Negara: Uni Eropa

  • Produk RI Bebas Tarif ke Uni Eropa, Wamenlu Sebut Diplomasi Nyata

    Produk RI Bebas Tarif ke Uni Eropa, Wamenlu Sebut Diplomasi Nyata

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia dan Uni Eropa akhirnya mencapai political agreement atas perjanjian Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) setelah negosiasi panjang 10 tahun.

    Wakil Menteri Luar Negeri Havas Oegroseno mengatakan, pencapaian tersebut jadi bukti nyata diplomasi ekonomi Indonesia menghasilkan dampak konkret dunia usaha.

    “Produk Indonesia sekarang punya akses bebas tarif (0%) ke pasar Uni Eropa. Ini bukan sekadar wacana, tapi hasil dari kerja diplomasi ekonomi yang nyata,” ujar Havas dalam diskusi yang digelar Gempita Milenial di Kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (19/7/2025).

    Wamenlu mengungkap, melalui CEPA ribuan produk ekspor Indonesia mulai dari pertanian, manufaktur, hingga komoditas unggulan berpotensi menikmati penghapusan tarif masuk ke 27 negara anggota Uni Eropa.

    Havas menekankan bahwa fasilitas tarif 0%  jadi peluang yang bisa dimanfaatkan langsung pelaku usaha Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekspor di pasar global.

    “Produk-produk Indonesia dari berbagai sektor, termasuk pertanian, perikanan, manufaktur, dan komoditas unggulan akan mendapat akses pasar yang jauh lebih luas dengan tarif masuk 0% ke 27 negara Uni Eropa,” imbuhnya.

    CEPA dinilai jadi jawaban isu sensitif seperti EUDR (EU Deforestation Regulation) yang selama ini menjadi tantangan ekspor produk sawit dan turunannya. Menurutnya, Indonesia bisa menyampaikan posisi nasional lebih kuat dan meredakan kekhawatiran Uni Eropa tanpa mengorbankan kepentingan domestik.

    “Kita tetap jaga standar keberlanjutan yang bisa diterima internasional, tapi kita juga pertahankan kepentingan nasional kita. Itulah diplomasi fleksibel yang kita jalankan,” kata Havas.

  • BRICS Tak Anti-Barat, RI Tetap Jaga Hubungan dengan AS dan Eropa

    BRICS Tak Anti-Barat, RI Tetap Jaga Hubungan dengan AS dan Eropa

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto baru saja menyelesaikan lawatan luar negeri selama lima hari ke enam negara, termasuk ke pertemuan BRICS di Rusia dan kunjungan kenegaraan ke markas Uni Eropa di Brussel, Belgia.

    Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Philips Jusario Vermonte menegaskan, masuknya Indonesia ke BRICS bukan sebagai perlawanan terhadap Barat, akan tetapi strategi memperluas kerja sama di tengah dinamika global yang makin terpolarisasi antara blok Barat dan kekuatan baru seperti BRICS.

    “Bergabung dengan BRICS tidak berarti Indonesia anti-Barat. Justru kita bisa memainkan peran strategis sebagai jembatan antara negara-negara berkembang dan kekuatan Barat,” ujar Philips di Kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (19/7/2025).

    Philips menyebut, keputusan Indonesia untuk menjadi anggota penuh BRICS pada KTT di Kazan, Rusia, menunjukkan langkah strategis penguatan kerja sama Selatan–Selatan.

    Di sisi lain, pertemuan Presiden Prabowo dengan para pemimpin Uni Eropa, serta tercapainya political agreement Indonesia EU CEPA, menegaskan bahwa hubungan dengan Barat tetap menjadi prioritas.

    “CEPA ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia sudah masuk BRICS, hubungan dengan Uni Eropa tetap hangat. Ini bukan hal yang saling meniadakan,” imbuhnya.

    Lebih lanjut Philip mengungkap Indonesia terus mempraktikkan kebijakan luar negeri bebas aktif, tidak memilih 1 blok, tetapi malah menjaga komunikasi intensif dengan berbagai pihak. Bahkan, menurutnya, Amerika Serikat tidak menunjukkan resistensi berarti terhadap posisi Indonesia dalam BRICS, selama arah kebijakannya tetap terbuka dan kooperatif.

    “Buat Amerika, selama kita tetap kooperatif dan tidak agresif terhadap kepentingan mereka, saya rasa posisi Indonesia di BRICS tidak akan jadi masalah besar,” lanjutnya.

    Tak hanya posisi Indonesia setelah bergabung dengan BRICS, Philips menyebut kunjungan Prabowo ke Brussels membuahkan hasil konkret berupa kesepakatan politik Indonesia EU CEPA, sebuah langkah besar setelah 17 putaran negosiasi selama tujuh tahun terakhir.

    Kesepakatan tersebut membuka jalan penghapusan tarif dan hambatan non-tarif atas perdagangan barang dan jasa antara kedua pihak. “CEPA ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia sudah masuk BRICS, hubungan dengan Uni Eropa tetap hangat. Ini bukan hal yang saling meniadakan,” kata Philips.

  • Angin Segar Industri Tekstil RI Tadah Berkah Akses Pasar Eropa-AS

    Angin Segar Industri Tekstil RI Tadah Berkah Akses Pasar Eropa-AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengaku lega dengan keberhasilan negosiasi Indonesia-AS hingga menurunkan tarif bea masuk 19% ke pasar Amerika dari sebelumnya 32%. Terlebih, sinyal kemudahan akses dagang ke Eropa juga terbuka.

    Tak hanya penurunan tarif AS, Indonesia dan Uni Eropa berhasil mencapai kesepakatan mitra dagang melalui Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang ditargetkan rampung September 2025.

    Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan keberhasilan ini mencerminkan efektivitas diplomasi ekonomi Indonesia yang bersifat strategis dan menjaga kepentingan nasional.

    “Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terutama terbantu dengan adanya penurunan tarif ini karena penurunan tarif ini akan memperkuat akses pasar dan meningkatkan competitiveness produk TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat,” ujar Jemmy, dikutip Sabtu (19/7/2025). 

    Dia menerangkan bahwa Amerika Serikat adalah mitra dagang strategis untuk ekspor produk TPT selama bertahun-tahun.

    Adapun, pangsa pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki buatan Indonesia ke AS masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS.

    Pihaknya berharap agar Pemerintah RI secara aktif memfasilitasi penguatan arus perdagangan bilateral Indonesia – Amerika Serikat secara timbal balik. 

    Hal ini mencakup penguatan misi dagang, dukungan logistik, promosi dagang terintegrasi, serta penguatan daya saing melalui insentif fiskal dan non-fiskal.

    “Kami berharap tindak lanjut kebijakan ini mendorong kebijakan lanjutan yaitu termasuk harmonisasi regulasi teknis dan fasilitasi perdagangan agar industri padat karya dapat memanfaatkan peluang ekspor secara optimal,” tuturnya. 

    Tak hanya itu, Jemmy menekankan pentingnya perlindungan pasar domestik dari membanjirnya produk jadi yang masuk ke Indonesia demi penguatan kapasitas industri manufaktur dalam negeri.

    Menurut dia, kebijakan pemerintah juga diperlukan untuk mendorong peningkatan utilisasi industri nasional, memperkuat rantai pasok dalam negeri, serta menciptakan multiplier effect serapan tenaga kerja dan investasi masif di sektor TPT.

    Lebih lanjut, pelaku usaha telah bersiap meningkatkan produksi untuk ekspor hingga 60% setelah IEU-CEPA rampung. 

    Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkap Eropa memiliki potensi besar, meskipun tidak langsung dapat menggantikan pangsa pasar Amerika Serikat yang berpotensi berkurang imbas tarif Trump. 

    Ketua Umum APSyFI Redma G. Wirawasta mengatakan, pihaknya menargetkan dapat mengekspor tekstil hingga 30% dan seiring waktu untuk penyesuaian certificate of origin (COO) dalam 2 tahun bisa naik di atas 50% setelah IEU-CEPA berlaku.

    “Secara keseluruhan bisa naik 60% [ekspor TPT],” kata Redma kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025). 

    Redma menerangkan bahwa aturan COO sangat penting untuk dipertimbangkan khususnya agar tarif ekspor ke Eropa dikenakan 0%. Syaratnya bahan baku yang digunakan pada produk yang diekspor berasal dari Indonesia atau Uni Eropa itu sendiri. 

    Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk hulu tekstil (HS 50-54) ke wilayah Eropa Barat mencapai US$24,6 juta pada 2024 dengan volume 8,17 kg, sementara ke Eropa Utara mencapai US$986,080 dengan volume 365,691 kg.

    Di sisi lain, ekspor produk serupa ke Eropa Selatan mencapai US$24,6 juta dengan volume 8,4 juta kg pada 2024, sedangkan ekspor ke Eropa Timur mencapai US$6,5 juta dengan volume 5 juta kg pada tahun lalu. 

    “Tapi ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah merespon permasalahan terkait integrasi karena aturan COO dan tren industri hijau terkait concern zero carbon emission sesuai Paris Agreement,” jelasnya. 

  • Harga Minyak Tergelincir Usai Sanksi Baru Uni Eropa terhadap Rusia – Page 3

    Harga Minyak Tergelincir Usai Sanksi Baru Uni Eropa terhadap Rusia – Page 3

    Uni Eropa juga tidak akan lagi mengimpor produk minyak bumi apa pun yang terbuat dari minyak mentah Rusia, meskipun larangan tersebut tidak akan berlaku untuk impor dari Norwegia, Inggris, AS, Kanada, dan Swiss, kata diplomat Uni Eropa.

    Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas juga mengatakan di platform X Uni Eropa telah menetapkan kilang minyak Rosneft terbesar di India sebagai bagian dari langkah-langkah tersebut. India adalah importir minyak mentah Rusia terbesar, sementara Turki adalah yang terbesar ketiga, menurut data Kpler.

    Eropa memproduksi lebih sedikit solar dan bahan bakar jet daripada yang dikonsumsinya, sehingga bergantung pada impor dari kawasan lain.

    Larangan Uni Eropa terhadap impor produk olahan tersebut membantu meningkatkan harga minyak diesel dan gasoil berjangka AS dan Eropa.

    Di Amerika Serikat, harga solar yang lebih tinggi dalam beberapa hari terakhir mendorong selisih harga solar ke level tertinggi sejak Februari. Selisih retakan mengukur margin keuntungan penyulingan.

    “Ini menunjukkan pasar khawatir akan hilangnya pasokan solar ke Eropa, karena India selama ini merupakan sumber minyak,” kata Wakil Presiden Rystad Energy,Janiv Shah.

    Dalam berita lain, perusahaan minyak besar AS, Chevron, menyelesaikan akuisisi perusahaan energi AS, Hess, senilai $55 miliar pada hari Jumat setelah memenangkan pertempuran hukum penting melawan rival besar perusahaan minyak AS, Exxon Mobil, untuk mendapatkan akses ke penemuan minyak terbesar dalam beberapa dekade di lepas pantai Guyana.

  • Aplikasi Terkenal Kirim Hasil Mata-Mata ke China, Ini Daftarnya

    Aplikasi Terkenal Kirim Hasil Mata-Mata ke China, Ini Daftarnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah aplikasi asal China dilaporkan tidak patuh atas undang undang mengenai data pengguna di Uni Eropa. Kelompok advokasi Austria, Noyb mengajukan keluhan privasi data tersebut.

    Ketiga aplikasi yang dimaksud adalah Tiktok, AliExpress, dan WeChat.

    Sebagian besar perusahaan teknologi menyediakan alat untuk akses permintaan pengunduhan data pengguna. Hal sebaliknya dilakukan beberapa perusahaan asal China.

    Pengacara perlindungan data Noyb, Kleanthi Sardeli mengatakan seluruh aplikasi tidak mematuhi peraturan yang berlaku di Uni Eropa. Padahal ketiga aplikasi telah mengumpulkan banyak data dari para penggunanya.

    “Tiktok, AliExpress, dan WeChat mengumpulkan data sebanyak mungkin terkait Anda, namun menolak memberikan Anda akses penuh seperti diwajibkan oleh hukum Uni Eropa,” kata Sardeli, dikutip dari Reuters, Jumat (18/7/2025).

    Terkait hal ini, Tencent yang merupakan pemilik WeChat telah buka suara. Juru bicara perusahaan memastikan pihaknya mematuhi aturan yang berlaku di tempat beriperasi.

    Tencent juga memiliki komitmen melindungi privasi dan keamanan data milik para penggunanya.

    Sementara Tiktok dan AliExpress tidak menanggapi permintaan komentar.

    Noyb telah berulang kali mengajukan keluhan terkait data yang dikumpulkan oleh perusahaan teknologi. Salah satunya melaporkan enam perusahaan China pada Januari lalu.

    Laporan itu berupaya menangguhkan pengiriman data perusahaan ke China. Noyb juga meminta denda hingga 4% dari pendapatan global perusahaan terkait masalah tersebut.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rusia Kena Sanksi Terbesar dari Eropa, Kremlin ‘Sumpahi’ Jadi Bumerang

    Rusia Kena Sanksi Terbesar dari Eropa, Kremlin ‘Sumpahi’ Jadi Bumerang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Rusia mengecilkan dampak dari paket sanksi terbaru yang disahkan Uni Eropa terhadap perekonomiannya. Moskow menyebut langkah itu sebagai “ilegal” dan memperingatkan bahwa pembatasan-pembatasan tersebut justru akan berbalik merugikan negara-negara Barat sendiri.

    Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Jumat (18/7/2025), beberapa jam setelah Brussels menyetujui paket sanksi ke-18 terhadap Rusia sejak invasi ke Ukraina dimulai pada 2022. Paket ini mencakup penurunan batas harga ekspor minyak Rusia dan pembatasan baru terhadap sektor perbankan Rusia.

    “Kami tentu akan menganalisis paket baru ini untuk meminimalkan dampaknya,” kata Peskov dalam konferensi pers, dilansir AFP.

    “Tetapi setiap paket sanksi baru justru menambah efek negatif terhadap negara-negara yang menjatuhkannya,” imbuhnya.

    Sejak Barat pertama kali memberlakukan serangkaian sanksi berat terhadap Rusia sebagai respons atas invasi ke Ukraina, Moskow berulang kali menyatakan bahwa ekonomi domestiknya mampu bertahan dan bahkan terus tumbuh.

    Peskov menegaskan bahwa Rusia telah beradaptasi dengan kehidupan di bawah tekanan sanksi dan memiliki “imunitas” terhadap upaya-upaya pembatasan ekonomi dari negara-negara Barat.

    “Kami sudah mengembangkan semacam kekebalan terhadap sanksi. Kami telah beradaptasi untuk hidup di bawah sanksi,” tegas Peskov.

    Pejabat-pejabat Rusia juga kerap menuduh negara-negara Barat melanggar hukum internasional dengan menjatuhkan sanksi sepihak, dan mengeklaim bahwa Moskow telah berhasil mengatasi hambatan-hambatan tersebut, terutama dalam menjaga ekspor energi serta stabilitas ekonomi makro.

    Meski mengalami kontraksi pada 2022 saat kampanye militer ke Ukraina diluncurkan, ekonomi Rusia dilaporkan kembali tumbuh secara signifikan. Peningkatan pertumbuhan tersebut ditopang oleh belanja besar-besaran pemerintah untuk sektor militer, termasuk pengadaan senjata dan pendanaan pasukan.

    Kremlin menekankan bahwa sanksi justru mendorong Rusia untuk memperkuat kemandirian ekonominya, termasuk dengan memperluas kerja sama perdagangan dengan negara-negara Asia seperti China dan India.

    Namun, sejumlah analis independen dan institusi internasional menyoroti bahwa pertumbuhan tersebut sangat tergantung pada sektor militer dan subsidi negara, sehingga berisiko tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.

    Sementara itu, Uni Eropa menyatakan bahwa paket sanksi terbaru ini merupakan salah satu yang paling kuat sejauh ini. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas mengatakan bahwa sanksi ini bertujuan untuk terus melemahkan kemampuan Rusia dalam melanjutkan perang di Ukraina.

    “Setiap sanksi melemahkan kemampuan Rusia untuk berperang. Pesannya jelas: Eropa tidak akan mundur dalam dukungannya untuk Ukraina. Uni Eropa akan terus meningkatkan tekanan sampai Rusia menghentikan perangnya,” tegas Kallas.

    Paket baru tersebut juga mencakup pemangkasan batas harga minyak ekspor Rusia ke negara ketiga menjadi 15% di bawah harga pasar, serta perluasan daftar hitam terhadap kapal tanker tua yang digunakan Rusia untuk menghindari pembatasan ekspor. Selain itu, sanksi juga menyasar kilang milik Rusia di India, dua bank China, dan melarang kebangkitan kembali pipa gas Nord Stream 1 dan 2.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • RI Berpeluang Jadi Tujuan Relokasi Pabrik Imbas Tarif Trump

    RI Berpeluang Jadi Tujuan Relokasi Pabrik Imbas Tarif Trump

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan tarif perdagangan untuk Indonesia sebesar 19% yang berlaku mulai 1 Agustus 2025. Besaran itu telah dipangkas dari rencana sebelumnya 32% seiring tercapainya kesepakatan kedua negara.

    Research Director Prasasti Center for Policy Studies, Gundy Cahyadi mengatakan kesepakatan itu dilandasi prinsip timbal balik untuk mencapai hubungan dagang yang adil bagi kedua negara. Dengan besaran tarif yang lebih rendah dari sebelumnya, Indonesia disebut bisa meningkatkan daya saing produk.

    “Indonesia bisa menjual produk di pasar AS dengan besaran tarif yang lebih rendah dari sebelumnya sehingga dapat meningkatkan daya saing produk. Sementara AS mengekspor barang produktif yang dibutuhkan industri Tanah Air,” kata Gundy dalam keterangan tertulis, Jumat (18/7/2025).

    Gundy menilai besaran tarif Indonesia yang lebih rendah dibandingkan negara lain diharapkan bisa membangkitkan optimisme dan meningkatkan kepercayaan investor atas prospek bisnis di Indonesia.

    “Efek samping lainnya akan sangat bergantung deal antara Trump dengan negara lain yang memiliki ketergantungan tinggi dengan pasar AS, terutama di Asia seperti Vietnam dan China. Jika kesepakatan tarif yang diraih negara-negara itu ternyata tidak lebih baik dari Indonesia, maka terbuka peluang terjadinya realokasi asalkan Indonesia mampu mengoptimalkan kesempatan tersebut dengan mempermudah izin dan kepastian hukum,” bebernya.

    Hal ini pada akhirnya bisa memacu sektor riil, pembukaan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi.

    “Apalagi Trump menegaskan akan menindak keras praktik transhipment bagi para pelaku usaha yang coba-coba mengakali ekspor ke AS melalui negara yang dikenakan tarif lebih rendah,” kata Gundy.

    Negosiasi AS dengan negara lain memang masih berlangsung dan bisa saja menghadirkan berbagai kejutan baru. Meski begitu, kemampuan Indonesia mengunci kesepakatan tarif 19% sebelum tenggat waktu berakhir patut diapresiasi.

    “Menariknya deal dengan Presiden Trump tercapai di saat Presiden Prabowo terus menunjukkan posisinya yang kuat di BRICS dan aktif menjalankan diplomasi ekonomi ke Uni Eropa,” kata Gundy.

    Sebagai informasi, AS adalah mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir (2020-2024), pertumbuhan ekspor Indonesia ke AS naik dengan rata-rata 9,71% per tahun.

    Tahun 2024 total perdagangan AS-Indonesia mencapai US$ 38,3 miliar dengan nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai US$ 26,3 miliar dan impor dari AS ke Indonesia sejumlah US$ 12,0 miliar. China masih menjadi tujuan utama ekspor Indonesia dengan share 26,40%, diikuti AS dan Jepang masing-masing share 11,22% dan 6,59%.

    Lihat juga Video: Apple Bakal Bangun Pabrik di Batam Tahun Ini!

    (acd/acd)

  • Ini Peluang dan Awal Diplomasi Ekonomi

    Ini Peluang dan Awal Diplomasi Ekonomi

    Jakarta, Beritasatu.com – Penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia menjadi 19% bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia, asalkan dimanfaatkan dengan strategi yang tepat dan komitmen jangka panjang dari pemerintah.

    Ekonom Celios Nailul Huda mengatakan, pengurangan tarif impor ini merupakan momen penting yang bisa membuka ruang ekspor lebih luas ke pasar AS.

    “Penurunan tarif ini tidak lepas dari pendekatan diplomasi Presiden Prabowo yang dalam pernyataannya juga menegaskan masih ada ruang untuk renegosiasi, bahkan hingga ke level 0%,” kata Nailul Huda dalam program Investor Daily Talk, Kamis (17/7/2025).

    Ia mengatakan, dalam konteks global, langkah cepat pemerintah untuk merespons dinamika kebijakan dagang AS patut diapresiasi. 

    Surat langsung dari Presiden AS Donald Trump kepada Presiden Prabowo menandakan adanya pengakuan terhadap posisi strategis Indonesia, baik secara geopolitik maupun ekonomi.

    “Trump menyampaikan bahwa Indonesia sudah memberikan banyak hal. Artinya, AS menganggap kita mitra penting, terutama dalam sektor energi dan pertambangan. Ini bisa menjadi modal politik dagang untuk memperkuat posisi tawar kita,” tutur dia.

    Menurutnya, tantangan ke depan adalah menjaga momentum positif ini agar tidak hanya menjadi diskon jangka pendek.

    Ia juga mengingatkan pentingnya memperkuat tim negosiasi agar keputusan-keputusan yang diambil tidak hanya responsif, tetapi juga berbasis data dan proyeksi jangka panjang.

    Oleh sebab itu diperlukan evaluasi terus-menerus terhadap strategi negosiasi, termasuk koordinasi lintas kementerian.

    “Namun, saya melihat sinyal pemerintah cukup kuat untuk memperjuangkan kesetaraan tarif. Ini bukan akhir, tetapi awal dari diplomasi ekonomi yang lebih berani,” ujar Nailul.

    Terkait kekhawatiran ketergantungan, ia menyebutkan bahwa diversifikasi pasar tetap penting, tetapi tidak menafikan peluang pasar AS.

    Indonesia tetap harus memperluas pasar ekspor lain, seperti Timur Tengah, Afrika dan Uni Eropa. “Terlebih pemerintah sudah menjajaki ini itu dan menjadi langkah yang tepat,” tambahnya.

    Ia juga menyebut, momentum ini bisa menjadi katalis reformasi sektor perdagangan dan investasi dalam negeri agar lebih siap bersaing secara global.

    Apabila stakeholder mampu menjadikan ini batu loncatan, tidak hanya ekspor tetapi momentum ini juga dapat menarik investasi berkualitas dari Negara Paman Sam itu.

    “Maka ini bisa jadi win-win solution dalam arti sebenarnya,” pungkas Nailul.

  • IHSG menguat 1,32 persen ditopang saham teknologi

    IHSG menguat 1,32 persen ditopang saham teknologi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    IHSG menguat 1,32 persen ditopang saham teknologi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 17 Juli 2025 – 18:10 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup menguat pada perdagangan Kamis, sebesar 95 poin atau 1,32 persen ke level 7.287.

    Indeks LQ45 juga mencatat kenaikan 1,08 persen atau 8,41 poin ke posisi 787,71. Penguatan ini didorong oleh sentimen positif dari pasar global serta lonjakan saham sektor teknologi.

    “Sektor technology (+7,22 persen) paling kuatnya naiknya, sementara di posisi terendah berada di sektor property & real estate (-0,25 persen),” tulis Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas, yang dikutip di Jakarta, Kamis.

    Sepanjang perdagangan, sebanyak 355 saham menguat, 234 saham melemah, dan 217 stagnan, dengan nilai transaksi mencapai Rp14,29 triliun dan volume perdagangan 24,37 miliar saham.

    Sektor teknologi memimpin penguatan dengan lonjakan sebesar 7,22 persen.

    Sebaliknya, sektor properti dan real estat menjadi satu-satunya yang melemah, turun tipis 0,25 persen.

    Saham-saham big cap seperti Telkom Indonesia (TLKM) turut mengangkat IHSG setelah menguat 4,53 persen ke level Rp2.770, serta Barito Pacific (BRPT) yang melonjak 8,46 persen ke Rp2.180.

    Saham lainnya yang mendominasi penguatan LQ45 adalah Indosat (ISAT), Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), dan Alfamart (AMRT).

    Adapun saham-saham yang menjadi pemberat indeks antara lain Vale Indonesia (INCO) yang turun 2,29 persen ke Rp3.420, Semen Indonesia (SMGR) minus 3,57 persen ke Rp2.700, dan Map Aktif Adiperkasa (MAPA) yang terkoreksi 2,84 persen ke Rp685.

    Di samping itu, bursa saham Asia mayoritas menguat setelah Presiden AS Donald Trump membantah kabar pemberhentian Ketua The Fed Jerome Powell dan mengumumkan rencana tarif baru bagi lebih dari 150 negara kecil.

    Para investor juga mencermati lonjakan ekspor Jepang ke Uni Eropa, ASEAN, dan Rusia yang menutupi penurunan ke AS dan China, serta menanti keputusan suku bunga acuan dari Bank Sentral China (PBOC) akhir pekan ini.

    Indeks Nikkei 225 naik 0,60 persen, Shanghai Composite menguat 0,37 persen, dan Straits Times Singapura melonjak 0,69 persen ke 4.160,58. Sementara Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,08 persen.

    Bursa Eropa juga dibuka di zona hijau. Indeks DAX Jerman menguat 0,94 persen, sedangkan FTSE 100 Inggris naik 0,41 persen. Bursa AS turut mencatat penguatan dengan S&P 500 naik 0,32 persen, Dow Jones 0,53 persen, dan NASDAQ Composite 0,25 persen.

    Sumber : Antara

  • Tarif impor AS 19 persen, Indonesia dapat dua keuntungan

    Tarif impor AS 19 persen, Indonesia dapat dua keuntungan

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Mendag: Tarif impor AS 19 persen, Indonesia dapat dua keuntungan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 17 Juli 2025 – 21:21 WIB

    Elshinta.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan Indonesia memiliki dua keuntungan dari penetapan tarif impor Amerika Serikat sebesar 19 persen, yakni investasi dan peningkatan ekspor.

    Indonesia mendapatkan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, menurut Budi, menjadikan produk Indonesia yang masuk Amerika Serikat memiliki daya saing harga yang lebih baik sehingga nantinya mampu mendatangkan investasi.

    “Jadi ini ada dua yang kita dapatkan, investasi masuk dan yang kedua ekspor kita meningkat,” kata Budi di Jakarta, Kamis.

    Sebelum Amerika Serikat menetapkan tarif impor untuk produk-produk yang masuk ke wilayahnya, lanjut Budi, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain lantaran tarif yang dikenakan sama.

    Oleh karena itu, Budi mengatakan bahwa momentum tersebut harus dimanfaatkan dengan maksimal.

    “Jadi daya saing kita juga semakin meningkat, kesempatan untuk ekspor ke Amerika justru sekarang semakin besar. Jadi kita memanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” jelas Budi.

    Saat ini pemerintah tengah melakukan identifikasi terhadap 10 produk ekspor utama ke Amerika Serikat beserta negara pesaingnya.

    Menurut Budi, dari hasil identifikasi tersebut akan memperlihatkan mana saja yang berpotensi besar dan dapat mendatangkan investasi.

    “Jadi itu otomatis juga akan berkaitan dengan investasi itu,  dan investasinya yang kita harapkan yang 10 tadi. Jadi mendorong ekspor ke Amerika dan juga ke Uni Eropa. Ke Uni Eropa juga demikian, kita sudah identifikasi produk-produk unggulan kita kan banyak ya,” imbuhnya.

    Sumber : Antara