Negara: Venezuela

  • Kemenbud Siap Gelar Konferensi Budaya Internasional ‘CHANDI 2025’ di Bali

    Kemenbud Siap Gelar Konferensi Budaya Internasional ‘CHANDI 2025’ di Bali

    Jakarta

    Kementerian Kebudayaan siap menggelar konferensi budaya internasional Culture, Heritage, Arts, Narratives, Diplomacy, and Innovations (CHANDI) 2025. Mengusung tema “Culture for The Future”, perhelatan ini akan berlangsung pada tanggal 2-5 September 2025 di Denpasar, Bali.

    Menteri Kebudayaan, Fadli Zon menyampaikan CHANDI 2025 bukan hanya sekedar forum pertemuan internasional semata, namun menjadi sebuah perhelatan yang membuka ruang promosi, diplomasi, dan kerja sama kebudayaan lintas negara.

    “Ini juga menjadi salah satu tonggak menjelang keberadaan Kementerian Kebudayaan yang sudah memasuki masa kerja satu tahun sekaligus menjadi rangkaian peringatan HUT RI ke-80. Kami berharap CHANDI 2025 dapat membawa budaya kita yang sangat kaya dan beragam ini dapat semakin visible dan dikenal oleh dunia,” ucap Fadli dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).

    Lebih lanjut, Fadli mengungkapkan perhelatan CHANDI 2025 menjadi sebuah highlight dari kekayaan budaya Indonesia. Ia berharap ajang ini dapat menjadi momentum memperkenalkan dan mempromosikan keragaman budaya Indonesia.

    “Ini adalah satu cara promosi budaya yang lebih sistematis melalui berbagai kegiatan, seperti performance, diskusi, dialog budaya, hingga sharing dengan sejumlah negara yang hadir yang melibatkan para Menteri dan Wakil Menteri Kebudayaan, serta perwakilan institusi budaya. Kita harapkan networking ini akan bisa mengakselerasi promosi, kerja sama dan diplomasi budaya dengan banyak negara sesuai amanat Undang Undang Dasar 1945 Pasal 32 dan Undang Undang Pemajuan Kebudayaan,” ucapnya.

    “Kita juga akan mengundang para ahli budaya dari berbagai negara, terutama mereka yang sudah mengkaji budaya Indonesia, seperti pengamat, penulis, pelaku, serta pecinta budaya Indonesia yang berasal dari berbagai negara,” jelasnya.

    Fadli menjelaskan ‘Culture for the Future’ menjadi tema utama dari penyelenggaraan CHANDI 2025. Tema ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa budaya menjadi perekat perbedaaan sekaligus soft power yang sudah dipraktikkan oleh berbagai negara, seperti Amerika dengan Hollywood, India dengan Bollywood, serta Korea Selatan dengan Korean Pop.

    “Kedepan, Kementerian Kebudayaan akan bekerja sama dengan berbagai instansi terkait dalam menghitung Gross Domestic Product atau GDP dalam menghitung seberapa jauh dampak kebudayaan bagi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja Indonesia,” ucap Bambang.

    Selama tiga hari pelaksanaan, CHANDI 2025 akan menghadirkan beragam agenda, antara lain dialog tingkat tinggi antara Menteri Kebudayaan RI dengan para pembuat kebijakan internasional; sesi pleno dan diskusi panel bersama tokoh budaya dunia; serta lokakarya interaktif seputar pembuatan keris dan batik. Ada pula pameran pertunjukan budaya yang menampilkan seni, musik, kuliner, dan kerajinan tradisional dari Indonesia dan negara sahabat.

    Gelaran CHANDI 2025 juga akan dihadiri oleh para pemimpin dunia, pembuat kebijakan, organisasi internasional, akademisi, seniman, hingga praktisi budaya dari berbagai negara yakni, Singapura, Libya, Jordan, Kamboja, Timor Leste, Zimbabwe, Palestina, Thailand, Georgia, Uzbekistan, India, Venezuela, Kenya. Kemudian, Bangladesh, Belgia, United Kingdom, Fiji, Oman, Prancis, Amerika Serikat, Iran, Cyprus, Arab Saudi, Mongolia, Irlandia, Armenia, Albania, Korea Selatan, Pakistan, dan Tanzania.

    Untuk informasi lengkap, publik dapat mengakses situs resmi https://www.chandisummit2025.org.

    Sebagai informasi tambahan, mendampingi Menteri Kebudayaan, taklimat media CHANDI 2025 turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, Endah T.D. Retnoastuti; Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra; Inspektur Jenderal, Fryda Lucyana; Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Industri Kebudayaan, Anindita Kusuma Listya; Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kebijakan Kebudayaan, Masyitoh Annisa Ramadhani; Staf Khusus Menteri Bidang Media dan Komunikasi Publik, M. Asrian Mirzal; Staf Khusus Menteri Bidang Protokoler dan Rumah Tangga, Rachmanda Primayuda; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis; dan jajaran pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Kebudayaan.

    (akn/ega)

  • Memanas! Trump Kerahkan 3 Kapal Perang AS ke Dekat Venezuela

    Memanas! Trump Kerahkan 3 Kapal Perang AS ke Dekat Venezuela

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengerahkan tiga kapal perang ke dekat lepas pantai Venezuela. Pengerahan ini dilakukan saat ketegangan antara kedua negara semakin memuncak terkait kasus perdagangan narkoba yang turut menyeret Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Pengerahan tiga kapal perang AS ke dekat Venezuela itu, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), diungkapkan oleh seorang sumber yang mengetahui langkah Washington tersebut. Gedung Putih sejauh ini belum memberikan pernyataan resmi terkait pengerahan semacam ini.

    Menurut sumber yang dikutip AFP, pengerahan tiga kapal perang AS itu merupakan bagian dari upaya untuk memberantas perdagangan narkoba.

    Pengerahan kapal perang AS ini dilakukan di tengah meningkatnya tekanan dari pemerintahan Trump terhadap Maduro terkait tuduhan perdagangan narkoba federal yang menjeratnya. Baru-baru ini, Washington menggandakan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro menjadi US$ 50 juta, atau sekitar Rp 814,3 miliar.

    Disebutkan oleh sumber AS tersebut kepada AFP bahwa tiga kapal perang jenis penghancur kelas Aegis yang dilengkapi rudal sedang berlayar menuju ke perairan lepas pantai Venezuela.

    Laporan media AS menyebut Washington juga berencana mengirimkan 4.000 Marinir ke kawasan tersebut.

    AS, yang tidak mengakui kemenangan Maduro dalam dua pemilu sebelumnya, menuduh sang Presiden Venezuela memimpin geng penyelundup kokain bernama “Cartel de los Soles”. Pemerintahan Trump telah mengumumkan sanksi terhadap kelompok tersebut dan terhadap pemerintahan Maduro bulan lalu.

    Departemen Keuangan AS telah menetapkan kelompok tersebut sebagai kelompok teroris khusus, dan menuduhnya mendukung kartel-kartel narkoba, seperti Tren de Aragua dan Sinaloa, yang telah dilabeli sebagai organisasi teroris asing pada awal tahun ini.

    Ketika ditanya wartawan soal kemungkinan pengerahan pasukan AS ke wilayah Venezuela, Gedung Putih mengatakan pada Selasa (19/8) waktu setempat bahwa Trump akan menggunakan “setiap elemen” untuk menghentikan perdagangan narkoba.

    “Presiden Trump telah sangat jelas dan konsisten, dia siap menggunakan setiap elemen kekuatan Amerika untuk menghentikan narkoba membanjiri negara kita dan untuk membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt.

    Leavitt bahkan menggambarkan pemerintah Venezuela sebagai “kartel teror-narkotika”.

    “Dan Maduro, menurut pandangan pemerintahan ini, bukanlah presiden yang sah, dia ada buronan kepala kartel ini yang telah didakwa di Amerika Serikat karena menyelundupkan narkoba ke negara ini,” tegasnya.

    Maduro mengatakan pada Senin (18/8) waktu setempat bahwa dirinya mengerahkan 4,5 juta anggota milisi di seluruh Venezuela untuk merespons “ancaman” AS.

    Simak juga Video: 238 Gangster Venezuela Kiriman Trump Tiba di Penjara El Salvador

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • Sayembara Penangkapan dari AS Dilawan Presiden Venezuela

    Sayembara Penangkapan dari AS Dilawan Presiden Venezuela

    Caracas

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali menaikkan tawaran imbalan untuk penangkapan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Pihak Maduro pun melawan.

    Maduro mengatakan akan mengerahkan sekitar jutaan anggota milisi untuk merespons sayembara penangkapan dirinya. Para milisi akan dipersenjatai untuk membendung operasi antinarkoba pihak AS yang ingin menggunakan kekuatan militer.

    “Pekan ini, saya akan mengaktifkan rencana khusus dengan lebih dari 4,5 juta anggota milisi untuk memastikan cakupan seluruh wilayah nasional — milisi yang dipersiapkan, diaktifkan, dan dipersenjatai,” kata Maduro dalam pengumuman yang disiarkan televisi pemerintah, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025).

    Milisi Venezuela dibentuk presiden pendahulu Maduro, mendiang Hugo Chavez. Milisi ini diklaim beranggotakan sekitar 5 juta personel. Meski begitu, jumlah sebenarnya diyakini lebih kecil dari itu. Total populasi Venezuela sendiri mencapai sekitar 30 juta jiwa.

    Maduro, mengecam “munculnya kembali ancaman yang berlebihan, aneh, dan tidak masuk akal” dari AS di kawasan Karibia.

    Maduro mendesak basis politik pemerintahannya untuk terus maju dengan pembentukan milisi petani dan buruh “di semua sektor”.

    “Senapan dan rudal untuk pasukan petani! Untuk mempertahankan wilayah, kedaulatan, dan perdamaian Venezuela,” tegas Maduro.

    Dia juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang menyatakan dukungan dalam menghadapi apa yang disebutnya sebagai “seruan ancaman yang buruk”. Salah satu dukungan dilakukan otoritas Caracas yang melakukan pengerahan serupa.

    “Kami mengerahkan ke seluruh Karibia… di laut kami, properti kami, wilayah Venezuela,” kata Menteri Dalam Negeri Venezuela, Diosdado Cabello.

    Hadiah Sayembara Naik Jadi Rp 815 M

    Awal Agustus, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menggandakan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro menjadi US$ 50 juta, atau setara Rp 812,4 miliar. Sayembara penangkapan itu dikeluarkan atas tuduhan perdagangan narkoba pemerintahan Maduro.

    Pengumuman penambahan imbalan untuk penangkapan Maduro itu disampaikan oleh Jaksa Agung AS, Pam Bondi, dalam pernyataan video yang diposting ke media sosial, seperti dilansir AFP, Jumat (8/8).

    “Hari ini, Departemen Kehakiman dan Departemen Luar Negeri mengumumkan hadiah bersejarah sebesar US$ 50 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Nicolas Maduro,” ucap Bondi dalam pernyataan video yang dirilis pada Kamis (7/8) waktu setempat.

    “Dia merupakan salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia dan merupakan ancaman bagi keamanan nasional kita,” sebutnya.

    Imbalan itu bertambah banyak jika dibandingkan dengan imbalan yang ditawarkan AS pada Januari lalu, yang mencapai US$ 25 juta (Rp 407,5 miliar).

    Washington, yang tidak mengakui kemenangan Maduro dalam dua pemilu sebelumnya, menuduh sang Presiden Venezuela memimpin geng penyelundup kokain bernama “Cartel de los Soles”. Pemerintahan Trump telah mengumumkan sanksi terhadap kelompok tersebut dan terhadap pemerintahan Maduro bulan lalu.

    Militer AS juga dilaporkan mengerahkan beberapa kapal ke kawasan Karibia bagian selatan, sebagai bagian dari tindakan keras Trump terhadap kartel narkoba Amerika Latin.

    Lihat Video ‘Presiden Venezuela Sebut Israel Lakukan Genosida di Lebanon’:

    Halaman 2 dari 3

    (jbr/jbr)

  • AS Bikin Sayembara Penangkapan, Presiden Venezuela Kerahkan Jutaan Milisi

    AS Bikin Sayembara Penangkapan, Presiden Venezuela Kerahkan Jutaan Milisi

    Caracas

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan akan mengerahkan sekitar 4,5 juta anggota milisi sebagai respons atas apa yang disebutnya sebagai “ancaman” Amerika Serikat (AS). Hal ini setelah Washington menaikkan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro dan meluncurkan operasi antinarkoba di kawasan Karibia.

    “Pekan ini, saya akan mengaktifkan rencana khusus dengan lebih dari 4,5 juta anggota milisi untuk memastikan cakupan seluruh wilayah nasional — milisi yang dipersiapkan, diaktifkan, dan dipersenjatai,” kata Maduro dalam pengumuman yang disiarkan televisi pemerintah, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025).

    Data resmi menyebutkan bahwa milisi Venezuela, yang dibentuk oleh pendahulu Maduro, mending Hugo Chavez, beranggotakan sekitar 5 juta personel — meskipun jumlah sebenarnya diyakini lebih kecil dari itu. Total populasi Venezuela sendiri mencapai sekitar 30 juta jiwa.

    Maduro, dalam pernyataannya, mengecam “munculnya kembali ancaman yang berlebihan, aneh, dan tidak masuk akal” dari AS.

    Awal bulan ini, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menggandakan tawaran imbalan untuk penangkapan Maduro, yang menghadapi tuduhan perdagangan narkoba, menjadi US$ 50 juta, atau setara Rp 812,4 miliar.

    Washington, yang tidak mengakui kemenangan Maduro dalam dua pemilu sebelumnya, menuduh sang Presiden Venezuela memimpin geng penyelundup kokain bernama “Cartel de los Soles”. Pemerintahan Trump telah mengumumkan sanksi terhadap kelompok tersebut dan terhadap pemerintahan Maduro bulan lalu.

    Militer AS juga dilaporkan mengerahkan beberapa kapal ke kawasan Karibia bagian selatan, sebagai bagian dari tindakan keras Trump terhadap kartel narkoba Amerika Latin.

    Pengerahan serupa juga dilakukan oleh otoritas Caracas. “Kami mengerahkan ke seluruh Karibia… di laut kami, properti kami, wilayah Venezuela,” kata Menteri Dalam Negeri Venezuela, Diosdado Cabello.

    Meskipun tidak secara spesifik membahas soal tindakan AS baru-baru ini, Maduro berterima kasih kepada pihak-pihak yang menyatakan dukungan dalam menghadapi apa yang disebutnya sebagai “seruan ancaman yang buruk”.

    Maduro mendesak basis politik pemerintahannya untuk terus maju dengan pembentukan milisi petani dan buruh “di semua sektor”.

    “Senapan dan rudal untuk pasukan petani! Untuk mempertahankan wilayah, kedaulatan, dan perdamaian Venezuela,” tegas Maduro.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video 238 Gangster Venezuela Kiriman Trump Tiba di Penjara El Salvador”
    [Gambas:Video 20detik]
    (nvc/ita)

  • Respons Tarif Trump, Brasil Pilih Perkuat Eksportir Domestik

    Respons Tarif Trump, Brasil Pilih Perkuat Eksportir Domestik

    Jakarta

    Merespon tarif tinggi 50% yang dikenakan Trump terhadap Brasil, Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, pada Rabu(13/8) mengumumkan akan memberikan dukungan kepada perusahaan eksportir yang ‘terpukul’ tarif tinggi AS dengan menawarkan kredit bantuan sebesar 20 miliar reais (80 triliun rupiah).

    Selain itu pemerintah Brasil juga merencanakan penundaan pembayaran pajak bagi perusahaan yang terdampak tarif, dan memberikan insentif untuk pembelian barang-barang produksi dalam negeri yang kerap diekspor ke AS. Paket bantuan ini diberi nama “Sovereign Brazil” (red. Brasil yang berdaulat).

    “Kita tidak boleh takut, gugup, dan cemas saat krisis,” ujar Lula “Krisis adalah kesempatan bagi kita untuk menciptakan hal-hal baru,” imbuhnya. Lula menegaskan bahwa tidak ada alasan kuat bagi administrasi Donald Trump memberlakukan tarif hingga 50% terhadap Brasil.

    Mengapa Brasil dikenakan tarif tinggi?

    Meski telah memberlakukan tarif resiprokatif pada 67 negara dengan besaran yang berbeda-beda, Brasil disasar dengan tarif tertinggi yakni 50%. Trump berdalih hal tersebut sebagai respon penangkapan sekutu politiknya yang berhaluan kanan, Jair Bolsonaro. Bolsonaro saat ini sedang menjalani proses hukum atas tuduhan kudeta setelah kekalahannya dalam pemilihan presiden 2022.

    Presiden AS mendukung klaim sekutunya Bolsonaro, dengan mengatakan bahwa pemerintah kiri yang berkuasa saat ini melakukan “pelanggaran hak asasi manusia.”

    “Sekarang AS menyoal hak asasi manusia di Brasil… Kita harus melihat apa yang terjadi di negara yang menuduh Brasil,” tambah Lula, menyindir kebijakan dalam negeri Trump. Lula menambahkan, ia mempercayai independensi peradilan Brasil dalam memproses kasus Bolsonaro, sedang Menteri Keuangan Brasil, Fernando Haddad menyatakan negerinya sedang “dihukum karena bersikap lebih demokratis daripada sang agresor.”

    Masih membuka pintu negosiasi

    “Kami tidak ingin konflik. Saya tidak ingin konflik dengan Uruguay, Venezuela, atau bahkan AS. Satu-satunya hal yang perlu kami tuntut adalah kedaulatan kami tidak boleh diganggu, dan tidak ada yang boleh campur tangan dalam apa yang harus kami lakukan,” tegas Lula.

    Merespon tarif tinggi Trump, pada awal Agustus lalu, Brasil turut mengambil langkah penyelesaian sengketa lewat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan mengajukan permintaan konsultasi perundingan bilateral. Kedua negara harus melakukan perundingan bilateral dalam 60 hari pasca pengajuan. Jika tahap ini gagal, Brasil dapat mengajukan permohonan pembentukan panel WTO untuk memutus perkara.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Agus Setiawan

    Tonton juga video “Dikenakan Tarif 50%, Presiden Brasil Ogah Telepon Trump” di sini:

    (ita/ita)

  • 148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 148 negara kini mengaku kedaulatan negara Palestina. Ini menjadi update terbaru, dari total 193 negara yang tergabung dalam PBB.

    Ke-148 negara itu merepresentasikan 75% dari total negara di dunia. Lalu apa saja negara itu?

    Berikut daftarnya dari yang terbaru mengakui hingga yang paling awal, dikutip dari beragam sumber seperti Al-Jazeera dan CNN International, Selasa (12/8/2025).

    1.Meksiko: 20 Maret 2025

    2.Armenia: 21 Juni 2024

    3.Slovenia: 4 Juni 2024

    4.Irlandia: 22 Mei 2024

    5.Norwegia: 22 Mei 2024

    6.Spanyol: 22 Mei 2024

    7.Bahama: 8 Mei 2024

    8.Trinidad dan Tobago: 3 Mei 2024

    9.Jamaika: 24 April 2024

    10.Barbados: 20 April 2024

    11.Saint Kitts dan Nevis: 29 Juli 2019

    12.Kolombia: 3 Agustus 2018

    13.Saint Lucia: 14 September 2015

    14.Takhta Suci: 26 Juni 2015

    15.Swedia: 30 Oktober 2014

    16.Haiti: 27 September 2013

    17.Guatemala: 9 April 2013

    18.Thailand: 18 Januari 2012

    19.Islandia: 15 Desember 2011

    20.Brasil: 3 Desember 2011

    21.Grenada: 25 September 2011

    22.Antigua dan Barbuda: 22 September 2011

    23.Dominika: 19 September 2011

    24.Belize: 9 September 2011

    25.Saint Vincent dan Grenadines: 29 Agustus 2011

    26.Honduras: 26 Agustus 2011

    27.El Salvador: 25 Agustus 2011

    28.Suriah: 18 Juli 2011

    29.Sudan Selatan: 14 Juli 2011

    30.Liberia: 1 Juli 2011

    31.Lesotho: 3 Mei 2011

    32.Uruguay: 16 Maret 2011

    33.Paraguay: 29 Januari 2011

    34.Suriname: 26 Januari 2011

    35.Peru: 24 Januari 2011

    36.Guyana: 13 Januari 2011

    37.Chile: 7 Januari 2011

    38.Ekuador: 27 Desember 2010

    39.Bolivia: 17 Desember 2010

    40.Argentina: 6 Desember 2010

    41.Republik Dominika: 15 Juli 2009

    42.Venezuela: 27 April 2009

    43.Pantai Gading: 1 Desember 2008

    45.Lebanon: 30 November 2008

    46.Kosta Rika: 5 Februari 2008

    47.Montenegro: 24 Juli 2006

    48.Timor Leste: 1 Maret 2004

    49.Malawi: 23 Oktober 1998

    50.Kirgistan: 1 November 1995

    51.Afrika Selatan: 15 Februari 1995

    52.Papua Nugini: 13 Januari 1995

    53.Uzbekistan: 25 September 1994

    54.Tajikistan: 2 April 1994

    55.Bosnia dan Herzegovina: 27 Mei 1992

    56.Georgia: 25 April 1992

    57.Turkmenistan: 17 April 1992

    58.Azerbaijan: 15 April 1992

    59.Kazakstan: 6 April 1992

    60.Eswatini: 1 Juli 1991

    61.Filipina: 1 September 1989

    62.Vanuatu: 21 Agustus 1989

    63.Benin: 1 Mei 1989

    64.Guinea Khatulistiwa: 1 Mei 1989

    65.Kenya: 1 Mei 1989 Etiopia: 4 Februari 1989

    66.Rwanda: 2 Januari 1989

    67.Bhutan: 25 Desember 1988

    68.Afrika Tengah: 23 Desember 1988

    69.Burundi: 22 Desember 1988

    70.Botswana: 19 Desember 1988

    71.Nepal: 19 Desember 1988

    72.Kongo: 18 Desember 1988

    73.Polandia: 14 Desember 1988

    74.Oman: 13 Desember 1988

    75.Gabon: 12 Desember 1988

    76.Sao Tome dan Principe: 10 Desember, 1988

    77.Mozambik: 8 Desember 1988

    78.Angola: 6 Desember 1988

    79.Kongo: 5 Desember 1988

    80.Sierra Leone: 3 Desember 1988

    81.Uganda: 3 Desember 1988

    82.Laos: 2 Desember 1988

    83.Chad: 1 Desember 1988

    84.Ghana: 29 November 1988

    85.Togo: 29 November 1988

    86.Zimbabwe: 29 November 1988

    87.Maladewa: 28 November 1988

    88.Bulgaria: 25 November 1988

    89.Tanjung Verde: 24 November 1988

    90.Korea Utara: 24 November 1988

    91.Niger: 24 November 1988

    92.Rumania: 24 November 1988

    93.Tanzania: 24 November 1988

    94.Hongaria: 23 November 1988

    95.Mongolia: 22 November 1988

    96.Senegal: 22 November 1988

    97.Burkina Faso: 21 November 1988

    98.Kamboja: 21 November 1988

    99.Komoro: 21 November 1988

    100.Guinea: 21 November 1988

    101.Guinea-Bissau: 21 November 1988

    102.Mali: 21 November 1988

    103.China: 20 November 1988

    104.Belarus: 19 November 1988

    105.Namibia: 19 November 1988

    106.Rusia: 19 November 1988

    107.Ukraina: 19 November 1988

    108.Vietnam: 19 November 1988

    109.Siprus: 18 November 1988

    110.Republik Ceko: 18 November 1988

    111.Mesir: 18 November 1988

    112.Gambia: 18 November 1988

    113.India: 18 November 1988

    114.Nigeria: 18 November 1988

    115.Seychelles: 18 November 1988

    116.Slowakia: 18 November 1988

    117.Sri Lanka: 18 November 1988

    118.Albania: 17 November 1988

    119.Brunei Darussalam: 17 November 1988

    120.Djibouti: 17 November 1988

    121.Mauritius: 17 November 1988

    122.Sudan: 17 November 1988

    123.Afghanistan: 16 November 1988

    124.Bangladesh: 16 November 1988

    125.Kuba: 16 November 1988

    126.Yordania: 16 November 1988

    127.Madagaskar: 16 November 1988

    128.Nikaragua: 16 November 1988

    129.Pakistan: 16 November 1988

    130.Qatar: 16 November 1988

    131. Arab Saudi: 16 November 1988

    132.Serbia: 16 November 1988

    133.Uni Emirat Arab: 16 November 1988

    134.Zambia: 16 November 1988

    135.Aljazair: 15 November 1988

    136.Bahrain: 15 November 1988

    137.Indonesia: 15 November 1988

    138.Irak: 15 November 1988

    139.Kuwait: 15 November 1988

    140.Libya: 15 November 1988

    141.Malaysia: 15 November 1988

    142.Mauritania: 15 November 1988

    143.Maroko: 15 November 1988

    144.Somalia: 15 November 1988

    145.Tunisia: 15 November 1988

    146.Turki: 15 November 1988

    147.Yaman: 15 November 1988

    148.Iran: 4 Februari 1988

    Sementara beberapa negara akan mengakui di sidang PBB September nanti. Berikut antara lain:

    Australia

    Kanada

    Prancis

    Malta

    Portugal

    Inggris

    Lalu negara mana saja yang belum sama sekali mengakui?

    Amerika Serikat

    Panama

    Jerman

    Italia

    Austria

    Denmark

    Lithuania

    Moldova

    Kroasia

    Latvia

    Yunani

    Eritrea

    Kamerun

    Myanmar

    Korea Selatan

    Jepang

    Israel

    Selandia Baru (masih akan diputuskan melalui sidang parlemen bulan ini)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Memanas! Trump Kerahkan 3 Kapal Perang AS ke Dekat Venezuela

    Geger Perintah Trump Hajar Kartel Narkoba Pakai Kekuatan Militer

    Jakarta

    Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat geger banyak pihak. Orang nomor satu di AS itu akan menurunkan Pentagon demi melawan kartel narkoba di Amerika Latin.

    Dirangkum dari berbagai sumber seperti The New York Times, The Wall Street Journal, dan AFP, mereka melaporkan Washington pada Jumat (8/8) kemarin menetapkan beberapa kelompok penyelundup narkotika sebagai organisasi “teroris”.

    Trump bahkan dilaporkan telah memerintahkan Pentagon untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kartel-kartel yang dianggap sebagai organisasi teroris.

    Selain itu, disebutkan juga Trump telah menyiapkan berbagai opsi, yakni menggunakan pasukan khusus dan penyediaan dukungan intelijen yang sedang dibahas, dan bahwa setiap tindakan akan dikoordinasikan dengan mitra-mitra asing.

    Pernyataan Gedung Putih

    Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, meskipun tidak mengonfirmasi laporan tersebut, dia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “prioritas utama Trump adalah melindungi tanah air, itulah sebabnya ia mengambil langkah berani untuk menetapkan beberapa kartel dan geng sebagai organisasi teroris asing.”

    Sebelumnya, otoritas Amerika Serikat telah menetapkan kartel Tren de Aragua di Venezuela, Kartel Sinaloa di Meksiko, dan enam kelompok pengedar narkoba lainnya yang berakar di Amerika Latin sebagai kelompok teroris pada bulan Februari lalu.

    Kedutaan Besar AS di Meksiko merilis pernyataan pada Jumat malam, yang menyatakan bahwa kedua negara akan menggunakan “setiap alat yang kami miliki untuk melindungi rakyat kami dari kelompok-kelompok pengedar narkoba”.

    Namun, Kementerian Luar Negeri Meksiko menekankan bahwa Meksiko “tidak akan menerima keterlibatan pasukan militer AS di wilayah kami”.

    Janji Trump

    Pada Maret lalu, Trump pernah berjanji kalau dia akan “berperang” melawan kartel-kartel narkoba Meksiko, yang ia tuduh melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Trump juga menuding kartel-kartel Meksiko membanjiri AS dengan narkoba, khususnya fentanil.

    Menanggapi laporan potensi aksi militer AS terhadap kartel, Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum menegaskan pada hari Jumat (8/8) bahwa “tidak akan ada invasi” ke negaranya.

    Sheinbaum telah berupaya keras untuk menunjukkan kepada Trump bahwa ia bertindak melawan kartel-kartel Meksiko.

    “Kami bekerja sama, kami berkolaborasi, tetapi tidak akan ada invasi. Itu sama sekali tidak mungkin,” ujarnya.

    Meksiko Tolak Jika Militer AS Masuk

    Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, meminta rakyatnya tidak khawatir dengan aturan baru Trump ini. Dia menegaskan “tidak akan ada invasi ke Meksiko”.

    “Tidak akan ada invasi ke Meksiko,” kata Sheinbaum, dilansir kantor berita AFP.

    Pernyataan itu dikeluarkan setelah media AS, The New York Times melaporkan bahwa Trump diam-diam telah menandatangani perintah eksekutif untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kartel-kartel yang telah dinyatakan oleh pemerintahannya sebagai organisasi teroris.

    “Kami diberitahu bahwa perintah eksekutif ini akan segera dikeluarkan dan tidak ada hubungannya dengan partisipasi personel militer atau institusi mana pun di wilayah kami,” kata Sheinbaum dalam konferensi pers rutinnya di pagi hari.

    Kementerian Luar Negeri Meksiko kemudian mengatakan bahwa Meksiko “tidak akan menerima partisipasi pasukan militer AS di wilayah kami.”

    Pernyataan tersebut disampaikan menyusul pernyataan yang dirilis oleh Kedutaan Besar AS di Meksiko, yang menyatakan bahwa kedua negara akan menggunakan “setiap alat yang kami miliki untuk melindungi rakyat kami dari kelompok-kelompok penyelundup narkoba”.

    Duta Besar AS untuk Meksiko, Ronald Johnson, menuliskan di media sosial X bahwa kedua negara “menghadapi musuh bersama: kartel-kartel kriminal yang kejam.”

    Sheinbaum diketahui telah berupaya keras untuk menunjukkan kepada Trump bahwa ia bertindak melawan kartel-kartel di negaranya, yang ia tuduh membanjiri Amerika Serikat dengan narkoba, khususnya fentanil.

    “Kami bekerja sama, kami berkolaborasi, tetapi tidak akan ada invasi. Itu sama sekali tidak mungkin,” ujar presiden perempuan pertama Meksiko itu.

    Ia mengatakan bahwa dalam “setiap panggilan telepon” dengan para pejabat AS, Meksiko bersikeras bahwa hal itu “tidak diizinkan.”

    Halaman 2 dari 5

    (zap/lir)

  • Trump Perintahkan Militer Lawan Kartel Narkoba, Meksiko Ingatkan Ini!

    Trump Perintahkan Militer Lawan Kartel Narkoba, Meksiko Ingatkan Ini!

    Jakarta

    Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menegaskan bahwa “tidak akan ada invasi ke Meksiko”. Ini disampaikannya menyusul laporan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memerintahkan militer AS untuk menargetkan kartel-kartel narkoba Amerika Latin.

    “Tidak akan ada invasi ke Meksiko,” kata Sheinbaum, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (9/8/2025). Ini dikatakannya setelah media AS, The New York Times melaporkan bahwa Trump diam-diam telah menandatangani perintah eksekutif untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kartel-kartel yang telah dinyatakan oleh pemerintahannya sebagai organisasi teroris.

    “Kami diberitahu bahwa perintah eksekutif ini akan segera dikeluarkan dan tidak ada hubungannya dengan partisipasi personel militer atau institusi mana pun di wilayah kami,” kata Sheinbaum dalam konferensi pers rutinnya di pagi hari.

    Kementerian Luar Negeri Meksiko kemudian mengatakan bahwa Meksiko “tidak akan menerima partisipasi pasukan militer AS di wilayah kami.”

    Pernyataan tersebut disampaikan menyusul pernyataan yang dirilis oleh Kedutaan Besar AS di Meksiko, yang menyatakan bahwa kedua negara akan menggunakan “setiap alat yang kami miliki untuk melindungi rakyat kami dari kelompok-kelompok penyelundup narkoba”.

    Duta Besar AS untuk Meksiko, Ronald Johnson, menuliskan di media sosial X bahwa kedua negara “menghadapi musuh bersama: kartel-kartel kriminal yang kejam.”

    Sheinbaum telah berupaya keras untuk menunjukkan kepada Trump bahwa ia bertindak melawan kartel-kartel di negaranya, yang ia tuduh membanjiri Amerika Serikat dengan narkoba, khususnya fentanil.

    “Kami bekerja sama, kami berkolaborasi, tetapi tidak akan ada invasi. Itu sama sekali tidak mungkin,” ujar presiden perempuan pertama Meksiko itu.

    Ia mengatakan bahwa dalam “setiap panggilan telepon” dengan para pejabat AS, Meksiko bersikeras bahwa hal itu “tidak diizinkan.”

    The New York Times melaporkan bahwa perintah Trump memberikan dasar resmi untuk operasi militer di laut atau di tanah asing terhadap kartel-kartel tersebut.

    Sebelumnya pada bulan Februari lalu, pemerintahan Trump menetapkan delapan kelompok penyelundup narkoba sebagai organisasi teroris. Enam berasal dari Meksiko, satu dari Venezuela, dan yang kedelapan berasal dari El Salvador.

    Dua minggu lalu, pemerintahannya menambahkan geng Venezuela lainnya, Kartel Matahari, yang telah mengirimkan ratusan ton narkotika ke Amerika Serikat selama dua dekade.

    Pada hari Kamis lalu, Departemen Kehakiman AS menggandakan hadiah uang menjadi US$50 juta untuk penangkapan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, yang dituduh memimpin Kartel Matahari.

    Venezuela telah menepis tuduhan tersebut, dan Menteri Luar Negeri Yvan Gil menyebutnya “tipuan paling konyol yang pernah kita lihat.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Perintahkan Pentagon Pakai Kekuatan Militer Lawan Kartel Narkoba

    Trump Perintahkan Pentagon Pakai Kekuatan Militer Lawan Kartel Narkoba

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump bergerak untuk menargetkan kartel-kartel narkoba Amerika Latin dengan kekuatan militer. Media-media AS melaporkan hal ini pada hari Jumat (8/8) waktu setempat, setelah Washington menetapkan beberapa kelompok penyelundup narkotika sebagai organisasi “teroris” awal tahun ini.

    The New York Times melaporkan bahwa Trump telah memerintahkan Pentagon untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kartel-kartel yang dianggap sebagai organisasi teroris.

    The Wall Street Journal mengatakan bahwa Trump memerintahkan berbagai opsi untuk dipersiapkan, dengan penggunaan pasukan khusus dan penyediaan dukungan intelijen yang sedang dibahas, dan bahwa setiap tindakan akan dikoordinasikan dengan mitra-mitra asing.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (9/8/2025), juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, meskipun tidak mengonfirmasi laporan tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “prioritas utama Trump adalah melindungi tanah air, itulah sebabnya ia mengambil langkah berani untuk menetapkan beberapa kartel dan geng sebagai organisasi teroris asing.”

    Sebelumnya, otoritas Amerika Serikat telah menetapkan kartel Tren de Aragua di Venezuela, Kartel Sinaloa di Meksiko, dan enam kelompok pengedar narkoba lainnya yang berakar di Amerika Latin sebagai kelompok teroris pada bulan Februari lalu.

    Kedutaan Besar AS di Meksiko merilis pernyataan pada Jumat malam, yang menyatakan bahwa kedua negara akan menggunakan “setiap alat yang kami miliki untuk melindungi rakyat kami dari kelompok-kelompok pengedar narkoba”.

    Namun, Kementerian Luar Negeri Meksiko menekankan bahwa Meksiko “tidak akan menerima keterlibatan pasukan militer AS di wilayah kami.”

    Sebelumnya pada Maret lalu, Trump berjanji untuk “berperang” melawan kartel-kartel narkoba Meksiko, yang ia tuduh melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Trump juga menuding kartel-kartel Meksiko membanjiri AS dengan narkoba, khususnya fentanil.

    Menanggapi laporan potensi aksi militer AS terhadap kartel, Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum menegaskan pada hari Jumat (8/8) bahwa “tidak akan ada invasi” ke negaranya.

    Sheinbaum telah berupaya keras untuk menunjukkan kepada Trump bahwa ia bertindak melawan kartel-kartel Meksiko.

    “Kami bekerja sama, kami berkolaborasi, tetapi tidak akan ada invasi. Itu sama sekali tidak mungkin,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • AS Janji Berikan Rp814 Miliar, Jika Bisa Tangkap Sosok Ini

    AS Janji Berikan Rp814 Miliar, Jika Bisa Tangkap Sosok Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) menawarkan hadiah fantastis senilai US$50 juta atau sekitar Rp814 miliar bagi siapa saja yang bisa menangkap Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Angka ini dua kali lipat dari tawaran sebelumnya sebesar US$25 juta yang ditetapkan pemerintahan Trump pada Januari lalu.

    Washington menuduh Maduro sebagai salah satu bandar narkoba terbesar di dunia yang bekerja sama dengan kartel internasional untuk membanjiri AS dengan kokain yang dicampur fentanyl.

    Jaksa Agung AS Pam Bondi menyebut Maduro berkolaborasi dengan sindikat kejahatan Venezuela Tren de Aragua, Cartel of the Suns, dan kartel narkoba Sinaloa dari Meksiko.

    “Sia adalah salah satu bandar narkoba terbesar di dunia dan ancaman bagi keamanan nasional kami. Oleh karena itu, kami menggandakan hadiahnya menjadi US$50 juta,” kata Bondi, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (9/8/2025).

    “Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Maduro tidak akan lolos dari keadilan dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan-kejahatannya yang menjijikkan,” tambahnya.

    Bondi juga mengungkap bahwa Departemen Kehakiman AS telah menyita lebih dari US$700 juta aset yang terkait dengan Maduro, termasuk dua jet pribadi, sembilan kendaraan, serta berton-ton kokain yang dilacak langsung kepada presiden tersebut.

    Pemerintah Venezuela langsung membalas tuduhan itu. Menteri Luar Negeri Yvan Gil menyebut langkah AS sebagai “asap pengalih perhatian paling konyol yang pernah ada” dan menuduhnya dirancang untuk mengalihkan perhatian dari kontroversi Jeffrey Epstein di AS.

    “Martabat tanah air kami tidak untuk dijual. Kami menolak operasi propaganda politik yang kasar ini,” tegasnya.

    Maduro sendiri sudah didakwa di pengadilan federal AS sejak 2020 pada masa jabatan pertama Trump, bersama sejumlah pejabat senior Venezuela, atas tuduhan perdagangan narkoba.

    Saat itu, AS menawarkan hadiah sebesar US$15 juta untuk penangkapannya. Hadiah itu kemudian dinaikkan oleh pemerintahan Biden menjadi US$25 juta, jumlah yang sama yang pernah ditawarkan AS untuk penangkapan Osama bin Laden setelah serangan 11 September 2001.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]