebut diplomasi sebagai posisi “tidak berubah” pemerintahannya.

    Sejak awal September, AS melancarkan 21 serangan terhadap kapal di Laut Karibia dan Samudra Pasifik Timur yang diklaim menyelundupkan narkoba. Aksi AS ini menewaskan 83 orang.

  • Benci tapi Rindu 2 Negara Adidaya, AS Jadi Pengutang Terbesar ke China

    Benci tapi Rindu 2 Negara Adidaya, AS Jadi Pengutang Terbesar ke China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China sebagai dua negara dengan ekonomi terbesar dunia kerap diwarnai oleh ketegangan geopolitik. Namun, sebuah laporan riset terbaru mengungkap bahwa Amerika Serikat justru menjadi negara yang paling banyak menerima pinjaman dari China, melampaui Rusia, Australia, hingga negara-negara berkembang yang selama ini dikaitkan dengan Belt and Road Initiative (BRI).

    Laporan komprehensif tersebut disusun AidData, laboratorium riset di College of William & Mary, Virginia, melalui basis data raksasa mencakup 24 tahun aktivitas pendanaan Beijing. Hasilnya menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri China antara 2000-2023 mencapai US$2,2 triliun, jauh lebih besar dari estimasi yang selama ini beredar.

    “Secara keseluruhan, ukuran portofolio China dua hingga empat kali lebih besar dibandingkan perkiraan-perkiraan yang pernah dipublikasikan sebelumnya,” ujar Brad Parks, Direktur Eksekutif AidData sekaligus penulis utama laporan berjudul Chasing China: Learning to Play by Beijing’s Global Lending Rules, sebagaimana dikutip Newsweek, Rabu (19/11/2025).

    AidData menemukan bahwa Amerika Serikat menerima US$202 miliar dalam bentuk hampir 2.500 proyek dan aktivitas, tersebar di hampir seluruh negara bagian. Jumlah ini menempatkan AS sebagai penerima terbesar pinjaman China.

    Posisi berikutnya ditempati Rusia (US$172 miliar), Australia (US$130 miliar), dan Venezuela (US$106 miliar).

    Temuan ini membalik asumsi publik selama dua dekade bahwa pinjaman China terutama menyasar negara berkembang penerima BRI. Sebaliknya, lebih dari tiga perempat pinjaman China kini mengalir ke negara-negara maju, dan sebagian besarnya bersifat strategis, bukan semata pembangunan.

    Laporan tersebut mendapati pola konsisten bahwa Beijing menggunakan apa yang disebut sebagai economic statecraft-menggunakan instrumen ekonomi untuk tujuan politik dan keamanan nasional.

    “ebagian besar pinjaman kepada negara-negara kaya difokuskan pada infrastruktur strategis, mineral penting, dan akuisisi aset teknologi tinggi seperti perusahaan semikonduktor,” kata Parks.

    AidData menyimpulkan bahwa China menyesuaikan penyaluran pinjaman untuk mendukung ambisi menjadi kekuatan teknologi dan industri terbesar di dunia, bahkan melampaui AS dan sekutu-sekutunya.

    Laporan tersebut juga menyoroti bahwa pendekatan agresif China kini ikut memengaruhi cara negara-negara Barat menggunakan bantuan dan kredit.

    AidData menunjuk contoh bantuan AS sebesar US$20 miliar kepada Argentina, menyebut bahwa “Pemerintahan Trump baru-baru ini meniru langkah yang biasa dilakukan Beijing”.

    Laporan itu juga mengungkap bahwa baik pemerintahan Biden maupun Trump terlibat dalam upaya membiayai akuisisi aset strategis di negara-negara berpendapatan tinggi atas nama keamanan nasional. Beberapa aset yang disebut antara lain Pelabuhan Piraeus, Yunani; deposit tanah jarang Tanbreez, Greenland; Terusan Panama; dan Pelabuhan Darwin, Australia.

    Laporan ini turut mengaitkan pembongkaran lembaga bantuan tradisional USAID oleh pemerintahan Trump dengan tekanan kompetisi dari China.

    Kongres Amerika Serikat disebut tengah mempertimbangkan mengalihkan dana dari USAID untuk menaikkan batas pinjaman lembaga lain, U.S. International Development Finance Corporation (DFC), dari US$60 miliar menjadi US$250 miliar.

    Jika terlaksana, langkah ini akan memberi DFC kewenangan lebih besar untuk beroperasi di negara-negara maju dalam proyek-proyek bernilai strategis bagi keamanan nasional AS.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

    Next Article

    India Sedang Dilema, Trump Ancam “Tuan Takur” karena Rusia

  • Internet Dimanipulasi Pemerintah, Netizen Dibungkam Habis-habisan

    Internet Dimanipulasi Pemerintah, Netizen Dibungkam Habis-habisan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kebebasan internet secara global merosot tajam. Laporan Freedom on the Net yang dirilis Freedom House menunjukkan bahwa untuk tahun ke-15 berturut-turut, ruang digital dunia semakin tertekan oleh kontrol pemerintah hingga manipulasi informasi. Laporan tahun ini bertajuk “An Uncertain Future for the Global Internet”.

    Laporan Freedom House menunjukkan kondisi yang semakin mengkhawatirkan. Dari 72 negara yang dinilai, kebebasan internet menurun di 27 negara.

    Kenya mencatat penurunan terbesar, sementara Bangladesh menjadi negara dengan peningkatan paling signifikan setelah gerakan mahasiswa menggulingkan rezim represif pada Agustus 2024.

    China dan Myanmar tetap menjadi negara dengan kondisi kebebasan internet terburuk, sementara Islandia menjadi yang paling bebas.

    Situasi global pun tak kalah mengkhawatirkan. Sembilan dari 18 negara yang dikategorikan “Bebas” justru mengalami penurunan, termasuk Georgia, Jerman, dan Amerika Serikat.

    Freedom House juga mencatat rekor baru, warga di setidaknya 57 negara ditangkap atau dipenjara karena ekspresi daring terkait isu sosial, politik, maupun agama selama periode Juni 2024 hingga Mei 2025.

    Negara seperti Mesir, Pakistan, Rusia, Turki, dan Venezuela, yang selama 15 tahun terakhir mengalami kemunduran paling parah karena semakin memperketat kontrolnya.

    Otoritas di negara-negara itu meningkatkan pengawasan komunikasi elektronik dan menjatuhkan hukuman lebih berat bagi masyarakat yang menyuarakan kritik, terutama selama momen pemilu dan aksi protes.

    Manipulasi ruang digital juga meningkat signifikan. Indikator terkait penipuan daring mengalami penurunan paling konsisten selama 15 tahun terakhir.

    Laporan mencatat lonjakan konten buatan AI serta influencer yang menyebarkan pesan pro-pemerintah tanpa transparansi. Kini, 70% populasi dunia hidup di negara yang pemerintahnya aktif berupaya memanipulasi informasi di internet.

    Laporan itu juga memperingatkan anonimitas di internet memasuki fase krisis. Teknologi verifikasi identitas yang diadopsi luas, sebagian dengan alasan melindungi anak, dinilai mengancam kebebasan dan keamanan pengguna di ruang digital.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

    Next Article

    Menlu AS Palsu Tipu Pejabat Pemerintah, Korbannya Banyak

  • Trump Buka-bukaan AS Bisa “Invasi” Negara Ini dalam Perang Terbaru

    Trump Buka-bukaan AS Bisa “Invasi” Negara Ini dalam Perang Terbaru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengisyaratkan memperluas operasi militernya hingga ke wilayah Meksiko terkait retorika Washington terhadap jaringan kriminal narkoba di Amerika Latin, sebuah langkah yang langsung memicu kekhawatiran terkait hukum internasional dan diplomasi regional.

    Menurut laporan Reuters dan NBC, Trump menyampaikan bahwa ia terbuka untuk melancarkan serangan di wilayah Meksiko guna membendung aliran narkoba ke AS.

    “Apakah saya akan melancarkan serangan di Meksiko untuk menghentikan narkoba? Tidak apa-apa bagi saya. Saya sudah berbicara dengan Meksiko. Mereka tahu bagaimana posisi saya,” katanya kepada wartawan di Gedung Putih, Senin (17/11/2025).

    “Kita kehilangan ratusan ribu orang karena narkoba. Jadi sekarang kita telah menghentikan jalur air, tetapi kita tahu semua rute.”

    Namun, Trump tidak menjelaskan kapan atau bagaimana operasi tersebut bisa dilakukan. Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum sebelumnya sudah menyatakan penolakannya terhadap rencana serangan apapun ke wilayah negaranya.

    Jeff Garmany, Associate Professor studi Amerika Latin di University of Melbourne, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa penolakan dari pemerintah Meksiko mungkin tidak akan terlalu berdampak.

    “Ada beberapa hambatan hukum yang menghalangi, sebagian di antaranya bersifat domestik dan sebagian internasional. Ada juga protokol dasar diplomasi internasional yang, meskipun tidak selalu terikat hukum, umumnya dihormati oleh negara-negara anggota PBB,” ujarnya.

    “Namun tidak ada hal dalam masa jabatan kedua Trump yang menunjukkan bahwa ia akan mematuhi hukum dan protokol tersebut. Jadi, tidak, saya akan terkejut jika Trump menunggu persetujuan Presiden Sheinbaum bila ia benar-benar ingin melakukan serangan di Meksiko,” imbuhnya.

    Pernyataan Trump muncul dua minggu setelah NBC, mengutip dua pejabat pemerintah, melaporkan bahwa Gedung Putih sedang mempersiapkan tahap awal sebuah operasi darat di Meksiko yang akan dijalankan bersama badan intelijen AS. Laporan itu menyebut operasi tersebut akan berfokus pada serangan drone terhadap laboratorium narkoba di Meksiko dan anggota kartel.

    Dalam komentarnya di Gedung Putih minggu ini, Trump mengisyaratkan bahwa AS sudah memiliki daftar sasaran spesifik.

    “Kita tahu semua rute. Kita tahu alamat setiap gembong narkoba. Kita tahu alamat mereka. Kita tahu pintu depan mereka. Kita tahu segalanya tentang masing-masing dari mereka,” katanya.

    Trump menggambarkan situasi tersebut sebagai “seperti perang”, dengan alasan bahwa kartel telah membunuh “ratusan ribu” warga AS melalui narkoba seperti kokain, heroin, metamfetamin, dan fentanil.

    Meski demikian, Garmany menilai serangan AS di Meksiko kemungkinan besar akan berdampak kecil mengingat kekuatan kartel di negara tersebut. Pemerintah Meksiko sendiri telah terlibat dalam konflik panjang dan mematikan sejak mendeklarasikan “perang” terhadap narkoba dua dekade lalu.

    “Kartel Meksiko adalah salah satu organisasi kriminal terkuat dan paling terorganisasi di dunia. Mereka memiliki sumber daya luas dan posisi geografis unik, berada di antara AS dan Amerika Latin. Melancarkan serangan militer yang ditargetkan akan lebih seperti aksi pencitraan daripada hal lain. Itu tidak akan menghentikan salah satu rantai pasokan ilegal paling menguntungkan di dunia,” katanya.

    Sejak kembali menjabat pada Januari, Trump telah menggunakan perintah eksekutif dan celah hukum untuk membenarkan tindakan militer terhadap kartel narkoba tanpa persetujuan Kongres. Termasuk di antaranya penetapan enam kartel sebagai “organisasi teroris asing”, yang memungkinkan Gedung Putih mengklaim serangan militer sebagai bagian dari upaya menjaga keamanan nasional.

    Sejak September, Gedung Putih telah meluncurkan setidaknya 20 serangan terhadap kapal yang disebut membawa narkoba di Karibia dan Pasifik, menewaskan setidaknya 80 orang, meskipun belum ada bukti publik yang disampaikan terkait hubungan para korban dengan kartel seperti Tren de Aragua dari Venezuela.

    Pemerintahan Trump menyebut operasi-operasi itu sebagai “konflik bersenjata non-internasional” yang menyasar “narkoteroris” dan “kombatan ilegal”, sebuah konsep yang kontroversial dan pertama kali digunakan di era Presiden George W. Bush dalam “war on terror” untuk membenarkan tindakan terhadap kelompok seperti al-Qaeda.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Bilang Tak Masalah Serang Meksiko Demi Setop Narkoba

    Trump Bilang Tak Masalah Serang Meksiko Demi Setop Narkoba

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh otoritas Meksiko gagal menangani kelompok-kelompok penyelundup narkoba. Trump bahkan mengatakan dirinya tidak akan keberatan untuk melancarkan serangan ke negara tetangga AS di selatan itu demi menghentikan peredaran narkoba.

    “Apakah saya akan melancarkan serangan di Meksiko untuk menghentikan narkoba? Saya tak masalah. Apa pun yang harus kita lakukan untuk menghentikan narkoba,” kata Trump pada Senin (17/11) waktu setempat ketika ditanya oleh para wartawan di Gedung Putih tentang apakah ia akan menyetujui operasi antinarkoba AS di Meksiko.

    “Saya tidak mengatakan saya akan melakukannya, tetapi saya akan bangga melakukannya. Karena kita akan menyelamatkan jutaan nyawa dengan melakukannya,” imbuh Trump, dilansir kantor berita AFP, Selasa (18/11/2025).

    Sejak Agustus, Washington telah mempertahankan kehadiran militer yang signifikan di kawasan Karibia, termasuk enam kapal perang, yang secara resmi disebut ditujukan untuk memerangi perdagangan narkoba yang ditujukan ke Amerika Serikat. Namun, spekulasi beredar luas bahwa Washington mungkin sedang mempertimbangkan intervensi militer terhadap pemimpin kuat Venezuela, Presiden Nicolas Maduro.

    Washington bahkan mengumumkan kapal induk USS Gerald R Ford, yang merupakan kapal induk terbesar di dunia, telah tiba di perairan Karibia, atau di dekat Venezuela.

    Komando Selatan AS atau SOUTHCOM, yang mengawasi pasukan Amerika di kawasan Amerika Latin dan Karibia, seperti dilansir AFP, Senin (17/11/2025), mengatakan bahwa Satuan Tempur kapal induk USS Gerald R Ford telah memasuki wilayah tanggung jawabnya.

    Dalam pengumuman pada Minggu (16/11) waktu setempat, SOUTHCOM mengatakan bahwa USS Gerald R Ford beserta satuan tempurnya telah memasuki Laut Karibia, yang berada di sebelah utara daratan Venezuela.

    Dikatakan oleh SOUTHCOM dalam pengumumannya bahwa langkah tersebut mengikuti “arahan Trump untuk membubarkan Organisasi Kriminal Transnasional dan melawan terorisme narkotika dalam membela tanah air”.

    Satuan tempur USS Gerald R Ford mencakup kapal induk tercanggih dan terbesar di dunia itu, dua kapal penghancur yang dilengkapi rudal berpemandu, dan sejumlah kapal serta pesawat militer pendukung lainnya.

    Mereka bergabung dengan beberapa kapal perang AS yang sudah terlebih dahulu berada di Karibia, dalam pengerahan yang disebut oleh Pentagon sebagai “Operation Southern Spear”.

    Sejak meluncurkan operasi militer yang menargetkan perdagangan narkoba di Karibia pada September lalu, pasukan AS telah menewaskan sedikitnya 80 orang dalam rentetan serangan terhadap setidaknya 20 kapal yang diduga mengangkut narkoba di perairan internasional.

    AS tidak merilis detail apa pun untuk mendukung klaimnya bahwa orang-orang yang menjadi target serangannya itu memang benar penyelundup narkoba. Para pakar menilai kematian akibat serangan AS itu merupakan pembunuhan di luar hukum, meskipun targetnya adalah para penyelundup narkoba.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Tak Tutup Kemungkinan Kerahkan Pasukan AS ke Venezuela

    Trump Tak Tutup Kemungkinan Kerahkan Pasukan AS ke Venezuela

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menolak untuk mengesampingkan kemungkinan pengerahan pasukan AS ke wilayah Venezuela. Namun, Trump menambahkan bahwa dirinya “mungkin” akan berbicara dengan Presiden Nicolas Maduro.

    Pernyataan terbaru Trump ini disampaikan saat ketegangan antara AS dan Venezuela semakin meningkat, dengan Washington terus menambah pengerahan aset-aset militernya ke kawasan Karibia, yang diklaim sebagai bagian dari operasi memberantas perdagangan narkotika.

    Yang terbaru, Pentagon baru saja mengumumkan kedatangan kapal induk AS USS Gerald R Ford, kapal induk terbesar di dunia, ke perairan Laut Karibia yang terletak di sebelah utara Venezuela.

    Ketika ditanya oleh wartawan di Gedung Putih soal apakah dirinya akan mengesampingkan kemungkinan pengerahan pasukan AS ke daratan Venezuela, seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (18/11/2025), Trump mengakui dirinya tidak menutup kemungkinan pengerahan semacam itu.

    “Saya tidak mengesampingkan kemungkinan itu. Saya tidak mengesampingkan kemungkinan apa pun,” tegas Trump dalam pernyataan terbaru pada Senin (17/11) waktu setempat.

    “Kita hanya perlu mengurus Venezuela. Mereka membawa ratusan ribu orang ke negara kita dari penjara-penjara mereka,” ucapnya.

    “Kita memiliki perbatasan yang sangat ketat saat ini; tidak ada yang masuk, tetapi kita mendapati jutaan orang yang datang berbondong-bondong setahun lalu,” imbuh Trump.

    Namun, pada saat bersamaan, Trump juga mengatakan dirinya terbuka untuk berdialog langsung dengan Maduro saat ketegangan terus meningkat di Karibia, yang menjadi lokasi rentetan serangan AS terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba beberapa waktu terakhir.

    Saat ditanya lebih lanjut apakah dirinya akan berkomitmen untuk berdialog dengan Maduro sebelum mengizinkan serangan tambahan, Trump mengatakan dirinya “mungkin akan berbicara dengannya”.

    Lebih lanjut, Trump mengisyaratkan kesediaan untuk mengambil tindakan serupa di negara-negara tetangga Venezuela. Dia mengatakan dirinya bersedia melancarkan serangan di dalam wilayah Meksiko dan Kolombia untuk menghentikan peredaran narkoba.

    “Apakah saya akan melancarkan serangan di Meksiko untuk menghentikan narkoba? Saya tidak keberatan, apa pun yang harus kami lakukan untuk menghentikan narkoba,” ucapnya.

    “Kolombia memiliki pabrik-pabrik kokain tempat mereka memproduksi kokain. Apakah saya harus menghancurkan pabrik-pabrik itu? Saya akan dengan bangga melakukannya… karena kita akan menyelamatkan jutaan nyawa,” kata Trump.

    Tonton juga video “Trump Yakin Thailand-Kamboja Akan Baik-baik Saja Meski Ada Konflik”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Manuver Kapal Induk AS Terbesar di Dunia Merapat ke Venezuela

    Manuver Kapal Induk AS Terbesar di Dunia Merapat ke Venezuela

    Caracas

    Militer Amerika Serikat (AS) mengerahkan kapal induk USS Gerald R Ford ke dekat Venezuela. Langkah itu membuat situasi di kawasan tersebut semakin memanas.

    Dilansir AFP, Senin (17/11/2025), kapal induk USS Gerald R Ford merupakan kapal induk terbesar di dunia. Kehadiran kapal tersebut di perairan Karibia semakin memperluas kehadiran pasukan AS di dekat wilayah Venezuela.

    Kapal tersebut dikirim ke perairan tersebut setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan penambahan pasukan militer di kawasan Karibia sebagai bagian dari inisiatif antiperdagangan narkoba. Namun, spekulasi beredar luas bahwa Washington mungkin sedang mempertimbangkan intervensi militer terhadap pemimpin kuat Venezuela, Presiden Nicolas Maduro.

    Komando Selatan AS atau SOUTHCOM, yang mengawasi pasukan Amerika di kawasan Amerika Latin dan Karibia, mengatakan Satuan Tempur kapal induk USS Gerald R Ford telah memasuki wilayah tanggung jawabnya. Dalam pengumuman pada Minggu (16/11) waktu setempat, SOUTHCOM mengatakan USS Gerald R Ford beserta satuan tempurnya memasuki Laut Karibia yang berada di sebelah utara daratan Venezuela.

    SOUTHCOM menyebut langkah tersebut mengikuti ‘arahan Trump untuk membubarkan Organisasi Kriminal Transnasional dan melawan terorisme narkotika dalam membela tanah air’. Satuan tempur USS Gerald R Ford mencakup kapal induk tercanggih dan terbesar di dunia, dua kapal penghancur yang dilengkapi rudal berpemandu, dan sejumlah kapal serta pesawat militer pendukung lainnya.

    Mereka bergabung dengan beberapa kapal perang AS yang sudah terlebih dahulu berada di Karibia dalam pengerahan yang disebut oleh Pentagon sebagai ‘Operation Southern Spear’.

    Sejak meluncurkan operasi militer yang menargetkan perdagangan narkoba di Karibia pada September lalu, pasukan AS telah menyerang 20 kapal yang dituding mengangkut narkoba. Serangan itu menewaskan sedikitnya 80 orang di perairan internasional.

    AS tidak merilis detail apa pun untuk mendukung klaimnya bahwa orang-orang yang menjadi target serangannya itu memang benar penyelundup narkoba. Para pakar menilai kematian akibat serangan AS itu merupakan pembunuhan di luar hukum meskipun AS berdalih targetnya adalah para penyelundup narkoba.

    Sementara itu, otoritas Venezuela memandang pengerahan militer AS ke dekat wilayahnya sebagai ancaman nyata. Kehadiran kapal induk AS ke dekat Caracas itu diumumkan pada hari yang sama ketika Trump tiba-tiba mengatakan bahwa Maduro ingin berdialog dengan AS.

    “Kami mungkin akan berdiskusi dengan Maduro, dan kita lihat saja nanti hasilnya,” kata Trump di Bandara Internasional Palm Beach di Florida, AS, pada Minggu (16/11) waktu setempat. Trump tidak memberikan penjelasan lebih lanjut soal kapan dan di mana dialog itu akan dilakukan.

    Maduro Kecam AS

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebelumnya telah mengecam latihan militer gabungan yang baru-baru ini dilakukan oleh AS dan sekutunya, Trinidad dan Tobago di Karibia. Maduro menuding latihan militer tersebut sebagai tindakan tidak bertanggung jawab.

    “Pemerintah Trinidad dan Tobago sekali lagi mengumumkan latihan yang tidak bertanggung jawab, meminjamkan perairannya di lepas pantai negara bagian Sucre untuk latihan militer yang dimaksudkan untuk mengancam republik seperti Venezuela, yang tidak membiarkan dirinya diancam oleh siapa pun,” kata Maduro dalam sebuah acara di Caracas, dilansir AFP, Minggu (16/11).

    Maduro menyerukan kepada para pendukungnya di negara bagian timur negara itu untuk mengadakan ‘aksi berjaga dan pawai permanen di jalan-jalan’ selama manuver militer yang dijadwalkan pada 16-21 November tersebut. Venezuela menuduh aktivitas militer AS itu merupakan taktik untuk menggulingkan pemimpin sayap kiri Maduro.

    Diketahui, ini adalah latihan gabungan kedua yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Trinidad dan Tobago dalam waktu kurang dari sebulan. Pada Oktober, sebuah kapal perusak berpeluru kendali AS berlabuh di Trinidad selama 4 hari untuk putaran latihan dalam jangkauan tembak Venezuela. Pemerintah Venezuela menganggap hal itu provokasi.

    Tonton juga Video: Kapal Induk AS Bergerak ke Timur Tengah di Tengah Konflik Israel-Iran

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

  • Anda Ingin Jadikan Amerika Latin Gaza Kedua?

    Anda Ingin Jadikan Amerika Latin Gaza Kedua?

    GELORA.CO –  Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengirim pesan langsung ke rakyat Amerika Serikat dengan bilang, “Kalian mau ada Gaza baru di Amerika Selatan?” Ini terkait dengan tindakan langsung Amerika Serikat di wilayah Karibia.

    Hal ini disampaikan dalam pidatonya pada Jumat (14/11/2025) lalu di ibu kota Caracas, di mana Maduro memperingatkan bahwa negaranya mungkin akan mengalami apa yang dialami Gaza oleh tentara Israel, yaitu genosida, jika terjadi tindakan militer langsung.

    Dia berkata kepada rakyat Amerika, “Kemanusiaan telah cukup menderita dari pembantaian di Gaza, hampir tidak ada orang yang tidak mengakui bahwa apa yang terjadi di sana adalah genosida,” kata dia, dikutip Aljazeera, Ahad (16/11/2025).

    Dia menambahkan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, jajak pendapat -terutama di kalangan kaum muda- menunjukkan bahwa apa yang terjadi di Gaza dipandang sebagai genosida.

    Dia melanjutkan, “Setiap hari terjadi serangan yang melanggar gencatan senjata, anak-anak dan perempuan Palestina dibunuh oleh bom yang dijatuhkan oleh pesawat-pesawat pendudukan Zionis. Ini adalah kenyataan. Apakah Anda ingin ada Gaza baru di Amerika Selatan?”

    Maduro menjelaskan bahwa Washington tidak hanya menargetkan Venezuela, tetapi juga seluruh Amerika Latin, dan dengan demikian seluruh umat manusia.

    Operasi militer AS yang mungkin terjadi

    Presiden AS Donald Trump, Jumat (14/11/2025), mengatakan bahwa dia telah memutuskan tindakan potensial terhadap Venezuela, tetapi menolak untuk mengungkapkan secara terperinci kepada wartawan di pesawat Air Force One.

    “Saya tidak bisa memberi tahu Anda apa yang akan dilakukan, tetapi saya sudah memutuskan,” jawab Trump ketika ditanya apakah dia telah memutuskan langkah selanjutnya.

    “Kami telah membuat banyak kemajuan dengan Venezuela dalam hal menghentikan masuknya narkoba,” tambahnya.

    Trump mengatakan upaya AS untuk mengekang perdagangan narkotika menunjukkan hasil, tetapi juga menyoroti tantangan yang melibatkan negara-negara tetangga.

    “Kita punya masalah Meksiko. Kita punya masalah Kolombia. Kita melakukan dengan sangat baik. Narkoba yang masuk ke negara kita sangat diperlambat, seperti yang bisa anda bayangkan,” katanya.

    Selama dua bulan terakhir, militer AS telah melakukan serangan mematikan terhadap setidaknya 21 kapal yang diklaim mengangkut narkoba dari Amerika Selatan ke AS, tanpa memberikan bukti bahwa mereka terlibat dalam penyelundupan, yang mengakibatkan 80 kematian.

    Venezuela telah memobilisasi unit militer reguler dan milisi sipil di seluruh negeri sebagai tanggapan atas serangan tersebut.

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengumumkan pada Kamis (13/11/2025) bahwa AS akan memulai misi baru, “Operasi Southern Spear,” untuk membasmi “teroris narkotika dari belahan bumi kita.”

    “Presiden (Donald) Trump memerintahkan tindakan -dan Departemen Perang sedang melaksanakannya,” tulis Hegseth di akun media sosial X.

    Departemen Perang merupakan nama lain dari Departemen Pertahanan AS, yang juga dikenal sebagai Pentagon. Kongres AS masih belum memberikan persetujuan untuk memakai nama “Departemen Perang” secara resmi.

    Laporan media pada Kamis (13/11/2025) mengatakan bahwa Trump diberi pilihan untuk operasi militer di Venezuela, termasuk serangan darat, oleh pejabat militer seniornya dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih.

    Hegseth, Ketua Kepala Staf Gabungan Dan Caine, dan para pejabat senior memberi pengarahan kepada presiden tentang pilihan militer untuk beberapa hari mendatang, menurut laporan itu.

    Dalam konteks ini, Washington mengumumkan pengiriman kapal perang dan kapal selam ke lepas pantai Venezuela, sementara Menteri Perang AS Pete Higsith mengatakan bahwa militer siap untuk operasi, termasuk penggantian rezim di Venezuela.

    Menanggapi hal itu, Maduro mengumumkan pengerahan pasukan sebanyak 4,5 juta orang di negara itu, dan bahwa dia siap untuk menangkis serangan apa pun.

    Pada Selasa lalu, Venezuela mengatakan militernya tersebar secara intensif di seluruh negeri untuk menanggapi “imperialisme” AS.

    Dia menyebut, penyebaran intensif sarana darat, udara, laut, sungai, rudal, sistem persenjataan, unit militer, dan milisi Bolivarian” yang terdiri dari warga sipil dan mantan militer yang membentuk pasukan untuk memperkuat tentara dan polisi.

    Serangan yang dilancarkan militer AS terhadap kapal-kapal di Karibia dan Samudra Pasifik dengan tuduhan menyelundupkan narkoba dan menargetkan orang-orang di dalamnya secara langsung telah memicu perdebatan mengenai pembunuhan di luar hukum dalam komunitas internasional.

    Washington tidak memberikan bukti bahwa kapal-kapal yang menjadi sasaran tersebut digunakan untuk menyelundupkan narkoba.

  • Presiden Venezuela Kecam Latihan Militer AS-Trinidad dan Tobago di Karibia

    Presiden Venezuela Kecam Latihan Militer AS-Trinidad dan Tobago di Karibia

    Jakarta

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengecam latihan militer gabungan yang baru-baru ini dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya, Trinidad dan Tobago di Karibia. Maduro mengecam latihan militer tersebut sebagai tindakan tidak bertanggung jawab.

    “Pemerintah Trinidad dan Tobago sekali lagi mengumumkan latihan yang tidak bertanggung jawab, meminjamkan perairannya di lepas pantai negara bagian Sucre untuk latihan militer yang dimaksudkan untuk mengancam republik seperti Venezuela, yang tidak membiarkan dirinya diancam oleh siapa pun,” kata Maduro dalam sebuah acara di Caracas, dilansir AFP, Minggu (16/11/2025).

    Maduro menyerukan kepada para pendukungnya di negara bagian timur negara itu untuk mengadakan “aksi berjaga dan pawai permanen di jalan-jalan” selama manuver militer, yang dijadwalkan pada 16-21 November tersebut.

    Diketahui, Amerika Serikat telah mengerahkan kapal perang, jet tempur, dan ribuan tentara ke Amerika Latin dalam beberapa pekan terakhir dan melancarkan serangan terhadap 21 kapal yang diduga penyelundup narkoba, menewaskan sedikitnya 80 orang.

    Washington tidak memberikan bukti bahwa mereka yang menjadi sasaran adalah para penyelundup, dan kelompok pengamat hak asasi manusia mengatakan serangan itu ilegal.

    Diketahui, ini adalah latihan gabungan kedua yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Trinidad dan Tobago dalam waktu kurang dari sebulan.

    Pada Oktober, sebuah kapal perusak berpeluru kendali AS berlabuh di Trinidad selama empat hari untuk putaran latihan lainnya — dalam jangkauan tembak Venezuela, yang pemerintahnya menyebutnya sebagai “provokasi.”

    Tonton juga video “Presiden Venezuela Berbahasa Inggris: Not to War, Yes Peace!”

    (yld/gbr)

  • Trump Bilang Sudah Ambil Keputusan Soal Venezuela, Apa Itu?

    Trump Bilang Sudah Ambil Keputusan Soal Venezuela, Apa Itu?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa dirinya “semacam” telah mengambil keputusan tentang Venezuela. Hal ini disampaikannya pada Jumat (14/11) waktu setempat seiring pengerahan militer AS di Amerika Latin telah memicu kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas.

    “Saya semacam telah mengambil keputusan,” kata Trump kepada wartawan di dalam pesawat kepresidenan Air Force One saat ia melakukan perjalanan ke kediamannya di Florida, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (15/11/2025).

    “Saya tidak bisa memberi tahu Anda apa itu, tetapi kami telah membuat banyak kemajuan dengan Venezuela dalam hal menghentikan masuknya narkoba,” tambah Trump.

    Dalam beberapa pekan terakhir, Washington telah mengerahkan kapal perang, jet tempur, dan ribuan tentara ke Amerika Latin dan melancarkan serangan terhadap 21 kapal yang diduga sebagai kapal penyelundup narkoba. Serangan-serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 80 orang.

    Kapal induk Amerika Serikat, USS Gerald R. Ford, yang merupakan kapal induk terbesar di dunia, tiba di Amerika Latin pada hari Selasa lalu, dengan tujuan yang dinyatakan untuk membantu melawan perdagangan narkoba di wilayah tersebut.

    Namun, pemerintah Venezuela khawatir pengerahan militer AS, yang juga mencakup pesawat tempur siluman F-35 yang dikirim ke Puerto Riko dan kapal-kapal Angkatan Laut AS di Karibia tersebut, merupakan plot perubahan rezim yang terselubung.

    Media CBS News pada hari Rabu lalu, mengutip beberapa sumber yang mengatakan bahwa para pejabat militer senior telah menyampaikan kepada Trump soal opsi terbaru untuk kemungkinan operasi di Venezuela, termasuk serangan darat.

    Sebelumnya, pada tanggal 2 November, Trump mengesampingkan kemungkinan berperang dengan Venezuela, tetapi mengatakan bahwa masa pemerintahan Presiden Nicolas Maduro — yang ia tuduh sebagai gembong narkoba — tinggal menghitung hari.

    Presiden Kolombia, Gustavo Petro, juga menuduh bahwa tujuan akhir pengerahan militer AS adalah untuk merebut kekayaan minyak Venezuela dan mengacaukan Amerika Latin.

    Pemerintah Venezuela telah mengumumkan pengerahan militer nasionalnya sendiri untuk melawan meningkatnya kehadiran angkatan laut AS di lepas pantainya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)