Negara: Uni Eropa

  • Airlangga Sebut Deregulasi Bakal Perbaiki PMI Manufaktur RI yang Terkontraksi

    Airlangga Sebut Deregulasi Bakal Perbaiki PMI Manufaktur RI yang Terkontraksi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa upaya pemerintah melakukan deregulasi dapat membantu dunia industri manufaktur bernapas, setelah PMI Manufaktur terkontraksi.

    Pasalnya, data PMI S&P Global Purchasing Managers’Index (PMI) yang rilis pada Jumat (2/5/2025) menunjukkan bahwa indeks manufaktur Indonesia berada di level 46,7. Angka itu turun drastis dari bulan sebelumnya yang sebesar 52,4 sekaligus terjadi kontraksi, karena posisi PMI berada di bawah 50.

    Airlangga melihat anjloknya indikator manufaktur ini lebih akibat perang dagang yang terjadi. 

    “PMI turun kan karena perang dagang. Jadi dunia kan perdagangan shrinking, pertumbuhan Amerika juga negatif. Jadi ini namanya optimisme yang terganggu oleh trade war,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025). 

    Terlebih, Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri Tanah Air akan melandai pada tahun ini menjadi 3,8% dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,2%. 

    Dalam laporan terbarunya, Macro Poverty Outlook (MPO) for East Asia and Pacific edisi April 2025, Bank Dunia memproyeksikan adanya perlambatan sebesar -1,4% tersebut akibat kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengganggu perdagangan global.  

    Airlangga melihat perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terhenti karena perang dagang memberikan efek negatif ke industri dalam negeri. 

    Di mana Indonesia turut menjadi bagian dari supply chain atau rantai pasok perdagangan global. 

    “Jadi kami lakukan saja ke depan apa-apa yang harus dilakukan agar biaya untuk manufaktur itu tidak ada biaya tinggi, [yakni] deregulasi,” lanjutnya. 

    Ke depan, Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah tetap optimistis terhadap industri Tanah Air akan tetap positif. Apalagi, pemerintah telah membuat satgas deregulasi yang akan menyiapkan sejumlah paket kebijakan. 

    Terlebih, Airlangga memandang kawasan regional, alias Asean, relatif aman. Pemerintah juga mendorong percepatan penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) untuk mendorong perdagangan dengan Eropa. 

     “Memang sudah waktunya untuk mendiversifikasi pasar ekspor dan menurunkan hambatan tarif. Kalau kita turun, yang lain juga menurunkan, maka produk kita akan lebih kompetitif ke depan,” tuturnya. 

    Sebagaimana diketahui dalam menanggapi tarif Trump, pemerintah sedang dalam pembahasan terkait dengan perizinan impor, terkait dengan Angka Pengenal Impor (API), Online Single Submission (OSS), deregulasi perpajakan dan kepabeanan. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan hambatan perdagangan dan non-perdagangan saat ini menjadi fokus Pemerintah Indonesia. Secara berkelanjutan, Indonesia melakukan evaluasi terhadap berbagai hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, guna menciptakan iklim perdagangan yang lebih terbuka dan efisien. 

    “Di sisi tarif, sebagian besar tarif Indonesia sebenarnya sangat rendah, tetapi kami akan selalu mengevaluasi dan melihat apakah ada area yang dapat kami tingkatkan di sisi tarif,” ujarnya.

    Terkait hambatan non-tarif, Menkeu mengakui bahwa Indonesia masih memiliki sejumlah mekanisme yang kerap menjadi perhatian karena dianggap mencegah perdagangan.

    “Baik dalam bentuk proses administrasi, misalnya dalam proses bea cukai saat mengimpor barang, atau dalam hal penilaian, prosedur perpajakan, atau karantina untuk produk pertanian,” lanjutnya. 

  • Ini Strategi Investasi di Tengah Gejolak Perang Dagang Amerika dan China – Halaman all

    Ini Strategi Investasi di Tengah Gejolak Perang Dagang Amerika dan China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas, menandai dimulainya Trade War 2.0.

    Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap barang-barang asal Tiongkok menjadi 245 persen, sebagai respons terhadap kebijakan balasan Tiongkok yang juga meningkatkan tarif AS secara signifikan. 

    Situasi ini juga diperburuk dengan keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif sebesar 25 persen atas produk impor dari AS, yang berlaku mulai pertengahan April 2025. 

    Kondisi ini telah memicu lonjakan volatilitas di pasar global, termasuk di Indonesia, di mana IHSG sempat tertekan hingga -9 persen ke 5.912 pada Selasa (8/4/2025) sebelum akhirnya rebound +5,9 persen ke level 6.262 pada Jumat (11/4) menyusul kabar penundaan tarif tambahan oleh Trump. 

    Chief Investment Officer PT Insight Investments Management (PT IIM) Camar Remoa, menjelaskan, ketegangan perdagangan dunia meningkatkan risiko ketidakpastian, namun di saat yang sama juga membuka peluang bagi Indonesia. 

    “Dengan porsi ekspor ke AS yang relatif kecil terhadap PDB, Indonesia memiliki fleksibilitas lebih besar untuk menyusun kebijakan perdagangan dan mengelola dampaknya secara bijak,” ujar Camar, Jumat (5/5/2025).

    Bagi investor, lanjut Camar, situasi ini juga bisa menjadi peluang untuk memperkuat portofolio dengan mengambil strategi pengelolaan yang tepat. 

    “Penerapan tarif resiprokal seperti ini dapat meningkatkan ketidakpastian pasar karena berisiko memicu aksi balasan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Uni Eropa.”

    “Dengan kondisi yang masih sangat dinamis dan penuh ketidakpastian, investor sebaiknya mengambil langkah yang strategis dan tetap tenang dalam menghadapi fluktuasi pasar,” jelas Camar dalam keterangan tertulisnya.

    Camar menegaskan, diversifikasi menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko dan menjaga kestabilan portofolio dengan volatilitas yang cukup dinamis saat ini, salah satunya melalui instrumen reksa dana.

    “Volatilitas harga pada pada pasar modal, justru bisa menjadi peluang bagi investor, selama mampu mengelola risiko melalui diversifikasi dan menyesuaikan strategi dengan horizon investasi masing‑masing,” ujar Camar.

    Strategi Investor Jangka Pendek

    Di tengah volatilitas yang tinggi, Camar menyampaikan bahwa langkah penting bagi investor jangka pendek adalah menjaga likuiditas. 

    “Di tengah volatilitas yang tinggi, langkah paling bijak bagi investor jangka pendek adalah menjaga likuiditas. Instrumen pasar uang menawarkan fleksibilitas tinggi dan risiko relatif rendah, sambil menunggu momentum pembalikan arah pasar yang lebih jelas,” tutur Camar.

    Dalam hal ini, PT IIM merekomendasikan I‑Retail Cash Fund (I-Retail Cash), merupakan Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) yang menempatkan pada instrumen keuangan bertenor kurang dari satu tahun dengan durasi pendek sehingga lebih defensif terhadap volatilitas pasar.

    “Pendekatan I‑Retail Cash dirancang untuk menangkap imbal hasil optimal sambil meminimalkan risiko durasi ketika pasar masih fluktuatif,” jelas Camar.

    Strategi Investor Jangka Menengah–Panjang

    “Sementara itu, bagi investor dengan horizon menengah hingga panjang, kombinasi instrumen fixed income dan saham menjadi strategi yang lebih moderat namun tetap berpeluang. Valuasi saham saat ini, cukup menarik untuk bottom‑fishing bertahap, dan yield obligasi pemerintah di level 7 persen memberikan entry point yang solid,” tuturnya.

    Jika merujuk pada data historis, pasar saham Indonesia yang menunjukkan pola pemulihan yang kuat pasca krisis .

    Sebagai contoh, setelah IHSG mencapai harga terendah pada 28 Oktober 2008 di tengah krisis keuangan global, indeks mencatatkan kenaikan sebesar 44,22 persen dalam waktu enam bulan.

    IHSG kemudian melonjak hingga 117,44 persen dalam waktu dua belas bulan.

    Hal serupa terjadi setelah pandemi Covid-19 mengguncang pasar pada Maret 2020. Enam bulan setelah mencapai titik terendah pada 24 Maret 2020, IHSG naik 25,16 persen, dan dalam kurun satu tahun, mencatatkan kenaikan sebesar 59,71 persen.

    Data historis ini menunjukkan bahwa strategi jangka menengah hingga panjang, terutama dengan melakukan akumulasi secara bertahap saat valuasi menarik, berpotensi memberikan imbal hasil yang signifikan.

    Kombinasi saham berfundamental kuat dan obligasi dengan yield kompetitif di level 7 persen dapat menjadi dasar strategi yang seimbang di tengah ketidakpastian pasar.

    Di ranah pendapatan tetap, PT IIM menawarkan Insight Renewable Energy Fund (I-Renewable), Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) yang memiliki underlying instrumen investasi dengan durasi menengah sehingga relatif lebih stabil saat pasar sedang volatile.

    “Durasi rata‑rata portofolio I‑Renewable kami jaga di kisaran 1,5–3,5 tahun, sehingga nilai investasi tetap stabil dan siap memanfaatkan kenaikan yield saat pasar membaik,” jelas Camar.

     

  • Kejayaan Apple Runtuh Seketika, Ini Penyebab Raksasa AS Babak Belur

    Kejayaan Apple Runtuh Seketika, Ini Penyebab Raksasa AS Babak Belur

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Apple harus menghadapi banyak masalah dalam waktu bersamaan. Tak cuma penjualannya yang terus merosot di China, perang dagang AS-China juga membuat posisi Apple tertekan.

    Di tengah cobaan bertubi-tubi tersebut, Apple juga harus menghadapi sanksi denda karena melanggar aturan di Uni Eropa.

    Terbaru pengadilan AS turut menyebut Apple melanggar perintah yang mengizinkan persaingan untuk pengunduhan dan metode pembayaran di toko aplikasinya.

    Masalah ini terkait perintah pengadilan yang dijatuhkan dalam persidangan dengan Epic Games. Pemilik Fortnite menuding Apple menghambat persaingan dan membebankan komisi berlebihan untuk pembelian dalam aplikasi.

    “Upaya Apple terus mengganggu persaingan tidak akan ditoleransi,” kata Hakim Distrik AS, Yvonne Gonzales Rogers dikutip dari Reuters, Jumat (2/5/2025).

    “Ini perintah pengadilan bukan negosiasi. Tidak ada kesempatan mengulang setelah salah satu pihak dengan sengaja mengabaikan perintah pengadilan,” jelasnya menambahkan.

    Tak sampai di situ, dia juga menyeret Apple dan wakil presiden keuangan Alex Roman yang pernah tampil sebagai saksi ke jaksa federal. Ini dilakukan sebagai upaya penyelidikan penghinaan pada perilaku dalam kasus antimonopoli.

    Rogers mengatakan kesaksian Roman penuh sesat dan kebohongan. Apple menolak keputusan dan memastikan mematuhi pengadilan serta mengajukan banding.

    Sementara itu Epic Games akan berupaya membawa kembali Fortnite ke App Store minggu depan. Chief Executive Tim Sweeney mengatakan keputusan pengadilan sebagai kemenangan bagi pengembangan dan konsumen.

    “Hal itu memaksa Apple bersaing dengan layanan pembayaran lain daripada memblokirnya, ini yang kami inginkan,” jelasnya.

    Penjualan iPhone Anjlok di China

    Selama beberapa kuartal terakhir, iPhone kesulitan menjual iPhone di China. Posisinya mulai terguncang sejak kebangkitan Huawei dengan merilis ponsel 5G pertama pasca masuk daftar hitam AS.

    iPhone juga tak kuasa menghadapi persaingan ketat dengan pemain lokal lain. Sentimen geopolitik antara AS dan China juga membuat penjualan iPhone anjlok, padahal China sebelumnya menjadi pasar kunci bagi Apple.

    Laporan firma riset Canalys di Q1 2025 menunjukkan penjualan iPhone turun 8% YoY di China. Hal ini menunjukkan tren kinerja Apple di China belum juga membaik.

    Kendati penjualan iPhone berdarah-darah di China, tetapi kinerjanya moncer di pasar global. Laporan Counterpoint untuk Q1 2025 menunjukkan Apple menjadi raja HP dunia dengan pangsa pasar 19% dan bertumbuh 4% YoY.

    Penjualan iPhone di China memang terus memperihatinkan karena harus bersaing dengan para pemain lokal dan bangkitnya raja HP China Huawei ke panggung smartphone global. Adopsi Apple Intelligence, fitur penuh AI, lambat di China yang menjadi faktor penurunan minat beli di sana.

    Apple Kena Kasus di Eropa

    Tak cuma soal penjualan iPhone, Apple dan Meta juga menghadapi denda sebesar US$800 (Rp 13,5 triliun) dari Uni Eropa. Ini menjadi upaya otoritas setempat menghadang dominasi semua perusahaan itu di ruang digital.

    Eropa diketahui memiliki aturan terkait itu lewat Digital Markets Act (DMA). Regulasi tersebut mengatur soal persaingan sehat di pasar digital dan menargetkan dominasi perusahaan ‘gatekeeper’.

    Sebuah perusahaan dikategorikan sebagai gatekeeper jika memenuhi beberapa kriteria. Pertama, omzet tahunan mereka di Eropa minimal 7,5 miliar euro selama 3 tahun terakhir, atau kapitalisasi pasar lebih dari 75 miliar euro.

    Kedua, memiliki platform inti, seperti mesin pencari, jejaring sosial, layanan perpesanan, atau toko aplikasi dengan lebih dari 45 juta pengguna bulanan aktif dan 10.000 pengguna bisnis tahunan di Uni Eropa. Selain itu, perusahaan menempati posisi dominan dan stabil di pasar selama 3 tahun berturut-turut.

    DMA menetapkan sejumlah larangan dan kewajiban bagi gatekeeper, di antaranya, tidak boleh memprioritaskan produk mereka sendiri di platform (self-preferencing). Perusahaan juga wajib mengizinkan interoperabilitas dengan layanan pesaing.

    Selain itu, tidak boleh memaksa pengguna untuk menggunakan layanan tertentu, seperti sistem pembayaran milik sendiri. Dan Harus memungkinkan pengguna untuk menghapus aplikasi bawaan.

    Gatekeeper yang melanggar DMA dapat dikenakan denda hingga 10% dari omzet global tahunan, dan hingga 20% untuk pelanggaran berulang. Dalam kasus yang berat, Uni Eropa bahkan dapat memaksa perusahaan untuk membubarkan bagian bisnis tertentu.

    Perang Dagang AS-China

    Guncangan lainnya yang dihadapi Apple terkait tarif resiprokal yang ditetapkan Donald Trump ke barang-barang impor China. Hal ini menjadi pukulan telak bagi Apple yang menggantungkan 90% produksi iPhone di China. 

    Apple memang telah berupaya melakukan diversifikasi lini produksi ke negara-negara lain, bahkan berniat memindahkan seluruh produksi iPhone untuk pasar AS ke India. 

    Namun, para ahli menyebut butuh waktu bertahun-tahun untuk Apple bisa lepas sepenuhnya dari ketergantungan di China. 

    Ketidakpastian masa depan Apple membuat saham perusahaan terus merosot. Sepanjang 2025, saham Apple sudah anjlok 30,53%.

    (fab/fab)

  • Zelensky Puji Kesepakatan Mineral dengan AS: Benar-benar Setara – Halaman all

    Zelensky Puji Kesepakatan Mineral dengan AS: Benar-benar Setara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memuji kesepakatan mineral yang baru saja ditandatangani antara Kyiv dan Washington.

    Zelensky menyebutnya sebagai perjanjian yang setara dan membuka peluang investasi besar bagi Ukraina.

    “Sekarang ini adalah perjanjian yang benar-benar setara yang menciptakan peluang bagi investasi yang cukup signifikan di Ukraina”, kata Zelensky, dikutip dari Al-Arabiya.

    Kesepakatan ini ditandatangani pada Rabu (30/4/2025) di Washington, DC, setelah berminggu-minggu negosiasi intens yang sempat memanas hingga menit-menit terakhir.

    Perjanjian tersebut memungkinkan Amerika Serikat dan Ukraina untuk bersama-sama mengembangkan sumber daya mineral penting yang dimiliki Ukraina. 

    Awalnya, Presiden AS Donald Trump menggambarkan kesepakatan ini sebagai semacam ‘pengembalian uang’ atas bantuan masa perang dari pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden.

    Namun, Kyiv menegaskan bahwa perjanjian yang direvisi ini tidak ada hubungannya dengan utang masa lalu.

    “Sekarang ini adalah perjanjian yang benar-benar setara yang menciptakan peluang bagi investasi yang cukup signifikan di Ukraina,” ujar Zelenskyy dalam pidato hariannya pada Kamis (1/5/2025). 

    “Tidak ada utang dalam kesepakatan ini, dan akan dibuat sebuah dana-dana pemulihan yang akan diinvestasikan di Ukraina dan menghasilkan uang di sini,” imbuhnya.

    Penandatanganan kesepakatan dilakukan oleh Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Ukraina Yulia Svyrydenko.

    Bessent menyebut kemitraan ekonomi ini sebagai langkah ‘bersejarah’ yang sekaligus mengirimkan pesan kuat kepada Rusia tentang komitmen AS terhadap perdamaian di kawasan.

    Perjanjian Kesepakatan Mineral AS-Ukraina

    Di bawah kesepakatan ini, Dana Investasi Ulang Amerika Serikat-Ukraina akan dibentuk dan dikelola bersama secara setara.

    Ukraina tetap memegang kendali penuh atas sumber daya alamnya dan akan menentukan mineral apa yang akan dieksplorasi dan di mana lokasinya, dikutip dari Al Jazeera.

    AS akan berkontribusi melalui dana langsung atau bantuan militer baru, sementara Ukraina akan menyumbang 50 persen dari pendapatan eksploitasi sumber daya melalui lisensi baru di sektor mineral penting, minyak, dan gas.

    Svyrydenko menegaskan di media sosial bahwa perusahaan milik negara seperti Ukrnafta dan Energoatom tidak akan mengalami perubahan kepemilikan, dan pendapatan dari dana akan diperoleh murni dari proyek-proyek baru, bukan yang sudah berjalan. 

    Sebagai tambahan, baik AS maupun Ukraina sepakat bahwa kontribusi dan pendapatan dari dana ini tidak akan dikenakan pajak di kedua negara untuk memaksimalkan efisiensi investasi.

    Potensi Sumber Daya Ukraina

    Menurut Kementerian Ekonomi Ukraina, negara ini memiliki cadangan dari 22 dari 34 mineral kritis yang diklasifikasikan Uni Eropa.

    Termasuk titanium, zirkonium, grafit, litium, serta unsur tanah jarang (REE) seperti lantanum, serium, dan neodimium yang sangat penting untuk industri teknologi tinggi, pertahanan, kedirgantaraan, dan energi terbarukan. 

    Ukraina juga menyumbang sekitar 7 persen dari produksi titanium global dan memiliki cadangan litium yang sebagian besar belum dimanfaatkan, yang diperkirakan mencapai 500.000 ton, menjadikannya salah satu yang terbesar di Eropa.

    Kesepakatan ini bukan datang tanpa tantangan.

    Pertemuan antara Trump dan Zelenskyy di Gedung Putih pada Februari lalu bahkan sempat disebut-sebut sebagai “kacau”. 

    Ukraina kemudian menyewa firma hukum AS, Hogan Lovells, untuk membantu penyusunan kesepakatan.

    Namun akhirnya, kedua pihak berhasil mencapai kesepahaman yang disebut menguntungkan Ukraina dan AS.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Volodymyr Zelensky dan Amerika Serikat

  • ‘Serangan Pesona’ China Akan Ubah Peta Asia Tenggara? Gimana Posisi RI?

    ‘Serangan Pesona’ China Akan Ubah Peta Asia Tenggara? Gimana Posisi RI?

    Jakarta

    Saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pertama kali menerapkan tarif impor terhadap China pada 2017, negara-negara Asia Tenggara diuntungkan. Saat itu, banyak perusahaan manufaktur berpindah ke Vietnam, Kamboja, dan negara-negara tetangga lainnya.

    Strategi yang dikenal sebagai China Plus One ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada China sambil mendukung visi Washington menjauhkan diri dari ekonomi China.

    Namun, kebijakan tarif Trump edisi kedua justru berbalik arah.

    Vietnam dan Kamboja dikenakan tarif tinggi, masing-masing sebesar 46% dan 49%. Sementara Indonesia dikenakan 32%, dan Malaysia 24%.

    Meskipun ada penundaan penerapan selama 90 hari, negara-negara yang sebelumnya menanggapi seruan AS untuk diversifikasi sekarang malah dicap “pengelak tarif”.

    China memanfaatkan momen ini dengan melakukan “serangan pesona” yang terencana. Dalam kunjungan regionalnya, Presiden China Xi Jinping mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk “bersama-sama melawan proteksionisme.”

    Xi juga menjanjikan peningkatan impor Indonesia dan membangun citra China sebagai “pembela globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas” di tengah ketidakpastian global.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Chong menambahkan bahwa kini kawasan ini makin dekat dengan China. Di sisi lain, sikap Trump secara signifikan merusak kredibilitas AS. Imbasnya, reputasi Xi Jinping meningkat “tanpa perlu bersusah payah”.

    “Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah China dapat diandalkan? Negara-negara Asia Tenggara membutuhkan investasi dan pasar dari China.”

    “Walaupun Xi Jinping sudah menjanjikan banyak hal, apakah China benar-benar mampu memenuhinya? Apalagi mengingat tantangan domestik dan perlambatan ekonomi yang dihadapi negara itu.”

    Ketergantungan ekonomi timbal balik

    Dengan populasi sebesar 680 juta penduduk dan memiliki status sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, posisi ASEAN begitu vital dalam rantai pasokan global.

    Kawasan ini memproduksi semikonduktor untuk Intel, ponsel pintar untuk Samsung, dan sepatu olahraga untuk Nike.

    Sejak perang dagang AS-China yang pertama, ASEAN menarik investasi manufaktur global yang masif.

    Seorang pengendara sepeda motor melintas di depan sebuah toko bertuliskan ‘Made in Vietnam’ di jalanan Hanoi, Vietnam, pada 3 April 2025. (EPA)

    “Dalam banyak hal, China adalah pesaing sekaligus mitra ekonomi bagi negara-negara Asia Tenggara,” ujar Susannah Patton, direktur Program Asia Tenggara di Lowy Institute, Australia.

    Antara 2018 hingga 2022, perusahaan-perusahaan AS menyumbang 25% dari investasi manufaktur di ASEAN, jauh melampaui Jepang (11%) dan Uni Eropa (10%).

    Pangsa pasar China tumbuh dengan cepat tetapi masih di sekitar 8%.

    Di sisi lain, para pakar percaya angka sebenarnya lebih tinggi karena investasi yang disalurkan melalui Hong Kong dan entitas luar negeri.

    Presiden AS Trump mengumumkan tarif baru pada Hari Pembebasan AS di Washington pada tanggal 2 April 2025. (EPA)

    Aturan tarif baru AS mengancam strategi China Plus One sehingga negara-negara ASEAN berupaya meningkatkan investasi dari China.

    Akan tetapi, tantangan ekonomi yang dihadapi China berpotensi menghambat ekspektasi ini.

    Kesulitan yang dialami perusahaan-perusahaan tenaga surya China telah mengurangi penanaman investasi luar negeri (outbound investment) ke ASEAN pada 2024 silam, dan masalah serupa mulai muncul di sektor otomotif dan konsumen.

    Beijing bahkan mungkin akan semakin membatasi investasi asing untuk melindungi lapangan kerja di sektor manufaktur dalam negeri.

    China saat ini tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lemah dan peningkatan angka pengangguran.

    Langkah diplomasi China untuk menunjukkan niat Baik

    Selain masalah ekonomi, ketegangan geopolitik tetap menjadi isu laten yang terus membayangi.

    “China dan negara-negara ASEAN adalah tetangga,. Dengan kata lain: saling bergantung, tetapi ada juga banyak gesekan,” jelas Profesor Ian Chong.

    Sengketa wilayah masih menjadi faktor krusial, terutama di Laut China Selatan. Seperti diketahui, klaim tegas China tumpang tindih dengan klaim Vietnam, Filipina, dan Malaysia.

    Di sisi lain, mobilisasi komunitas etnis Tionghoa di negara-negara ASEAN oleh Beijing juga menimbulkan sensitivitas.

    Bagi negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Malaysia, perlakuan China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang menjadi poin pertikaian lainnya.

    ReutersPresiden Vietnam Luong Cuong dan Presiden China Xi Jinping bertemu di Istana Kepresidenan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 15 April 2025.

    Risiko meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan dan Laut China Selatan juga menjadi kekhawatiran negara-negara Asia Tenggara.

    Kedua perairan itu merupakan jalur perdagangan penting bagi Asia Tenggara. Konflik apa pun di wilayah ini dapat mengganggu rantai pasokan global dan berdampak parah pada ekonomi ASEAN.

    “Negara-negara Asia Tenggara ingin berelasi dengan China tetapi tetap berhati-hati,” kata Chong.

    “Mereka sangat menyadari risiko yang dapat ditimbulkan tindakan militer Beijing terhadap stabilitas dan kemakmuran mereka.”

    China menyadari dinamika regional ini.

    Dalam kunjungannya ke Vietnam, Xi menekankan perjuangan bersama melawan kolonialisme. Tetapi dia menghindari topik sensitif seperti Perang Sino-Vietnam 1979 atau sengketa yang sedang berlangsung di Laut China Selatan.

    “Dibandingkan dengan pendekatan garis keras China terhadap Filipina, pendekatannya terhadap Vietnam relatif lebih akomodatif,” kata Carlyle Thayer, Profesor Emeritus di University of New South Wales, Australia.

    Baca juga:

    Di Kamboja, keseimbangan yang rumit lainnya terlihat jelas.

    Diskusi tentang ekspansi Pangkalan Angkatan Laut Ream Kamboja yang kontroversial dan didanai oleh China diminimalisir selama kunjungan Xi.

    Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengadakan upacara peresmian pangkalan tersebut sebelum kedatangan Xi. Dia menekankan bahwa fasilitas itu tetap berada di bawah kendali Kamboja.

    “Langkah yang disengaja ini menyoroti keinginan China untuk mempertahankan niat baik di kawasan,” kata Thayer.

    “Keputusan untuk mengadakan peresmian sebelum kunjungan Xi patut dicatat. Ini meredakan kekhawatiran internasional seraya melindungi kepentingan Vietnam.”

    Pergeseran keseimbangan regional

    Meski terus mendekati negara-negara tetangganya, China dengan tegas menyatakan “secara kukuh menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China.

    Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan.”

    Sementara Trump mengatakan bahwa lebih dari 70 negara telah menghubungi AS untuk memulai negosiasi sejak tarif diumumkan.

    Dengan kata lain, ini adalah situasi yang menantang bagi banyak negara di Asia Tenggara.

    ReutersOrang-orang berjalan melewati gerbang pabrik Samsung Electro-Mechanics, setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 46 persen pada Vietnam, di provinsi Thai Nguyen, Vietnam, 9 April 2025.

    “Vietnam tidak dapat mencegah pemerintahan Trump yang merusak hukum internasional, perdagangan bebas, multilateralisme, dan globalisasi,” kata Carl Thayer dari University of New South Wales.

    “Vietnam juga tidak dapat mengubah geografinya.”

    Profesor Thayer mengatakan bahwa Vietnam juga harus mencari pasar baru di Timur Tengah dan MERCOSURblok ekonomi regional di Amerika Selatan.

    Adapun Malaysia relatif “menang” karena tingkat tarif relatif lebih rendah yaitu 24%. Situasi ini membuat Malaysia diminati bisnis-bisnis yang ingin berpindah dari negara-negara dengan tarif lebih tinggi.

    Media sosial China ramai dengan diskusi tentang relokasi pabrik ke Malaysia. Populasi etnis Tionghoa yang besar di negara itu dinilai mempermudah transisi bisnis.

    Menjaga keseimbangan

    Vietnam mempraktikkan apa yang mereka sebut sebagai “diplomasi bambu.”

    Istilah ini pertama kali dicetuskan mantan pemimpin Nguyen Phu Trong pada 2016 untuk menggambarkan pendekatan Vietnam dalam menyikapi politik kekuatan-kekuatan besar dunia.

    Layaknya bambu, Vietnam tetap teguh pada kepentingan intinya, tetapi lentur ketika menghadapi tekanan dari dua kekuatan utama: China dan AS.

    Pendekatan ini mencerminkan prinsip “non-blok” ASEAN yang sudah menjadi dasar diplomasi kawasan ini sejak Perang Dingin.

    Saham-saham Vietnam anjlok di tengah kekhawatiran atas tarif AS, Hanoi pada 8 April 2025. (EPA)

    “Vietnam secara umum berhasil dalam aksi menjaga keseimbangan ini. ‘Diplomasi bambu’ mereka menjadi maskot strategi kehati-hatian Asia,” jelas Alexander L. Vuving, profesor di Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies.

    “Namun, tali yang harus mereka pijak kini terasa semakin tipis untuk dilalui.”

    Lebih lanjut, Profesor Vuving menilai Vietnam sadar bahwa akan tiba saatnya dimana mereka harus berpihak di tengah persaingan kekuatan besar.

    “Namun, karena ini adalah hal terakhir yang ingin dilakukan Vietnam, mereka tidak pernah benar-benar mempersiapkan diri. Sekarang, saat itu telah tiba, dan mereka kaget.”

    EPAPara pekerja mengemasi sepatu dan tas di pabrik sepatu dan tas wanita Patris di Bogor, Indonesia, 14 April 2025. Alas kaki merupakan komoditas ekspor terbesar ketiga Indonesia ke Amerika Serikat.

    Indonesia pun menghadapi tantangan serupa meski sampai sekarang masih mempertahankan sikap netral.

    Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia akan terus berjuang untuk mandiri dan berkembang, terlepas dari tantangan pasar global.

    “Kita tidak akan pernah mengemis,” tegasnya.

    Akan tetapi, ketergantungan ekonomi Indonesia yang terus meningkat ke China memperumit situasinya.

    “Sepertinya tidak mungkin [bagi Indonesia untuk tetap netral]. Pada 2024, impor Indonesia dari China melonjak 33% dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

    “Ini berarti, apa pun yang terjadi nanti, Indonesia akan semakin bergantung pada China dan makin dekat dengan BRICS.’”

    Melangkah melampaui pilihan biner AS-China

    Profesor Thayer menyimpulkan bahwa ada empat strategi umum untuk menghadapi situasi AS-China ini: penyeimbangan, mengikuti arus, “berjalan di atas tali”, dan netralitas.

    Negara-negara dapat beralih di antara berbagai strategi ini sesuai dengan kepentingan masing-masing

    Dia mencontohkan Filipina sebagai contoh paling menonjol di Asia Tenggara dalam strategi penyeimbangan kekuatan; negara itu bersekutu dengan AS pada 1951 untuk melindungi diri dari China yang komunis.

    Strategi “mengikuti arus” adalah ketika negara yang lebih lemah memilih untuk berpihak pada negara yang lebih kuat untuk menghindari konflik atau dengan harapan mendapatkan dukungan.

    Dengan kedekatan hubungan mereka dengan China, baik Myanmar, Kamboja, maupun Laos, adalah contoh-contoh tipikal di Asia Tenggara.

    Malaysia dan Vietnam adalah dua contoh paling menonjol di Asia Tenggara yang telah berhasil menerapkan strategi “hedging”, yaitu ketika negara kecil menjalin hubungan dengan berbagai kekuatan secara bersamaan untuk menyeimbangkan pengaruh rival-rival yang lebih besar.

    Sementara negara-negara seperti India dan Indonesia telah mengikuti prinsip non-blok.

    Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Konferensi Investasi ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, 8 April 2025. (Reuters)

    ASEAN berusaha untuk menampilkan front persatuan dalam menghadapi tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.

    Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang memimpin ASEAN tahun ini, mengatakan bahwa negaranya akan “memimpin upaya untuk menampilkan front regional yang bersatu” dan memastikan “suara kolektif ASEAN didengar dengan jelas dan tegas di panggung internasional.”

    Dr. Peng Nian, Direktur Pusat Penelitian Studi Asia di Hong Kong, melihat munculnya strategi yang lebih bernuansa.

    “Negara-negara Asia Tenggara semakin melihat melampaui pilihan biner AS-China. Mereka mendiversifikasi kemitraan ekonomi ke arah Eropa dan pasar-pasar lain untuk mengurangi ketergantungan pada salah satu negara adidaya.”

    Lihat juga Video ‘Kala Astronaut Shenzhou-20 China Tiba di Stasiun Luar Angkasa’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sukses Kuasai ‘Harta Karun’ Langka Ukraina, Trump Janjikan Ini

    Sukses Kuasai ‘Harta Karun’ Langka Ukraina, Trump Janjikan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat dan Ukraina resmi menandatangani kesepakatan penting pada Rabu (30/4/2025) yang memberikan Amerika Serikat akses istimewa terhadap mineral-mineral kritis di Ukraina, termasuk logam tanah jarang.

    Sebagai imbal balik, kesepakatan ini juga mencakup pendanaan AS untuk investasi rekonstruksi Ukraina pasca perang.

    Mengutip dari Reuters, Kamis (1/5/2025), Ukraina sendiri dikenal memiliki cadangan logam tanah jarang cukup signifikan, yang sangat penting untuk industri teknologi tinggi dan pertahanan. Adapun, logam ini digunakan untuk membuat magnet khusus dalam kendaraan listrik, ponsel, sistem rudal, dan peralatan elektronik lainnya.

    Berdasarkan survei Geologi AS (U.S. Geological Survey), setidaknya ada 50 mineral yang dikategorikan sebagai “kritis”, termasuk nikel dan litium. Mineral kritis ini dianggap vital untuk industri pertahanan, peralatan teknologi tinggi, kedirgantaraan, dan energi hijau.

    Sementara itu, Ukraina juga memiliki cadangan 22 dari 34 mineral kritis yang diidentifikasi Uni Eropa. Ini termasuk material industri dan konstruksi, ferro alloy, logam mulia dan non-ferrous, serta beberapa unsur tanah jarang.

    Menurut Institut Geologi Ukraina, negara ini memiliki logam tanah jarang seperti lantanum dan serium yang digunakan dalam TV dan lampu, kemudian neodimium yang digunakan dalam turbin angin dan baterai kendaraan listrik, serta erbium dan yttrium, yang aplikasinya mencakup tenaga nuklir hingga laser.

    Forum Ekonomi Dunia menyatakan bahwa Ukraina juga merupakan pemasok potensial utama untuk litium, berilium, mangan, galium, zirkonium, grafit, apatit, fluorit, dan nikel.

    Layanan Geologi Negara menyampaikan bahwa Ukraina memiliki salah satu cadangan lithium terbesar di Eropa, yang dikonfirmasi mencapai 500.000 ton metrik, cukup penting untuk baterai, keramik, dan kaca.

    Negara ini memiliki cadangan titanium, sebagian besar berada di wilayah barat laut dan tengah, sementara litium ditemukan di bagian tengah, timur, dan tenggara.

    Lantas, apa isi rincian kesepakatan antara AS dengan Ukraina? Apa yang akan diperoleh Ukraina dari penguasaan AS atas logam tanah jarangnya tersebut?

    Kedua negara menandatangani perjanjian tersebut di Washington setelah negosiasi selama berbulan-bulan yang penuh dinamika, dan sempat terhambat di menit-menit terakhir.

    Perjanjian ini membentuk dana investasi bersama untuk membantu rekonstruksi Ukraina. Selain itu, kesepakatan ini juga menandai komitmen Trump dalam mencari penyelesaian damai atas perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Pertama Ukraina Yulia Svyrydenko terlihat menandatangani kesepakatan dalam sebuah foto yang diunggah oleh Departemen Keuangan di X (Twitter), yang menyebut perjanjian ini “jelas menunjukkan komitmen Pemerintahan Trump terhadap Ukraina yang bebas, berdaulat, dan makmur.”

    Svyrydenko menulis di X bahwa perjanjian ini membuat Washington akan berkontribusi pada dana tersebut. Ia juga menyebut perjanjian ini mencakup bantuan baru, misalnya sistem pertahanan udara untuk Ukraina.

    (wia)

  • Rusia Ejek Ukraina setelah Tandatangani Kesepakatan Mineral: Kehilangan Kekayaan demi Bantuan – Halaman all

    Rusia Ejek Ukraina setelah Tandatangani Kesepakatan Mineral: Kehilangan Kekayaan demi Bantuan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ukraina dan Amerika Serikat (AS) resmi menandatangani kesepakatan mineral pada Rabu (30/4/2025).

    Penandatanganan ini terjadi berbulan-bulan setelah Ukraina dan AS sempat bersitegang.

    Kesepakatan tersebut merupakan inti dari upaya Kyiv untuk memperbaiki hubungan dengan Presiden AS Donald Trump dan Gedung Putih.

    Para pejabat Ukraina berharap bahwa kesepakatan tersebut akan memastikan dukungan AS yang berkelanjutan untuk pertahanan Ukraina terhadap Rusia.

    Menanggapi hal tersebut, pejabat keamanan senior Rusia Dmitry Medvedev memberikan ejekan terhadap Ukraina.

    Medvedev mengatakan Ukraina seperti “ngemis” bantuan hingga menjual kekayaan negara kepada AS.

    “Sekarang, negara yang akan segera menghilang itu harus menggunakan kekayaan nasionalnya untuk membayar perlengkapan militer,” kata Medvedev, dikutip dari TASS.

    Kesepakatan mineral dicapai pada saat AS mengatakan semakin frustrasi dengan kegagalan Moskow dan Kyiv untuk datang ke meja perundingan damai.

    Moskow mengatakan pihaknya siap untuk melakukan perundingan langsung dengan Ukraina dan terbuka terhadap penyelesaian damai jangka panjang.

    Tetapi masalah yang dipertaruhkan sangat kompleks sehingga prosesnya tidak dapat terburu-buru.

    Kyiv menyatakan pihaknya menganjurkan gencatan senjata tanpa syarat segera selama sedikitnya 30 hari.

    Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan ia setuju pada prinsipnya, tetapi masih banyak masalah yang perlu diklarifikasi sebelum hal itu dapat terjadi.

    Putin telah mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari pada 8-10 Mei 2025, ketika Rusia akan mengadakan perayaan untuk menandai peringatan 80 tahun kemenangan atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia Kedua.

    Kremlin mengatakan bahwa Rusia sendiri memiliki kekayaan mineral yang sangat besar dan telah menawarkan prospek kesepakatan kerja sama potensial dengan AS di wilayah Arktik dan tempat lainnya.

    Sergei Markov, mantan penasihat Kremlin, mengatakan bahwa menurutnya kesepakatan antara Washington dan Kyiv akan mempersulit Rusia untuk mencapai tujuannya di Ukraina melalui perundingan damai.

    Hal itu dikarenakan Trump telah menyiapkan mekanisme untuk “membenarkan” pengeluaran baru untuk perang.

    “AS mulai melihat dirinya sebagai semacam pemilik bersama Ukraina. Oleh karena itu, AS akan mengambil posisi yang dianggapnya pro-Ukraina,” ramal Markov, dikutip dari Reuters.

    Wakil Perdana Menteri Pertama Ukraina, Yulia Svyrydenko mengatakan kesepakatan itu memungkinkan Ukraina untuk “menentukan apa dan di mana akan mengekstraksi” dan bahwa lapisan tanah di bawahnya tetap dimiliki oleh Ukraina.

    Ukraina kaya akan sumber daya alam termasuk logam tanah jarang yang digunakan dalam elektronik konsumen, kendaraan listrik, dan aplikasi militer, antara lain.

    Penambangan tanah jarang global saat ini didominasi oleh China, yang terkunci dalam perang dagang dengan AS setelah kenaikan tarif yang tajam oleh Trump.

    Ukraina juga tercatat memiliki cadangan besar besi, uranium, dan gas alam.

    Svyrydenko mengatakan Ukraina tidak memiliki kewajiban utang kepada Amerika Serikat berdasarkan perjanjian tersebut, poin penting dalam negosiasi panjang antara kedua negara.

    Kesepakatan itu juga, katanya, mematuhi konstitusi Ukraina dan kampanye Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa, elemen kunci dalam posisi negosiasi Ukraina.

    Kesepakatan mineral dan upaya perdamaian AS telah dinegosiasikan secara terpisah tetapi mencerminkan pendekatan Washington terhadap Ukraina dan Rusia.

    Trump telah mengubah kebijakan AS dengan melunakkan sikap Washington terhadap Rusia dan terkadang secara keliru menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas perang tersebut.

    Proposal perdamaian AS menyerukan pengakuan klaim Rusia atas Krimea, yang direbutnya dari Ukraina pada tahun 2014, dan kemungkinan empat wilayah Ukraina lainnya.

    Zelensky mengatakan Kyiv tidak akan pernah melakukannya karena akan melanggar konstitusi Ukraina.

    “Yang penting, Perjanjian ini mengirimkan sinyal kepada mitra global bahwa kerja sama jangka panjang dengan Ukraina – selama beberapa dekade – tidak hanya mungkin tetapi juga dapat diandalkan,” kata Svyrydenko, dikutip dari Reuters.

    Draf perjanjian AS-Ukraina yang dilihat Reuters pada hari Rabu sebelumnya menunjukkan Ukraina berhasil menghapus persyaratan apa pun untuk membayar kembali bantuan militer AS di masa lalu, sesuatu yang ditentang keras oleh Kyiv.

    Draf tersebut tidak memberikan jaminan keamanan konkret AS bagi Ukraina, salah satu tujuan awalnya.

    Secara terpisah, Ukraina telah berdiskusi dengan sekutu Eropa mengenai pembentukan pasukan internasional untuk membantu memastikan keamanan Ukraina jika perjanjian damai dicapai dengan Rusia.

    (*)

  • Zelensky Puji Kesepakatan Mineral dengan AS: Benar-benar Setara – Halaman all

    Isi Perjanjian Mineral: Ukraina Beri 57 Mineral, Kyiv Dapat Aliran Bantuan Militer AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyrz Zelensky melalui Kabinet Menteri Ukraina merilis teks perjanjian mineral antara Ukraina dan Amerika Serikat (AS).

    Teks berbahasa Ukraina dan Inggris itu diresmikan oleh Wakil Perdana Menteri Pertama Ukraina sekaligus Menteri Ekonomi Ukraina, Yuliia Svyrydenko, dan Menteri Keuangan AS Scott K.H. Bessent.

    Sebelumnya, perjanjian tersebut ditandatangani pada hari Rabu, 30 April 2025.

    Teks yang terdiri dari 11 halaman itu menyebutkan sejumlah poin, termasuk pembentukan Dana Investasi Rekonstruksi AS-Ukraina yang mencakup 57 mineral.

    Di antara 57 mineral yang akan ditambang di Ukraina yaitu aluminium, antimon, arsenik, barit, berilium, bismut, cerium, sesium, kromium, kobalt, tembaga, disprosium, erbium, europium, fluor, fluorspar, gadolinium, galium, germanium, emas, hingga gas alam.

    Selain itu, teks yang dirilis pada hari Kamis (1/5/2025) jauh lebih sedikit daripada rancangan awal setebal 90 halaman yang diserahkan AS kepada Ukraina pada bulan Maret lalu.

    Dalam teks terbaru yang diresmikan kemarin, mencakup jaminan yang memastikan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan komitmen Ukraina terhadap upayanya bergabung dengan Uni Eropa (UE).

    Jika terjadi pertentangan dengan proses aksesi UE, ketentuan perjanjian AS-Ukraina akan direvisi.

    “Yang terpenting, perjanjian tersebut tidak menempatkan Ukraina di bawah yurisdiksi AS,” lapor Pravda.

    Dokumen tersebut mengatakan perusahaan AS tidak dapat menolak untuk mendapatkan lisensi untuk mengekstraksi sumber daya mineral di Ukraina.

    Selain itu, dokumen tersebut juga menjamin perusahaan AS akan memiliki akses ke lelang atau negosiasi untuk sumber daya tersebut dengan persyaratan yang menguntungkan.

    Perjanjian tersebut tidak mengatur produksi atau pendapatan dari ekstraksi mineral lainnya, serta mengecualikan pendapatan dari infrastruktur Ukraina, seperti yang awalnya diusulkan oleh AS.

    Ukraina akan memberikan kontribusi pada dana bersama tersebut dengan menggunakan pendapatan dari penjualan lisensi dan royalti dari ekstraksi mineral tersebut.

    Selain itu, Ukraina tetap memiliki hak untuk melakukan transfer tambahan ke dana tersebut.

    AS Janjikan Bantuan Militer untuk Ukraina

    Perjanjian itu menetapkan kerangka politik untuk kerja sama antara Ukraina dan AS mengenai pengembangan mineral penting, penjualan mineral tersebut dan bantuan masa depan AS untuk Ukraina termasuk bantuan militer.

    Setidaknya, perjanjian itu memastikan aliran bantuan militer AS untuk Ukraina meski beberapa isu masih belum dijelaskan.

    Kontribusi AS terkait bantuan militer akan mencakup, antara lain, pasokan senjata baru untuk Angkatan Bersenjata Ukraina.

    Perjanjian tersebut menyatakan jika pemerintah AS memberikan Ukraina bantuan militer baru dalam bentuk apa pun, termasuk transfer sistem persenjataan, amunisi, teknologi atau pelatihan, maka kontribusi modal AS akan dianggap meningkat sebesar perkiraan nilai bantuan tersebut.

    Sebelumnya, Presiden AS Trump bersikeras agar Ukraina dan AS menandatangani kesepakatan semacam itu sebagai bentuk balas budi Ukraina atas bantuan militer yang selama ini diberikan untuk mendukungnya dalam perang melawan Rusia.

     (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Setelah Spanyol-Portugal Mati Lampu, Jerman Siaga

    Setelah Spanyol-Portugal Mati Lampu, Jerman Siaga

    Jakarta

    Mati lampu di suatu area itu jarang terjadi di Eropa, apalagi di Jerman. Bisa terhitung jari kejadian seperti itu. Oleh sebab itu ketika itu terjadi di Spanyol dan Portugal yang tidak jauh dari Jerman, insiden menyisakan kecemasan warga di negara ini.

    Di awal minggu ini, di beberapa negara Eropa, terutama di Spanyol dan Portugal mengalami pemadaman listrik besar-besaran: Tanpa lampu lalu lintas, tanpa kereta api, tanpa ATM, tanpa internet.

    Akibatnya, roda kehidupan di sebagian besar wilayah kacau-balau. Penyebabnya masih belum jelas, dan penyelidikan sedang dilakukan untuk memastikan apakah serangan siber telah terjadi pada infrastruktur vital tersebut.

    Otoritas Jerman, negara yang juga berada di Eropa, berusaha menenangkan warganya sendiri: Pemadaman listrik serupa tidak perlu dikhawatirkan di Jerman. “Pemadaman listrik dalam skala besar dan berlangsung lama tidak mungkin terjadi di Jerman,” ujar Badan Jaringan Jerman.

    Jaringan listrik Jerman dirancang dengan sistem redundansi yang canggih, yang berarti jika satu saluran rusak, saluran lainnya dapat segera menggantikannya.

    Namun, ketidakpastian tetap membayangi. Seberapa aman pasokan energi dan air, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan keuangan?

    Dengan kata lain, seberapa kokoh perlindungan terhadap infrastruktur kritis yang begitu penting bagi kelangsungan hidup masyarakat modern?

    Serangan siber di Jerman

    Polisi juga tidak luput dari dampaknya. Pada waktu yang bersamaan, surat kabar Berlin “Taz” melaporkan bahwa mereka menjadi target serangan siber “besar-besaran” pada hari pemilihan federal tanggal 23 Februari, yang membuat situs web tersebut tidak dapat diakses selama beberapa jam.

    Dan ini hanya merupakan satu dari sekian banyak kasus yang terjadi. Serangan terhadap infrastruktur penting telah berulang kali terjadi: Kabel data di Laut Baltik rusak, jaringan lumpuh, dan jaringan teknologi informasi (TI) perusahaan disusupi.

    Para ahli memperkirakan sekitar 80 persen infrastruktur penting di Jerman dikuasai oleh pihak swasta, seperti perusahaan-perusahaan industri.

    Namun, otoritas publik pun semakin sering menjadi sasaran serangan para peretas, termasuk di parlemen Jerman Bundestag dan kementerian federal di Berlin.

    Serangan-serangan ini menyasar lembaga-lembaga yang menjadi sendi-sendi penting demokrasi.

    Investasi besar untuk infrastruktur: Jembatan, sekolah, jalanan dan hal vital lainnya

    Pemerintah Jerman yang akan datang kini merencanakan investasi besar dalam infrastruktur, dengan dana khusus baru sebesar 500 miliar euro.

    Investasi ini akan digelontorkan selama dua belas tahun dan difokuskan pada sektor-sektor seperti transportasi, digitalisasi, dan infrastruktur energi.

    Tahun lalu, pemerintahan koalisi sebelumnya telah berusaha untuk memperkenalkan undang-undang yang bertujuan untuk memperkuat perlindungan terhadap infrastruktur penting.

    Namun, karena perpecahan dalam koalisi yang prematur, Bundestag tidak sempat meloloskan undang-undang tersebut.

    Menteri Dalam Negeri Jerman saat ini, Nancy Faeser, telah menyerukan perlindungan yang lebih baik terhadap infrastruktur penting menyusul pemadaman listrik yang terjadi di Spanyol dan Portugal.

    Dalam wawancara dengan jaringan media Jerman Redaktionsnetzwerk, dia menyatakan, “Kita harus lebih memperkuat ketahanan dan perlawanan kita. Kita harus mengurangi ketergantungan kritis dan risiko keamanan di mana pun di area infrastruktur kritis.”

    Inilah yang kemungkinan besar akan tertulis dalam perjanjian koalisi pemerintahan masa depan CDU/CSU dan SPD.

    Mengingat meningkatnya ancaman terorisme, kejahatan terorganisir, serangan siber hibrida, dan perang agresi Rusia terhadap Ukraina, perlu ada penguatan dalam hal keamanan siber, perlindungan sipil dan bencana, serta pertahanan sipil.

    Sebagai contoh, Kantor Federal untuk Keamanan Informasi (BSI) akan diperluas menjadi pusat komando untuk keamanan siber.

    Untuk menghindari ketergantungan lebih lanju, seperti pada Cina, akan ada upaya pengembangan teknologi chip dan semikonduktor domestik.

    Di masa depan, hanya komponen yang diproduksi oleh “negara tepercaya” yang akan diizinkan untuk dipasang pada infrastruktur penting.

    Selain itu, perusahaan kecil dan menengah akan diberikan layanan konsultasi preventif, karena mereka juga semakin rentan terhadap serangan siber.

    Komitmen terhadap perlindungan infrastruktur penting juga harus ditingkatkan di Uni Eropa. Proyek ProtectEU baru-baru ini dipresentasikan di Strasbourg.

    Dalam presentasinya, komisaris keamanan yang bertanggung jawab membicarakan tentang meningkatnya rasa ketidakpastian di kalangan penduduk, yang semakin khawatir tentang ancaman terorisme dan serangan hibrida.

    “Frekuensi dan kecanggihan tindakan permusuhan yang merusak keamanan Uni Eropa telah meningkat,” demikian kata rencana strategis tersebut.

    Aktor-aktor jahat telah memperluas persenjataan mereka secara signifikan. Kampanye hibrida, seperti sabotase terhadap infrastruktur penting, pembakaran, serangan siber, campur tangan pemilu, manipulasi informasi dari luar negeri, dan penciptaan tekanan migrasi secara artifisial, semakin gencar dilakukan.

    Lembaga-lembaga Uni Eropa pun tidak luput dari serangan tersebut

    Uni Eropa berencana untuk menyatukan informasi intelijen mengenai potensi serangan masa depan melalui Kapasitas Analisis Intelijen Tunggal (SIAC).

    Otoritas kepolisian Europol akan diperluas, dan pertukaran data antar negara anggota akan dilakukan.

    Tujuan bersama otoritas dan pemerintah di Eropa serta Jerman adalah jelas: Mereka ingin melindungi infrastruktur penting dengan lebih baik dari serangan, serta melakukannya dengan cara yang lebih tepat waktu dan efektif.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    Lihat Video ‘Penyebab Mati Listrik Massal di Spanyol-Portugal Masih Misteri’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Patok Tarif Impor Tinggi, RI Kirim Tuna ke China

    Trump Patok Tarif Impor Tinggi, RI Kirim Tuna ke China

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana akan memperluas pasar tuna Indonesia. Hal ini lantaran ada kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donal Trump yang mengenakan tarif timbal balik sebesar 32% ke Indonesia yang dinilai akan berdampak terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS. Terutama terhadap produk-produk perikanan laut.

    Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya⁠ Trian Yunanda mengatakan negara-negara yang bakal menjadi target perluasan pasar tuna Indonesia yakni Uni-Eropa, Jepang, negara-negara Timur Tengah, Afrika, hingga China. Hal ini penting agar produk unggulan ekspor Indonesia tidak hanya satu pasar.

    “Mungkin sebelum kebijakan Trump juga kita tahu kan ada yang masalah terkait dengan masalah tarif barrier juga. Itu juga tentunya menjadi concern kita. Tapi juga peluang-peluang pasar baru ini juga perlu. Seperti Middle East, Kemudian saya kira Jepang, Cina juga terbuka itu. Saya kira kita akan lakukan diversifikasi pasar,” katanya dalam acara dalam Bincang Bahari KKP, Rabu (30/4/2025).

    Selain perluasan pasar, Trian mengatakan pentingnya peningkatan mutu dari produk tuna Indonesia saat ini. Hal ini guna memenuhi standar mutu internasional dari produk tuna.

    Ia mengatakan, perlu juga adanya peremajaan kapal penangkap ikan di Indonesia masih berbahan kayu. Hal ini menjadi krusial dalam upaya Indonesia memperoleh approval number dari pasar global, khususnya Uni Eropa yang dikenal ketat dalam pengawasan mutu dan legalitas produk.

    “Yang terpenting tadi ya kita bagaimana bisa memberikan added value kepada produk kita tadi. Jadi jangan ya sekedar kita menangkap kemudian dibekukan. Tapi bagaimana dari sisi kualitas ya baik itu yang terkait dengan mutu maupun legalitas dari produk ini,” katanya.

    Trian mengatakan saat ini AS masih menjadi tujuan utama eskpor tuna. Tercatat pada nilai ekspor hasil produksi perikanan nasional mencapai US$ 5,95 miliar 2024.

    Ia mengatakan dari hasil tersebut, produk tuna menjadi nomor dua penyumbang terbesar setelah udang. Di mana produk udang sebesar US$ 1,68 miliar, sementara tuna, tongkol, cakalang sebesar Rp US$ 1,3 miliar.

    “Tuna cakalang tongkol ini dengan volume sebesar 278 ribu ton menghasilkan nilai sekitar US$ 1,03 miliar, atau sekitar Rp 16,7 triliun,” kata Trian.

    (rrd/rrd)